DETEKSI INTI MUTIARA DALAM KERANG DENGAN MENGGUNAKAN RADIOGRAFI DIGITAL -

DETEKSI INTI MUTIARA DALAM KERANG
DENGAN MENGGUNAKAN RADIOGRAFI
DIGITAL
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika

oleh
Ani’atul Addawiyah
4211411041

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

i

PERNYATAAN


ii

PENGESAHAN

iii

MOTTO

 Tuhan mungkin tidak pernah mengabulkan doa kita, tapi Tuhan memberi kita
pentunjuk dan jalan untuk mendapatkanya (John Savique Capone)
 Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah (HR.
Turmudzi)
 Pengetahuan adalah senjata yang paling hebat untuk mengubah dunia (Nelson
Mandela)
 Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (AlAlbani)
 Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasinya
adalah sesuatu yang utama.

PERSEMBAHAN


Untuk Papah, Mamah dan Buyung
Untuk A. Shofyan Firjon B.
Untuk Serli, Tri Susanti dan Ninik
Untuk Keluarga besar Fisika Medis ‘11
Untuk semua orang yang percaya bahwa Allah itu ada dalam hati kita

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Tuhan semesta alam berkat rahmat dan bimbinganNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Deteksi
Inti Mutiara Dalam Kerang dengan Menggunakan Radiografi Digital”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika di Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt, Dekan FMIPA UNNES.
3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES.
4. Prof. Dr. Susilo, M. Si., Pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Ian Yulianti, S. Si., M. Eng, Pembimbing II yang telah membimbing
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dr. Sulhadi, M. Si, Kepala Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang.
7. Bapak Taufik Dwikomara (Direktur PT. Mutiara Banyu Biru, Banyuwangi)
yang telah membantu menyediakan bahan penelitian.
8. Rudy Setiawan (Undip) dalam membantu penelitian.

v

9. Papah, Mamah dan Buyung tercinta dan terkasih yang selalu menjadi sumber
motivasi untuk selalu berjuang dan memberi segala doa di setiap sholat sujud
serta tasbihnya.
10. A. Shofyan Firjon Barlaman terimakasih untuk waktu dan kesabaran serta
tetap setia dan selalu ada untuk support motivasi dengan doa yang selalu
diberikan selama ini.
11. Sahabat-sahabatku ng-lab dan diskusi (Serli Pangestika S, Ninik Suryani, Tri

Susanti) tanpa semua canda tawa yang kalian lontarkan, perjuangan penulisan
ini terasa sepi. Terimakasih telah mampu menjadi kawan, pengganggu yang
senantiasa mau mendengarkan segala keluh kesahku dan selalu menghiburku.
12. Sahabat-sahabatku D’Plongor (Indah Afrari, Henny Purwanti, Anis Stiyani,
Nadine Vaidila) yang selalu memberi motivasi untuk berjuang dan istiqomah
dalam doa.
13. Teman-teman Bali kos, trimakasih mbak-mbak dan adek-adekku tercinta yang
selalu membimbing di jalan Allah walaupun aku sering merepotkan kalian.
14. Teman-teman lab. medik 2011 yang selalu menjadi partner belajar.
15. Keluarga besar Fisika 2011 yang memberikan kesan indah selama kuliah.
16. Keluarga besar PALAFI yang selalu menjadi tempat mencari hiburan dan
pengalaman selama masa perkuliahan.
17. Rodhotul Muttaqin, S.Si., dan Wasi Sakti Wiwit Prayitno, S.Pd., Laboran Lab.
Fisika Unnes yang banyak memberikan bantuan serta masukan.
18. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.

vi

Penulis juga mohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini ada
beberapa kekurangan dan kesalahan, serta masih jauh dari kesempurnaan, karena

keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Namun penulis hanya berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, lembaga yang
terkait, masyarakat dan kepada para pembaca pada umumnya. Penulis juga sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran demi menyempurnakan kajian ini.
Semoga penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat menjadikan
sumbangsih bagi kemajuan dunia medik di Indonesia. Amin.

Semarang, 22 Januari 2016
Penulis

Ani’atul Addawiyah
4211411041

vii

ABSTRAK

Addawiyah, Ani’atul. 2016. Deteksi Inti Mutiara dalam Kerang dengan
Menggunakan Radiografi Digital. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama

Prof. Dr. Susilo, M.S dan Pembimbing Pendamping Dr. Ian Yulianti, S.Si., M.Eng.
Kata kunci: Radiografi Digital, Inti Mutiara, Faktor Eksposi, CNR (Contrast to
Noise Ratio)
Dalam budidaya kerang tiram mutiara, peningkatan kualitas mutiara yang
dihasilkan adalah hal utama. Budidaya tiram mutiara membutuhkan proses
panjang, mulai dari pemijahan hingga panen, biasanya menempuh waktu hampir 4
tahun. Salah satu proses budidaya tiram mutiara adalah mendeteksi inti mutiara
untuk mengetahui apakah inti mutiara masih terpasang dalam kerang apa justru
dimuntahkan. Alat untuk mendeteksi inti mutiara tersebut adalah mesin sinar-X
(Metode Security Scanner). Namun, sistem mesin sinar-X tersebut masih terdapat
kekurangan dalam hal menganalisa, sehingga perlu dikaji sistem radiografi digital
yang relatif mudah dalam menganalisa citra yang dihasilkan. Citra radiograf yang
dihasilkan akan dianalisis menggunakan metode CNR (Contrast to Noise Ratio)
dengan bantuan software MATLAB. Untuk memperoleh citra radiograf dengan
kualitas yang baik, perlu dikaji nilai faktor eksposi yang optimal, sehingga dapat
mengetahui dengan jelas bahwa inti mutiara dalam kerang masih terpasang atau
justru dimuntahkan. Faktor eksposi terdiri dari nilai tegangan tabung, nilai arus,
waktu ekspos dan jarak. Variasi nilai tegangan mulai dari 50 sampai dengan 70
kV, variasi nilai arus dari 16 sampai dengan 63 mA dan variasi waktu ekspos dari
0,1 sampai dengan 0,16 s. Jarak yang digunakan adalah tetap yaitu 1 m. Objek

