Bauran Pemasaran Pariwisata Indonesia pdf

Jurnal Administrasi Bisnis

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

DAFTAR ISI

173-196 Krisis Subprime Mortgage dan Pengaruhnya Terhadap Bursa Efek Indonesia

Candra Wijayangka

197-220 Kualitas Pelayanan Asrama Universitas X Terhadap Kepuasan Mahasiswa Baru Administrasi Bisnis Angkatan 2012

Putu Nina Madiawati Mahendra Fakhri

221-240 Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizasional Citizenship Behavior Serta Dampaknya Terhadap Service Quality Pts The Infl uence Of Job Satisfaction And Organizasional Commitment On Organizasional Citizenship Behavior And Its Impact On Service Quality Of Private Colleges

Sulistijono

241-258 Pengukuran Kualitas Layanan Elektronik ( E-Service Quality) Perbankan dari Perspektif Konsumen di Semarang Measuring E-Service Quality Of Indonesian Banks From Costumer’s Perspective

Wikan Isthika, S.E., M.Ec Ririh Dian Pratiwi, S.E., M.Si Dr. Yohan Wismantoro

259-272 Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Tourism Decision (Studi Pada Wisatawan

Mancanegara di Wilayah Bandung Utara Tahun 2014) Irfan Prarendra Bahar Nugraha Achmad

273-284 Bauran Pemasaran Pariwisata Indonesia

Mahir Pradana

285-314 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Sebagai Alternatife Perbankan Untuk Pembiayaan Usaha Kecil Dan Menengah Di Kabupaten Bandung

Thomas Busthomi Latifah Adnani

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 i

DARI REDAKSI

Pembaca yang budiman, Jurnal Administrasi Bisnis pada edisi ini menyajikan hasil kajian baik secara empirik maupun

teoritik mengenai aspek fungsional dari bisnis dari sisi keuangan, sumber daya manusia maupun pemasaran. Sebagai pembuka adalah tulisan dari Candra Wijayangka, yang membahas mengenai dampak krisis Subrime Mortgage pada Bursa Efek Indonesia, dimana secara empirik menunjukkan bahwa telah terjadi penularan suatu krisis keuangan dari satu negara atau kawasan (Subprime Mortgage di Amerika Serikat) ke negara lain atau kawasan lain (Contagion Effect). Hal ini dibuktikan dengan menggunakan peristiwa terjadinya krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat yang berdampak pada peningkatan volatilitas seluruh Indeks Saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia, terutama sektor-sektor non keuangan. Berikutnya, Putu Nina Madiawati dan Mahendra Fakhri yang menulis berdasarkan penelitiannya mengenai dampak kualitas pelayanan asrama terhadap kepuasan mahasiswa. Hasil kajian empirik menunjukkan bahwa mahasiswa merasa kurang puas dengan apa yang mereka dapatkan selama ini dari program asrama yang diselenggarakan oleh Universitas X. Harapan mahasiswa terhadap kualitas pelayanan program asrama tersebut adalah pelayanan yang diharapkan benar–benar bisa memberikan kontribusi yang sesuai dengan apa yang ditawarkan lembaga kepada mahasiswa. Disusul oleh tulisan dari Sulistijono yang mengkaji mengenai Pengaruh Kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) serta dampaknya terhadap service quality Perguruan Tinggi Swasta. Penelitian yang menggunakan responden dosen PTS ini menunjukkan bahwa secara simultan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi berpengaruh signifi kan terhadap OCB. Hasil penelitian juga menunjukkan OCB berpengaruh signifi kan terhadap Kualitas Pelayanan. Kemudian, tulisan Wikan Isthika, Ririh Dian Pratiwi dan Yohan Wismantoro yang melakukan kajian empirik untuk mengukur kualitas layanan elektronik perbankan ditinjau dari perspektif konsumen, dengan ukuran reliability, responsiveness, easy to use, personalization, security, dan design. Dengan menggunakan responden para akademisi di Semarang yang menggunakan layanan elektronik (e-service) perbankan seperti penggunaan ATM untuk transfer,belanja tunai melalui merchant EDC, mobile banking dan internet banking ditemukan bahwa dari keenam variabel yang digunakan hanya variabel responsiveness dan security yang secara signifi kan berpengaruh terhadap persepsi akademisi. Selanjutnya, tulisan dari Irfan Prarendra dan Bahar Nugraha Achmad yang mengkaji secara empirik tentang pengaruh word of mouth terhadap tourism decision dengan menggunakan wisatawan mancanegara di Kopta Bandung sebagai responden penelitian. Hasil menunjukkan bahwa Word Of Mouth berpengaruh terhadap Tourism Decision Wisatawan Mancanegara di Kota Bandung khususnya di wilayah Bandung Utara. dengan koefi sien determinasi sebesar 65,5%, sedangkan sisanya sebesar 34,5% dipengaruhi oleh variabel atau faktor-faktor di luar variabel penelitian. Sementara, tulisan Mahir Pradana menyajikan tinjauan atas beberapa literatur administrasi bisnis dan manajemen, di mana teori-teori bauran pemasaran dapat dipergunakan untuk pengembangan pariwisata di Indonesia. Dan ditutup oleh tulisan dari Thomas Busthomi dan Latifah Adnani yang melakukan kajian teoritik mengenai peluang Bank Pembiayaan Rakyat ( BPR ) Syariah sebagai alternatif Perbankan untuk Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Bandung.

ii Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

KRISIS SUBPRIME MORTGAGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP BURSA EFEK INDONESIA

Candra Wijayangka

Universitas Telkom, Indonesia [email protected]

ABSTRAK

Peristiwa menularnya suatu krisis keuangan dari satu negara atau kawasan ke negara atau kawasan lainnya dikenal dengan istilah Contagion Effect. Objek penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan dan Indeks Saham Sektoral yang ada di Bursa Efek Indonesia. Penelitian mengenai terjadi atau tidaknya rambatan krisis dilakukan dengan menggunakan Granger Causality Test dan Impulse Response Function. Sedangkan analisis volatilitas dilakukan dengan pendekatan Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi contagion effect dari DJI ke JCI dan Indeks Saham Sektoral. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan kausalitas satu arah atau undirectional. Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh respon seluruh Indeks Saham Sektoral di BEI yang mencapai respon maksimumnya dalam 2 (dua) hari. Dari hasil pengujian dan analisis, diketahui telah terjadi peningkatan volatilitas seluruh Indeks Saham Sektoral di BEI, terutama sektor-sektor non keuangan.

