YURUDIKSI NEGARA DI MASA KINI

YURUDIKSI NEGARA DI MASA KINI

Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik
darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masingmasing. Batas-batas wilayah suatu negara telah diatur berdasarkan atas suatu perjanjian yang
dilakukan oleh dua atau lebih negara yang wilayahnya berdekatan. Negara mempunyai
yurisdiksi, hak atau wewenang untuk menetapkan hukum dalam wilayah kedaulatannya.
Masalah yurisdiksi negara timbul karena dalam masyarakat internasional masing-masing
negara merupakan anggota yang berdaulat, disamping itu hubungan-hubungan kehidupan
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat internasional terjadi melampaui batas-batas suatu
negara.
Secara sederhana, yuridiksi negara dapat diartikan sebagai kewenangan negara
menurut hukum internasional untuk mengatur orang dan benda dengan hukum nasionalnya.
Sesuai dengan macam-macam negara yang ada, Indonesia merupakan suatu negara
kepulauan, karena terdiri dari sekelompok pulau yang merupakan satu kesatuan termasuk
perairan yang berada di dalamnya yang merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, historis
dan politik yang intrinsik. Wilayah laut negara kepulauan ialah wilayah laut yang terletak
didalam garis pangkal yang mengelilingi negara kepulauan. Wilayah laut itu masuk ke dalam
wilayah laut negara kepulauan tanpa memperhitungkan kedalaman wilayah itu ataupun
jaraknya dari pantai. Di wilayah laut ini negara kepulauan berdaulat, namun kedaulatannya
itu dibatasi oleh hukum internasional.
Setiap individu memiliki nasionalitas yang sering merupakan satu –satunya

penghubung antara satu individu dan satu negara. Nasionalitas seseorang merupakan suatu
keadaan yang terus–menerus dan bukan merupakan suatu fakta fisik yang terjadi pada suatu
peristiwa tertentu saja. Nasionalitas yang dimiliki oleh setiap individu juga diakui dalam
hukum internasional.
Setiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk
menunjukkan kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional. Diakui
secara universal baik setiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur tindakan-tindakan
dalam teritorinya sendiri dan tindakan lainnya yang dapat merugikan kepentingan yang harus
dilindunginya.

Adakalanya yurisdiksi itu harus tunduk kepada pembatasan tertentu yang ditetapkan
oleh hukum internasional. Dalam hal ini yang dimaksud adalah “hak-hak istimewa
ekstrateritorial”, yakni suatu istilah yang dipakai untuk melukiskan suatu keadaan dimana
status seseorang atau benda yang secara fisik terdapat di dalam suatu wilayah negara, tetapi
seluruhnya atau sebagian dikeluarkan dari yurisdiksi negara tersebut oleh ketentuan hukum
internasional. Hal ini berkaitan dengan jurisdiction to enforce yang dimaknai sebagai adapun
kewenangan untuk menegakkan atau menerapkan ketentuan hukum nasionalnya terhadap
peristiwa, kekayaan dan perbuatan.
Berkaitan dengan jurisdiction to enforce, negara tidak dapat secara otomatis
memaksakan ketentuan hukum yang telah dirumuskannya di luar wilayah negaranya. Hal ini

dikarenakan oleh adanya prinsip Par in parem non habet imperium yang melarang suatu
negara yang berdaulat melakukan tindakan kedaulatan di dalam wilayah negara lain.
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa bila negara memiliki kekuasaan
penuh di bawah hukum internasional to prescribe jurisdiction, namun pelaksanaan
prescriptive jurisdiction tersebut terbatas hanya di wilayah teritorialnya saja. Penggunaan
kekuatan polisi, eksekusi putusan pengadilan nasional, tidak dapat dilakukan di wilayah
negara lain, kecuali diperjanjikan secara khusus oleh pihak-pihak terkait. Contoh yang jarang
terjadi adalah perjanjian antara Brintania Raya dengan Belanda 1999 yang mengizinkan
persidangan kasus Lockerbie diselenggarakan oleh Pengadilan Skotlandia, menggunakan
hukum Skotlandia di wilayah Belanda.
Mengingt kasus tersebut, yuridiksi negara dalam suatu hukum nternasional megalami
suatu klasifikasi. Berdasarkan objeknya, yurisdiksi negara dibedakan menjadi yurisdiksi
personal, yurisdiksi kebendaan, yurisdiksi kriminal, yurisdiksi perdata, dan yurisdiksi
eksklusif. Adapun berkaitan dengan ruang atau tempat objek atau masalah yang bukan
semata-mata masalah domestik maka yurisdiksi negara dapat dibedakan menjai yurisdiksi
territorial, quasi teritorial, ekstrateritorial, universal dan eksklusif.
Adapun di era modern ini beberapa prinsip yuridiksi negara yang ada antara lain,
sebagai berikut :