yang diekspos adalah inti mutiara dalam kerang. Objek diekspos dengan
menggunakan pesawat sinar-X dan akan berpendar di intensifying screen yang
kemudian akan ditangkap oleh kamera DSLR. Citra radiograf yang dihasilkan
akan dianalisis menggunakan CNR, sehingga dapat ditentukan faktor eksposi
yang optimal dan dapat terlihat dengan jelas ada tidaknya inti mutiara dalam
kerang dari nilai CNR yang paling tinggi. Dari hasil analisis disimpulkan nilai
CNR tertinggi adalah 5,751 dengan nilai tegangan 60 kV, nilai arus 16 mA dan
waktu ekspos 0,125 s dan terlihat jelas inti mutiara yang ditunjukkan oleh titik
hitam dalam kerang.

viii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN ...................................................................................................... ii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN .................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 4
1.5 Batasan Masalah .......................................................................................... 4
1.6 Sistematika Skripsi ...................................................................................... 5
BAB 2 LANDASAN TEORI .................................................................................. 7
2.1 Budidaya Kerang Mutiara ........................................................................... 7
2.1.1 Kerang Tiram Mutiara ...........................................................................7
2.1.2 Proses Budidaya Mutiara ......................................................................8
2.2 Radiografi .................................................................................................. 10
2.2.1 Radiografi Konvensional.....................................................................11


ix

2.2.2 Radiografi Digital ................................................................................19
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 23
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 23
3.2 Subjek ........................................................................................................ 24
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................... 24
3.4 Pengambilan Data ..................................................................................... 24
3.4.1 Alat ......................................................................................................24
3.4.2 Bahan ...................................................................................................26
3.5 Teknik Pengambilan Data ......................................................................... 27
3.5.1 Pengaturan Kamera DSLR EOS 60D..................................................27
3.5.2 Penyinaran Kerang Mutiara ................................................................27
3.5.3 Optimasi Faktor Eksposi .....................................................................27
3.6 Analisis Data Penelitian ............................................................................ 29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 31
4.1 Optimasi Faktor Eksposi dengan Menggunakan Analisis Metode CNR .. 31
4.1.1 Analisis CNR untuk Citra Radiograf dengan Variasi Nilai
Tegangan .............................................................................................32
4.1.2 Analisis CNR untuk Citra Radiograf dengan Variasi Nilai Arus .......34

4.1.3 Analisis CNR untuk Citra Radiograf dengan Variasi Waktu
Ekspos .................................................................................................35
4.2 Inti Mutiara dalam Kerang ........................................................................ 36
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 39
5.1 Simpulan.................................................................................................... 39
5.2 Saran .......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
LAMPIRAN .......................................................................................................... 43

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerang Tiram Mutiara (Pinctada maxima) ......................................... 8
Gambar 2.2 Bagian-bagian kerang dan proses pemasukan inti mutiara ............... 10
Gambar 2.3 Terbentuknya sinar-X pada tabung hampa (Anonimous, 2009) ....... 13
Gambar 2.4 Proses terjadinya sinar-X Bremstrahlug (Curry, 1990) ..................... 14
Gambar 2.5 Proses terjadinya sinar-X Karakteristik (Curry, 1990)...................... 15
Gambar 2.6 Hasil Citra Radiografi Digital ........................................................... 20
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ....................................................................23

Gambar 3.2 Pesawat Sinar-X ................................................................................ 25
Gambar 3.3 Intensifying Screen ............................................................................ 25
Gambar 3.4 Kaca timbal ....................................................................................... 26
Gambar 3.5 Kerang dan Inti Mutiara .................................................................... 26
Gambar 3.6 Tombol pengatur faktor eksposi ........................................................ 29
Gambar 4.1 Tampilan analisis citra radiograf dengan menggunakan CNR...........32
Gambar 4.2 Grafik nilai CNR pada variasi nilai tegangan ................................... 33
Gambar 4.3 (a) Citra radiograf paling baik dengan nilai tegangan 60 kV (b)
citra radiograf paling buruk dengan nilai tegangan 50 kV ..................37

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil nilai CNR terhadap variasi nilai arus ............................................34
Tabel 4.2 Hasil nilai CNR terhadap variasi waktu ekspos .................................... 35

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Citra Radiograf dengan Variasi Nilai Tegangan .............................................. 43
2. Citra Radiograf dengan Variasi Nilai Arus ....................................................... 44
3. Citra Radiograf dengan Variasi Waktu Ekspos ................................................ 45
4. Data Hasil Analisi CNR dengan Variasi Nilai Tegangan ................................. 45
5. Foto-foto Penelitian ........................................................................................... 46

xiii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang luas ke seluruh wilayahnya dikelilingi oleh laut yang
memiliki potensi sumber daya hayati laut yang berlimpah, tetapi hingga kini
pengelolaannya dan pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Sekian
banyak potensi laut Indonesia, mutiara merupakan salah satu potensi yang
memerlukan perhatian yang terpadu, baik pengelolaan maupun pemanfaatannya.
Mutiara semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut.
Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan (Tarwiyah,
2000).
Mutiara memiliki manfaat, selain untuk perhiasan, juga dapat digunakan
sebagai bahan dasar kosmetik. Maka dari itu, perlu adanya pembudidaya untuk
meningkatkan permintaan pasar terhadap mutiara. Kondisi ini dianggap perlu
karena pengembangan budidaya kerang tiram mutiara bertujuan untuk
mendapatkan kualitas mutiara yang terbaik. Tiram yang biasa digunakan untuk
budidaya adalah jenis Pinctada maxima karena ukuran cangkangnya terbesar
yakni

