EKSISTENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN IPA d

EKSISTENSI GURU DALAM PEMBELAJARAN IPA di SEKOLAH DASAR
(Studi pada Sekolah Dasar di Limboto Kab. Gorontalo)
oleh
Meylan Saleh
Mey7581@gmail.com
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Gorontalo
Abstrak
Sebuah studi yang dilakukan pada kondisi sosial terbatas yakni Sekolah Dasar.
Tujuan dilakukan studi ini yakni untuk mendapatkan informasi tentang eksistensi
pembelajaran IPA yang meliputi kondisi guru dan sarana dan prasarana yang
kemudian ditinjau berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Studi ini
menggunakan pendekatan kualitatif dan juga survai untuk mendapatkan data
penelitian yang dapat menjawab tujuan dari studi ini dengan metode case study.
Pengumpalan data pada penelitian ini diantaranya adalah wawancara tidak
terstruktur, angket dan juga pengamatan lansung proses pembelajaran yang
berlangsung di dalam kelas. Hasil penelitian ini yakni kondisi guru kita di lapangan
harus mendapat perhatian serius dalam hal peningkatan pengetahuan mereka yang
berhubungan dengan pembelajaran yang ditangani. Falisitas yang juga perlu
diperhatikan agar pembelajaan IPA sesuai harapan, terutama sarana penunjang IPA

berupa Lab. Sebagai kesimpulan dari penelitian ini, antara lain : Guru belum mampu
menjawab standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Komptensi yang
dimiki oleh guru sebagai bekal ketika di depan kelas masih sangat minim.
Pengetahuan guru terhadap pembelajaran dan fungsi guru ketika para guru
dinobatkan sebagai guru belum dipahami sepenuhnya pada sebagian guru. SNP
seharusnya menjadi kaidah bagi praktisi dan pelaksana pendidikan namun selalu
diabaikan. SNP tersebut memberikan kesan hanya sebatas formalitas yang tanpa ada
perlakuan tindak lanjut dalam proses implementasi.
Abstract
A study that has been conducted in the limited condition namely Primary School.
The purpose of this study is to have information about science learning existence
which cover teacher conditions and infrastructure which will be studied base on
National Standards of Education (Standard Nasional Pendidikan). This study is
using qualitative approach and also survey to obtain research data that capable to
answer the purpose of this study by using case study method. Data collection in this
study among other things are unstructured interviews, questionnaires, and also
direct observation to the learning process ongoing in the class. The result of this
research shows that the teachers condition in the school have to get serious attention

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang


in terms of raising their knowledge related to the learning they are handled.
Infrastructure or facility that also need to be concerned so the science learning meet
the prospect, especially science support facility like lab. As the conclusion of this
research are: Teachers are not yet ready to answer the national standards of
education (SNP) that has been set. Teachers’ competencies as supplies when they are
in front of the class are still very minimum. Teachers’ knowledge towards learning
and the function of the teacher when they are appointed as teachers have not been
yet understood among the part of teachers. SNP or National Standards of Education
must becomes principle for education practitioners and implementer, but always
being ignored. SNP is giving impression of merely a formality without any follow-up
action in the implementation process.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan wadah untuk membangun sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing. Olehnya itu kebutuhan akan pendidikan yang
berkualitas mampu meningkatkan daya saing bangsa. Dengan demikin tiap bangsa
memiliki standar masing-masing untuk mendesain sistem pendidikan yang
diinginkan tanpa terkecuali bangsa kita yang dipecayakan melalui lembaga tersendiri
yakni Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar pendidikan sebagai
indikator untuk mengetahui mutu pendidikan telah tercantum dalam peraturan

menteri pendidikan melalui badan standar nasional pendidikan (BSNP) yang
melahirkan delapan standar pendidikan. Pelaksanaan pendidikan merujuk delapan
standar pendidikan tersebut yakni (1). Standar kompetensi lulusan, (2). Standar isi,
(3). Standar proses, (4). Standar pendidikan dan tenaga kependidikan, (5). Standar
Sarana dan prasarana, (6). Standar pengelolaan, (7). Standar pembiyaan pendidikan,
(8). Standar penilaian pendidikan.
Standar pendidikan tersebut dijalankan melalui lembaga pendidikan kita
secara formal yang dimulai dari pendidikan dasar, menengah sampai perguruan
tinggi. Standar tersebut diterjemahkan oleh sekolah, salah satunya melalui
pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan yakni sekolah
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup untuk
pengembangan kreatifitas siswa, selain itu guru memberikan keteladanan bagi siswa
(SNP; Standar Proses:2006)

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

Guru harus mampu membuat pembelajaran menarik dan memberi dampak
perubahan belajar bagi semua siswa. Olehnya itu guru dituntut untuk merencanakan
pembelajaran sebaik mungkin agar memberikan makna bagi siswa (Nasution; 2006).

