ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA
ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA
A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI
Fungsi system pernafasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk
mentransfor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ –organ respiratorik juga
berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan
benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.
Respirasi melibatkan proses berikut :
1. Ventilasi pulmonal adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru
2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara udara dalam paru dan kapilar
pulmonal.
3. Respirasi internal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan sel-sel
jaringan.Respirasi selular adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi dan
pelepasan produk oksidasi (karbon dioksida dan air) oleh sel-sel tubuh.
4. Saluran pernafasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paru-paru.
5. Anatomi fungsional saluran pernafasan
Rongga hidung dan nasal
1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun kerangka
kerja tulang., kartilago hialin, dan jaringan fibroareoal.
2.Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum
adalah kartilago.
4. Tulang hidung
1. Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung
2. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.
3. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum.
4. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada
sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.
5. Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral
rongga nasal. Setiap konka dilapisi menbran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang
berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah.
6. Meatus superior, medial dan inferior, merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah
konka.
5. Empat pasang sinus paranasal adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar dan
sfenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa.
1. Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran
nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan
memberi efek resonansi dalam produksi wicara.
2. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di
area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus kedalam rongga
nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
3. Duktus nasolakrimal dari kleenjar airmata membuka ke arah meatus inferior.
6. Membran mukosa nasal
1. Struktur
Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat dan
kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril.
Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk mukosa yang melapisi
ruang nasal selebihnya. Lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak
pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran
pernapasan sampai ke bronkus.
2. Fungsi
Penyaringan partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam
suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian
akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui ebaporasi
sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di
bawahnya.
Resepsi
odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng
kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.Faring
Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai
esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring
Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal
(koana).
Dua tuba Eustabhius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk
menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal.
Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
.Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
Uvula (anggur kecil)adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi
bawah palatum lunak.
Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem
respiratorik selanjutnya.
3. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk
seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak
berpasangan.
a. Kartilago tidak berpasangan.
Kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanaya berukuran lebih
besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresikan pada saat pubertas.
Kartilago krikoid, adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah
kartilago tiroid.
Epiglotis, adalah katub kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan.
Aritenoid. Terletak diatas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita
suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelius skuamosa bertingkat.
Kartilago Kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
Kartilago Kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
c. Dua pasang lipatan lateral membagi ronga laring.
Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat
produksi suara.
Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago aritenoid serta
kartilago krikoid. Embuka di antara kedua pita ini adalah glotis.
1. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring dan glotis
berbentuk triangular.
2. Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit.
3. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
4. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta
terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra
serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus
utama.
a. Trakea, dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago terbentuk – c. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi
esofagus.
b.Trake dilapisi epitelim respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak
sel goblet.
5. Percabangan bronkus.
Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer kiri karena arkus aorata membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing
yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.
Bronki sekunder dan tertier, dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit,
batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
Bronki diseut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulminar.
Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya: bronki,
bronkiolus, bronkolus terminal, bronkiolus respiratori, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada
kartilago dalam respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus:
silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
6. Paru-Paru.
1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga
toraks.
Paru kanan memiliki tiga lobus : paru kiri memiliki dua lobus.
Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama sebuah permukaan
diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial)
yang terpisah dari paru lain oleh mediastinuam, dan permukaan costal terletak di atas
kerangka iga.
Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah
bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru.
2. Pleura, adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
Pleura parietal, melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
Pleura viseral, melapisi paru dan bersambung dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
Rongga Pleura (ruang intra pleura) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral
yang mengandung lapisan tipis, cairan pelumas. Cairan ini di sekresikan oleh sel-sel pleura
sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intra
pleura) agak negatif di bandingkan tekanan sfer atmosfer.
Kanan udara atmResesus Pleura, adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru.
Area ini muncul saat pleura varietal bersilang dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat
bernapas paru-paru bergerak keluar masuk area ini.
1. Resesus pleura kostomediastinal, terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura
parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral meidastinum
2. Resesus pleura kostodiafragmatik, terletak di tepi posterior kedua sisi pleura diantara
diafragma dan permukaan costal internal toraks.
Mekanisme Pernapasan (Ventilasi Pulmonar).
A. Prinsip Dasar.
1. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekeliling paru-paru yang terbuka ke atosfer hanya melalui
jalur siste pernapasan.
2. Pernapasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara ke dalam paru-paru dan ekspirasi (ekshalasi) udara ke
dalam paru-paru ke lingkungan luar tubuh.
3. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg) sama dengan tekanan udara
dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar (intra pulmonar).
4. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan sub atmosfer, atau kurang
dari tekanan intra-alveolar.
5. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan intra pleura dan intra alveolar yang
secara mekanik meyebakan pengembangan atau pengempisan paru-paru.
6. Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatakan volumenya. Otot-otot ekspirasi
menurunkan volume rongga toraks .
a. Inspirasi, membutuhkan kontraksi otot dan energi.
Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rilaks akan memipih, saat berkontraksi dan
memperbesar rongga toraks ke arah inferior.
Otot intercosta eksternal, mengangkat iga keatas dan kedepan saat berkontraksi sehingga
memperbesar ronngga torak ke arah inferior dan superior.
Dalam pernapasan aktif atau pernapasan dalam, otot-otot sternokleidomastoid, pektoralis mayor,
serratus aterior, dan otot skalena juga akan memperbesar rongga toraks.
b. Ekspirasi, pada pernapasan yang tenang di pengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif, dan
pada ekspirasi dalam, otot interkostal internal menarik kerangka iga kebawah dan otot abdomen
berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.
B. Faktor-faktor dalam Inflasi dan Deflasi paru-paru.
1. Tekanan Intrapleura negatif dalam rongga pleura menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding torak
karena tekanan ini menghasilkan penhisapan (suction) antara pleura parietal yang melekat pada dinding
toraks, dan pleura viseral yang melapisi permukaan paru-paru.
2. Jaringan elastik dalam paru-paru bertanggung jawab terhadap kecenderungan nya untuk menjauh dari
dinding toraks dan mengempis. Organ ini tidak mengempis dalam tubuh karena penghisapan yang
menahan paru-paru tetap pada dinding toraks lebih besar di bandingkan daya elastis dalam paru-paru.
3. Selama inspirasi dan ekspansi toraks, tekanan intrapleura negatif semakin berkurang (semakin negatif)
meningkatnya penghisapan, bersamaan dengan kohesi cairan pleura, menarik permukaan paru-paru keluar
kearah dinding toraks dan membantu ekspansi paru-paru.