20

cm

dibandingkan

jenis

lainnya

seperti

Pinctada

margaritifera dan Pinctada martensii. Pusat Pembudidayaan Kerang Tiram
Mutiara dan Perdagangan Internasional berada di Pulau Lombok, NTB.
Budidaya tiram mutiara membutuhkan proses panjang, mulai dari pemijahan
hingga panen, yang biasanya menempuh waktu hampir 2 tahun. Proses pemijahan

1

2

merupakan proses pemilihan kerang yang baik untuk budidaya mutiara sampai
pemasukkan inti mutiara. Kerang mutiara mempunyai salah satu kebiasaan yaitu
memuntahkan inti mutiara. Oleh karena itu, pembudidaya perlu melakukan proses
pendeteksian inti mutiara. Proses selanjutnya adalah mendeteksi inti mutiara
untuk mengetahui apakah inti mutiara masih terpasang dalam kerang apa justru
dimuntahkan. Alat pendeteksi inti mutiara yang biasa digunakan adalah mesin
sinar-X (mesin sinar-X yang biasa digunakan di Bandara). Proses tersebut
dilakukan ketika kerang tiram mutiara berumur 4-5 bulan. Namun, sistem mesin
sinar-X tersebut masih mempunyai beberapa kekurangan, antara lain sinar-X yang
di Bandara menggunakan energi lebih tinggi dibandingkan dengan sinar-X
radiografi karena sinar-X yang di Bandara berfungsi untuk mendeteksi logam atau
barang-barang bersifat kriminal. Semakin tinggi energi maka citra yang dihasilkan
semakin terang sehingga kontrasnya kecil. Selain itu, file yang diperoleh mesin
sinar-X tidak dapat disimpan karena sinar-X di Bandara hanya untuk mendeteksi
secara kilat jadi lebih membutuhkan operator yang lebih teliti dan konsentrasi
tinggi untuk mendeteksi barang-barang yang lewat melalui sinar-X. Proses ketiga
adalah proses panen, proses yang dilakukan ketika kerang mutiara sudah berumur
1 tahun sampai 1,5 tahunan.
Radiograf (citra sinar-X) merupakan hasil fotografik yang yang menembus
objek dan dicatat oleh film radiografi analog atau file radiografi digital yang
dihasilkan oleh sinar-X. Dalam bidang medis, penggunaan sinar-X (Radiografi
Konvensional) untuk pencitraan diagnostik yang telah digunakan selama lebih
dari satu abad (Seibert, 2004). Pada perkembangan selanjutnya, radiografi

3

konvensional diproses dengan scanning oleh sinar laser menggunakan media
penyimpan gambar berbahan fosfor (phosfor storage) yang hasilnya berupa
radiograf digital. Sistem ini dikenal sebagai sistem Computed Radiography (CR).
Akan tetapi, sistem Computed Radiography ini masih mahal, karena harus
menggunakan film dan cairan pencuci film, sehingga perlu dikaji sistem
Radiografi Digital yang relatif murah. Kajian aplikasi radiografi tanpa film telah
dilakukan, antara lain dengan teknik digitalisasi film radiograf menggunakan
kamera CCTV dan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) (Susilo et al.,
2010). Oleh karena itu, adanya proses digitalisasi diharapkan dapat mengurangi
permasalahan dari sistem radiografi konvensional. Dengan adanya sistem
radiografi digital, pendeteksian dapat dilakukan dengan tepat menggunakan
gambar digital, dapat mengurangi biaya pencetakan film, mempermudah dalam
penyimpanan dan pencarian, dapat mengatur energi yang digunakan untuk
menghasilkan citra radiograf yang lebih baik, serta tidak memerlukan bahan kimia,
sehingga mengurangi tingkat polusi dan lebih ramah lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini adalah:
1.

Bagaimana menentukan faktor eksposi yang paling optimal untuk
mendapatkan kualitas citra radiograf paling baik dengan menggunakan
analisis CNR (Contrast to Noise Ratio)?

2.

Bagaimana mendeteksi inti mutiara dalam kerang menggunakan radiografi
digital?

4

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Menentukan faktor eksposi yang paling optimal untuk mendapatkan kualitas
citra radiograf yang paling baik dengan menggunakan analisis CNR.

2.

Mendeteksi inti mutiara dalam kerang menggunakan radiografi digital,
apakah inti mutiara masih terpasang atau justru dimuntahkan.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.

Manfaat di bidang keilmuan: hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan
acuan dalam penelitian selanjutnya.

2.

Manfaat untuk Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang:
bermanfaat untuk pengembangan Laboratorium Fisika Medik UNNES.

3.

Manfaat di bidang budidaya dan perdagangan: memberi masukan dengan
adanya alternatif sistem radiografi digital untuk diaplikasikan di Pusat
Budidaya Kerang Tiram Mutiara yang masih menggunakan metode security
scanner.

1.5 Batasan Masalah
Pada penelitian ini perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1.

Sampel yang digunakan adalah inti mutiara dan kerang tiram jenis Pinctada
maxima

2.

Analisis yang digunakan menggunakan metode CNR (Contrast to Noise
Ratio)

5

3.

Kajian dalam penelitian ini hanya meninjau keberadaan inti mutiaranya saja.

1.6 Sistematika Skripsi
Sistematika dalam skripsi ini disusun dengan tujuan agar pokok-pokok
masalah yang dibahas dapat urut, terarah dan jelas. Sistematika skripsi ini terdiri
dari tiga bagian, yaitu: bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Bagian awal
skripsi berisi halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman
pernyataan, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata
pengantar, halaman abstrak, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar
lampiran. Bagian isi skripsi terdiri dari 5 (lima) bab yang meliputi:
1.

Bab 1 Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan skripsi.

2.

Bab 2 Landasan Teori
Bab ini terdiri dari kajian mengenai landasan teori yang mendasari
permasalahan skripsi ini serta penjelasan yang merupakan landasan teori yang
diterapkan dalam skripsi dan pokok-pokok bahasan yang terkait dalam
pelaksanaan penelitian.

3.