Pembelajaran akan menarik tergantung pada guru dalam mendesain perencanaan
pembelajaran dan pemahaman konsep terhadap materi pembelajaran yang akan
disampaikan, karena tiap guru akan menentukan sendiri kesuksesan pembelajaran
melalui persiapan yang baik (Nasution; 2006). Pembelajaran menarik ditentukan
guru melalui kompetensi, sarana dan prasarana yang dimiliki satuan pendidikan itu
sendiri, tujuannya agar dapat memberikan bekal bagi setiap siswa dalam menjalani
hidup.
Pendidikan dasar yang dilaksanakan di SD bertujuan untuk memberi bekal
kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Pengetahuan dan keterampilan
yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta
mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Pembelajaran di
sekolah dasar sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
memuat 8 mata pelajaran termasuk didalamnya adalah Ilmu Pengetahuan Alam.
Dalam kegiatan sehari-hari pada pembelajaran IPA di SD, guru dituntut dapat
mengelola kelas guna menciptakan situasi yang kondusif bagi kelancaran proses
belajar mengajar, penciptaan lingkungan kelas positif dengan pembelajaran yang
efektif yang dapat meningkatkan prestasi siswa (Jones & Jones; 2012). Mulai dari
merencanakan progam pembelajaran sampai pelaksanaan evaluasi dan menguasai
materi IPA yang diajarkannya. Guru sebagai evaluator diharapkan benar-benar
mampu memanfaatkan fungsi evaluasi sebagai umpan balik guru dan sekolah dalam

menjabarkan kurikulum dalam bahan pelajaran. Tingkat kesiapan guru dalam
mengajar serta ketepatan penggunaan metode, ketepatan pemilihan media
pembelajaran merupakan faktor penunjang keberhasilan dalam proses kegiatan
belajar mengajar.
Pembelajaran IPA ditunjang berbagai faktor diantaranya guru dan sarana
yang ada pada sekolah tersebut sebagaimana ditetapkan SNP. Studi survei ini
dilakukan untuk meninjau problematika yang ada di sekolah dasar khusnya pada
pembelajaran IPA. Survei ini dilakukan di beberapa sekolah dasar yakni sekolah

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

yang terelatak perkotaan dan pinggiran perkotaan sekolah yang dimaksud adalah
SDN 19 yang terletak di Perkotaan Limboto dan SDN 17 pinggiran Kota Limboto.
Fokus
Fokus dalam tulisan ini di fokuskan secara umum pada pembelajaran IPA. Namun
secara khusus fokus dalam studi ini yakni.
1. Bagaimana komptensi guru IPA
2. Masalah yang dihadapi guru dalam membelajarkan IPA
3. Bagaimana sarana penunjang pembelajaran IPA
Tujuan

Studi ini bertujuan untuk disampaikan pada publik sebagai bentuk partisipasi
bagi penulis dalam menjalankan fungsinya yang merupakan agen of changer. Tujuan
tulisan ini agar kita semua sebagai praktisi pendidikan kiranya dapat mempersiapkan
para guru yang sesuai harapan dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).
METODE
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode case study untuk mengumpulkan berbagai informasi dari responden dan
keadaan sosial yang terjadi pada sekolah dasar negeri 17 dan 19 limboto. Kab
Gorontalo. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara, angket dan
pengamatan langsung. Hal ini sejalan dengan prespektif metode penelitian kualitatif
dan survey yang ditulis oleh Singarimbun & Effendi (1985:8), Moleong (2012) yang
mengatakan bahwa “tujuan survey yakni mempelajari fenomena sosial dengan
melihat hubungan variabel penelitian”. Penelitian ini berusaha melihat antara
hubungan variabel eksistensi pembelajaran IPA dan standar nasional pendidikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komptensi guru IPA
Guru dalam sekolah
Sekolah merupakan wadah bagi siswa melakukan interaksi diantara siswa
dan siswa, siswa dan guru maupun antara siswa dan warga sekolah. Guru menjadi
orang paling bertanggujawab di sekolah atas interaksi siswa dan apa yang dilakukan

siswa selama berada di sekolah. Guru juga memiliki tanggunga jawab dalam kualitas
pembelajaran di sekolah melalui interaksi yang dibangun melalui ruang-ruang kelas.
Sebagaimana yang dikatakan Burstein, dkk dalam Supardi (2013:3) menegaskan
Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

