Pengaruh Motivasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun 2016
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.1.1
Pengertian Kinerja
Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual
performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan
karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan
perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014).
Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja
individu atau sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria
dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi (Torang,
2014).
2.1.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa :
a.
Human Performance =
Ability + Motivation
b.
Motivation
=
Attitude + Situation
c.
Ability
=
Knowledge + Skill
10
Universitas Sumatera Utara
11
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man
in the right place, the right man on the right job).
2.
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja).
2.1.3
Standar Kinerja
Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah
menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam Yuli,
2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian terhadap
prestasi/kinerja karyawan, yaitu :
1.
Jumlah keluaran (quantity of output)
Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi
karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya (standar
normal) dengan kemampuan sebenarnya.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2.
Kualitas keluaran (quality of output)
Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah
sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai standar
quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang dihasilkan
dibanding jumlah output.
3.
Waktu Keluaran (timelines of output)
Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang
sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja. Apabila
karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai dengan
standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki prestasi yang
baik.
4.
Tingkat Kehadiran (presences at work)
Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja
karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam standar
ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yag ditetapkan
maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal
terhadap organisasi.
5.
Kerja Sama (cooperativeness)
Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada
tingkat supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai
target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi.
Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing – masing
supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4
Penilaian Kinerja
Armstrong (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa pada umumnya
skema manajemen kinerja disusun dengan menggunakan peringkat dan ditetapkan
setelah dilaksanakan penilaian kinerja. Peringkat tersebut menunjukkan kualitas
kerja atau kompetensi yang ditampilkan pegawai dengan memilih tingkat pada
skala yang paling dekat dengan padangan penilai tentang seberapa baik kinerja
pegawai.
Mathias dan Jackson (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa penilaian
kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik
pegawai melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat
standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai.
Penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk
digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja
individu waktu berikutnya penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan –
keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer,
dan kondisi kepegawaian lainnya (Yani, 2012).
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Yani (2012) pada dasarnya
meliputi :
1.
Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2.
Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok,
kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3.
Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
13
Universitas Sumatera Utara
14
4.
Untuk pembeda antar karyawan satu dengan yang lain.
5.
Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam :
(1)
Penugasan kembali, seperti mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan.
(2)
Promosi, kenaikan jabatan.
(3)
Training dan latihan.
6.
Meningkatkan motivasi kerja
7.
Meningkatkan etos kerja.
8.
Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi
tentang kemauan kerja mereka.
9.
Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier
selanjutnya.
10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.
11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan
keputusan perencanaan sukses.
12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan
dengan gaji, upah, kompensasi dan sebagai imbalan lainnya.
14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun
pekerjaan.
15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
16. Sebagai alat untuk membantu mendorong karyawan mengambil inisiatif
dalam rangka memperbaiki kinerja.
Universitas Sumatera Utara
15
17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen,
pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling
ketergantungan di antara fungsi - fungsi SDM.
18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan - hambatan agar kinerja
menjadi baik.
19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.
2.2.
Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Edwin B Flippo (dalam Hasibuan, 2000), motivasi adalah suatu
keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara
berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai.
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai
faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2010).
Motivasi dapat dijelaskan sebagai suatu pembentukan perilaku yang
ditandai oleh bentuk – bentuk aktivitas atau kegiatan melalui proses psikologis,
baik yang dipengaruhi oleh faktor intrinsic maupun extrinsic yang dapat
mengarahkannya dalam mencapai apa yang diinginkannya (tujuan). Pengertian ini
mengandung arti bahwa seseorang dapat diarahkan pada perilaku tertentu melalui
rangsangan dari dalam maupun dari luar (Yuli, 2005).
15
Universitas Sumatera Utara
16
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan
kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 2002).
2.2.3 Tujuan Motivasi
Menurut Hasibuan (2000), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut :
1.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2.
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3.
Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5.
Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
8.
Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9.
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya.
10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku.
2.2.4
Jenis – Jenis Motivasi
Menurut Hasibuan (2000), ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif
dan motivasi negatif.
1.
Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas
prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan
Universitas Sumatera Utara
17
meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik – baik
saja.
2.
Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar
mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat
bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena
mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat
kurang baik.
Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu
perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan
semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau
motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif
efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka
pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
2.2.5
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor Intrinsik terdiri dari :
Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2011), faktor – faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu :
1.