Bab 3 Metode Penelitian
Bab ini menguraikan metode penelitian yang meliputi: desain penelitian,
subjek, variabel penelitian, pengambilan data (alat dan bahan), teknik
pengambilan data (prosedur) dan analisis data penelitian.

6

4.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang pelaksanaan penelitian, semua hasil penelitian yang
dilakukan dan pembahasan terhadap hasil penelitian.

5.

Bab 5 Penutup
Bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran-saran sebagai
implikasi dari hasil penelitian.
Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang

melengkapi uraian pada bagian isi skripsi.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Budidaya Kerang Mutiara
Indonesia memiliki laut yang begitu luas dengan kondisi perairan yang
sangat baik untuk usaha budidaya tiram mutiara serta iklim tropis sehingga
pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun. Satu butir mutiara asli
yang beratnya 3 gram harganya bisa mencapai lebih dari Rp.2.000.000,-. Usaha
budidaya tiram mutiara prospeknya sangat menjanjikan, selain menambah
lapangan pekerjaan usaha ini dapat menyumbang sumber devisa negara karena
permintaan mutiara di Negara-negara maju sangat tinggi. Umumnya mutiara
dijadikan sebagai barang perhiasan serta sebagai bahan kosmetik maupun obatobatan dan hanya mampu dimiliki oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas.
2.1.1 Kerang Tiram Mutiara
Kerang tiram mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua
bagian dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan
organisme tiram itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis tiram mutiara yang
ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, P.margaritifera, P. chimnitzii, P.fucata
dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil
mutiara terpenting yaitu P. maxim (Taufiq, Nur Spj et al., 2007), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1.

7

8

Gambar 2.1 Kerang Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
2.1.2 Proses Budidaya Mutiara
Proses terbentuknya mutiara terbagi menjadi dua yaitu pembentukan secara
alami dan secara budidaya, berikut penjelasannya:
2.1.2.1 Secara Alami
Pembuatan mutiara secara alami terbentuk akibat adanya irritant yang
masuk kedalam mantel kerang mutiara. Fenomena ini sering juga ditafsirkan
dengan masuknya benda padat atau pasir ke dalam mantel, kemudian akan
terbungkus oleh nacre sehingga jadilah mutiara. Secara teori, terbentuknya
mutiara alami terbagi atas dua bagian besar yaitu terbentuk akibat irritant dan
masuknya partikel zat padat dalam mantel moluska.
Pada prinsipnya, mutiara terbentuk karena adanya bagian epitelium mantel
yang masuk ke dalam rongga mantel tersebut. Bagian ini bertugas mengeluarkan
atau mendeposisikan nacre pada bagian dalam cangkang kerang. Teori irritant
mengungkapkan bahwa masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel yang
terperangkap di dalam tubuh kerang akibat dorongan air. Saat kerang tidak bisa
mengeluarkannya, partikel ini bisa saja masuk ke rongga mantel. Kemudian

9

epithelium juga ikut bersamanya dan membungkus partikel padat sehingga
terbentuklah kantung mutiara yang akhirnya akan mendeposisikan nacre ke
partikel padat dan jadilah mutiara. Lapisan yang melapisi mutiara berupa lapisan
kalsium karbonat yang diproduksi oleh kerang tersebut.
2.1.2.1 Secara Budidaya
Pembuatan mutiara secara budidaya dilakukan dengan beberapa teknik yaitu
teknik pra operasi, teknik operasi dan teknik pasca operasi. Teknik pra operasi
merupakan teknik melemahkan kerang. Kerang yang akan diberi inti mutiara
harus dalam keadaan strees, caranya adalah menumpuk kerang tersebut ke dalam
tangki berisi air dan disarungi jaring yang berpori kecil sehingga partikel
makanan tersaring. Pada saat-saat tertentu air dikeluarkan dari tangki sehingga
memaksa kerang untuk membuka cangkangnya. Teknik yang kedua adalah
teknik operasi. Teknik operasi merupakan teknik memasukkan inti mutiara
kedalam kerang. Saat kerang membuka cangkangnya peg (pengganjal)
disisipkan diantara kedua cangkang kemudian inti mutiara siap masuk. Inti
mutiara akan diletakkan di antara gonad dan kaki pada daging kerang. Bagianbagian dalam kerang dan teknik penyisipan inti mutiara dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Teknik yang terakhir adalah teknik pasca operasi. Teknik pasca
operasi merupakan teknik pengembalian dan perendaman kerang kedalam laut.
Setelah kerang diisi inti mutiara, kerang ditempatkan dikeranjang atau panel dan
dikembalikan lagi ke laut.

10

Gambar 2.2 Bagian-bagian kerang dan proses pemasukan inti mutiara
Pada prinsipnya, dengan menerapkan teknik-teknik tersebut, kerang tidak
akan menendang keluar inti mutiara yang telah disisipkan dan harapannya dapat
menghasilkan mutiara yang berkualitas. Tetapi, pada akhirnya masih ada kerang
yang menendang keluar inti mutiaranya. Inti mutiara yang digunakan dalam
budidaya berasal dari kulit kerang yang terdapat di sungai missisipi yang
kemudian diolah oleh produsen menjadi inti mutiara sehingga berbentuk seperti
kelereng dengan berbagai ukuran diameternya. Biasanya inti mutiara tersebut di
impor dari Jepang.

2.2 Radiografi
Radiografi adalah alat yang digunakan dalam diagnosis dan pengobatan
penyakit, baik panyakit umum maupun penyakit khusus. Proses radiografi yaitu
proses sinar-X yang dihasilkan oleh tabung sinar-X. Kemudian mengenai dan
menembus objek serta mengenai penangkap citra (Susilo, 2012). Pada sistem
radiografi, terdapat metode Radiografi Konvensional dan Radiografi Digital.