4. Saat paru-paru berekspansi, tekanan udara di dalam paru-paru (tekanan intra alveolar) menurun drastis
sampai di bawah tekanan atmosfer di luar tubuh. Udara luar di hisap melalui saluran pernapasan menuju
paru-paru sampai tekanan intra alveolar kembali sama dengan tekanan atmosfer.
5. Saat otot-otot inspirasi relaks, ukuran rongga toraks berkurang, elastisitas paru-paru menariknya kearah
dalam, tekanan intra alfeolar meningkat sampai diatas tekanan atmosfer dan udara di keluarkan dari paruparu
6. Surfaktan, adalah sejenis lipoprotein yang disekresikan oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru matur.
Lapisan surfaktan terletak antara lapisan lembab dan udara dalam alveolus. Surfaktan mengurangi
tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli dan memungkinkan
alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah.
a. Surfaktan lebih banyak mengurangi tegangan permukaan dalam alveoli kecil di bandingkan dengan
alveoli besar.
b. Karena surfaktan diproduksi sampai masa akhir perkembangan janin, bayi prematur mungkin lahir
dengan insufisien surfaktan, pengempisan alveoli, dan kesulitan bernapas.
c. Kondisi ini disebut sindrom distres respiratorik (penyakit membran hialin), diatasi dengan penggunaan
mesin ventilasi mekanik sampai bayi tersebut cukup umur untuk memproduksi cukup surfaktan.
7. Kompliance mengacu pada distensi bilitas paru-paru atau kemudahan inflasi nya. Kompliance di
definisikan sebagai suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam
tekanan intra alveolar. Pengukuran ini di nyatakan dalam liter (volume udara) percentimeter air (tekanan ).
a. Penurunan komplians paru membutuhkan pembentukan perbedaan tekanan yang lebih besar daripada
tekanan normal saat inspirasi untuk menginflasi paru-paru. Setiap keadaan yang menghambat ekspansi
dan kontraksi paru akan menurunkan komplians sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih untuk
menginflasi paru-paru.
b. Konplians dapat berkurang akibat penyakit pulmonar yang menyebakan perubahan elastisitas paru,
kongesti pulmonar atau edemadi paru, gangguan tegangan permukaan alveoli, atau obstruksi jalan
udara. Hal ini dapat dipengaruhi oleh deformitas kerangka toraks.
8. Pneumotoraks atau atalektasis. Secara normal, tidak ada udara masuk ke rongga lpleura. Jika udara
dibiarkan masuk dalam ruang intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah). Kondisi ini disebut
pneumotoraks (udara dalam dada). Akibat menghilangnya tekanan negatif dalam rongga intrapleura
adalah pengempisan paru-paru disebut atalektasis.
C. Volume dan kapasitas paru, bolume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan
ekspirasi dapat diukur melalui spirometer. Nilai volume paru memperlihatan suhu tubuh standar dan
tekanan ambien serta diukur dalam mililiter udara.
1. Volume.
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi normal
biasa. VT pada dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang msuk ke paru-paru denganinspirasi
maksium di atas inspirasi tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan
pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasaya berkisar 1.200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada
perempuan.
d. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Volume residual penting untuk kelansungan aerasi dalam darah saat jeda parnapasan. Rata-rata
volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada perempuan 1.000 ml.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Istilah Lanjut Usia
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (lansia) yaitu Gerontology Geriatric dan
keperawatan Gerontik. Gerontology berasal dari kata Geros = lanjut usia dan Logos = ilmu. Jadi,
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut
lanjut usia (Nugroho, 2000).
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua atau usia lanjut dan Gerontology
Nursing adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lanjut usia (Nugroho,2000).
Gerontology adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi
pada lanjut usia.(Miller, 1990 dalam Nugroho 2000).
2.2.2 Definisi Lanjut Usia
Pengertian lanjut usia adalah masa tua disertai dengan adanya kemunduran-kemunduran
kemampuan kerja panca indra, gangguan fungsi alat tubuh, perubahan-perubahan secara psikologis
seperti kelemahan, keterlambatan berpikir serta kurangnya efisiensi mental dan perubahan-perubahan
pada jaringan tubuh (DepKes RI, 1998).
Lanjut usia atau manusia lanjut (Manula) adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri yaitu populasi berumur 60 tahun atau lebih. (Bustan, 2000)
Menghilangkan secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang di derita (Contantinides, 1994).
Yang dimaksud orang jompo dalam undang-undang ialah setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya
sehari-hari, peraturan pelaksanaan dari undang-undang inilah yang perlu dilengkapkan dan dengan
sendirinya rencana pembiayaannya. Undang-undang mengenai penyelenggaraan, pembinaan, pendanaan
dan perlindungan golongan usia lanjut harus dibuat oleh pemerintah (Darmojo, 1999).
2.2.3 Klasifikasi Lanjut Usia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia sulit dijawab dengan memuaskan. Di bawah ini
dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur (Nugroho, 2000).
Batasan usia lanjut menurut WHO meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia antar 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly)ialah kelompok usia antara 60-70 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (Very old) ialah kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mahmad membagi periodisasi biologik perkembangan manusia
sebagai berikut :
0-1 tahun : masa bayi
1-6 tahun : masa pra sekolah
6-10 tahun : masa sekolah
10-20 tahun : masa pubertas
40-65 tahun : masa setengah umur (Prasenium).
65 tahun keatas : masa lanjut usia (Serium)
Menurut Dra. Ny. Jas Masdani (Psikolog UI) mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa. Kedewasaan dapat di bagi menjadi empat bagian yaitu :
Fase Iuventus : antara umur 25-40 tahun
Fase Vertilitas : antara umur 40-50 tahun
Fase Praesenium : antara umur 55-65 tahun
Fase Senium : 65 tahun hingga tutup usia
Menurut Prof. Koesoemoto Setyonegoro
Pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :
Usia dewasa muda (elderly adulhood) : usia 18 tahun atau 20-25 tahun
Usia dewasa penuh (middle years) : umur 25-60 tahun atau 65 tahun
Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun terbagi menjadi :
Umur 70-75 tahun (young old)
Umur 75-80 tahun (old)
Umur lebih dari 80 tahun (very old)
Menurut undang-undang No. 4 tahun 1965
Bantuan penghidupan orang jompo atau lanjut usia yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan sebagai
berikut seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
2.2.4 Proses Menua (Ageing Process)
Menua
(menjadi
tua)
adalah
suatu
proses
menghilangnya
secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam
Nugroho, 2000).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus yang berkelanjutan
secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia tetapi terdapat kekurangankekurangan yang menyolok. Undang-Undang No. 9 tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan pasal 8 ayat 2, berbunyi : Dalam istilah sakit termasuk
cacat, kelemahan, dan lanjut usia. Menua bukan suatu penyakit, melainkan suatu
masa atau tahap hidup manusia yaitu bayi, kanak-kanak, dewasa, tua dan lanjut
usia.
