BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH SEBAGAI W

BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH SEBAGAI SARANA
INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA
GLOBALISASI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu : Dr. Supriyo, M.Pd

Oleh
Erman Istanto
NIM. 3301412006
Rombel 06

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
2013

1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-NYA kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan

makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Bimbingan
Konseling di Sekolah Sebagai sarana Pendidikan Karakter”
Makalah ini secara umum berisikan tentang cara dan langkah bimbingan dan
konseling dalam menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah
memahami bagaimana upaya mengoptimalisasikan bimbingan dan konseling
dalam mimintasi distorsi nilai yang terjadi di era globalisasi
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Semarang, 12 Desember 2013

Penyusun

2

DAFTAR ISI


Halaman Judul.....................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................5
A. Bimbingan dan Konseling serta Kaitannya dengan Pendidikan Karakter..........................................................................................................5
B. Langkah Strategis Bimbingan dan Konseling dalam Menginternalisasikan Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Sekolah.....................................6
C. Upaya Bimbingan dan Konseling dalam Memintasi Distorsi Nilai
yang Terjadi di Era Globalisasi..................................................................8
BAB III PENUTUP............................................................................................11
A. Simpulan....................................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

3


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Secara yuridis formal Pendidikan Nasional sebagaimana tertuang
dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berbicara mengenai
karakter sebagaimana menurut Wiyani (2012 : 57) yang mengungkapkan
bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, adab, atau ciri kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan
(virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap,
dan bertindak. Hal ini selaras dengan tujuan bmbingan dan konseling dalam
upaya membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam
kehidupan yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan,
penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan

lingkungannya (Prayitno, 1999 : 144).1 Sehingga tidak salah jika karakter
sangat penting dalam pem-bangunan pribadi dan peradaban bangsa.
Namun dewasa ini krisis multidemensi merupakan faktor utama
hilangnya jati diri bangsa. Globalisasi yang sering diartikan sebagai “dunia
tanpa batasan” memberikan berbagai dampak terutama penyimpangan moral
psikologis masyarakat Indonesia khususnya para pemuda. Meminjam
istilahnya, Cecep Darmawan (2009) dalam Jurnal Negarawan mengemukakan
bahwa globalisasi adalah sebuah keniscayaan. Dengan ini jelas bawasannya
arus globalisasi mampu mengendalikan kehidupan global masyarakat saat ini,
1 Baca, lebih lanjut, dalam Mughiarso, Heru, dkk, Bimbingan dan Konseling, (Semarang: Unnes
Press, 2012), hal 27

1

menurut

David C. Korten (1988) terdapat empat mainstreem

yang


mengendalikannya yaitu : 1) teknologi berkembang pesat melebihi era
sebelumnya; 2) masyarakat dunia bergerak sangat dinamis; 3) persaingan
yang semakin menajam; dan 4) pasar terbuka. Hal ini menjadi sebuah ironi
tatkala gerak globalisasi ini terus berkembang dan mengendalikan berbagai
aspek kehidupan manusia tanpa mampu terbendung. Sedangkan dalam buku
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2045, dijelaskan
permasalahan bangsa saat ini seperti: disorientasi dan belum dihayatinya
nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam
mewujudkan nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai-nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilainilai budaya bangsa, disintegrasi bangsa, dan melemahnya kemandirian
bangsa2.
Selain fenomena-fenomena tersebut, terdapat fenomena lain yang
harus diperhatikan antara lain jumlah penyimpangan dan kenakalan remaja
yang semakin parah dan dekadensi moral yang banyak terjadi di berbagai
kalangan. Informasi global yang semakin mudah diakses justru memancing
remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan yang tidak menggambarkan
jati diri bangsa Indonesia sebagai contoh masuknya budaya-budaya barat
seperti gaya berpakaian, gaya pergaulan hidup, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil survei yang yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa

sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pranikah, alias tidak perawan. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP
tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Dari survei yang
diselenggarakan KOMNAS-PA tersebut terungkap bahwa tren perilaku seks
bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa,
dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan sosial, baik kaya
maupun miskin. Data tersebut diperoleh berdasarkan survei oleh Komisi
Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) yang dikumpulkan dari 4.726

2 Lebih lanjut, baca Amin, Muswardi Muhammad, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Bodouse
Media Jakarta, hal 2.