11

2.2.1 Radiografi Konvensional
Radiografi konvensional merupakan suatu teknik pengambilan gambar
radiografi menggunakan film yang diperoleh dari emulsi logam dan perak. Proses
terjadinya film radiografi adalah setelah film mendapat penyinaran dengan sinarX, langkah selanjutnya adalah tahap pencucian film, film tersebut harus diolah
atau diproses di dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi yang
permanen dan tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari
pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian
(washing), dan pengeringan (drying).
2.2.1.1 Sinar-X
Sinar-X yaitu gelombang elektromagnetik yang mempunyai energi lebih
besar daripada cahaya tampak. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik
yang memiliki panjang gelombang antara 10-9 m sampai 10-8 m yang jauh lebih
pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Energi (E
dalam Joule) yang dihasilkan oleh sinar-X dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (1) (Savitri, 2014).
E=
Dengan:
E = besarnya energi (Joule)
h = konstanta plank (6,627 x 10-34 Js)
c = kecepatan cahaya (3 x 180 m/s)
λ = panjang gelombang (m)

(1)

12

Sinar-X ditemukan oleh seorang fisikawan di Worzburg yang bernama
Wilhelm Konard Roentgen (1845-1923). Pada tahun 1895 saat Roentgen bekerja
dengan tabung sinar katodanya, ia menemukan bahwa sinar yang berasal dari
titik dimana elektron dalam tabung mengenai sasaran didalam tabung atau
tabung kacanya dan sinar tersebut dapat menembus bahan yang tak tembus
cahaya serta dapat mengaktifkan layar pendar atau film foto (Beiser, 1999:60).
Jenis tabung sinar-X pertama yang ditemukan oleh Roentgen adalah Cold
Chatoda Tube pada tahun 1895. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1913
penemuan Roentgen disempurnakan oleh Collige dengan memodifikasi tabung
yang digunakan menjadi tabung vakum yang hanya terdapat 2 elektroda
didalamnya yaitu anoda dan katoda (filament). Tabung jenis inilah yang
dipergunakan untuk Radiografi Konvensional atau disebut juga dengan Hot
Chatoda Tube (Muklisin, 2012).
X-ray tube merupakan bagian dari pesawat sinar-X yang berfungsi untuk
menghasilkan sinar-X. X-ray tube adalah suatu tabung hampa udara. Anoda dan
katoda (filament) didalamnya berfungsi sebagai penghasil elektron dan target
penembakan elektron. Skema tabung sinar-X dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan
proses terbentuknya sinar-X adalah sebagai berikut:
(1) Elektron yang dihasilkan oleh katoda (filament) berasal dari aliran arus
listrik pada katoda dan berpijar membentuk awan-awan elektron,
(2) Setelah elektron terbentuk, elektron ditembakkan ke anoda dengan nilai
tegangan yang tinggi (kilovolt),

13

(3) Elektron-elektron

yang

ditembakkan

akan

menumbuk

target

dan

berinteraksi dengan atom-atom target. Interaksi tersebut akan menyebabkan
arah pergerakan elektron menjadi berubah dan terjadi pengurangan energi
kinetik. Perubahan tersebut akan disertai pemancaran foton maka akan
terbentuklah sinar-X.

Gambar 2.3 Terbentuknya sinar-X pada tabung hampa (Anonimous, 2009)
Sinar-X dengan energi tinggi biasanya di manfaatkan untuk radioterapi
sedangkan yang energinya rendah digunakan untuk radiodiagnostik. Bidang
kedokteran umumnya memanfaatkan sinar-X yang berenergi rendah yaitu untuk
radiodiagnostik dalam pembuatan foto radiografi konvensional (Susilo et al,
2011).
Ada dua tipe kejadian yang terjadi dalam proses menghasilkan foton sinar-X
yaitu, sinar-X Bremstrahlung dan sinar-X Karakteristik. Dimana interaksi itu
terjadi saat elektron proyektil menumbuk target.
a.

Sinar-X Bremstrahlung
Sinar-X bremstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetik yang

terjadi berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Karena inti atom ini

14

mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi
hubungan tarik-menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron ini
cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai medan energi yang
cukup besar untuk ditembus oleh proyektil, maka medan energi pada inti atom
ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil. Melambatnya gerak dari
elektron proyektil akan mengakibatkan kehilangan energi dan berubah arah.
Energi yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan foton sinar-X
bremstrahlung (Boddy, M. S., 2013). Ilutrasi terjadinya sinar-X bremstrahlung
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proses terjadinya sinar-X Bremstrahlug (Curry et al., 1990)
b.

Sinar-X Karakteristik
Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi kinetik

yang tinggi berinteraksi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron
proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk
melepaskan elektron pada kulit atom paling dalam dari orbitnya. Saat elektron
dari kulit atom ini terlepas dari orbitnya, maka akan terjadi transisi dari orbit luar
ke orbit yang lebih dalam. Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal

15

dengan foton sinar-X karakteristik. Energi foton sinar-X karakteristik ini
bergantung pada besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk
melepaskan elektron dari kulit atom tertentu dan bergantung pada selisih energi
ikat dari elektron transisi dengan energi ikat elektron yang terlepas tersebut
(Boddy, M. S., 2013). Proses terjadinya sinar-X karakteristik ditampilkan pada
Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses terjadinya sinar-X Karakteristik (Curry et al., 1990)
2.2.1.2 Interaksi Sinar-X dengan Bahan
Sinar-X bila melewati suatu media (zat) akan kehilangan energi dikarenakan
oleh tiga proses utama yaitu efek foto listrik, efek compton dan produksi
pasangan. Timbulnya efek foto listrik dan compton akibat tumbukan dari sinar-X
dengan elektron-elektron dalam atom zat. Sedangkan, produksi pasangan timbul
akibat dari interaksi materi dengan medan listrik inti atom.
Pemetaan dari berkas sinar-X yang diteruskan Ix, berkas mula-mula yang
datang Io, tebal obyek x dan kepadatan obyek (kerang) λ merupakan dasar citra

16

radiograf yang dihasilkan oleh sistem radiografi. Berkurangnya energi foton
dalam tebal x dari lapisan, maka akan terjadi pengurangan intensitas.
Hubungan antara Io dan Ix adalah sebagai berikut (Akar et al. 2006):
Ix = Io exp(-λ x)

(2)

Dengan:
Ix = intensitas sinar-X yang menembus media
Io = intensitas sinar-X mula-mula yang dating ke media
λ = koefisiaen absorbs linier
x = tebal materi (objek)
Hal terpenting dari sifat radiasi adalah sifat merusak. Adanya interaksi
radiasi dengan materi secara langsung maupun tidak langsung yang
menimbulkan peng-ion dapat mengakibatkan sifat merusak. Tetapi, tidak
merusak jika radiasi dipaparkan ke tubuh kerang mutiara. Tingkat kerusakn
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.