Kata Kunci : Granger, GARCH, IRF, Krisis Subprime Mortgage

PENDAHULUAN

Fenomena jatuhnya perekonomian Amerika Serikat pada pertengahan 2008 akibat subrime mortgage mengakibatkan membengkaknya kasus kredit macet perumahan. Hal tersebut membawa dampak secara global. Ambruknya pasar fi nancial di beberapa negara kuat mem bawa dampak negatif bagi negara lain, salah satunya Indonesia. Hal ini bisa dilihat dengan jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meluncur di luar kewajaran, yaitu mencapai angka 1.520,4 pada pertengahan Oktober 2008. Terpangkas hampir separuhnya dari level 2.731,5 pada awal tahun 2008.

Hal ini mengakibatkan pemerintah mengambil tindakan cepat melalui otoritas BEI dan BAPEPAM dengan melaku kan suspend atau penghentian perdagangan sementara dengan tujuan melindungi investor hingga pada kondisi normal. Akan tetapi hal ini tidak banyak membantu karena banyaknya faktor yang mempengaruhi pergerakan indeks pada kondisi yang diyakini beberapa pihak akan mengulang krisis ekonomi tahun 1997.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 173

Gambar 1: Perbandingan Return DJI Terhadap JCI (IHSG)

Semakin terbukanya pasar modal di se luruh dunia membuat tingkat keterkait an pasar saham domestik terhadap pasar saham global menjadi semakin tinggi. Investor dengan mudah mengalirkan dananya ke luar masuk suatu negara. Hasil penelitian Allen and Dale (1998) menunjuk kan bahwa krisis di suatu Negara dimungkinkan untuk menular (contagious) secara global, akibatnya setiap Negara memiliki risiko terkena dampak suatu krisis.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis fenomena contagion effect pada kondisi krisis dan keterkait an antar pasar saham (Forbes dan Rigobon,2001: Bekaert, Harvey dan Ng,2005: Phylaktis dan Xia,2009 ). Hasil penelitian Forbes dan Rigobon (2001) menunjukkan bahwa fenomena contagion effect didasarkan pada dua teori yaitu crisis-contingent theories dan non-crisis-contingent theories. Crisis contingent theories menerangkan bahwa terjadi peningkatan keterkaitan atau linkage sebelum dan selama krisis sebagai akibat adanya perubahan mekanisme transmisi yang mencakup multiple equilibria, endogenus liquidity dan political economy. Sebaliknya non-crisis-contingent theories menyatakan bahwa krisis dapat menjalar tanpa menimbulkan fenomena perubahan koefi sien korelasi (perubahan koefi sien korelasi sebelum dan selama krisis tidak signifi kan) atau shift-contagion, namun lebih disebabkan kelanjutan dari keterkaitan atau linkage yang sudah ada sejak sebelum krisis terjadi dan timbul karena faktor fundamental ekonomi.

Bakaert, Harvey dan Ng (2005) dalam menjelaskan fenomena contagion effect bersandar pada perspektif equity market contagion dan mengembangkan asset pricing model dua faktor, yaitu global dan regional, yang didasarkan pada perhitungan beta yang berubah menurut waktu (time-varying betas) untuk mengakomodasi berbagai tingkatan integrasi pasar saham.

174 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Phylaktis dan Xia (2009) menyatakan bahwa fenomena contagion effect bersandar pada konsep equity market contagion dan equity market integration. Ide dasar equity market contagion adalah menilai apakah terjadi perubahan koefi sien korelasi antara kondisi normal dan kondisi krisis pada dua pasar saham yang berbeda. Sedangkan ide dasar dari equity market integration adalah adanya integrasi pasar saham secara global atau regional.

Apakah krisis subprime mortgage di Amerika juga membawa berpengaruh ter- hadap tingkat volatilitas harga saham? Pe nelitian yang dilakukan oleh Shamiri (2010) memberikan kesimpulan bahwa sebelum dan sesudah krisis, sensitivitas volatilitas harga saham di Asia Pasifi k mengalami peningkatan terhadap pergerakan volatilitas harga saham di Jepang dan Amerika Serikat. Sementara itu, penelitan yang dilakukan oleh Corsetti,Pericoli dan Sbracia (2010) dan Chong (2011) berhasil membuktikan bahwa telah terjadi peningkatan volatilitas harga saham selama periode krisis 2008- 2009.

Fenomena contagion effect dan perilaku perubahan volatilitas yang terjadi pada pasar saham secara umum ternyata juga berlaku pada indeks saham secara sektoral. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Alfranseder (2009) yang menyatakan bahwa selama krisis keuangan Amerika tahun 2008, dampak terbesar krisis dirasakan oleh sektor keuangan, baik di Amerika Serikat maupun di Eropa. Namun, terhadap sektor-sektor lainnya, hal tersebut berdampak secara berbeda dan asimetris.

Namun hal berbeda diungkapkan oleh Cheong Pui Sin, Chong Kai Xuan, Chong Sze Huui, Paw Ying Ni, Tan Hui Zhen (2011) yang menyatakan bahwa pasca krisis tahun 1997, Pasar Saham Malaysia secara kuat dipengaruhi oleh Korea Selatan. Sedang kan Amerika, Jepang, dan Canada hanya memberikan pengaruh yang kecil. Bagaimana dengan di Indonesia?

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah terdapat fenomena contagion effect pada indeks Saham Sektoral di BEI yang disebabakan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat tahun 2008.

2. Apakah terjadi peningkatan volatilitas indeks Saham Sektoral di BEI yang disebabkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat tahun 2008.

3. Apakah terdapat peningkatan volatilitas Indeks Saham Sekor non Keuangan yang lebih besar dibandingkan dengan Sektor Keuangan yang disebabkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika 2008.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 175

TUJUAN

1. Menganalisis apakah terjadi fenomena contagion effect selama krisis subprime mortgage di Amerika tahun 2008 pada Indeks Saham Sektoral di BEI.

2. Menganalisis apakah terjadi perubahan volatilitas Indeks Saham Sektoral di BEI selama krisis subprime mortgage Amerika tahun 2008.

3. Menganalisis apakah terdapat pening katan volatilitas Indeks Saham Sekor non Keuangan yang lebih besar di banding kan dengan Sektor Keuangan yang disebabkan oleh krisis subprime mortgage Amerika 2008.

TINJAUAN PUSTAKA Krisis Subprime Mortgage di Amerika

Krisis keuangan Amerika 2008 bermula dari kondisi sistem keuangan di Amerika Serikat (AS) yang berisiko tinggi, yaitu praktik pengucuran kredit perumahan oleh lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat kepada pembeli rumah yang masuk kategori berisiko default tinggi (kategori subprime). Praktik ini pada dasarnya melangar prosedur baku verifi kasi status pendapatan dan aset calon pembeli rumah dengan fasilitas kredit perumahan. Kondisi ini terjadi guna mengejar target program kepemilikan rumah oleh pemerintah Amerika Serikat, sehingga memunculkan debitur yang tidak memenuhi syarat utama pemberian kredit.