“Sekolah mengandung dua dimensi yaitu kulitas dan ekuitas. Sekolah memberikan
ruang bagi guru untuk eksis dalam pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan
melalui berbagai dimensi kegiatan akademik”. Namun kenyataan di lapangan berkata
lain, yang terjadi guru canggung ketika bertemu dengan penulis untuk diwawancarai.
“Maaf bu saya cukup isi angket saja, kalau ditanya saya harus jawab apa. Saya tidak
bisa menjawab” demikian kutipan wawacara dengan guru IPA SDN 17 limboto.
Sekolah juga menjadi wadah bagi guru untuk meningkatkan kompetensi
akademik yang dimilikinya melalui pelatihan, seminar dan berbagai kegiatan
akademik yang difasilitasi oleh sekolah. Namun apa yang terjadi dilapangan jauh
dari harapan, Sekolah seolah melepas tanggunga jawabnya untuk meningkatkan
kompotensi Guru. Ini teurai dari keterangan dari sang Guru bahwa selama menjadi
guru belum pernah mengikuti kegiatan akademik, demikian jawab guru IPA SDN 17.
Namun keterangan guru SDN 19 agak sedikit membuat lega iya mengatakan bahwa
selama menjadi guru baru satu kali ikut pelatihan yakni tahun 2009 tentang modelmodel pembelajaran. Ini berarti komptensi yang dimiliki guru hanya terbatas pada
pengetahuan yang diperoleh melalui bangku kuliah dan melalui buku-buku pelajaran

siswa yang ia baca.
Guru dalam kelas
Kelas menjadi salah satu sarana interaksi akademik antara guru dan siswa
secara efekfif yang terjadi dalam proses pembelajaran. Guru melakukan interaksi
dengan siswa pada berbagai ragam mata pelajaran salah satunya yakni mata
pelajaran IPA. Kelas menjadi pusat kajian yang ada di sekolah dan guru sebagai rool
model. Guru dituntut untuk menguasai kelas dan mengenal siswa dengan berbagai
karakter yang dimilikinya. Guru menjadi penguasa satu-satunya dalam kelas yang
harus dapat memberikan kesejukan bagi siswanya, saat dikelas guru menjadi garda
terdepan yang hendak memberikan inspirasi dengan berbagai pengetahuan yang ia
miliki, selain itu guru ketika di depan kelas menjadi panutan bagi siswanya. Hal ini
sesuai dengan pemikiran tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantoro dalam Winarwati
(2012) yang mengatakan “ing ngarsa sung tulada” ungkapan tersebut memiliki
makna bahwa ketika di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh
tindakan baik.

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

Guru harus mampu mencipatakan kondisi kelas yang kondusif dalam
pembelajaran di kelas, namun apa yang terjadi ketika hal itu tidak mampu dilakukan

oleh guru dalam kelas. Kelas akan menjadi seperti pasar yakni ribut tidak karuan,
siswa akan acuh tak acuh terhadap pembelajaran. Salah satu penyebab hal demikian
terjadi karena guru ketika mengajar tidak menguasai materi secara totalitas. Guru
memiliki fungsi sebagai pentransfer ilmu atau wawasan ketika berada di kelas. Hal
ini merujuk pada penpadat tentang tugas guru itu antara lain menggalakan dan
memberikan wawasan (insight) kepada siswa, Talajan (2012:33).
Guru merupakan inspirator bagi siswa namun apa yang terjadi ketika dalam
kelas guru merasa sulit dalam mentransfer pengetahuan karena persoalan tidak
mampu menguasai materi yang akan disampaikan secara utuh. Guru mengatakan
materi IPA susah diajarkan dan susah untuk dipahami demikian pernyataan guru
SDN 17 dan 19 Limboto. Bahkan terkadang mereka mengajar menggunakan metode
lewat. Ini berarti standar tenaga pendidik yang ditetapkan oleh badan standar
nasional pendidikan tidak terpenuhi dengan baik. Untuk menjawab hal ini maka
perlu diadakan pelatihan yang sifatnya terus menerus agar pengetahuan guru
semakin bertambah. Namun kendala lain juga yang terjadi yakni kurangnya
fasilitator dalam pelaksanaan pelatihan. Kendala ini terungkap dari salah seorang
guru yakni “Saya Selama tiga tahun disini baru satu kali ikut pelatihan” (Guru: IPA
SDN 17 Limboto)
Pengetahuan Guru
Guru menjadi sangat terkesan pada siswa karena salah satu menjadi inspirator