Sumber radiasi

2.

Lama penyinaran

3.

Jarak sumber radiasi dengan objek

4.

Ada tidaknya penghalang antara sumber radiasi dan objek.

2.2.1.3 Faktor Eksposi
Faktor eksposi yaitu faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
gambar radiograf dari penyinaran sinar-X. Secara matematis faktor eksposi
dapat dinyatakan dengan persamaan (Savitri, 2014):

17

Faktor Eksposi =

(3)

dengan:
k = konstanta penyinaran
I = arus tabung
t = waktu penyinaran
V = potensial tabung sinar-X
d = jarak target terhadap sumber radiasi
Parameter-parameter faktor eksposi adalah sebagai berikut:
a.

Nilai Tegangan Tabung
Nilai tegangan tabung merupakan beda potensial dalam tabung roentgen

yang diberikan antara anoda dan katoda. Kualitas sinar-X dan daya tembus dari
sinar-X akan ditentukan oleh tegangan tabung tersebut. Efek yang akan terjadi
akibat tegangan listrik dinaikkan adalah meningkatnya energi radiasi sinar-X
sehingga densitas pada film meningkat dan mengurangi kontras objek serta
mengurangi dosis radiasi pada kulit. Hal-hal yang mempengaruhi hasil
pengaturan tegangan tabung yaitu jenis pemotretan, ketebalan objek, dan jarak
pemotretan (Savitri, 2014).
b.

Nilai Arus dan Waktu Ekspos
Nilai arus listrik pada tabung sinar-X menunjukkan besarnya arus yang

terjadi selama eksposi berlangsung. Nilai arus dan waktu adalah perkalian arus
listrik dan waktu eksposi, yang mana besaran arus ini menentukan intensitas
sinar-X. Dalam setiap pemotretan pada berbagai objek mempunyai besaran arus
dan waktu tertentu. Pada dasarnya arus tabung yang dipilih adalah pada nilai

18

arus yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh pesawat, agar waktu eksposi
dapat sesingkat mungkin, sehingga dapat mencegah kekaburan yang disebabkan
oleh pergerakan objek.
Waktu ekspos adalah lamanya sinar-X dipaparkan terhadap objek. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi ketidaktajaman gambar yang dihasilkan di film
karena gerakan objek yang diambil. Semakin lama waktu eksposi, maka semakin
banyak sinar-X yang dihasilkan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap
perubahan densitas pada film adalah besarnya arus tabung dan waktu eksposi
dengan semua variabel yang lain tetap.
c.

Nilai Jarak
Nilai jarak objek terhadap sinar-X merupakan jarak pemotretan dari fokus

pesawat ke film (Focus Film Distance (FFD)). Pengaruh jarak terhadap
penyinaran pada image reseptor adalah berbanding terbalik dengan kuadrat
tegangan tabung. Focus Film Distance turut berperan terhadap intensitas yang
diteruskan sampai dengan ke image reseptor, tetapi tidak berpengaruh terhadap
kualitas radiasi sinar-X yang dipancarkan (Bushong, 2001).
2.2.1.4 Intensifying Screen
Intensifying screen atau lembar penguat adalah sebuah lembaran plastik
yang dilapisi fosfor, dimana fosfor ini akan mengkonversikan energi foton
menjadi cahaya atau mengubah berkas sinar-X menjadi cahaya tampak
(Kurniawan & Abimanyu, n.d). Menurut Basri (2002), Pemasangan intensifying
screen ini diletakkan pada bagian dalam kaset yaitu pada bagian sisi depan dan
sisi belakang kaset. Cara kerja intensifying screen dimulai ketika ada sebuah

19

radiasi menembus kaset dan mengenai lembar penguat, fosfor sebagai penyusun
intensifying screen ini akan berpendar dan akan diterima oleh film yang telah
diletakkan di dalam kaset.
2.2.2 Radiografi Digital
Radiografi Digital merupakan sebuah bentuk pencitraan sinar-X, dimana
sensor-sensor sinar-X digital digunakan untuk menggantikan film radiografi
konvensional. Selain itu, proses kimiawi pada pencucian film digantikan dengan
sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser (Savitri, 2014).
2.2.2.1 Proses Pembentukan Radiografi Digital
Dalam teknologi Radiografi Digital, sinar-X diubah menjadi muatan listrik
melalui proses readout. Berdasarkan konversi sinar-X yang digunakan, proses
readout dapat dibagi menjadi dua kelompok konversi, yaitu konversi langsung
dan konversi tidak langsung. Detektor konversi langsung terdiri dari suatu
fotokonduktor sinar-X (berupa amorphous selenium (a-Se)) yang dapat
mengubah secara langsung pada satu tingkat foton energi sinar-X menjadi
muatan listrik, sedangkan sistem konversi tidak langsung menggunakan dua
langkah teknik untuk konversi. Sistem tidak langsung ini mempunyai
Scintillator (berupa Cesium Iodide (CsI)) yang mengubah sinar-X menjadi
cahaya tampak. Cahaya tampak tersebut kemudian diubah menjadi muatan
listrik oleh amorphous silicon photidiode.
Proses pembentukan radiografi digital yaitu pada penembakan sinar-X hasil
radiografi langsung masuk kedalam monitor PC yang digunakan dalam