Faktor Motivasi (Faktor Intrinsik)
a.
Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk
menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai
dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
17
Universitas Sumatera Utara
18
b.
Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
c.
Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi
pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah
pekerjaan dan sifat pekerjannya.
d.
Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi
keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya
pelaksanaan
kerja
penyelesaian
masalah
dan
usaha
untuk
mempertahankan keberhasilan.
e.
Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala
tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari
penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan
kerja dan masyarakat umum.
2.
Faktor Higienis (Faktor Ekstrinsik)
a.
Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan
organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan
b.
Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima
oleh karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan
Universitas Sumatera Utara
19
dalam
memperlakukan
karyawan
ketika
atasan
memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada karyawan.
c.
Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai
imbalan perilaku kerja karyawan.
d.
Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi
antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya.
e.
Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik
tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri – ciri ruangan.
2.3
Perawat
2.3.1 Pengertian Perawat
Menurut Internasional Council of Nursing (dalam Iskandar, 2013),
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang
memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang – undangan (Undang – Undang No. 38 tahun
2014).
Berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh, perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara
19
Universitas Sumatera Utara
20
Diploma III (D3) dan/atau Sarjana Strata 1 (S1), baik dalam negeri maupun luar
negeri, yang program pendidikannya sesuai dengan standar keperawatan dan
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.02.0/Menkes/148/I Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat).
2.3.2 Peran Perawat
Peran Perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam
praktik, di mana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan
diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab
keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional (Iskandar,
2013).
Peran perawat menurut Doheny (dalam Iskandar, 2013) meliputi :
1.
Care Giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
2.
Client Advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien
3.
Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien
4.
Educator, sebagai pendidik klien
5.
Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
6.
Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber –
sumber dan potensi klien
7.
Change Agent, sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan – perubahan.
Universitas Sumatera Utara
21
8.
Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan
masalah klien
2.3.3
Fungsi Perawat
Fungsi Perawat menurut Iskandar (2013), yaitu :
1.
Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana
perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia
seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta dan
mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
Dalam hal ini, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi
keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu memecahkan masalah
yang dihadapi atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain dan
bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan (akuntabilitas). Contoh dari
tindakan keperawatan mandiri adalah seorang perawat merencanakan dan
mempersiapkan perawatan pada mulut klien setelah mengkaji keadaan mulut
pasien.
2.
Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan
atau instruksi dari perawat lain atau dokter. Sehingga sebagian tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat
21
Universitas Sumatera Utara
22
spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana
atau dari dokter ke perawat pelaksana. Contoh dari tindakan fungsi
ketergantungan adalah memberikan injeksi antibiotik.
3.
Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang
mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.
2.3.4 Bentuk Pelayanan Perawat
Manusia merupakan makhluk yang unik, tetapi masing-masing memiliki
kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas aspek biologis, psikologis,
sosiokultural, dan spiritual. Menurut Budiono (2015), bentuk pelayanan perawat
antara lain :
1.
Kebutuhan Biologis
Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan kepada pasien/klien
yang membutuhkan perawatan secara jasmani yang berkaitan dengan kesehatan
fisik.
2.
Kebutuhan Psikologis
Pelayanan
perawat
pada
kebutuhan
psikologis
diberikan
kepada
pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara psikologis yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
23
dengan kesehatan mental pasien. Gangguan kesehatan mental misalnya stress
ataupun depresi, yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal.
3.
Kebutuhan Sosial dan Kultural
Pelayanan perawat pada kebutuhan sosial diberikan kepada pasien/klien
yang mengalami hal-hal yang terjadi langsung di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat. Misalnya, pasien/klien yang mengalami kekerasan fisik yang
berdampak pada kesehatan fisik maupun mental. Pelayanannya dapat diberikan
dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun pendampingan terhadap pasien.
4.
Kebutuhan Spiritual
Pelayanan perawat pada kebutuhan spiritual diberikan kepada pasien/klien
yang memerlukan bimbingan spiritual seperti motivasi atau kajian keagamaan.
Pelayanan yang diberikan misalnya dalam bentuk mentoring langsung dengan
pasien/klien.
2.3.5
Standar Praktek Keperawatan
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2005), standar praktik
keperawatan Indonesia terdiri dari :
1.
Standar I : Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian
perawat merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang
bertujuan menetapkan dasar tentang tingkat kesehatan klien yang
digunakan untuk merumuskan masalah dan rencana tindakan.