2

responden siswa SMP dan SMA di 17 kotabesar3. Sedangkan menurut survey
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah tentang
perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol 100%,
berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir
60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%,
dan melakuan hubungan seks 7,6%4. Temuan survei atau penelitian semacam
ini bukanlah merupakan berita yang ringan karena hal ini hanya merupakan

salah satu dari berbagai dampak globalisasi yang menyebabkan krisis
identitas bangsa. Lunturnya budaya dan nilai-nilai adiluhur dalam diri remaja
lebih banyak disebabkan keinginan mereka untuk meniru dari informasi yang
mereka serap tanpa melakukan filter apapun. Sehingga hal itu menyebabkan
pergeseran nilai-nilai luhur yang dianut remaja di era globalisasi ini.
Bertitik tolak penjelasan diatas maka pertumbuhan dan perkembangan
globalisasi ini bisa diibaratkan seperti pedang bermata dua. Disatu sisi
globalisasi menawarkan dampak positif sebagai contoh melalui pertumbuhan
teknologi dan informasi mampu memberikan kita kesempatan untuk
mengakses segala informasi dari seluruh penjuru dunia. Namun di lain sisi
distorsi5 nilai-nilai yang dikemas sedemikian rupa dengan penguatan argumen
yang seolah-olah rasional dan objektif ini, merupakan salah satu bentuk
perusakan jati diri (nilai-nilai adiluhur) bangsa Indonesia. Dari berbagai
pendapat para ahli dan hasil penelitian yang disebutkan dimuka mengenai
berbagai dampak globalisasi bagi pelajar terlihat jelas masih belum adanya
sikap yang optimal dari pelajar dalam menghadapi dan menyikapi globalisasi
secara bijaksana. Sehingga penulis ingin mengetahui, memahami, dan
menganalisis

peranan


penting

Bimbingan

dan

Konseling

dalam

menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di era globalisasi. Maka

3 Watz, 62,7 Persen Siswi SMP Tidak Perawan , http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/627persen-siswi-smp-tidak-perawan/, diunduh pada tanggal 31 Oktober 2013, pukul 12.34
4 Hastutik, Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan
Sikap Terhadap Seks Pra Nikah, Journal Dinkes Provinsi Jawa Tengah Volume 2 (2012)
5 Lebih lanjut, distorsi merupakan 1. 1 pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dsb; penyimpangan: untuk
memperoleh keuntungan pribadi tidak jarang orang melakukan -- thd fakta yg ada; 2 gangguan dl siaran
radio yg mengubah mutu siaran; 3 Fis perubahan bentuk yg tidak diinginkan; eroton; 4 Dok hal terkilir (kaki dsb); 5
ark perubahan bentuk pd benda gerabah yg disebabkan oleh pengeringan terlampau cepat dan tidak merata

krn pencampuran bahan tidak merata waktu pencetakan, http://www.artikata.com/arti-325451-distorsi.html

3

penulis mengambil judul : “Bimbingan Konseling Di Sekolah Sebagai Sarana
Internalisasi Pendidikan Karakter di Era Globalisasi”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara dan langkah Bimbingan dan Konseling dalam
menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah?
2. Bagaimana upaya mengoptimalisasikan Bimbingan dan Konseling
dalam memintasi distorsi nilai yang terjadi di era globalisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui cara dan langkah bimbingan dan konseling dalam
menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah
2. Mampu memahami bagaimana upaya mengoptimalisasikan bimbingan
dan konseling dalam mimintasi distorsi nilai yang terjadi di era
globalisasi

4


BAB II
PEMBAHASAN
A. Bimbingan dan Konseling serta Kaitannya dengan Pendidikan Karakter
Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan
dan konseling memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun
demikian, pengertian yang mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa
bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Bimbingan merupakan petunjuk (penjelasan) cara
mengerjakan sesuatu; tuntunan; pimpinan. Sedangkan konseling adalah
pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga
pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dl memecahkan
berbagai masalah; penyuluhan. Di sisi lain Mughiarso (2012: 24) menjelaskan
bahwa bimbingan dan konseling merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh
manusia memiliki pengertian-pengertian yang khas. Jadi bimbingan dan
konseling merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam proses
pendidikan