Pendanaan pemberian kredit perumahan tersebut dilakukan bank atau lembaga keuangan dengan menerbitkan produk derivative dengan underlaying asset KPR dalam bentuk Mortgage Backed Securities (MBS) dan Collateralized Debt Obligation (CDO). Selajutnya langkah sekuritisasi dalam bentuk produk derivative tersebut dijual ke investor dan lembaga investasi dengan syarat-syarat yang menggiurkan, yaitu dengan memberikan tingkat pengembalian dan rating yang tinggi. Bagi investor yang kurang memperhatikan risiko terkait pembelian MBS dan CDO, mereka mengantisipasi risko default dengan asuransi atas risiko kerugian terkait pemilikan sekuritas tersebut (Credit Default Swaps atau CDS). Sehingga risiko kerugian yang besar telah berpindah dan membayangi perusahaan jasa asuransi terkait.

Kondisi sistem pendanaan kredit perumahan yang berisiko tinggi tersebut mulai menjadi awal bencana manakala pada tahun 2006, akibat tekanan infl asi,

Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga sehingga menimbulkan konsekuensi meningkatnya biaya atas kredit perumahan yang ditanggung pembeli rumah dengan fasilitas kredit perumahan. Dampak langsung yang muncul terlihat pada tingginya

176 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 176 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Gagal bayar di sektor subprime me nyebab kan nilai asset MBS dan CDO jatuh dan mendorong bank investasi terbesar di Amerika Serikat mengalami kerugian besar selama September 2008. Lehman Brothers menyatakan bangkrut, sementara Bear Sterns dan Merril Lynch diambil alih kepemilikannya oleh bank lain. Kolapsnya 3 dari 5 bank investasi terbesar di AS menambah ketidakstabilan di pasar keuangan global. Dua bank investasi lainnya yaitu Morgan Stanley dan Goldman Sachs memilih beralih menjadi bank komersil. Penurunan nilai aset MBS mendorong investor pemegang CDS mengalami ke- rugian cukup besar. Perusahaan asuransi seperti American International Group (AIG), MBIA dan Ambac menghadapi potensi ke rugian yang cukup besar dari kepemilikan CDS saat mulai terjadi default pada KPR di Amerika Serikat. Bahkan AIG memerlukan bantu an dari pemerintah karena memiliki eksposur yang besar senilai 440 miliar dolar AS.

Masalah kredit rumah macet tersebut merembet ke sektor pasar uang terkait MBS dan CDO yang berlanjut dengan efek domino terhadap investor global baik di pasar uang maupun di pasar modal. Maka dimulailah krisis keuangan global tahun 2008 yang berawal dari sistem perbankan dan lembaga keuangan Amerika Serikat dan selanjutnya menjalar ke negara-negara lain yang memiliki eksposure atas kredit perumahan Amerika Serikat melalui kepemilikan MBS dan CDO.

Contagion Effect

Bank Dunia mendefi nisikan Contagion dengan 3 pengertian (Yang,2004), yaitu: Pertama, dalam arti luas contagion adalah kejutan atau shock yang ditransmisikan

melewati lintas batas negara, atau terjadinya hubungan saling mempengaruhi antar beberapa negara. Contagion dapat terjadi dalam kondisi normal maupun krisis. Kedua, contagion diartikan sebagai transmisi dari dari suatu kejutan yang melintasi batas suatu negara atau secara umum terjadi suatu korelasi yang signifi kan anatar negara yang terjadi di luar saluran fundamental. Pengertian ini mengacu pada konsep excess co- movement (bergerak bersama-sama) dan umumnya dijelaskan dengan konsep herding behavior. Herding behavior adalah perilaku atau tindakan yang sama yang dilakukan oleh setiap individu dalam suatu kelompok tanpa ada pengaturan sebelumnya (Wikipedia, Herding Behavior. Internet, Februari 2013). Ketiga, Contagion adalah fenomena yang terjadi ketika korelasi antar negara meningkat selama periode krisis, relatif terhadap korelasi selama periode normal.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 177

Dornbusch, Parkand Claessens (2000) mendefi nisikan Contagion sebagai pening- katan hubungan yang signifi kan antar beberapa pasar keuangan setelah terjadinya kejutan yang ditransmisikan pada beberapa negara atau kelompok negara.

Sementara Rigobon (1999) mendefi nisi kan Contagion dengan tiga klasifi kasi. Pertama, contagion diinterpretasikan de ngan krisis di suatu negara yang ke mudi an

krisis tersebut mengakibatkan serangan spekulasi pada negara lainya. Kedua, negara yang mengalami krisis akan mengalami peningkatan volatilitas return, sehingga contagion dapat diartikan sebagai transmisi volatilitas antar suatu negara dengan negara lainnya. Ketiga, contagion dapat didefi nisikan sebagai perubahan kejutan yang disebarkan atau menular di antara berbagai negara.

Contagion dapat terjadi dengan ber bagai sebab yang secara konseptual dapat dibeda kan menjadi 2 (dua) kategori (Karolyi, 2003). Pertama, lebih disebabkan oleh co-movement harga aset-aset keuangan yang timbul karena adanya interdependensi antar pasar ekonomi, baik dari hubungan riil maupun hubungan keuangan. Kategori ini disebut sebagai “fundamental based contagion”. Ter dapat beberapa tipe faktor fundamental yang mengendalikan terjadinya co-movement, yaitu:

1. Common global factor atau faktor global yang bersifat umum, seperti pergeseran ekonomi utama pada negara-negara industri atau perubahan mendadak dan signifi kan pada harga komoditas.

2. Local economic shock atau perubahan ekonomi tiba-tiba dan signifi kan di dalam

suatu negara yang ditransmisikan melewati batas-batas negara karena hubungan perdagangan.

3. Hubungan fi nansial terkait dengan perdaganagan dan investasi, seperti foreign direct

investment atau FDI dan aliran modal lainnya. Jika negara bersangkutan terintegrasi dengan pasar keuangan global, maka pasar

keuangan tersebut akan menjadi alat yang membuat harga-harga aset bergerak secara bersamaan. Kategori kedua, contagion yang terkait dengan kondisi krisis sehingga tidak memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan perubahan makro ekonomi atau timbul disebabkan oleh perilaku dari para investor atau agen-agen keungan lain.