1. Prinsip Yuridiksi Teritorial

Menurut prinsip ini setiap negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatankejahatan yang dilakukan di dalam wilayah atau teritorialnya. Pengadilan Negara di
mana suatu kejahatan dilakukan memiliki yurisdiksi terkuat dengan pertimbangan :
a. Negara dimana kejahatan dilakukan adalah negara yang ketertiban
sosialnya paling terganggu;
b. Biasanya pelaku ditemukan negara dimana kejahatan dilakukan;
c. Akan lebih mudah menemukan saksi dan bukti-bukti sehingga proses
persidangan dapat lebih efisien dan efektif;
Meskipun penting, kuat dan popular, penerapan yurisdiksi teritorial tidaklah
absolut. Ada beberapa pengecualian yang diatur dalam hukum internasional dimana
negara tidak dapat menerapkan yurisdiksi teritorialnya, meskipun suatu peristiwa
terjadi di wilayahnya, beberapa perkecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Terhadap pejabat diplomatik negara asing.
Terhadap negara dan kepala negara asing.
Terhadap kapal publik negara asing.

Terhadap organisasi internasional.
Terhadap pangkalan militer negara asing.

2. Prinsip Teritorial Subjektif
Berdasarkan prinsip ini, negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang
melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayahnya, tetapi diakhiri atau menimbulkan
kerugian di negara lain.
3. Prinsip Teritorial Objektif
Berdasarkan prinsip ini sutau negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang
yang melakukan kejahatan yang menibulkan kerugian di wilayahnya meskipun
perbuatan itu dimulai dari negara lain.

4. Prinsip Nasional Aktif

Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap warga yang
melakukan kejahatan di luar negeri. Dalam praktik sering terjadi klaim yang tumpang
tindih dari beberapa negara karena pelaku kejahatan memiliki kewarganegaraan
ganda. Karenanya sangat penting bagi suatu negara untuk membuat aturan tegas siapa
yang berhak mendapatkan kewarganegaraan di negaranya.
5. Prinsip Nasional Pasif

Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang
menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri.
6. Prinsip Universal
Berdasarkan prinsip ini setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili
pelaku kejahatan internasional yang dilakukan dimanapun tanpa memperhatikan
kebangsaan pelaku maupun korban. Alasan munculnya prinsip ini adalah bahwa
pelaku dianggap orang yang sangat kejam, musuh seluruh umat manusia, jangan
sampai ada tempat untuk pelaku meloloskan diri dari hukuman, sehingga tuntutan
yang dilakukan oleh suatu negara terhadap pelaku adalah atas nama seluruh
masyarakat internasional.
Berdasarkan karakteristik sebagaimana dipaparkan di atas dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya yurisdiksi yang berpotensi untuk mengisi kekosongan hukum
dalam pelaksanaan yurisdiksi terhadap tindak-tindak pidana internasional. Hakikat
yurisdiksi universal berbeda dengan yurisdiksi yang lain karena tidak memerlukan
titik pertautan antara negara yang melaksanakan yurisdiksinya dengan pelaku, korban,
dan tindak pidana itu sendiri. Kekosongan hukum dapat diatasi dengan diberikannya
wewenang oleh hukum internasional kepada setiap negara untuk melaksanakan
yurisdiksi universal.
Pada prinsipnya negara memiliki kekuasaan mengatur hubungan hukum yang
dilakukan oleh orang yang berada di wilayahnya. Sekalipun orang asing tunduk

kepada yurisdiksi wilayah tuan rumah, ia masih tetap berada di bawah yuridiksi
personal negaranya. Hal ini menjelaskan bahwa yurisdiksi negara dalam menerapkan
kekuasaan hukumnya ada batas-batasnya yang perlu diperhatikan. Semula untuk
menimbulkan pertanggungjawaban negara perlu adanya kerugian yang diderita,

namun seiring perjalanan zaman, tidak perlu adana kerugian yang benar-benar
diderita.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa yuridiksi negara pada masa kini
mengandung makna bahwa bila negara memiliki kekuasaan penuh di bawah hukum
internasional to prescribe jurisdiction, namun pelaksanaan prescriptive jurisdiction
tersebut terbatas hanya di wilayah teritorialnya saja. Penggunaan kekuatan polisi,
eksekusi putusan pengadilan nasional, tidak dapat dilakukan di wilayah negara lain,
kecuali diperjanjikan secara khusus oleh pihak-pihak terkait.
Selama ini kita hanya terpaku oleh kerugian yang harus di pertanggung
jawabkan yaitu kerugian yang semata-mata hanya dinilai dari segi materi namun
kadang kerugian tidak hanya dalam bentuk materi saja. Ada juga kerugian immaterial,
seperti kerugian yang menyangkut kehormatan atau prestige negara. Yang paling
lazim negara yang dirugikan akan berusaha memperoleh penulasan atau kepuasan hati
(satisfaction) melalui perundingan diplomatik dan apabila hanya menyangkut
kehormatan, pada umumnya akan cukup dengan suatu pernyataan maaf resmi dari

negara yang bertanggung jawab atu suatu jaminan bahwa persoalan yang diprotes
tidak akan terulang lagi.