untuk

membantu


tercapainya

tujuan

pendidikan

yaitu

perkembangan siswa secara optimal sesuai dengan kemampuan minat, bakat,
dan potensi masing-masing peserta didik6.
Dalam pengertian selanjutnya pendidikan merupakan upaya sadar dari
suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan
hidup dan kehidupan generasi penerus, selaku warga masyarakat, bangsa dan
negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan
mereka senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika
budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasionalnya.7 Sedangkan karakter
dalam
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu
kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
6 Baca, lebih lanjut, dalam Mughiarso, Heru, dkk, Bimbingan dan Konseling, (Semarang: Unnes
Press, 2012), hal 27
7 Dikutip dalam, Sunarto, dkk, Pendidikan dan Kewarganegaraan, (Semarang: Unnes Press,
2013), hal 1-2

5

(motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.8 Maka Wiyani (2012:
57)

menafsirkan

menginternalisasikan,

bahwa

pendidikan

menyemaikan,

dan

karakter

adalah

mengembangkan

upaya
nilai-nilai

kebaikan pada diri peserta didik.
Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai
karakter melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau
pendekatan dalam menyampaikannya. Dalam hal ini maka peran bimbingan
dan konseling sangat berperan penting dalam menyampaikan informasiinformasi yang dikehendaki oleh pendidikan karakter. Bimbingan dan
konseling dengan fungsinya dikehendaki mampu menginternalisasikan nilainilai kebajikan dan mewujudkan prilaku yang baik dan beretika peserta didik.
B. Langkah
Strategis
Bimbingan
dan
Konseling
dalam
Menginternalisasikan Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Sekolah
Menurut

Wiyani

(2012,

58-59)

tujuan

pendidikan

karakter

dikelompokan menjadi tiga yakni, pertama pendidikan karakter adalah
memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud pada prilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses
sekolah (lulus dari sekolah). Kedua, pendidikan karakter di sekolah adalah
mengoreksi prilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan di sekolah. Ketiga, dalam pendidikan karakter dalam
setting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga
dan masyarakat dengan memerankan tanggung jawab pendidikan karakter
secara bersama.
Maka menurut Eliasa perlu adanya pengembangan professional,
konsultasi dengan ahli dan manajemen yang baik sangat diperlukan untuk
penguatan dan pembentukan karakter bagi siswa, sehingga tujuan pendidikan
8 Syahroni, Konsep Pendidikan Karakter, http://lampung.kemenag.go.id, diunduh pada tanggal 14
Desember 2013

6

yang berbasis karakter dipenuhi. Program Bimbingan dan Konseling dengan
empat bidang yaitu bidang akademik, bidang pribadi, bidang social dan
bidang karir penuh dengan materi yang berbasis karakter.9 Kemudian perlu
adanya model pengembangan karakter yang sesuai dengan sebagai langkah
strategis bimbingan dan konseling dalam menginternalisasikan pendidikan
karakter di sekolah. Menurut Suparno (2004), ada empat model pendekatan
penyampaian karakter, yaitu :
1. Model sebagai mata pelajaran tersendiri
2. Model terintegrasi dalam semua bidang studi
3. Model di luar pengajaran
4. Model gabungan10
Langkah strategis yang bisa diambil dari berbagai model pendekatan
penyampaian karakter sebagaimana diungkapkan dimuka, sudah barang pasti
memiliki kelemahan dan kelebihan. Namun, sebagai sebuah langkah strategis
dan solutif dalam menginternalisasikan model pendekatan penyampaian
karakter maka model gabungan dapat digunakan sebagai langkah strategis
tersebut. model gabungan, dimana model ini menggabungkan antara model
terintegrasi dengan mata pelajaran di sekolah dan model di luar pelajaran
secara seksama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerjasama dengan fihak
luar sekolah. Kelebihan model ini adalah guru terlibat, disamping itu guru
dapat belajar dari fihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa
menerima informasi tentang nilai-nilai sekaligus juga diperkuat dengan
pengalaman melalui kegiatan yang terencana dengan baik.11
Langkah ini jika kita tarik benang merah sangatlah berkaitan erat
dengan prinsip-prinsip umum bimbingan konseling yang mana hal tersebut
salah satunya berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlulah
diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek
kepribadian yang unik dan ruwet. Hal ini, membutuhkan adanya model yang
terintegrasi yang fleksible yang mampu menyesuaikan dengan kebutuhan.
Implementasi pendidikan karakter pada pelayanan bimbingan dan konseling
9 Eliasa, Eva Imania, Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan Karakter Siswa (Kajian
Psikologis Berdasarkan Teori Sistem Ekologis), http://staff.uny.ac.id/, pada tanggal 14 Desember
2013
10 Dikutip dalam, Eliasa, Ibid,
11 Dikutip dalam, Eliasa, Ibid,