Dalam tulisan ini, contagion diartikan sebagai “fenomena yang terjadi yang disebabkan oleh fundamental based contagion dan perilaku dari para investor atau agen-agen keuangan lain yang terkait dengan kondisi krisis,” Karolyi (2003).

178 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Pengujian Contagion Effect :

1. Granger Causality Test

Granger Causality Test mengasumsikan bahwa informasi yang sesuai untuk memprediksi suatu variabel sesungguhnya terdapat di dalam data runtun waktu (time series data) dari variabel tertentu. Namun, mengingat bahwa masa depan tidak dapat memprediksi masa lalu, maka jka variabel X (Granger) adalah penyebab variabel Y maka perubahan variabel X akan mendahului perubahan pada variabel Y. Dengan demikian, regresi pada variabel Y terhadap variabel-variabel lainnya (termasuk terhadap nilai-nilai terdahulunya), jika disertakan nilai terdahulu variabel X (past or lagged value) akan meningkatkan prediksi atas variabel Y secara signifi kan. Jika hal tersebut terjadi, maka dapat dikatakan bahwa X (Granger) penyebab Y. Pengertian yang sama berlaku sebaliknya.

Jika diasumsikan variabel X adalah penyebab variabel Y maka ditulis dengan

X Y. Kondisi tersebut diformulasikan dengan persamaan regresi berikut:

tidak berkorelasi, maka persamaan kausalitas di atas disebut dengan kausalitas bilateral (bilateral causality ), mengingat persamaan di atas hanya memiliki dua variabel, yaitu X dan Y . Persamaan 2.1 mempostulasikan bahwa perilaku variabel X berhubungan dengan perilaku nilai-nilai terdahulunya dan perilaku variabel Y. Demikian halnya dengan persamaan 2.2 untuk variabel Y, bahwa perilaku variabel Y berhubungan dengan perilaku nilai-nilai terdahulunya dan perilaku variabel X.

Jika diasumsikan variabel kesalahan (disturbances)

dan

Kausalitas dapat dibedakan 4 (empat) jenis, yaitu:

1. Undirectional causality, yaitu dari Y ke X. Kausalitas jenis ini mengindikasikan bahwa nilai koefi sien lagged Y pada persamaan 2.1 tidak sama dengan nol (Σα i ≠ 0) dan nilai koefi sien lagged X pada persamaan 2.2 sama dengan nol (Σ j = 0).

2. Undirectional causality, yaitu dari X ke Y. Kausalitas jenis ini mengindikasikan bahwa nilai koefi sien lagged Y pada persamaan 2.1 sama dengan nol (Σα i = 0) dan

nilai koefi sien lagged X pada persamaan 2.2 tidak sama dengan nol (Σ j ≠ 0).

3. Feedback atau bilateral causality. Pada kondisi ini nilai Y dan X tidak sama dengan

nol ( Σα i ≠0;Σ j ≠ 0).

4. Independence. Pada kondisi ini nilai koefi sien Y dan X tidak signifi kan.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 179

2. Impulse Response Function

Impulse response atau Impulse Response Function (IRF), pada suatu sistem dinamis adalah output atau keluaran yang dihasil kan suatu sistem apabila diberi sinyal input sesaat (impulse). Secara umum, impulse response mengacu pada reaksi dari suatu sistem dinamis terhadap perubahan eksternal (exogenous). Dalam kedua kasus tersebut, impulse response menggambarkan reaksi dari sistem sebagai fungsi waktu (atau mungkin saja sebagai fungsi dari variabel independen lain yang merupakan parameter dari perilaku dinamis sistem).

Jika dimisalkan, suatu sistem yang variabelnya terdiri dari tingkat infl asi (infl astion rate) dan suku bunga (interest rate), maka efek peningkatan tingkat infl asi bisa jadi karena perubahan suku bunga. Dalam dunia nyata, peningkatan tersebut dapat disebabkan oleh faktor luar sistem (exogenous) seperti kejadian peningkatan harga minyak bumi.

Diasumsikan suatu sistem dengan 3 (tiga) variabel yaitu investasi (y 1,t ), pendapatan (y 2,t ) dan konsumsi (y 3,t ) sebagai berikut:

Selanjutnya akan dilihat efek dari perubahan variabel exogenous atau innovation atau shock variabel investasi. Untuk mengisolasi efek variabel inves tasi tersebut, diasumsikan bahwa seluruh variabel memiliki nilai rata-rata pada waktu t = 0, yaitu y t = μ, dimana t < 0, dan kenaikan investasi sebesar 1 (satu) unit dalam periode waktu t = 0, adalah

= 1. Selanjutnya akan dianalisis apa yang terjadi terhadap sistem selama periode waktu

t = 1,2,3,….jika tidak ada shock yang terjadi.

Diasumsikan bahwa ketiga variabel tersebut memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar nol dan variabel c = 0, sehingga:

Jika dari persamaan (2.13) diperoleh:

180 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Jika terjadi shock pada variabel y 1,t pada t = 0, maka diperoleh matriks sebagai berikut:

Sehingga dapat ditentukan bahwa y t = (y 1,i ;y 1,i ;y 1,i ) hanyalah kolom pertama dari matriks i

i = 1 .u i

dimana u ’

i = (0,0,…,1,0,…,0) Elemen dari

1 merepresentasikan efek dari shock dalam variabel dari sitem setelah periode ke-I, yang disebut dengan impulse responses or dynamic multipliers.

Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH)

Data runtun seperti harga saham, nilai tukar ataupun tingkat infl asi sering memperlihatkan fenomena “volatility clustering”, yaitu suatu periode dimana harga

sangat berfl uktuasi (wide swings atau high volatility) namun kemudian diikuti oleh periode dimana harga relatif lebih lebih tenang (low volatility). Sebagaimana

disampaikan oleh Philip Franses bahwa: Engle pada tahun 1982 memberikan kontribusi metode estimasi data ekonomi

rentang waktu dengan memperkenalkan model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroskedasticity). Di pasar keuangan, volatilitas atau fl uktuasi instrumen keuangan

terjadi dari waktu ke waktu karena nilai saham atau instrumen keuangan bergantung pada perubahan risiko. Fluktuasi yang berbeda dapat terjadi dalam data runtun, ada periode dengan fl uktuasi tajam dan ada periode ketika fl uktuasi relatif kecil. Sebelumnya, para pakar ekonometri mengasumsikan bahwa volatilitas bersifat tetap (konstan) dalam suatu rentang waktu karena belum tersedia metode untuk mengukur perubahan volatilitas. Engle kemudian berhasil memberikan metode yang memberikan ketepatan yang lebih tinggi untuk pengukuran economic time series.