Menua merupakan proses berulangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus
diakui bahwa memang penyakit sering di jumpai pada kaum lanjut usia. Tidak ada
batas yang tegas, usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap
orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian
puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya, fungsi fisiologis tubuh
mencapai puncaknya pada umur antara 20 dan 30 tahun. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Teori yang menerangkan ”Proses Menua”, mulai dari teori degeneratif yang
didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terajadinya atrof, yaitu teori
yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi, dan teori
imunologik yaitu teori adanya produk sampah, produk dari tubuh sendiri, yang
makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui, lanjut usia akan selalu bergandengan
dengan perubahan fisiologik maupun psikologik. Penting untuk diketahui bahwa
aktivitas fisik dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat
tubuh yang disebabkan bertambahnya umur.
2.2.5 Teori-Teori Biologik Lanjut Usia
1. Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogramkan oleh molekulmolekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel-sel kelamin dan terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
2. Teori akumulasi dari produk sisa
Kumpulan dari pigmen dalam tubuh, adanya pigmen Lipofuchine di sel otot
jantung dan sel susunan syaraf pusat pada lanjut usia yang mengakibatkan
menganggu fungsi sel itu sendiri.
3. Teori dari reaksi kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Didalam proses metabolisme tubuh, ada jaringan tubuh tertentu yang tidak
tahan terhadap suatu zat sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Contohnya tambahan kelenjar timus pada usia dewasa berinvolusi lalu terjadinya
kelainan atau imun. (Menurut Goldteris & Brocklehurst, dalam Darmojo, 1989)
4. Teori immunologi slow virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2.2.6 Teori Kejiwaan Sosial
Teori aktivitas (Activity Theory)
Kegiatan secara langsung mengalami penurunan pada lanjut usia, teori ini menyatakan bahwa
pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial, Ukuran
optimum pola hidup dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang tejadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimilikinya.
Teori pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri
dari pergaulan sekitarnya, ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
yakni kehilangan peran (Loss of role), hambatan kontak sosial (Restraction of
contacts and relation ships) dan berkurangnya komitmen (Reduced commitment to
social mores and values).
2.2.7 Perubahan Pada Lanjut Usia
Penurunan kondisi fisik
Setelah orang memasuki masa lanjut usia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dan lain-lain. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua
dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain. Dalam kehidupan lanjut usia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik
yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memporsir fisiknya. Seorang lanjut usia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik misalnya makan, tidur, istirahat dan
bekerja secara seimbang.
Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
1. Gangguan jantung.
2. Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus.
3. Vaginitis.
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi.
5. Kekurangan gizi, karena pencemaan kurang sempuma atau nafsu makan sangat
kurang.
6. Penggunaan obat-obat. tertentu, seperti antihipertensi, gotongan steroid,
tranquilizer.
7. Faktor psikologis yang menyertai lanjut usia antara lain :
- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lanjut usia.
- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
- Pasangan hidup telah meninggal.
- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun.
Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lanjut usia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi
dan perilaku lanjut usia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lanjut usia
menjadi kurang cekatan.
Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lanjut usia dapat menikmati hari tua atau jaminan
hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri.
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lanjut
usia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal
itu sebaiknya di cegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,
selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
2.2.8 Macam Pelayanan Untuk Para Lanjut Usia Yang Ada di Indonesia
Panti Werda (sasana tresna werda) dan Karang Werda (day care center) yang non panti mulai
bermunculan di kota-kota besar di Indonesia. Pemberian paket-paket perkakas pertukangan pernah
diberikan oleh Departemen Sosial, untuk menaikkan pendapatan dan keterampilan lanjut usia,
peningkatan gizi lanjut usia. Pelayanan bantuan untuk mengurus tempat tinggal membersihkan, mencuci,
memasak dan sebagainya (home-care nursing, home-help service) dapat dijalankan oleh LSM atau
relawan-relawan disekeliling rumah lanjut usia tersebut. Hal ini dapat diorganisasikan lebih baik lagi.
Pemberian potongan harga, pajak, ongkas transportasi dan sebagainya mulai banyak diberikan (Darmojo,
1997).
2.2.9 Panti Sosial Tresna Wredha
Panti Sosial Tresna Wredha adalah suatu tempat menampung orang-orang yang telah lanjut usia
yang mempunyai masalah sosial maupun ekonomi.
Pemerintah mendirikan Panti Tresna Wredha karena adanya perbedaan nilai antara orang tua
dan anak, ketidakmampuan di bidang ekonomi keluarga, serta keterbatasan waktu bagi keluarga untuk
lebih memperhatikan mereka yang telah lanjut usia.
Disinilah
pentingnya
adanya
Panti
Werdha
sebagai
tempat
untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lanjut usia di samping sebagai long stay
rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam
lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam
masyarakat sebagai seorang lanjut usia.
2.3 Uraian penyakit
2.3.1 DEFINISI
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih, yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh beberapa penyebab, infeksi atau keletihan. (Smeltzer, 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh
alergi yang disertai gejela spesifik yaitu serangan dispneu ekspiratori. (St. Carolus, 2000)
Asma bronchial adalah keadaan klinik yang ditandai dengan masa penyempitan yang reversibel,
dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relatife mendekati normal. (Sylvia,1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American
Thoracic Society).
2.3.2 ETIOLOGI
Terbagi menjadi 2 faktor.
1. Faktor Ekstrinsik (alergi)
- Serbuk sari
- Bulu-bulu halus
- Asap rokok
- Polusi (debu)
- Makanan
2. Faktor Instrinsik
- Latihan fisik
- Kelelahan
TANDA DAN GEJALA
Gejala umumnya adalah adanya wheezing yang dapat didengar dengan atau tanpa stetoskop,
batuk produktif, nafas pendek (dispneu). Pada serangan asma biasanya terjadi pada malam hari, dimulai
dengan batuk yang produktif dan kemudian dada terasa tertekan, merasa sesak. Keadaan seperti ini dapat
disertai dengan bising mengi/wheezing. Gejala dan serangan asma timbul jika seseorang atau pasien
terpajan dengan faktor pencetus.
2.3.5 PERTIMBANGAN GERONTOLOGI
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki pada masa dewasa
pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih
tua), perubahan yang terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya.