lewat pengetahuan yang iya miliki. Seseorang menjadi guru karena pengetahuan
yang dimiliki sehingga iya dipanggil Guru, Guru dianggap paling tahu segala hal
menurut kajian sosiologi pendidikan Nasution (2008). Kualitas pembelajaran juga
ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki sang guru. Guru dengan pengetahuan
baik pada bidang spesialisnya akan menjadi penerang bagi siswanya. Salah satu
peran Guru yakni “Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar
yang memadai” (Slameto. 2013: 96). Tetapi apa yang terjadi jika pengetahuan yang
dimiliki guru terbatas bahkan pengetahuan terhadap materi yang disampaikan pada
siswa tidak dikuasai. Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, kualitas siswa
menjadi pertanyaan. Ini sangat jelas dari perkataan guru melalui wawancara bahwa
Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

mereka agak kesulitan dalam memahami konsep-konsep IPA, mereka merasa susah.
Saat evaluasi banyak siswa tidak mencapai KKM yang ditetapkan yakni 75. Jika
demikian apakah guru yang salah ataukah siswa karena tidak mencapai KKM.
Dari hasil analis penulis merujuk pada percakapan dengan guru ini terjadi
dari fakfor guru yang tidak mampu memahami atau mengusai materi yang akan
disampaikan kepada siswa. Sehingga siswa ketika melakukan tes hasilnya di bawah
KKM sebagai standar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah.
B. Sarana penunjang dalam pembelajaran IPA

Lingkungan Sekolah
Lingkungan menjadikan siapa saja nyaman ketika berada disekitanya.
Lingkungan yang bersih, rapi, asri dan lain-lain akan menjadi tempat favorit bagi
semua kalangan tanpa terkecuali siswa. Selain itu sekolah seharusnya menjadi
tempat yang efektif untuk belajar IPA, karena mudah dikontrol oleh Guru Learning
Society (2012). Sekolah menjadi lingkungan bagi siswa selama 5 atau 6 jam untuk
melakukan aktifitas Pembelajaran. Penulis melihat lingkungan sekolah SDN 17 & 19
limboto sedikit berbeda karena keberadaan sekolah tersebut. SDN 19 berada di
perkotaan sehingga kelihatan sedikit megah dan sangat bersih. Menurut penulis
keadaan lingkungan sekolahnya sesuai dengan standar sarana dan prasarana yang
telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan, namun kondisi lain sedikit
berbeda dengan SDN 17 Limboto menurut penulis agak kurang nyaman karena
posisi sekeloah pinggiran kota dan juga berada dekat dengan danau Limboto
sehingga kelihatan sedikit “kumuh”.
Lingkungan sekolah menjadi salah satu patokan bagi orang dalam berpikir
tentang sekolah itu sendiri tanpa terkecuali penulis yang langsung melihat kondisi
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah bisa saja menjadi penentu keberhasilan
pembelajaran IPA. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Kaur pada wilayahnya
yang terpencil ada sekolah dengan sarana seadanya tapi tidak menjadi alasan bagi
gurunya untuk memberi pendidikan yang sesuai bagi kebutuhan siswa-siswanya
Malik (2013).
Penunjang Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA memerlukan beberapa penunjang diataranya media, Lab
IPA, sarana penjung menjadi bagian dari pembelajaran yang akan dilakukan oleh
Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