Pada tahun 1986 Bollerslev mengembangkan ARCH menjadi GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity). Bila didefi nisikan

secara parsial Autoregressive mempunyai arti adanya mekanisme ketergantungan

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 181 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 181

Dua unsur penting dalam pemodelan ARCH/GARCH dalam data keuangan yaitu full tail (excess kurtosis) dan volatility clustering. Fat tail ditandai dengan distribusi probabilitas dari return yang menunjukkan adanya frekuensi kejadian yang terletak jauh di luar mean (tail lebih gemuk dibandingkan distribusi normal). Karakteristik fat tail sering juga sering distribusi leptokurtic (dimana puncak dari distribusi return lebih tinggi tinggi dan lebih sempit dibandingkan distribusi normal). Sedangkan volatility clustering merupakan suatu karakteristik dimana terdapat autokorelasi yang signifi kan pada kuadrat residual, dimana perubahan (volatilitas) yang tinggi cenderung diikuti dengan perubahan yang besar. Sedangkan perubahan yang kecil cenderung diikuti oleh perubahan yang kecil pula.

Secara umum model ARCH (n) dirumuskan sebagai fungsi dari kesalahan masa lalu dan konstanta yang dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

h = conditional variance ( 2 σ ) dan

ε = error atau kesalahan Sementara bentuk standar model GARCH (1,1) dari data runtun waktu

diformulasikan sebagai berikut : y t = x t + ε t

Persamaan mean pada (2.11) ditulis sebagai suatu fungsi exogenous variable dengan error. Komponen 2 σ

merupakan forecast dari variance untuk suatu periode ke depan berdasarkan informasi yang lalu, yang disebut conditional variance pada persamaan (2.12) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Intercept α 0

2. Volatility dari periode sebelumnya 2 t-1 (ARCH)

3. Forecast variance dari periode sebelum nya 2 σ t-1 (GARCH)

182 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Pada model GARCH (1,1), angka 1 pertama menunjuk kepada fi rst order GARCH dan angka 1 kedua menunjuk kepada fi rst order ARCH. Dari persamaan di atas, terlihat bahwa model ARCH merupa kan bentuk khusus dari GARCH dimana tidak terdapat lag dari forecast variance dalam persamaan conditional variance. Estimasi parameter GARCH bukanlah proses yang sederhana, melain kan membutuhkan proses maksimasi fungsi likelihood. Perubahan harga yang eksterm akan menimbulkan masalah pada fungsi likelihood maksimum.

Fenomena yang menarik dalam mak simum likelihood adalah “mean reversion”, yaitu nilai dari beberapa aset fi nansial akan bervariasi lebih lama pada suatu nilai

tertentu sehingga suatu nilai nilai aset fi nansial mengalami gejolak, baik naik maupun turun maka secara perlahan nilai ini akan kembali kepada keseimbangan awal. Jika

sebelumnya nilai rata-rata diasumsikan sebesar nol. Kedua parameter GARCH, yaitu α dan β secara bersama-sama (persistence) akan menentukan berapa lama perubahan

harga secara individu akan terjadi sehingga dapat digunakan untuk menentukan peramalan volatilitas di masa yang akan datang. Semakin tinggi nilai α dan β, semakin lama perubahan harga mempengaruhi estimasi volatilitas di masa yang akan datang.

Kelebihan model GARCH dibanding kan EWMA adalah; pertama, tingkat respon GARCH terhadap perubahan yang terjadi pada data runtun waktu lebih tinggi. Bila terjadi peningkatan harga pada data runtun, maka respon peningkatan harga pada model GARCH akan lebih tinggi dan lebih cepat terjadinya dibandingkan dengan model EWMA. Demikian pula jika terjadi penurunan harga. Kelebihan kedua adalah model GARCH memiliki rata- rata (mean) yang lebih tinggi dan periode mean nya lebih panjang dibandingkan dengan model EWMA. Mean reversion pada model GARCH menghasilkan nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dengan periode yang lebih lama dibandingkan model EWMA. Secara formulasi perbandingan model EWMA dengan GARCH terlihat pada persamaan berikut:

Parameter β dalam persamaann GARCH ekivalen dengan decay factor (λ) dalam persamaan EWMA, sementara α dalam persamaan GARCH ekivalen dengan (1-λ) dalam persamaan EWMA. Dengan demikian, model EWMA adalah model khusus dari GARCH

apabila persistensi ( α + β) berjumlah satu dan α 0 = 0. Melalui persamaan persistensi pada EWMA maupun GARCH di atas, maka dapat disimpulkan bahwa EWMA akan

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 183 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 183

METODE

Jenis penelitian ini merupakan suatu penelitian studi komparatif dimana penulis melakukan perbandingan kointegrasi indek bursa saham di Amerika Serikat (Dow Jones) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Saham Sektoral periode Jauari 2003-Desember 2012.

Metode yang digunakan dalam penelitian berupa metode deskriptif –verifi katif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus.

Tabel 1: Operasionalisasi Variabel

Indikator Skala Data indeks

Variabel

Konsep

Harga atau nilai dari sekelompok Jika nilai indeks naik berarti Rasio

runtun waktu. X t saham yang dikumpulkan berdasarkan kelompok saham yang

dan Y t kategori tertentu. Indeks ini diwakilinya secara umum merupakan indikator pergerakan

mengalami peningkatnan harga dari seluruh saham yang

harga, dan sebaliknya jika diwakilinya.

nilai indeks turun berarti kelompok saham yang diwakilinya secara umum mengalami penurunan harga

Jumlah Data n Ukuran yang menunjukkan jumlah Bernilai antara 0 ≤n Rasio dan runtun waktu Lag

Panjang lag optimal memperlihatkan Semakin besar lag, maka Rasio efek kelambanan data runtun waktu.

semakin jauh data terdahulu mempengaruhi data yang akan datang.

Volatilitas σ Besaran yang menunjukkan tingkat Semakin besar volatilitas Rasio penyimpangan data dari rata-rata

semakin besar potensi yang mungkin terjadi. Volatilitas data penyimpangan dari rata-rata mempengaruhi tingkat return dan

dan semakin tinggi tingkat risiko.

risiko.