Penebalan kelenjar bronkial juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru
mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah sepanjang kehidupan. Penurunan
kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas dada, dengan demikian membatasi aliran
tidal udara. Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas difusi oksigen sejalan dengan
peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal kronis, lansia tetap dapat
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap
aktivitas yang berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin membutuhkan istirahat
setelah melakukan aktivitas yang lama dan berat.
2.3.6 KOMPLIKASI
1. Emfisema
Bila asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, mengakibatkan perubahan bentuk thorak.
2. Atelaksitas
Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat.
3. Bronkotaksis
Bila atelaksitas berlangsung lama.
4. Bronkopneumoni
Bila ada infeksi.
5. Kegagalan nafas dan kegagalan jantung bila asma tidak ditolong dengan semestinya.
2.3.7 PEMERIKAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen dada
Dapat mengatakan hiperinflasi paru-paru
2. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu, menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau retraksi untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengawasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi
Menurun pada emfisema
4. Bronkogram
Dapat menunjukan dilatasi silindsris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat
(emfisema), pembasaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
5. Kimia darah
Anti aspirin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema.
6. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
7. EKG, Latihan, Tes stress
Membantu dalam mengatasi derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilater,
perencanaan, evaluasi dan progam latihan.
2.3.8 PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Tujuan Terapi Asma
- Menyembuhkan dan mengendalikan asma.
- Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
- Mengupayakan aktivitas harian senormal mungkin.
- Mencegah obstruksi jalan nafas.
2. Tindakan Preventif
Menghilangkan Alergen penyebab, misalnya asap rokok, bulu kucing dan debu.
3. Pengobatan
- Bronkodilator :
Agonis B2 ( Terbulitan, Salbutamol dan Fenetrol : lama kerja 4-6 jam)
Agonis B2 Long Action memiliki lama kerja > 12 jam
4. Anti Inflamasi
- Kortikosteroid
- Natrium Kronolin
- Terapi O2
2.3.9 PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, pendidikan, alamat, pekerjaan dll.
2. Riwayat kesehatan
- Alasan datang ke panti.
- Riwayat medik yang lalu.
3. Pola persepsi riwayat kesehatan
- Merokok, minuman keras, obat-obatan, dsb.
- Alergi makanan.
4. Pola aktivitas latihan
5. Pola nutrisi
- Diet, gejala muntah-muntah, anoreksia.
- Nafsu makan, kemampuan menelan.
- Perubahan berat badan, penurunan massa otot.
6. Pola Eliminasi
- Kebiasaan BAB
- Kebiasaan BAK
7. Pola Istirahat Tidur
Gejala : kelelahan, keletihan, malaise.
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur, pola tidur dalam posisi duduk tinggi, dispneu pada
saat istirahat/respon terhadap aktivitas dan latihan.
Tanda : keletihan, gelisah dan insomnia.
8. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung, takikardi berat, distritmia, warna kulit, membran
mukosa, sianosis, pucat dapat menandakan anemia.
9. Intregitas Ego
Gejala : Peningkatan resiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
10. Hygiene
Gejala : - Penurunan kemempuan.
− Peningkatan kebutuhan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk dan bau badan.
11. Pernapasan
Gejala :
- Napas pendek (timbulnya bunyi dispneu sebagai gejala menonjol pada empisema) khususnya pada
saat bekerja, episode terulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernapas.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama saat bangun tidur) selama minimum 2
bulan berturut-turut, sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum : hijau, putih, kuning.
- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada saat tahap dini meskipun dapat menjadi
produktif (emfisema)
- Faktor keluarga/keturunan
- Penggunaan O2 pada malam hari/terus-menerus
Biasanya cepat, dapat lembat, fase ekspirasi dapat memanjang dan mendengkur.
- Penggunaan alat bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu, retraksi posasupra clavikula,
pernapasan cuping-hidung.
- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan meningkatkan diameter AP, gerakan diafragma minimal.
- Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (Emfisema)
- Warna pucat dengan sianosis, bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan, warna merah (bronkitis
kronis), biru mengembung, pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal. Meskipun pertukaran gas tidak normal dan frekuensi pernapasan cepat.
12. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat (faktor lingkungan, adanya infeksi)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus/peningkatan sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu.
4. Resti infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi mucus di jalan nafas.
5. Resti difisit cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.
INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus.
Kriteria hasil :
- Menunjukan adanya jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih (vesikuler).
- Mukus dapat dikeluarkan.
Intervensi
Rasional
- Observasi frekuensi pernapasan
- Takipneu biasanya terjadi selama proses infeksi
- Catat inspirasi dan ekspirasi
- Kronis pernapasan adalah tergantung pada tahap
kronis
- Observasi karakteristik batuk, bantu tindakan
memperbaiki keefektifan upaya batuk
- Dorong klien untuk bernapas dalam, batuk efektif
postural drainase
- Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan
- Batuk dapat menetap tapi tidak efektif pada posisi
duduk
- Berikan nebulizer dan espektoran
- Untuk membantu mengencerkan dahak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkus spasme
Kriteria hasil : - Memperbaiki jalan napas dan bunyi nafas bersih
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
Intervensi
- Observasi frekuensi, kedalaman pernapasan, cara
Rasional
- Berguna dalam evaluasi derajat distress
penggunaan otot aksesori, napas bibir
pernapasan dan kronisnya suatu penyakit
- Auskultasi bunyi napas area penurunan aliran
- Bunyi napas redup aliran udara/area konsolidasi
udara/bunyi nafas tambahan
- Atur posisi klien, tinggikan kepala klien untuk
mengidentifikasi spasme bronkus
- Pengiriman O2 dapat diperbaiki dalam posisi
napas dalam
duduk, latihan napas dalam untuk menurunkan
kolaps jalan napas
- Berikan terapi O2
- Dapat memperbaiki jalan nafas
- Berikan nebulizer dan ekspektoran
- Sebagai bronkodilator dan pengencer dahak
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu
Kriteria hasil : - Aktivitas istirahat dan tidur dapat terpenuhi.
Intervensi
- Memberikan kesempatan untuk berinteraksi dan
Rasional
- Meningkatkan kondisi kesehatan tubuh
tidur sejenak
- Membantu klien dalam proses istirahat
- Anjurkan teknik distraksi
- Tubuh yang bersih meningkatkan rasa nyaman
- Anjurkan klien untuk mandi sebelum tidur
- Meningkatkan kenyamanan
- Anjurkan klien dan kelurga untuk membersihkan
tempat tidur
- Berikan makanan ringan di sore hari dan susu
hangat
- Meningkatkan relaksasi
A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI
Fungsi system pernafasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk
mentransfor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ –organ respiratorik juga
berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan
benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.
