MAKALAH ETIKA BISNIS DALAM PRESPEKTIF IS

MAKALAH
ETIKA BISNIS DALAM PRESPEKTIF ISLAM

KELOMPOK 7

ASIH NUGROHO
M.TRI WAHYU
NOVIE
NOVI SISWI ANGGARANI
NURLIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat
serta hidayahnya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami ini dengan
judul “ Etika Bisnis Dalam Prespektif Islam“ . Shalawat serta salam tak lupa pula kita
senandungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya

hingga akhir zaman, amin.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Etika Bisnis. Oleh karena itu penulis sangat berterimakasih kepada Ibu Sumiyati SE,MM
selaku Dosen mata kuliah Etika Bisnis

yang telah memberikan pengarahan serta

bimbingannya, dan kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyusun makalah ini baik langsung maupun tidak langsung.
Seperti pepatah mengatakan “tidak ada gading yang tak retak” penulis sangat
menyadari bahwa makalah yang disusun ini sangat jauh dari kata sempurna, hal ini sematamata keterbatasan kemampuan penuls sendiri. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang positif dan membangun dari semua pihak yang membaca agar makalah
ini menjadi lebih baik dan berguna dimasa mendatang. Pada hal ini juga penulis berharap
makalah ini dapat menjadi amal ibadah bagi penulis nantinya.amin
Billahi fisabililhaq fastabiqhul khairat.

Penulis

Mei 2016


DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etika Binis Islam
B. Sumber Etika Bisnis Islam
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Umum
B. Penerapan Etika Bisnis Islam

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia bisnis yang semakin berkembang pesat tentunya tidak terlepas dari kode etik
atau etika dalam berbisnis itu sendiri. Para pelaku bisnis itu sendiri telah menyadari
pentingnya etika dalam perilaku berbisnis. Selain sebagai bentuk dari perilaku yang baik
etika dalam berbisnis juga merupakan pencerminan jiwa manusia itu sendiri.
Dunia bisnis akan memperolh keberhasilan jika mereka dapat menjaga keseimbangan
dirinya dan lingkungannya. Profit bukanlah semata-mataa tujuan yang harus selalu
diutamakan. Dunia bisnis juga harus berfungsi social dan harus dioperasikan dengan
mengindahkan etik-etika yang berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar
dari upaya yang menyalahgunakan segala cara untuk mengejar keuntungan pribadi tanpa
memerhatikan akibat yangmerugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan merugikan baangsa
dan Negara.
Dalam ajaran Islam itu sendiri telah disebutkan bahwa perniagaan atau bisnis
merupakan salah satu pintu rizki. Namun bagaimana etika dalam berbisnis itu sendiri dilihat

dari sudut pandang ajaran Islam. Tentunya sebagai agama yang kompleks, bisnis itu sendiri
tidak terlepas dalam ajaran Islam. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari
keimanan, keIslaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah
SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki akhlak dan etika
yang baik.
B. Rumusan Masalah
Adapun dalam makalah ini akan membahas dua masalah pokok yaitu:
C. Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Umum
D. Penerapan Etika Bisnis Islam

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain kita dapat memahami lebih
mendalam apa itu Etika Bisnis Dalam Islam kita dapat mengetahui apa itu perbedaannya
dengan etika bisnis umum dan penerapanya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Etika Bisnis Dalam Islam

Membahas etika bisnis dalam Islam tentunya tidak terlepas dari sistem ekonomi Islam
itu sendiri atau sistem ekonomi syari’ah. Dalam hal sistem ekonomi syari’ah itu sendiri
dipandang bahwasanya kegiatan bisnis itu sendiri adalah termasuk ibadah, untuk itu tentunya
dalam penerapanya harus terdapat prinsip-prinsip ibadah (al-tauhid), persamaan (almusawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-‘adl), tolong-menolong (al-ta’awun), dan
toleransi (al-tasamuh). Etika ekonomi Islam, sebagaimana dirumuskan