20

radiografi digital tersebut. Perbedaan radiografi digital dengan radiografi
konvensional adalah dalam radiografi digital tidak menggunakan film sebagai
penghasil citra, melainkan hasil citra itu langsung masuk kedalam komputer
yang digunakan, sedangkan radiografi konvensional menggunakan film dan alat
pencuci film. Hasil citra radiografi digital ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hasil Citra Radiografi Digital
2.2.2.2 Citra Digital
Citra merupakan kumpulan dari pixel yang tersusun dalam sebuah matriks.
Pixel adalah nilai tiap-tiap entri matriks pada bitmap (Savitri, 2014). Gambar
dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu
menjadi gambar diskrit melalui proses sampling disebut citra digital.
Pada dasarnya, citra yang dilihat terdiri atas berkas-berkas cahaya yang
dipantulkan oleh benda-benda disekitarnya. Secara alamiah fungsi intensitas

21

cahaya merupakan fungsi sumber cahaya yang menerangi objek, serta jumlah
cahaya yang dipantulkan oleh objek (Wijaya dan A. Prijono, 2007).
Karakteristik citra digtal antara lain ukuran citra, resolusi citra, dan format
nilainya. Format citra digital yang banyak digunakan adalah citra biner, skala
keabuan (grayscale), warna, dan warna berindeks. Citra yang telah dilakukan
pendigitalan dengan kamera dan terkuantisasi dalam bentuk skala diskrit,
sehingga radiograf digital merupakan hasil radiografi yang tersimpan dalam
bentuk file citra (Purnomo dan Muntasa, 2010). Citra yang dihasilkan sering
mengalami kekurangan sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sistem pengolah citra untuk menghasilkan citra digital yang
berkualitas dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis dan lain
sebagainya.
2.2.2.3 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang
banyak menggunakan data visual. Secara umum, pengolahan citra didefinisikan
sebagai pemrosesan citra dua dimensi menggunakan komputer. Menurut
Purnamawati (2013) pengolahan citra digital merupakan salah satu elemen
penting dalam analisis citra. Salah satu permasalahan yang dihadapi pada
pengolahan citra adalah adanya noise. Pengolahan citra bertujuan untuk
memperbaiki kualitas citra gambar agar mudah diinterprestasi oleh manusia atau
komputer (Yahya dan Yuliana, 2011). Menurut Wakhidin dalam skripsi Ulya
(2011) Proses peningkatan kualitas citra bertujuan untuk memperoleh citra yang
dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan. Perbaikan kualitas

22

diperlukan karena seringkali citra memiliki kualitas kurang baik, misalnya citra
memiliki noise, citra terlalu terang atau gelap, citra kurang tajam, kabur, dan
sebagainya. Beberapa teknik pengolahan citra digital meliputi, kecerahan citra
(image brightness), kontras citra (image contrast), pelembutan citra (image
smoothing), penajaman citra (image sharpening), deteksi tepi wajah (edge
detection), citra negatife (negative image) dan histogram (Ulya, 2014).
Peningkatan kontras citra radiograf digital bertujuan untuk mendeteksi
benda asing yang masuk dalam kerang. Kontras radiograf adalah perbedaan
terang diantara berbagai bagian citra yang sesuai dengan perbedaan daya serap
bagian tubuh terhadap sinar-X. Adanya kontras radiograf yang cukup bertujuan
membuat citra agar dapat dilihat dengan jelas, untuk itu citra harus memiliki
bentuk yang tegas. Struktur dari objek tidak akan terlihat, bila nilai kontras
disekitarnya tidak cukup (Artawijaya, 2010). Pada radiografi, tinggi rendahnya
kontras dipengaruhi oleh tegangan tabung (Mark E. Baker et al, 2012). Citra
yang memiliki kontras rendah dapat terjadi karena kurangnya pencahayaan,
kurangnya bidang dinamika dari sensor citra, atau kesalahan pengaturan
kombinasi parameter pencahayaan (Wakhidah, 2011). Dalam dunia radiologi,
kualitas gambar adalah ukuran efektifitas untuk diagnosis yang akan dilakukan
(Strauss, 2012). Penilaian kualitas citra dilakukan dengan cara penilaian objektif,
salah satunya dengan menggunakan metode Contrast to Noise Ratio (CNR).
Menurut Bechara dkk (2012), analisis CNR dianggap lebih baik untuk analisis
citra digital.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.

Faktor eksposi yang paling optimal untuk mendapatkan kualitas citra
radiograf yang paling baik dengan menggunakan analisis CNR adalah nilai
tegangan tabung 60 kV, nilai arus 16 mA dan waktu ekspos 0,1 s dengan
nilai CNR sebesar 5,751.

2.

Inti mutiara pada kerang dapat dideteksi dengan menggunakan radiografi
digital yang ditunjukkan oleh titik hitam dalam kerang pada citra radiograf.

5.2 Saran
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan:
1.

Perlu dikembangkan lagi peningkatan kontras citra dengan metode lain
seperti PSNR, MSE dan SNR karena tidak semua citra dapat ditangani
dengan baik hanya oleh satu metode saja.

2.

Perlu menggunakan sampel kerang lebih dari satu untuk mengetahui apakah
kontras citra yang dihasilkan dari setiap kerang jenis Pinctada maxima itu
sama atau berbeda.

3.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendeteksi apakah inti mutiara
dalam kerang sudah siap panen atau belum, menggunakan radiografi digital
untuk mengetahui umur mutiara dengan bantuan software MATLAB.