Respirasi melibatkan proses berikut :
1. Ventilasi pulmonal adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru
2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara udara dalam paru dan kapilar
pulmonal.
3. Respirasi internal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan sel-sel
jaringan.Respirasi selular adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi dan
pelepasan produk oksidasi (karbon dioksida dan air) oleh sel-sel tubuh.
4. Saluran pernafasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paru-paru.
5. Anatomi fungsional saluran pernafasan
Rongga hidung dan nasal
1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun kerangka
kerja tulang., kartilago hialin, dan jaringan fibroareoal.
2.Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum
adalah kartilago.
4. Tulang hidung
1. Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung
2. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.
3. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum.
4. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada
sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.
5. Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral
rongga nasal. Setiap konka dilapisi menbran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang
berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah.
6. Meatus superior, medial dan inferior, merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah
konka.
5. Empat pasang sinus paranasal adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar dan
sfenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa.
1. Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran
nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan
memberi efek resonansi dalam produksi wicara.
2. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di
area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus kedalam rongga
nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
3. Duktus nasolakrimal dari kleenjar airmata membuka ke arah meatus inferior.
6. Membran mukosa nasal
1. Struktur
Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat dan
kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril.
Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk mukosa yang melapisi
ruang nasal selebihnya. Lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak
pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran
pernapasan sampai ke bronkus.
2. Fungsi
Penyaringan partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam
suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian
akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui ebaporasi
sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di
bawahnya.
Resepsi
odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng
kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.Faring
Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai
esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring
Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal
(koana).
Dua tuba Eustabhius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk
menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal.
Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
.Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
Uvula (anggur kecil)adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi
bawah palatum lunak.
Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem
respiratorik selanjutnya.
3. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk
seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak
berpasangan.
a. Kartilago tidak berpasangan.
Kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanaya berukuran lebih
besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresikan pada saat pubertas.
Kartilago krikoid, adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah
kartilago tiroid.
Epiglotis, adalah katub kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat
menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan.
Aritenoid. Terletak diatas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita
suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelius skuamosa bertingkat.
Kartilago Kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
Kartilago Kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
c. Dua pasang lipatan lateral membagi ronga laring.
Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat
produksi suara.
Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago aritenoid serta
kartilago krikoid. Embuka di antara kedua pita ini adalah glotis.
1. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring dan glotis
berbentuk triangular.
2. Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit.
3. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
4. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta
terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra
serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus
utama.
a. Trakea, dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago terbentuk – c. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi
esofagus.
b.Trake dilapisi epitelim respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak
sel goblet.
5. Percabangan bronkus.
Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer kiri karena arkus aorata membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing
yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.
Bronki sekunder dan tertier, dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit,
batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
Bronki diseut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulminar.
Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya: bronki,
bronkiolus, bronkolus terminal, bronkiolus respiratori, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada
kartilago dalam respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus:
silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
6. Paru-Paru.
1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga
toraks.
Paru kanan memiliki tiga lobus : paru kiri memiliki dua lobus.
Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama sebuah permukaan
diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial)
yang terpisah dari paru lain oleh mediastinuam, dan permukaan costal terletak di atas
kerangka iga.
Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah
bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru.
2. Pleura, adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
Pleura parietal, melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
Pleura viseral, melapisi paru dan bersambung dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
Rongga Pleura (ruang intra pleura) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral
yang mengandung lapisan tipis, cairan pelumas. Cairan ini di sekresikan oleh sel-sel pleura
sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intra
pleura) agak negatif di bandingkan tekanan sfer atmosfer.
Kanan udara atmResesus Pleura, adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru.
Area ini muncul saat pleura varietal bersilang dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat
bernapas paru-paru bergerak keluar masuk area ini.
1. Resesus pleura kostomediastinal, terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura
parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral meidastinum
2. Resesus pleura kostodiafragmatik, terletak di tepi posterior kedua sisi pleura diantara
diafragma dan permukaan costal internal toraks.
Mekanisme Pernapasan (Ventilasi Pulmonar).
A. Prinsip Dasar.
1. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekeliling paru-paru yang terbuka ke atosfer hanya melalui
jalur siste pernapasan.
2. Pernapasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara ke dalam paru-paru dan ekspirasi (ekshalasi) udara ke
dalam paru-paru ke lingkungan luar tubuh.
3. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg) sama dengan tekanan udara
dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar (intra pulmonar).
4. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan sub atmosfer, atau kurang
dari tekanan intra-alveolar.
5. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan intra pleura dan intra alveolar yang
secara mekanik meyebakan pengembangan atau pengempisan paru-paru.
6. Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatakan volumenya. Otot-otot ekspirasi
menurunkan volume rongga toraks .
a. Inspirasi, membutuhkan kontraksi otot dan energi.
Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rilaks akan memipih, saat berkontraksi dan
memperbesar rongga toraks ke arah inferior.
Otot intercosta eksternal, mengangkat iga keatas dan kedepan saat berkontraksi sehingga
memperbesar ronngga torak ke arah inferior dan superior.
Dalam pernapasan aktif atau pernapasan dalam, otot-otot sternokleidomastoid, pektoralis mayor,
serratus aterior, dan otot skalena juga akan memperbesar rongga toraks.
b. Ekspirasi, pada pernapasan yang tenang di pengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif, dan
pada ekspirasi dalam, otot interkostal internal menarik kerangka iga kebawah dan otot abdomen
berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.
B. Faktor-faktor dalam Inflasi dan Deflasi paru-paru.
1. Tekanan Intrapleura negatif dalam rongga pleura menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding torak
karena tekanan ini menghasilkan penhisapan (suction) antara pleura parietal yang melekat pada dinding
toraks, dan pleura viseral yang melapisi permukaan paru-paru.
2. Jaringan elastik dalam paru-paru bertanggung jawab terhadap kecenderungan nya untuk menjauh dari
dinding toraks dan mengempis. Organ ini tidak mengempis dalam tubuh karena penghisapan yang
menahan paru-paru tetap pada dinding toraks lebih besar di bandingkan daya elastis dalam paru-paru.
3. Selama inspirasi dan ekspansi toraks, tekanan intrapleura negatif semakin berkurang (semakin negatif)
meningkatnya penghisapan, bersamaan dengan kohesi cairan pleura, menarik permukaan paru-paru keluar
kearah dinding toraks dan membantu ekspansi paru-paru.