oleh para ahli

ekonomi Islam adalah suatu ilmu yang mempelajari aspek-aspek kemaslahatan dan
kemafsadatan dalam kegiatan ekonomi dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh mana dapat diketahui menurut akal pikiran (rasio) dan bimbingan wahyu (nash).
Etika ekonomi dipandang sama dengan akhlak karena keduanya sama-sama membahas
tentang kebaikan dan keburukan pada tingkah laku manusia.
Syed Nawab Haidar Naqvi dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi : Suatu Sintesis
Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan (keadilan),
kebebasan dan tanggung jawab. Dalam jurnalnya Sri Nawatmi memaparkan empat hal
tersebut sebagai berikut.
Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia,
termasuk dalam berbisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah atau
makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, dalam berbisnis manusia tidak lepas dari

pengawasan Tuhan dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan (QS. 62:10)
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil.
Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi
(QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagai-mana dalam sistem kapitalis,
tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19).
Kebebasan, berarti manusia sebagai individu dan kolektivitas, mempunyai kebebasan
penuh

untuk

melakukan

aktivitas

bisnis.

Dalam

ekonomi,


manusia

bebas

mengimplementasikan kaidah-kaidah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk aspek
mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaidah umum, “semua boleh kecuali yang

dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini
kebebas-an manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang
bertanggung jawab dan berkeadilan.
B. Sumber Etika Bisnis Islam
Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai
tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnis
dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Tuhan.
Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Al-Qur’an antara lain :
1. Melarang bisnis yang dilaku kan dengan proses kebatilan (QS. 4:29). Bisnis harus
didasari kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada pihak yang
dirugikan. Orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya, melanggar hak dan
berdosa besar (QS.4:30). Sedangkan orang yang menghindarinya akan selamat dan
mendapat kemuliaan (QS.4:31),

2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. 2:275),
3. Kegiatan bisnis juga memiliki fungsi sosial baik melalui zakat dan sedekah (QS.
9:34).

Pengembangan harta tidak akan terwujud kecuali melalui interaksi antar

sesama dalam berbagai bentuknya,
4. Melarang pe-ngurangan hak atas suatu barang atau komoditas yang didapat atau
diproses dengan media takaran atau timbangan karena merupakan bentuk kezaliman
(QS. 11:85), sehingga dalam praktek bisnis, timbangan harus disempurnakan (QS.
7:85, QS. 2:205),
5. Kelima, menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan baik ekonomi maupun sosial,
keselamatan dan kebaikan serta tidak menyetujui kerusakan dan ketidakadilan, dan
6. Pelaku bisnis dilarang berbuat zalim (curang) baik bagi dirinya sendiri maupun
kepada pelaku bisnis yang lain (QS. 7:85, QS.2:205)
Selain itu Rasullulah SAW sebagai suri tauladan kita juga telah memberikan contoh
bagaimana berlaku dalam bisnis itu sendiri, yang mana kita tahu beliau adalah seorang
pedagang. Beberapa seperti yang diungkapan Aris Baidowi dalam jurnalanya adalah :
1. Kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis.
Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam

tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan
yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa
yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim). Rasulullah

sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang mele
takkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar
keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan

Bapak

Ekonomi

Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong
orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan
mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi
orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak boleh menipu, takaran, ukuran,


dan timbangan yang benar. Dalam

perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman
Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi" (QS 83:112).
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi
Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan
maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih)
5. Tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan
barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam
itu.
6. Tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah
melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi
(penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara, dan tanah
sertakandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut
mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain.
Hal ini dilarang dalam Islam.
7. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang

haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan

sebagainya. Nabi

Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras,
bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
8. Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang -orang
yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. al-Baqarah::
278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2:
275). Oleh karena itu, Allah dan Rasul-Nya mengumumkan perang terhadap riba.

9. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara
kamu," (QS. 4: 29).
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad saw.bersabda,
"Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini
mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran
upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
Dari pemaparan di atas sudah jelas kiranya bagaimana etika bisnis dalam Islam itu
sendiri, dimana berbeda dengan etika pada umumnya yang merupakan hasil pemikiran
manusia, etika bisnis dalam Islam bersumber dari tauladan Rasullulah SAW dan Al-Qur’an
itu sendiri yang merupakan firman Allah SWT.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Etika Bisnis Islam dan Etika Bisnis Umum