7

di sekolah- sekolah dilakukan melalui dua arah, pertama disebut

secara

langsung yaitu melalui pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling yang
diberikan kepada peserta didik/konseli, yang dikelompokkan ke dalam empat
komponen yaitu: (1) komponen pelayanan dasar, (2) komponen pelayanan
responsif, (3) komponen pelayanan perencanaan individual, dan (4)
komponen dukungan sistem. Muatan pendidikan karakter tersurat pada materi
pelayanannya yang mencakup bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar,
karier, dan pengembangan budi pekerti. Implementasi pendidikan karakter
pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah- sekolah dilakukan
melalui dua arah, pertama disebut secara langsung yaitu melalui pelayananpelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta
didik/konseli, yang dikelompokkan ke dalam empat komponen yaitu: (1)
komponen pelayanan dasar, (2) komponen pelayanan responsif, (3)
komponen pelayanan perencanaan individual, dan (4) komponen dukungan
sistem. Muatan pendidikan karakter tersurat pada materi pelayanannya yang
mencakup

bidang

bimbingan

pribadi,

sosial,

belajar,

karier,

dan

pengembangan budi pekerti12.
C. Upaya Bimbingan dan Konseling dalam Memintasi Distorsi Nilai yang
Terjadi di Era Globalisasi
Dewasa ini, tantangan globalisasi yang mewarnai kehidupan bangsa
diyakini mempengaruhi keluhuran nilai-nilai budaya nasional (Ilahi 2012:
116). Menurut Osman Baakar (2002), globalisasi yang akan berlaku dalam
gelombang yang ketiga ini tentunya akan terkesan bukan sahaja dalam bidang
ekonomi, perdagangan, teknologi maklumat dan sosio-budaya tetapi dalam
bidang kebudayaan cara hidup dan kepenggunaan13. Faktor utama penyebab
globalisasi budaya adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi,
khususnya pada awal abab ke-20. Sebagaiman diungkapkan dimuka disatu
sisi globalisasi menawarkan dampak positif sebagai contoh melalui
pertumbuhan teknologi dan informasi mampu memberikan kita kesempatan
12 Dikutip dalam, Hartono, Implementasi Pendidikan Karakter Pada Layanan Bimbingan Dan
Konseling , Jurnal Wahana, Volume 57, No.2, Hal 80 (2011)
13 Muhammad Fauzi Bin Otsman, dkk, Globalisasi dan Hubungan Etnik,---------------------------http://eprints.utm.my/14545/1/MuhammadFauziOthman2009_GlobalisasidanHubunganEtnik.pdf ,
diunduh pada tanggal 17 Oktober 2013 Pukul 18.45

8

untuk mengakses segala informasi dari seluruh penjuru dunia. Namun di lain
sisi distorsi nilai-nilai yang dikemas sedemikian rupa dengan penguatan
argumen yang seolah-olah rasional dan objektif ini, merupakan salah satu
bentuk perusakan jati diri (nilai-nilai adiluhur) bangsa Indonesia.
Dalam hal ini berkaitan dengan langah strategis bimbingan dan
konseling juga berkaitan erat dengan langkah solutif dalam memintasi distorsi
nilai yang terjadi di era globalisasi utamanya dalam lingkup sekolah. Hal ini
jika dikaitkan dengan fungsi bimbingan dan konseling sangatlah relevan
dengan upaya pemintasan tersebut. Fungsi bimbingan dan konseling
setidaknya ada empat yakni:
1. Fungsi pemahaman, fungsi ini memungkinkan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan peningkatan perkembangan dan kehidupan
konseli (yaitu konseli sendiri, konselor, dan pihak ketiga) memahami
berbagai hal yang essensial berkenaan dengan perkembangan dan
kehidupan klien. Fungsi ini terdiri dari: pemahaman terhadap klien,
pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas.
2. Fungsi pencegahan, layanan bimbingan dan konseling dapat berfungsi
pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya
masalah.
3. Fungsi pengentasan, walaupun fungsi pencegahan dan pemahan telah
dilakukan, mungkin seja konseli yang ada di sekolah masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi pengentasan
(perbaikan) itu berperan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
akan