4. Saat paru-paru berekspansi, tekanan udara di dalam paru-paru (tekanan intra alveolar) menurun drastis
sampai di bawah tekanan atmosfer di luar tubuh. Udara luar di hisap melalui saluran pernapasan menuju
paru-paru sampai tekanan intra alveolar kembali sama dengan tekanan atmosfer.
5. Saat otot-otot inspirasi relaks, ukuran rongga toraks berkurang, elastisitas paru-paru menariknya kearah
dalam, tekanan intra alfeolar meningkat sampai diatas tekanan atmosfer dan udara di keluarkan dari paruparu
6. Surfaktan, adalah sejenis lipoprotein yang disekresikan oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru matur.
Lapisan surfaktan terletak antara lapisan lembab dan udara dalam alveolus. Surfaktan mengurangi
tegangan permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli dan memungkinkan
alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah.
a. Surfaktan lebih banyak mengurangi tegangan permukaan dalam alveoli kecil di bandingkan dengan
alveoli besar.
b. Karena surfaktan diproduksi sampai masa akhir perkembangan janin, bayi prematur mungkin lahir
dengan insufisien surfaktan, pengempisan alveoli, dan kesulitan bernapas.
c. Kondisi ini disebut sindrom distres respiratorik (penyakit membran hialin), diatasi dengan penggunaan
mesin ventilasi mekanik sampai bayi tersebut cukup umur untuk memproduksi cukup surfaktan.
7. Kompliance mengacu pada distensi bilitas paru-paru atau kemudahan inflasi nya. Kompliance di
definisikan sebagai suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam
tekanan intra alveolar. Pengukuran ini di nyatakan dalam liter (volume udara) percentimeter air (tekanan ).
a. Penurunan komplians paru membutuhkan pembentukan perbedaan tekanan yang lebih besar daripada
tekanan normal saat inspirasi untuk menginflasi paru-paru. Setiap keadaan yang menghambat ekspansi
dan kontraksi paru akan menurunkan komplians sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih untuk
menginflasi paru-paru.
b. Konplians dapat berkurang akibat penyakit pulmonar yang menyebakan perubahan elastisitas paru,
kongesti pulmonar atau edemadi paru, gangguan tegangan permukaan alveoli, atau obstruksi jalan
udara. Hal ini dapat dipengaruhi oleh deformitas kerangka toraks.
8. Pneumotoraks atau atalektasis. Secara normal, tidak ada udara masuk ke rongga lpleura. Jika udara
dibiarkan masuk dalam ruang intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah). Kondisi ini disebut
pneumotoraks (udara dalam dada). Akibat menghilangnya tekanan negatif dalam rongga intrapleura
adalah pengempisan paru-paru disebut atalektasis.
C. Volume dan kapasitas paru, bolume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan
ekspirasi dapat diukur melalui spirometer. Nilai volume paru memperlihatan suhu tubuh standar dan
tekanan ambien serta diukur dalam mililiter udara.
1. Volume.
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi normal
biasa. VT pada dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang msuk ke paru-paru denganinspirasi
maksium di atas inspirasi tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan
pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasaya berkisar 1.200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada
perempuan.
d. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Volume residual penting untuk kelansungan aerasi dalam darah saat jeda parnapasan. Rata-rata
volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada perempuan 1.000 ml.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Istilah Lanjut Usia
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (lansia) yaitu Gerontology Geriatric dan
keperawatan Gerontik. Gerontology berasal dari kata Geros = lanjut usia dan Logos = ilmu. Jadi,
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut
lanjut usia (Nugroho, 2000).
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua atau usia lanjut dan Gerontology
Nursing adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lanjut usia (Nugroho,2000).
Gerontology adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi
pada lanjut usia.(Miller, 1990 dalam Nugroho 2000).
2.2.2 Definisi Lanjut Usia
Pengertian lanjut usia adalah masa tua disertai dengan adanya kemunduran-kemunduran
kemampuan kerja panca indra, gangguan fungsi alat tubuh, perubahan-perubahan secara psikologis
seperti kelemahan, keterlambatan berpikir serta kurangnya efisiensi mental dan perubahan-perubahan
pada jaringan tubuh (DepKes RI, 1998).
Lanjut usia atau manusia lanjut (Manula) adalah golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri yaitu populasi berumur 60 tahun atau lebih. (Bustan, 2000)
Menghilangkan secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang di derita (Contantinides, 1994).
Yang dimaksud orang jompo dalam undang-undang ialah setiap orang yang berhubungan dengan
lanjut usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya
sehari-hari, peraturan pelaksanaan dari undang-undang inilah yang perlu dilengkapkan dan dengan
sendirinya rencana pembiayaannya. Undang-undang mengenai penyelenggaraan, pembinaan, pendanaan
dan perlindungan golongan usia lanjut harus dibuat oleh pemerintah (Darmojo, 1999).
2.2.3 Klasifikasi Lanjut Usia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia sulit dijawab dengan memuaskan. Di bawah ini
dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur (Nugroho, 2000).
Batasan usia lanjut menurut WHO meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia antar 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly)ialah kelompok usia antara 60-70 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (Very old) ialah kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mahmad membagi periodisasi biologik perkembangan manusia
sebagai berikut :
0-1 tahun : masa bayi
1-6 tahun : masa pra sekolah
6-10 tahun : masa sekolah
10-20 tahun : masa pubertas
40-65 tahun : masa setengah umur (Prasenium).
65 tahun keatas : masa lanjut usia (Serium)
Menurut Dra. Ny. Jas Masdani (Psikolog UI) mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa. Kedewasaan dapat di bagi menjadi empat bagian yaitu :
Fase Iuventus : antara umur 25-40 tahun
Fase Vertilitas : antara umur 40-50 tahun
Fase Praesenium : antara umur 55-65 tahun
Fase Senium : 65 tahun hingga tutup usia
Menurut Prof. Koesoemoto Setyonegoro
Pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :
Usia dewasa muda (elderly adulhood) : usia 18 tahun atau 20-25 tahun
Usia dewasa penuh (middle years) : umur 25-60 tahun atau 65 tahun
Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun terbagi menjadi :
Umur 70-75 tahun (young old)
Umur 75-80 tahun (old)
Umur lebih dari 80 tahun (very old)
Menurut undang-undang No. 4 tahun 1965
Bantuan penghidupan orang jompo atau lanjut usia yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan sebagai
berikut seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
2.2.4 Proses Menua (Ageing Process)
Menua
(menjadi
tua)
adalah
suatu
proses
menghilangnya
secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam
Nugroho, 2000).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus yang berkelanjutan
secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia tetapi terdapat kekurangankekurangan yang menyolok. Undang-Undang No. 9 tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan pasal 8 ayat 2, berbunyi : Dalam istilah sakit termasuk
cacat, kelemahan, dan lanjut usia. Menua bukan suatu penyakit, melainkan suatu
masa atau tahap hidup manusia yaitu bayi, kanak-kanak, dewasa, tua dan lanjut
usia.