Etika yang mana merupakan hasil pemikiran manusia tentang apa yang boleh dan apa
yang tidak boleh dilakukan manusia secara definisi tentunya dalam hal bisnis tidak terlepas
dari perilaku bisnis itu sendiri. Disini etika bisnis Islam yang mana dalam hal sistem ekonomi
syariah itu sendiri tentunya sangat berbeda dimana orientasi utama adalah ibadah. Walaupun
dalam hal rangkaian bisnisnya tidak bebeda jauh namun dari karakteristiknya kita dapat
melihat perbedaanya antara lain :
1. Asas, bisnis Syariah bersumber daripada Aqidah Islam itu sendiri, berbeda dengan
bisnis umum dimana menerapkan sistem Sekulerisme (nilai-nilai materialisme).
Walaupun pada kenyataanya penerapan secara menyeluruh dalam etika bisnis Islam
itu sendiri tidak sepenuhnya dapat terlaksanakan, hal ini karena patner atau tidak
semua pelaku bisnis dapat menerimanya.
2. Motivasi, walaupun sama sama mencari keuntungan materil atau duniawi, namun
bisnis syari’ah karena berorientasi juga kepada ibadah tentunya mengharapkan pahala
juga sebagai bekal seorang muslim dan pertanggungjawaban di akhirat kelak.
3. Orientasi, sudah jelas kiranya dimana orientasi bisnis syariah adalah ibadah.
4. Sikap Mental, seorang pelaku bisnis pada umumnya pasti memiliki jiwa pekerja keras
demi mencapai tujuanya, namun seorang pelaku muslim ketika sukses tidak serta
merta bermewah-mewah atau konsumtif ketika sukses.
5. Tangungjawab Sosial, pelaku bisnis syari’ah tentunya tidak hanya melihat tanggung
jawab sosial sebagai salah satu bentuk kepedulian akan lingkungan demi menjaga
nama baik perusahaan atau usahanya saja, namun lebih kepada bentuk pertanggung
jawaban kepada Allah SWT akan risky yang dititipkan kepadanya.
Dari beberapa perbedaan di atas dapat dipahami bahwa karena orientasinya juga
merupakan ibadah maka pelaku bisnis syari’ah harus memperhatikan mana halal-haram untuk
apa yang akan dilakukannya.

B. Penerapan Etika Bisnis Islam
Ekonomi Islam atau Ekonomi Syari’ah saat ini sedang berkembang pesar-pesatnya,
hal ini dapat kita lihat dari mulai maraknya bisnis syari’ah seperti perbankan syari’ah yang
lagi marak-maraknya. Namun pada kenyataanya penerapan etika bisnis Islam itu sendiri
mengacu kepada kepribadian pelaku bisnis itu sendiri.

Misalkan, terkait halal haramnya suatu barang atau sumber modal, pada masa
sekarang hal tersebut memberikan tantangan tersendiri. Dominasi sistem ekonomi liberal
pada umumnya memberikan tantangan tersendiri kepada umat muslim dalam menjaga agar
dalam menjalankan bisnisnya tetap mengacu dan berpegang kepada Aqidah. Kejujuran
memberitahu pembeli misalnya tentang kekurangan pada barang yang kita miliki belum tentu
memberikan dampak positif secara langsung kepada kita. Namun dampak kedepanya akan
dapat dirasakan jauh lebih baik apabila seorang pedagang mampu mempertahankannya.
Dalam hal ini penerapan etika bisnis Islam pada dasarnya kurang lebih pada etika
bisnis pada umumnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai seorang muslim tentunya kita harus menjalankan hidup dengan tujuan
sebagai ibadah. Tidak terkecuali dengan kegiatan bisnis atau usaha. Melakukan kegiatan

bisnis demi memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kehidupan agar menjadi lebih baik
tentunya jangan sampai kita melupakan apa tujuan kita hidup di dunia ini. Untuk itu menjaga
keimanan kita dan tetap berpegang teguh kepada Aqidah dalam menjalankan bisnis penting
rasanya agar kita dapat terhidar dari dosa dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang
dititipkan kepada kita kelak di akhir nanti.

DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Dr. Mustaq 2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar.
Baidowi, Aris, Desember 2011,”Etika Bisnis Prespektif Islam”.Jurnal Hukum Islam.
Volume 9, No. 2. http:e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/jhi. ISSN (P): 18297382.

Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: salemba Empat.
Nawatmi, Sri. April 2010,”Etika Bisnis Dalam Prespektif Islam”.Fokus Ekonomi. Volume 9,
No. 1.ISSN : 1412-3851..