Variansi σ 2 Ukuran yang menunjukkan seberapa Semakin besar variansi Rasio besar potensi penyebaran data

semakin besar potensi penyebaran data

Koefi sien α dan Merupakan paremeter perhitungan Semakin besar nilai α+β Rasio GARCH yang bersama-sama

semaikn lama perubahan menentukan berapa lama perubahan

harga mempengaruhi estimasi harga akan terjadi.

volatilitas

184 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Metodologi analisis penelitian akan dilakukan pada pengujian apakah ter dapat contagion effect dari krisis subprime mortgage di Amerika, yang diwakili oleh Indeks Dow Jones terhadap Indeks Saham Sektoral yang ada di BEI. Pengujian contagion effect dilakukan tidak hanya dilihat dari hasil pengujian dengan metode Granger Causality Test, tetapi juga dengan metode Impulse Response Function.

Selain itu, juga akan dianalisis seberapa besar tingkat perubahan volatilitas yang terjadi antara periode sebelum krisis dengan sesudah krisis. Pengukuran volatilitas akan dilakukan dengan pendekatan GARCH (dengan asumsi terdapat clustering selama krisis).

Pengujian dan analisis dilakukan atas dasar data return runtun waktu, mengingat bahwa krisis keuangan akan mempengaruhi volatilitas return (Rigobon.1999) yang di- perkuat oleh pengujian yang dilakukan oleh Login dan Solnik (2001) yang melakukan pengujian atas dasar distribusi return indeks.

HASIL ANALISIS DATA

1. Pengujian Granger Causality Test

Tabel 2 : Granger Causality Test DJI-JCI

Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/03/13 Time: 20:11 Sample: 8/01/2007 12/31/2009

Lags: 2

Null Hypothesis:

Obs

F-Statistic Prob.

RET_JCI does not Granger Cause RET_DJI

3.37070 0.0350 RET_DJI does not Granger Cause RET_JCI

614

31.3127 1.E-13

(Sumber: Data diolah dengan eViews)

Tabel 3 : Granger Causality Test DJI-Indeks Saham Sektoral

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 185

(Sumber: Data diolah dengan eViews)

Hasil pengujian Kausalitas Granger menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan dan seluruh Indeks Saham Sektoral di BEI memiliki kausalitas yang kuat dengan DJI (tingkat signifi kansi pada α = 1%). Bentuk hubungan kausalitas yang terjadi adalah undirectional dari DJI ke masing-masing sektor industri di BEI. Tidak ada satu sektorpun yang memiliki hubungan kausalitas undirectional dalam arah yang sebaliknya (Indeks Saham Sektoral  DJI), maupun kausalitas bilateral (bilateral causality), maupun bersifat independence.

Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu kejadian di pasar saham Dow Jones, Amerika akan menular (contagious) pada pasar saham di BEI, termasuk Indeks Saham Sektoral di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat fenomena contagion effect atas terjadinya krisis Amerika tahun 2008 pada pasar saham Dow Jones di Amerika terhadap Indeks Saham Sektoral di BEI.

2. Pengujian Impulse Response Function

Pengujian fenomena contagion effect dengan Impulse Response Function antara DJI dengan JCI dilakukan dengan mem berikan shock atau innovation sebesar 1 (satu) standar deviasi (SD) Cholesky return terhadap Indeks DJI dan kemudian dianalisis respon terhadap

186 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 186 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

2 dan Tabel 4). Speed of response JCI atas shock DJI berfl uktuasi kemudian berangsur- angsur turun secara eksponensial hingga hilang atau responnya bernilai 0 (nol).

Gambar 2 : Kurva Respon Indeks JCI terhadap Kejutan 1 Standar Deviasi Indeks Dow Jones

Tabel 4 : Akumulasi Respon JCI terhadap DJI

(Sumber: Data dioleh dengan eViews)

Pengujian fenomena contagion effect dengan Impulse Response Function antara DJI dengan setiap Indeks Saham Sektoral dilakukan dengan memberikan shock atau innovation sebesar 1 (satu) standar deviasi (SD) Cholesky return terhadap Indeks DJI dan kemudian dianalisis respon terhadap setiap Indeks Saham Sektoral. Gambar 3 menunjukkan bahwa semua Indeks Sektoral memberikan respon dinamis atas adanya shock sebesar 1 (satu) SD Cholesky pada return Indeks DJI. Secara umum, bentuk kurva yang dihasilkan dari pengujian memiliki bentuk dan sifat yang hampir sama untuk seluruh sektor industri, yaitu

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 187 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 187

tingkat respon maksimum, waktu yang diperlukan hingga respon mencapai nilai maksimum (peak time), serta periode yang diperlukan hingga respon bernilai 0 (nol) atau settling time.

Pada 2 (dua) hari pertama, kurva respon naik tajam hingga mencapai nilai maksimum, kemudian kurva respon berfl uktusi kemudian berangsur-angsur turun secara eksponensial

hingga respon tersebut hilang. Ini menunjukkan bahwa Speed of Response saham-saham di BEI untuk seluruh sektor industri sebagai respon atas terjadinya krisis subprime mortgage di Amerika tahun 2008 terjadi dalam waktu yang cukup pendek yaitu sekitar 2 (dua) hari setelah terjadinya krisis. Speed of Response saham-saham di BEI mengalami fl uktuasi dan berubah-ubah nilainya hingga akhirnya hilang.

188 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Gambar 3 : Kurva Respon Return Indeks Sektoral

Tabel 5 menunjukkan respon mak si mum tertinggi terjadi pada Sektor Miscellaneous Industry dengan akumulasi res pon sebesar 0,016456. Maksimum aku- mulasi respon terkecil tetrjadi pada Sektor Consumer Good, dengan akumulasi res pon sebesar 0,004683. Nilai akumulasi respon mak simum umunya dicapai pada periode ke-3, kecuali Sektor Agri pada periode ke-10.

Tabel 5 : Accumulated Response per Indeks Sektoral

Sumber: Data diolah dengan eViews

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 189

3. Pengujian Generalized Auto Regressive Conditional Heteroskedasticity

Hasil pengukuran terhadap volatilitas Indeks Saham Sektoral menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volatilitas atau risiko seluruh Indeks Saham Sektoral pada saat sebelum krisis dan saat krisis terjadi (Tabel 6). Besarnya volatilitas menunjukkan tingkat risiko atau potensi kerugian yang mungkin terjadi. Perubahan volatilitas tertinggi terjadi pada indeks saham Sektor Agriculture atau Pertanian yang naik sebesar 40.11% dari 0.025390 menjadi 0.035574. Sedangkan volatilitas terendah terjadi pada Sektor Finance yang hanya naik sebesar 2.92%, dari 0.016207 menjadi 0.016708.