Menua merupakan proses berulangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus
diakui bahwa memang penyakit sering di jumpai pada kaum lanjut usia. Tidak ada
batas yang tegas, usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap
orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian
puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya, fungsi fisiologis tubuh
mencapai puncaknya pada umur antara 20 dan 30 tahun. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Teori yang menerangkan ”Proses Menua”, mulai dari teori degeneratif yang
didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terajadinya atrof, yaitu teori
yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi, dan teori
imunologik yaitu teori adanya produk sampah, produk dari tubuh sendiri, yang
makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui, lanjut usia akan selalu bergandengan
dengan perubahan fisiologik maupun psikologik. Penting untuk diketahui bahwa
aktivitas fisik dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat
tubuh yang disebabkan bertambahnya umur.
2.2.5 Teori-Teori Biologik Lanjut Usia
1. Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogramkan oleh molekulmolekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel-sel kelamin dan terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
2. Teori akumulasi dari produk sisa
Kumpulan dari pigmen dalam tubuh, adanya pigmen Lipofuchine di sel otot
jantung dan sel susunan syaraf pusat pada lanjut usia yang mengakibatkan
menganggu fungsi sel itu sendiri.
3. Teori dari reaksi kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Didalam proses metabolisme tubuh, ada jaringan tubuh tertentu yang tidak
tahan terhadap suatu zat sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Contohnya tambahan kelenjar timus pada usia dewasa berinvolusi lalu terjadinya
kelainan atau imun. (Menurut Goldteris & Brocklehurst, dalam Darmojo, 1989)
4. Teori immunologi slow virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2.2.6 Teori Kejiwaan Sosial
Teori aktivitas (Activity Theory)
Kegiatan secara langsung mengalami penurunan pada lanjut usia, teori ini menyatakan bahwa
pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial, Ukuran
optimum pola hidup dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang tejadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimilikinya.
Teori pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri
dari pergaulan sekitarnya, ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
yakni kehilangan peran (Loss of role), hambatan kontak sosial (Restraction of
contacts and relation ships) dan berkurangnya komitmen (Reduced commitment to
social mores and values).
2.2.7 Perubahan Pada Lanjut Usia
Penurunan kondisi fisik
Setelah orang memasuki masa lanjut usia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dan lain-lain. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua
dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain. Dalam kehidupan lanjut usia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik
yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memporsir fisiknya. Seorang lanjut usia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik misalnya makan, tidur, istirahat dan
bekerja secara seimbang.
Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
1. Gangguan jantung.
2. Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus.
3. Vaginitis.
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi.
5. Kekurangan gizi, karena pencemaan kurang sempuma atau nafsu makan sangat
kurang.
6. Penggunaan obat-obat. tertentu, seperti antihipertensi, gotongan steroid,
tranquilizer.
7. Faktor psikologis yang menyertai lanjut usia antara lain :
- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lanjut usia.
- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
- Pasangan hidup telah meninggal.
- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun.
Perubahan aspek psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lanjut usia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi
dan perilaku lanjut usia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lanjut usia
menjadi kurang cekatan.
Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lanjut usia dapat menikmati hari tua atau jaminan
hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri.
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lanjut
usia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal
itu sebaiknya di cegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,
selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
2.2.8 Macam Pelayanan Untuk Para Lanjut Usia Yang Ada di Indonesia
Panti Werda (sasana tresna werda) dan Karang Werda (day care center) yang non panti mulai
bermunculan di kota-kota besar di Indonesia. Pemberian paket-paket perkakas pertukangan pernah
diberikan oleh Departemen Sosial, untuk menaikkan pendapatan dan keterampilan lanjut usia,
peningkatan gizi lanjut usia. Pelayanan bantuan untuk mengurus tempat tinggal membersihkan, mencuci,
memasak dan sebagainya (home-care nursing, home-help service) dapat dijalankan oleh LSM atau
relawan-relawan disekeliling rumah lanjut usia tersebut. Hal ini dapat diorganisasikan lebih baik lagi.
Pemberian potongan harga, pajak, ongkas transportasi dan sebagainya mulai banyak diberikan (Darmojo,
1997).
2.2.9 Panti Sosial Tresna Wredha
Panti Sosial Tresna Wredha adalah suatu tempat menampung orang-orang yang telah lanjut usia
yang mempunyai masalah sosial maupun ekonomi.
Pemerintah mendirikan Panti Tresna Wredha karena adanya perbedaan nilai antara orang tua
dan anak, ketidakmampuan di bidang ekonomi keluarga, serta keterbatasan waktu bagi keluarga untuk
lebih memperhatikan mereka yang telah lanjut usia.
Disinilah
pentingnya
adanya
Panti
Werdha
sebagai
tempat
untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lanjut usia di samping sebagai long stay
rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam
lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam
masyarakat sebagai seorang lanjut usia.
2.3 Uraian penyakit
2.3.1 DEFINISI
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih, yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh beberapa penyebab, infeksi atau keletihan. (Smeltzer, 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh
alergi yang disertai gejela spesifik yaitu serangan dispneu ekspiratori. (St. Carolus, 2000)
Asma bronchial adalah keadaan klinik yang ditandai dengan masa penyempitan yang reversibel,
dipisahkan oleh masa dimana ventilasi relatife mendekati normal. (Sylvia,1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American
Thoracic Society).
2.3.2 ETIOLOGI
Terbagi menjadi 2 faktor.
1. Faktor Ekstrinsik (alergi)
- Serbuk sari
- Bulu-bulu halus
- Asap rokok
- Polusi (debu)
- Makanan
2. Faktor Instrinsik
- Latihan fisik
- Kelelahan
TANDA DAN GEJALA
Gejala umumnya adalah adanya wheezing yang dapat didengar dengan atau tanpa stetoskop,
batuk produktif, nafas pendek (dispneu). Pada serangan asma biasanya terjadi pada malam hari, dimulai
dengan batuk yang produktif dan kemudian dada terasa tertekan, merasa sesak. Keadaan seperti ini dapat
disertai dengan bising mengi/wheezing. Gejala dan serangan asma timbul jika seseorang atau pasien
terpajan dengan faktor pencetus.
2.3.5 PERTIMBANGAN GERONTOLOGI
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki pada masa dewasa
pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih
tua), perubahan yang terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya.