sang Guru. Sekolah dasar membutuhkan media saat pembelajaran karena cara
berpikir mereka yang sifat masih kongkrit sehingga perlu keberadaan media dalam
pembelajaran. Pada usia SD akan terjadi verbalisme kalau saja guru tidak
menggunakan media yang sesuai. Guru yang menggunakan media tidak sesuai saja
mungkin masih terjadi verbalisme diantara siswa. Bagaimana dengan guru yang
tidak menggunakan media dalam pembelajaran. Penulis menemukan bahwa guru
SDN 17 maupun 19 tidak menggunakan media ketika mengajar. Mereka mengatakan
ketika mengajar hanya mengandalkan buku paket IPA yang sudah ada.
Pembelajaran IPA juga memerlukan sarana Lab IPA. Untuk SDN 19 memang
memiliki lab IPA. Tetapi yang jadi masalah adalah guru IPA di SDN ini tidak paham
menggunaan alat Lab. Semantara SDN 17 memang tidak memiliki lab IPA namun
memiliki media dalam pembelajaran IPA berupa SEQIP dan KIT IPA akan tetapi
masalah yang sama dari guru-guru tersebut yakni tidak paham dalam menggunakan
alat-alat IPA.
PENUTUP
Simpulan
Pembelajaran menarik ditunjang berbagai faktor yang salah satu penentunya
yakni guru. Sebagai simpulan dari hasil studi yakni, kondisi guru kita di lapangan
harus mendapat perhatian serius dalam hal peningkatan pengetahuan mereka yang
berhubungan dengan pembelajaran yang ditangani. Falisitas yang juga perlu
diperhatikan agar pembelajaan IPA sesuai harapan, terutama sarana penunjang
pembelajaran IPA berupa Lab. Selain hal tersebut kesimpulan lain dari penelitian ini
yakni; Guru belum mampu mengekspresikan Standar Nasional Pendidikan yang
telah ditetapkan dengan baik; Komptensi yang dimiki oleh guru sebagai bekal ketika
di depan kelas masih sangat minim. Pengetahuan guru terhadap pembelajaran dan
fungsi guru ketika para guru dinobatkan sebagai guru belum dipahami sepenuhnya
pada sebagian Guru. SNP seharusnya menjadi kaidah bagi praktisi dan pelaksana
pendidikan namun diabaikan. SNP tersebut memberikan kesan hanya sebatas
formalitas yang tanpa ada tindak lanjut dari Pemerintah dalam proses implementasi
secara keseluruhan dan berkala.

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

Saran
Bagi Sekolah:
Seyogiayanya memfasilitasi guru untuk mengembangkan kompetensi
pedagogik dengan keikutsertaan mereka terhadap berbagai kegiatan secara
akademik. Agar guru memiliki keterampilan yang terus terasah dengan baik.
Bagi Guru:
Sebagai seorang guru jangan hanya berdiam diri dan melaksanakan tugas
pokoknya mengajar saja. Akan tetapi lakukanlah berbagai hal demi kemajuan
pendidikan kita. Berpartisipasi untuk terus mengembangkan pengetahuan diri tanpa
harus menunggu perintah. Tetapi lakukanlah dengan panggilalan jiwa sehingga
menjadi guru yang selalu dirindukan.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP - Standar Nasional Pendidikan. (online) http://bnsp-indonesia.org.id di akses
Tanggal 28 maret 2016
Djaali. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Gibasa Learning Society. 2012. Membuat Anak Gemar & Pintar IPA. Jakarta
Selatan: Visimedia
J. Musrell & Nasution. 2006. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara
Jones, V & Jones, L. 2012. Manajemen Kelas Komprehensif (edisi ke - 9). Jakarta:
Kencana. Terjemahan oleh Intan Irawati
Malik, H. 2013. Fajar Kebangkitan Pendidikan Daerah Tertinggal; Catatan
Pengalaman Kabupaten Kaur, Bengkulu. Jakarta: LP3ES
Moleong, J. Lexy. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Nasution. 2006. Menjadi Guru Sukses. Bandung: Bumi Aksara
Nasution. 2008. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara
Redaksi Sinar Grafika. 2008. Undang – Undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th.
2005). Jakarta: Sinar Grafika

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang

Singarimbun, M & Effendi, S. 1985. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Lemabaga
Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
Supardi. 2013. Sekolah Efektif : Konsep Dasar dan Praktinya. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Slameto. 2012. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineke Cipta
Talajan, G. 2012. Menumbuhkan Kreativitas & Persetasi Guru. Yogyakarta:
LaksBang PRESSndo.
Wirnawati. 2012. Pemikiran Para Ahli Tentang Pendidikan (Pemikiran John Locke,
John Dewey dan Ki Hajar Dewantara), Makalah. Surabaya : Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya.

Artikel Persiapan Forum FIPJIP September 2017 di Universitas Negeri Semarang