39

DAFTAR PUSTAKA
Akar, A., Baltas, H., Cevik, U., Kormaz, F. & Okumusoglu, N.T. 2006.
Measurement of attenuation coefficients for bone, muscle, fat and water at
140, 364 and 662 keV ɣ-ray energies. Journal of Quantitative
Spectroscopy & Radiative Transfer 102:203-211.
Anonimous. 2009. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik. Tersedia di
http://www.usupress.html [diakses 24-01-2015].
Artawijaya, Ajunk. 2010. Kualitas Citra Radiograf Foto Rontgent. On line at
http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/kualitas-citra-radiografifoto-rontgent.html [diakses pada tanggal 13 Februari 2015].
Basri, H. 2002. Studi Perbandingan Karakteristik Film Sinar-X Emulsi Tunggal
dan EmulsiGanda. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Diponegoro.
Bechara, B., McMahan, C. A. Moore, W. S. Noujeim, M. Geha, and H. Teixeira,
F. B. 2012. Contrast-to-Noise Ratio Difference in Small Field of View
Cone Beam Computed Tomography Machines. Journal of Oral Science.
Vol. 54, No. 3, 227-232, 2012.
Beiser. A., 1999. Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Boddy, M. S. 2013. Pengaruh Radiasi Hambur Terhadap Kontras Radigrafi
Akibat Variasi Ketebalan Objek dan Luas Lapangan Penyinaran. Artikel
Ilmiah: Universitas Hasanuddin.
Bushong, C. S. 2001. Radiologic Science for Technologists (7th ed). U. S of
America: A Harcourt Health Science Company.
Curry III, Thomas S., dan James E. 1990. Christensen’s Physics of Diagnostic
Radiology. Texas. Tersedia di http://www.cafe-radiologi.blogspot.html
[diakses 19-12-2015].
Dhahryan, Budi, W. S., & Azam, M. 2008. Pengaruh Teknik Tegangan Tinggi
terhadap Entrasce Skin Exposure (ESE) dan Laju Paparan Radiasi Hambur
pada Pemeriksaan Abdomen. Berkala Fisika 11 (3):103-108.

40

41

Kurniawan, A. N. & Abimanyu, B. n.d. Modul Radiofotografi I. Semarang:
Politeknik Kesehatan KEMENKES Semarang.
Mark E., Baker, Frank Dong, Andrew Primak, Nancy A., Obuchowski, David
Einstein, Namita Gandhi, Brian R., Herts, Andrei Purysko, Erick Remer
and Neil Vachani. 2012. Contrast to-Noise Ratio and Low-Contrast Object
Resolution on Full and Low-Dose MDCT:SAFIRE Versus Filtered Back
Projection in a Low-Contrast Object Phantom and the Liver. American
Journal of Roentgenology. Vol 199,1.
Mukhlisin, Imam. 2012. Teknik pengukuran radiasi pesawat radiologi di Rumah
Sakit TK (Laporan PKL). III 04.06.02 Bhakti Wira Tamtama Semarang
Jawa Tengah”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Purnamawati, M. M. D. 2013. Denosing Pada Citra Grayscale Menggunakan
Bayes Tresholding dan Gaussian Noise. Seminar nasional teknologi
informasi
&
komunikasi
terapan
2013
(semantik
2013).
ISBN: 979-26-0266-6.
Purnomo, Heri dan Muntasa A., 2010. Konsep Pengolahan Citra Digital dan
Ekstrasi Fitur. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Savitri, R. E. 2014. Optimasi Faktor Eksposi pada Radiografi Digital
Menggunakan Analisis CNR (Contrast to Noise Ratio). Skipsi. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Seibert, J. A. 2004. X-Ray Imaging Physics for Nuclear Medicine Technologist
Part 1: Basic principles of X-Ray production. Journal of Nuclear Medicine
Technologist. 32 (3): 139-147.
Song, Xiaomei and W. Brian. 2004. Automated Region Detection Based on the
Contrast-to-Noise Ratio in Rear-Infrared Tomography. Optical Society of
America. New Hampshire: 10 February 2004. Vol. 43, No. 5/ Applied
Optics.
Strauss, Lourens J. 2012. Image Quality Dependence on Image Processing
Software in Computed Radiography. Department of Medical Physics:
University of The Free State, Bloemfontein. Journal Of Radiology-June
2012. S Afr J Rad 2012: 16 (2): 44-48.
Susilo, 2012. Pencitraan tulang dengan perangkat lunak berbasis matlab pada
radiografi digital untuk diagnosis metasis tulang (disertasi). Semarang:
Universitas Diponegoro.
Susilo, Maesadi TN, Kusminarto & Wahyu S. B. 2011. Kajian fisika indekskeabuan dengan teknik radiografi digital pada pemeriksaan tulang

42

metastatik. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol 8, NO 1. ISSN 16931246.
Susilo, Sunarno, Azam, M., dan Anam C., 2010. Rancang bangun sistem
pencitraan radiografi digital untuk pengembangan layanan rumah sakit
daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi (Laporan
Penelitian Unggulan Strategis Nasional). Jakarta: Dikti.
Suyatno & Bachtiar, S. 2011. Analisis Pembentukan Gambar dan Batas Toleransi
Uji Kesesuaian pada Pesawat Sinar-X Diagnostik. Prosiding Seminar
Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir Pusat Teknologi
Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta: 157-163.
Taufiq, Nur Spj., Hartati, R., Cullen, J., dan Masjhoer, J.M. 2007. Pertumbuhan
Tiram Mutiara (Pinctada maxima) pada Kepadatan Berbeda. Jurnal Ilmu
Kelautan. Vol. 12(1): 31-38. ISSN 0853-7291.
Tarwiyah. 2000. Budidaya Tiram Mutiara. Jakarta: Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Ulya, Syariftul. 2014. Digitalisai Film Radiografi dan Perbaikan Kualitas Citra
Menggunakan Metode Adaptive Histogram Equalization (artikel skripsi).
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Wang, Xiaohui., and Luo, Hui,. 2013 Automated quantification of digital
radiographic image quality. Grant. US8571290B2
Wakhidah, Nur. 2011. Perbaikan kualitas citra menggunakan metode contrast
stretching. Semarang: Universitas Semarang.
Wijaya, M.C., dan A. Prijono. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan
Matlab. Bandung: Informatika.
Yahya, Kurnia dan Yuliana Melita. 2011. Aplikasi kompresi citra digital
menggunakan teknik JPEG dengan fungsi GUI pada MATLAB. Jurnal
Teknika.