Penebalan kelenjar bronkial juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru
mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah sepanjang kehidupan. Penurunan
kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas dada, dengan demikian membatasi aliran
tidal udara. Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas difusi oksigen sejalan dengan
peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal kronis, lansia tetap dapat
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap
aktivitas yang berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin membutuhkan istirahat
setelah melakukan aktivitas yang lama dan berat.
2.3.6 KOMPLIKASI
1. Emfisema
Bila asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, mengakibatkan perubahan bentuk thorak.
2. Atelaksitas
Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat.
3. Bronkotaksis
Bila atelaksitas berlangsung lama.
4. Bronkopneumoni
Bila ada infeksi.
5. Kegagalan nafas dan kegagalan jantung bila asma tidak ditolong dengan semestinya.
2.3.7 PEMERIKAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen dada
Dapat mengatakan hiperinflasi paru-paru
2. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu, menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau retraksi untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengawasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi
Menurun pada emfisema
4. Bronkogram
Dapat menunjukan dilatasi silindsris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat
(emfisema), pembasaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
5. Kimia darah
Anti aspirin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema.
6. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
7. EKG, Latihan, Tes stress
Membantu dalam mengatasi derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilater,
perencanaan, evaluasi dan progam latihan.
2.3.8 PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Tujuan Terapi Asma
- Menyembuhkan dan mengendalikan asma.
- Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
- Mengupayakan aktivitas harian senormal mungkin.
- Mencegah obstruksi jalan nafas.
2. Tindakan Preventif
Menghilangkan Alergen penyebab, misalnya asap rokok, bulu kucing dan debu.
3. Pengobatan
- Bronkodilator :
Agonis B2 ( Terbulitan, Salbutamol dan Fenetrol : lama kerja 4-6 jam)
Agonis B2 Long Action memiliki lama kerja > 12 jam
4. Anti Inflamasi
- Kortikosteroid
- Natrium Kronolin
- Terapi O2
2.3.9 PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, pendidikan, alamat, pekerjaan dll.
2. Riwayat kesehatan
- Alasan datang ke panti.
- Riwayat medik yang lalu.
3. Pola persepsi riwayat kesehatan
- Merokok, minuman keras, obat-obatan, dsb.
- Alergi makanan.
4. Pola aktivitas latihan
5. Pola nutrisi
- Diet, gejala muntah-muntah, anoreksia.
- Nafsu makan, kemampuan menelan.
- Perubahan berat badan, penurunan massa otot.
6. Pola Eliminasi
- Kebiasaan BAB
- Kebiasaan BAK
7. Pola Istirahat Tidur
Gejala : kelelahan, keletihan, malaise.
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur, pola tidur dalam posisi duduk tinggi, dispneu pada
saat istirahat/respon terhadap aktivitas dan latihan.
Tanda : keletihan, gelisah dan insomnia.
8. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung, takikardi berat, distritmia, warna kulit, membran
mukosa, sianosis, pucat dapat menandakan anemia.
9. Intregitas Ego
Gejala : Peningkatan resiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
10. Hygiene
Gejala : - Penurunan kemempuan.
− Peningkatan kebutuhan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk dan bau badan.
11. Pernapasan
Gejala :
- Napas pendek (timbulnya bunyi dispneu sebagai gejala menonjol pada empisema) khususnya pada
saat bekerja, episode terulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernapas.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama saat bangun tidur) selama minimum 2
bulan berturut-turut, sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum : hijau, putih, kuning.
- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada saat tahap dini meskipun dapat menjadi
produktif (emfisema)
- Faktor keluarga/keturunan
- Penggunaan O2 pada malam hari/terus-menerus
Biasanya cepat, dapat lembat, fase ekspirasi dapat memanjang dan mendengkur.
- Penggunaan alat bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu, retraksi posasupra clavikula,
pernapasan cuping-hidung.
- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan meningkatkan diameter AP, gerakan diafragma minimal.
- Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (Emfisema)
- Warna pucat dengan sianosis, bibir dan dasar kuku abu-abu keseluruhan, warna merah (bronkitis
kronis), biru mengembung, pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal. Meskipun pertukaran gas tidak normal dan frekuensi pernapasan cepat.
12. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat (faktor lingkungan, adanya infeksi)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus/peningkatan sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu.
4. Resti infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi mucus di jalan nafas.
5. Resti difisit cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.
INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus.
Kriteria hasil :
- Menunjukan adanya jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih (vesikuler).
- Mukus dapat dikeluarkan.
Intervensi
Rasional
- Observasi frekuensi pernapasan
- Takipneu biasanya terjadi selama proses infeksi
- Catat inspirasi dan ekspirasi
- Kronis pernapasan adalah tergantung pada tahap
kronis
- Observasi karakteristik batuk, bantu tindakan
memperbaiki keefektifan upaya batuk
- Dorong klien untuk bernapas dalam, batuk efektif
postural drainase
- Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan
- Batuk dapat menetap tapi tidak efektif pada posisi
duduk
- Berikan nebulizer dan espektoran
- Untuk membantu mengencerkan dahak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkus spasme
Kriteria hasil : - Memperbaiki jalan napas dan bunyi nafas bersih
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
Intervensi
- Observasi frekuensi, kedalaman pernapasan, cara
Rasional
- Berguna dalam evaluasi derajat distress
penggunaan otot aksesori, napas bibir
pernapasan dan kronisnya suatu penyakit
- Auskultasi bunyi napas area penurunan aliran
- Bunyi napas redup aliran udara/area konsolidasi
udara/bunyi nafas tambahan
- Atur posisi klien, tinggikan kepala klien untuk
mengidentifikasi spasme bronkus
- Pengiriman O2 dapat diperbaiki dalam posisi
napas dalam
duduk, latihan napas dalam untuk menurunkan
kolaps jalan napas
- Berikan terapi O2
- Dapat memperbaiki jalan nafas
- Berikan nebulizer dan ekspektoran
- Sebagai bronkodilator dan pengencer dahak
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu
Kriteria hasil : - Aktivitas istirahat dan tidur dapat terpenuhi.
Intervensi
- Memberikan kesempatan untuk berinteraksi dan
Rasional
- Meningkatkan kondisi kesehatan tubuh
tidur sejenak
- Membantu klien dalam proses istirahat
- Anjurkan teknik distraksi
- Tubuh yang bersih meningkatkan rasa nyaman
- Anjurkan klien untuk mandi sebelum tidur
- Meningkatkan kenyamanan
- Anjurkan klien dan kelurga untuk membersihkan
tempat tidur
- Berikan makanan ringan di sore hari dan susu
hangat
- Meningkatkan relaksasi