menghasilkan

terpecahnya

atau

teratasinya

berbagai

permasalahan yang dialami klien.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, fungsi ini berarti layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu para konseli
dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya
secara mantap, terarah, dan berkelanjutan (Mughiarso, Heru, dkk,
2012: 34-38).
Maka,

menjadi

sangat

jelas

jika

bimbingan

dan

konseling

dimanifestasikan mampu memintasi segala distorsi yang ditawarkan oleh

9

globalisasi. Karena, sebagai suatu fenomena yang telah dan sedang
menjangkit seluruh dunia, globalisasi baik secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi sebagian besar kehidupan manusia. Masalah budaya
dan identitas bangsa, serta isu persatuan bangsa merupakan tantangan di era
globalisasi. Namun, jika kita kaitkan dengan fungsi dari bimbingan dan
konseling harapannya mampu mengentaskan berbagai permasalahan yang
ada.

10

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang
terintegrasi dalam proses pendidikan untuk membantu tercapainya tujuan
pendidikan yaitu perkembangan siswa secara optimal sesuai dengan
kemampuan minat, bakat, dan potensi masing-masing peserta didik.
Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai karakter
melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau pendekatan
dalam menyampaikannya. Dalam hal ini maka peran bimbingan dan
konseling sangat berperan penting dalam menyampaikan informasi-informasi
yang dikehendaki oleh pendidikan karakter.
Dewasa ini, tantangan globalisasi yang mewarnai kehidupan bangsa,
berkaitan dengan hal tersebut langah strategis bimbingan dan konseling juga
berkaitan erat dengan langkah solutif dalam memintasi distorsi nilai yang
terjadi di era globalisasi utamanya dalam lingkup sekolah. Melalui fungsi dari
bimbingan dan konseling yang terdiri dari pemahaman, pencegahan,
pengentasan, dan pemiliharaan serta pengembangan, dimanifestasikan
mampu menjadi langkah solutif mengentaskan karakter yang mampu
bertahan di era globalisasi.
B. Saran
Saran yang merupakan masukan yang dapat disampaikan berkaitan
dengan makalah ini adalah:
1. Sekolah diharapkan mampu mengembangkan program bimbingan dan
konseling sebagai upaya meningkatkan pendidikan karakter di sekolah
terutama guna menghadapi era globalisasi.

11

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muswardi Muhammad. 2012. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta:
Bodouse Media Jakarta
Eliasa, Eva Imania, Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan Karakter
Siswa

(Kajian

Psikologis

Berdasarkan

Teori

Sistem

Ekologis).

http://staff.uny.ac.id/. pada tanggal 14 Desember 2013
Hartono. 2012. Implementasi Pendidikan Karakter Pada Layanan Bimbingan
Dan Konseling. Jurnal Wahana. Volume 57. No.2. Hal 80
Hastutik. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan
Reproduksi Dengan Sikap Terhadap Seks Pra Nikah. Journal Dinkes
Provinsi Jawa Tengah Volume 2
Mughiarso, Heru, dkk. 2012. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Unnes Press
Muhammad Fauzi Bin Otsman, dkk. Globalisasi dan Hubungan Etnik.
http://eprints.utm.my/14545/1/MuhammadFauziOthman2009_Globalisasid
anHubunganEtnik.pdf. diunduh pada tanggal 17 Oktober 2013 Pukul 18.45
Sunarto, dkk. 2012. Pendidikan dan Kewarganegaraan. Semarang: Unnes Press
Syahroni. Konsep Pendidikan Karakter. http://lampung.kemenag.go.id, diunduh
pada tanggal 14 Desember 2013
Watz,

62,7

Persen

Siswi

SMP

Tidak

Perawan.

http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/627-persen-siswi-smp-tidakperawan/. diunduh pada tanggal 12 Desember 2013

12