Tabel 6 : Volatilitas per Indeks Sektoral

Sumber: Data diolah dengan eViews

PEMBAHASAN

Pengujian estimasi Kausalitas Granger menunjukkan bahwa penularan hanya berjalan dalam satu arah, yaitu dari Dow Jones ke Indeks Saham Sektoral di BEI. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh besarnya volume investor asing di pasar saham BEI ( lebih dari 50% ) sehingga perubahan kondisi pasar di Amerika yang disebabkan oleh krisis menyebabkan para investor asing tersebut melakukan penyesuaian portofolio yang dimilikinya di negara-negara emerging markets termasuk di BEI. Bahkan, sebagian dana investasi asing dialihkan keluar dari BEI dan sebagian dikonversikan menjadi dana kas sebagai usaha mengurangi ekposur aset berisiko dan antisipasi kecenderungan ketatnya likuiditas global. Sumber dari KSEI menyebutkan bahwa kepemilikan asing di BEI per Agustus 2008 sebesar 63.2% atau setara dengan Rp.667,7 triliun.

190 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Namun sebaliknya, dana invetasi investor nasional yang bertransaksi di Amerika diduga sangat kecil (mengingat data pendukung tidak tersedia) sehingga perubahan kondisi keuangan nasional yang tercermin dari perubahan nilai Indeks Saham Sektoral di BEI tidak memiliki dampak terhadap pergerakan nilai Indeks Dow Jones. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil pengujian Kausalitas Granger yang hanya berjalan satu arah, yaitu dari Dow Jones àIndeks Saham Sektoral di BEI.

Hasil pengujian tersebut memberikan informasi yang sangat berharga bagi para investor bahwa krisis menular salah satunya melalui fi nancial channel. Krisis di pasar saham Dow Jones menular pada seluruh sektor industri di BEI melalui agen- agen investasi asing. Tidak ada satu sektor industri pun di BEI yang tidak dipengaruhi atau bersifat independen terhadap krisis subprime mortgage di Amerika tahun 2008. Namun bagi investor, informasi tersebut masih belum cukup menjelaskan saham- saham sektor mana yang paling dipengaruhi oleh perubahan Indeks Dow Jones dan seberapa besarkah pengaruhnya. Pada saat terjadi krisis, investor dapat menghindari saham-saham pada sektor industri yang rentan dan menjadi berisko tinggi karena dipengaruhi oleh pergerakan Indeks Dow Jones.

Hasil pengujian terhadap contagion effect dengan metode Impulse Response Function ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfranseder (2009) berkenaan dengan contagion effect krisis Sektor Keuangan terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya pada pasar saham di Amerika dan Eropa. Krisis subprime mortgage Amerika pengaruhnya lebih terasa pada sektor-sektor non keuangan, terutama pada Sektor Pertanian, Pertambangan dan Aneka Industri. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia memiliki hubungan perdagangan yang cukup erat dengan Amerika, terutama dari sisi ekspor. Sehingga krisis subprime mortgage di Amerika akan dengan cepat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut.

Rendahnya tingkat volatilitas dari sektor keuangan lebih disebabkan oleh rendahnya penempatan dana perbankan atau lembaga keuangan domestik terhadap aset-aset bermasalah dari pasar fi nansial global. Hal ini tidak terlepas dari adanya peraturan-peraturan Bank Indonesia antara lain yang melarang kepemilikan bank atas aktiva produktif dalam bentuk saham dan atau surat berharga yang memiliki hubungan dengan asset berbentuk saham. Selain itu, kegiatan perbankan dalam valuta asing juga dibatasi dengan adanya kewajiban untuk memelihara posisi devisa neto dalam level tertentu. Tingginya tingkat volatilitas sektor pertanian disebabkan oleh kurang terdiversifi kasinya negara tujuan ekspor Indonesia yang selama ini hanya

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 191 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 191

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis terhadap hipotesis yang diajukan menenai pengaruh krisis subprime mortgage di Amerika terhadap volatilitas indeks saham sektoral, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengujuan estimasi kausalitas Granger menunjukkan adanya fenomena contagion effect satu arah atau undirectional causality dari Indeks Dow Jones ke Bursa Efek Indonesia. Pengujian Impulse Response Function mempertegas fenomena contagion effect tersebut. Krisis subprime mortgage di Amerika yang terjadi menular secara cepat terhadap indeks JCI, dan dalam waktu 2 (dua) hari mencapai respon tertingginya, kemudian berfl uktuasi hingga akhirya hilang dengan Speed of Response yang berubah-ubah.

2. Terjadi contagion effect satu arah atau undirectional causality dari Indeks Dow Jones terhadap seluruh Indeks Saham Sektoral selama berlangsungnya krisis subprime mortgage di Amerika tahun 2008. Pengujian Impulse Response Function memperlihatkan bahwa seluruh Indeks Saham Sektoral terpengaruh oleh dampak krisis subprime dalam waktu singkat dan mencapai respon tertinggi dalam 2 (dua) hari. Setelah mencapai respon tertingginya, respon setiap indeks kemudian berfl uktuasi dan akhirnya hilang dengan speed of response berubah-ubah.

3. Pengukuran volatilitas setiap Indeks Sektoral dengan metode GARCH (1,1)

menunjukkan adanya perubahan volatilitas atau risiko sebelum dan sesudah terjadinya krisis. Krisis subprime mortgage pengaruhnya lebih terasa pada sektor-sektor non

192 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 192 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya fenomena contagion effect dari Indeks Dow Jones terhadap Bursa Efek Indonesia dan Indeks saham Sektoral, maka investor hendaknya lebih berhati-hati dalam melakukan investasi. Pada saat terjadi krisis subprime mortgage di Amerika, investor perlu mewaspadai sektor non keuangan, terutama yang terkait dengan hubungan ekspor impor dengan Amerika.

2. Dari sektor-sektor yang paling dipengaruhi oleh krisis, hendaknya dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap masing-masing emiten dalam setiap sektor tersebut. Sehingga cukup memberikan gambaran emiten mana yang memiliki risiko yang tinggi.

3. Analisis fenomena contagion effect antar sektor industri di BEI juga perlu dilakukan,

sehingga akan menjadi lebih jelas tergambar sektor mana yang mempengaruhi dan sektor mana yang dipengaruhi.

4. Mengingat efek penularan krisis berlangsunga dalam waktu yang relatif singkat, maka sebaiknya data yang digunakan adalah data intra day.

REFERENSI

Ajija R. Shochrul, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasi EViews.Jakarta: Salemba Empat. Alfranseder, Emanuel. 2009. Volatility and Contagion Effect Originanting from the

Financial Sector: An Analysis of Economic Sector in Two Different Stock Market Downturns. Master Essay. School of Economics and Management, Lund University.

Bae, Hong, Kee; Karolyi, Andrew, G; Stulz, M, Rene. 2003. A New Approch to Measuring Financial Contagion. The Review of Financial Studies Fall 2003 Vol.

16, No.3. Bekaert, Geert; Harvey, R, Campbell; Ng, Angela 2003. Market Integration and

Contagion. Working Paper 9510. National Bureau of Economic Research. Cambridge: Massachusets.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 193

Best, Philip. 1998. Implementing Value at Risk. Chicester, west Sussex: John Willey and Sons Ltd.

Biro Riset Ekonomi, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014: Krisis Financial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia.

Biro Riset dan Teknologi Informasi, Bapepam-LK. 2008. Statistik Pasar Modal: 22-30 Desember 2008. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.

Butler, Cormac. 1999. Mastering Value at Risk: A Step-by-Step Guide to Understanding and Applying VaR. Great Britain: Prentice Hall.

Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics. Forth Edition. McGraw-Hill Companies.

Chong, Choy Yoke. 2011. Effectof Subprime Crisis on US Stock Market Return and Volatility. Global Economy and Finance Journal. Volume 4, No.1, Page 102-111.

Corsetti, Giancarlo; Marcello Pericoli; and Massimo Sbarcia. 2010. Correlation Analysis of Financial Contagion. Paper prepared for the book: Robert W. Kolb, Financial Contagion: The Viral Threat to the Wealth of Nations. Wiley: New York (forthcoming).

Khalid, M, Ahmed; Rajaguru, Gulasekaran. 2006. Global Impact of Russian Financial Crisis Evidence Using Granger Causality and Impulse Response in a VAR Model. Bond University: Australia.

King, Mervyn A.; and Sushil Wadhwani. 1989. Transmission of Volatility Between Stock Markets. Journal of The Review of Financial Studies. Volume 3, No. 1, Page 5-33. National Bureau of Economic Research Conference: Stock Market Volatility and the Crash, Dorado Beach. JSTOR: UK.

Li, Fuchun. 2009. Testing for Financial Contagion with Applications to the Canadian Banking System. Bank of Canada Working Paper 2009-14: Canada. Morgan J.P., and Reuters. 1996. 4 th

ed. Risk Metrics: Technical Document. New York: Morgan Guaranty Trust Company. Melalui

http://jpmorgan.com/RiskManagement/RiskMetrics/RiskMetrics.html Phylaktis, Kate; and Lichuan Xia. 2009. Equity Market Comovement and Contagion:

A Sectoral Perpective. Journal of Finance Management. Volume 38, Issue No.2, Page 381-409. Financial Management Association International.

194 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Rigobon, Roberto. 2001. Contagion: How to Measure It? Working Paper. National Bureau of Economic Research. Cambridge: Massachusetts.

Rigobon, Roberto; and Kristin Forbes. 1999. Measuring Contagion: Conceptual and Empirical Issue. Kluwer Academic Publisher.

Shamiri, Ahmed; and Zaidi Isa. 2010. Stock Volatility Transmission: What Do Asia- Pasifi c? Journal of Studies in Economics and Finance. Volume 27 No. 4. Emerald Group Publishing Limited

Surachmad, W. 1980. Metode Penelitian. Bandung: Transito. Tan III, Jose Antonio. 2009. Volatility and Contagion Effect During The Asian

Financial Crisis: Some Evidence from Stock Price Data. Working Paper. Center for Pacifi c Basin Monetary and Economic Studies. Economic Research Dept,

Federal Reserve Bank of San Fransisco. Tim Studi Bapepam-LK. 2008. Identifi kasi Pemodal Asing di Pasar Modal Indonesia:

Laporan Studi. Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 195

196 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015

Kualitas Pelayanan Asrama Universitas X Terhadap Kepuasan Mahasiswa Baru Administrasi Bisnis Angkatan 2012

PUTU NINA MADIAWATI

Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom [email protected]

MAHENDRA FAKHRI

Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, setiap aspek kehidupan membutuhkan ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi menjadi salah satu bagian sistem untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, perguruan tinggi memiliki peran yang besar dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas bagi bangsa dan negara. Dengan berbagai macam keunggulan yang dimiliki oleh Universitas X membuat institusi ini menjadi salah satu pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi bagi para calon mahasiswa yang berasal dari berbagai macam daerah. Salah satu program yang dicanangkan yaitu program asrama. Program asrama ini menyediakan asrama bagi mahasiswa dan mahasiswi pada masa awal tahun akademik. Program ini dimaksudkan untuk pembinaan dasar kepribadian yang didasarkan pada semangat kebersamaan, nasionalisme, iman dan taqwa. Berdasarkan hasil survai terhadap mahasiswa baru, dan data hasil survai diolah dengan menggunakan SPSS versi 2.0. Metode pengolahan yang digunakan adalah metode korelasi dan servqual maka diperoleh hasil survai yang menyatakan bahwa persepsi mahasiswa baru terhadap kualitas pelayanan program asrama berdasarkan hasil penelitian secara umum menyatakan bahwa mahasiswa merasa kurang puas dengan apa yang mereka dapatkan selama ini dari program asrama tersebut. Harapan mahasiswa baru terhadap kualitas pelayanan program asrama tersebut adalah pelayanan yang diharapkan benar – benar bisa memberikan kontribusi yang sesuai dengan apa yang ditawarkan lembaga kepada mahasiswa.

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, setiap aspek kehidupan membutuhkan ilmu penge tahuan. Ilmu pengetahuan bisa didapat dari berbagai lembaga pendidikan seperti sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi menjadi salah satu bagian sistem untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat,

Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 197 Volume 12, Nomor 2, Januari 2015 197

Persaingan antar perguruan tinggi di Indonesia semakin ketat, hal ini ditandai oleh bertambahnya jumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Tercatat di dalam situs pemeringkat webometrics jumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia baik perguruan tinggi swasta dan negeri berjumlah lebih kurang 361. (www.webometrics.info)

Pertumbuhan ini sebagian besar didominasi oleh pertambahan jumlah perguruan tinggi swasta yang ada di Indonesia, dalam situs dikti jumlah perguruan tinggi negeri terdaftar sebanyak 92 perguruan tinggi (www.dikti.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah perguruan tinggi secara keseluruhan didonimasi 75% oleh perguruan tinggi swasta.

Sistem pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan akademik dan pendidikan vokasi. Pendidikan akademik memiliki fokus dalam penguasaan ilmu pengetahuan, sedangkan pendidikan vokasi menitikberatkan pada persiapan lulusan untuk mengaplikasikan keahliannya. Jenjang dan program studi yang ditawarkan institusi pendidikan tinggi yaitu akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1