23
Universitas Sumatera Utara
24
2.
Standar II : Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan
rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,
pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan
klien.
3.
Standar III : Perencanaan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan
dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.
4.
Standar IV : Pelaksanaan Tindakan (Implementasi)
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat mengimplementasikan
rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan
berpengaruh pada hasil yang telah diharapkan.
5.
Standar V : Evaluasi
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap
tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah
ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek
keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup
berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang telah
dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung pada
pengkajian yang berulang – ulang.
Universitas Sumatera Utara
25
2.4
Rumah Sakit
2.4.1
Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit
atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi
umum dan keuangan (Undang - Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Menurut Adiatama (dalam Herlambang, 2012), rumah sakit merupakan
suatu tempat dan juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan organisasi yang
menyediakan pelayanan pasien rawat inap. Rumah sakit juga merupakan suatu
tempat bekerja tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
dalam upaya pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit dapat dipandang
bertanggung jawab atas kesalahan dan atau kelalaian tenaga kesehatan yang
bekerja di dalamnya.
2.4.2
Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit Umum
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan menjadi :
25
Universitas Sumatera Utara
26
1.
Rumah Sakit Umum Kelas A
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas A terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 6 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
lain;
6) 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis; dan
7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
Universitas Sumatera Utara
27
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian;
3) 5 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
tenaga teknis kefarmasian.
5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
tenaga teknis kefarmasian;
6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya
disesuaikan
dengan
beban
kerja
pelayanan
kefarmasian rumah sakit.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
27
Universitas Sumatera Utara
28
2.
Rumah Sakit Umum Kelas B
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas B terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
lain;
6) 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis; dan
7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
Universitas Sumatera Utara
29
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian;
3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
tenaga teknis kefarmasian;
5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
tenaga teknis kefarmasian;
6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantuk oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuiakan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan
7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya
disesuaikan
dengan
beban
kerja
pelayanan
kefarmasian rumah sakit.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
29
Universitas Sumatera Utara
30
3.
Rumah Sakit Umum Kelas C
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 2 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 4 tenaga teknis kefarmasian;
Universitas Sumatera Utara
31
3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
4.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
31
Universitas Sumatera Utara
32
3) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 1 apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang
dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian;
3) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit
Menurut Herlambang (2012), Standar mutu pelayanan sebuah rumah sakit
akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan rumah
sakit tersebut. Standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit juga dapat dikaji
dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan
tingkat efesiensi rumah sakit. Ada beberapa aspek penting yang perlu di analisa
apabila kita ingin membahas indikator standar mutu pelayanan rumah sakit.
Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit adalah semua masukan
(input), proses (process), dan hasil atau keluaran (outcome).
Universitas Sumatera Utara
33
1.
Input
Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit meliputi tenaga,
peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa jika
struktur input tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu pelayanan serta
lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan.
2.
Process
Process adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis,
rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penangan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi
menjalankan standards of conduct yang telah diterima dan diakui oleh masingmasing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan pelayanan terhadap
pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur
dari tiga aspek, yaitu :
3.
a.
Sesuai tidaknya proses itu bagi pasien.
b.
Efektivitas prosesnya.
c.
Kualitas interaksi pelayanan terhadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di
rumah sakit terhadap pasien. Diperlukan sebuah pedoman untuk mengukur mutu
pelayanan terhadap pasien.
33
Universitas Sumatera Utara
34
2.5
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Motivasi Intrinsik :
1. Tanggung jawab
2. Kemajuan
3. Pekerjaan itu sendiri
4. Pencapaian
5. Pengakuan
Motivasi Ekstrinsik :
Kinerja Perawat di Instalasi
Rawat Inap
1. Administrasi dan kebijakan perusahaan
2. Penyeliaan (supervisi)
3. Insentif
4. Hubungan antar pribadi
5. Kondisi Kerja
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian
yaitu ada pengaruh motivasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun
2016.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja
2.1.1
Pengertian Kinerja
Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual
performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan
karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan
perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014).
Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja
individu atau sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria
dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi (Torang,
2014).
2.1.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith
Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa :
a.
Human Performance =
Ability + Motivation
b.
Motivation
=
Attitude + Situation
c.
Ability
=
Knowledge + Skill
10
Universitas Sumatera Utara
11
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang
memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka
ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man
in the right place, the right man on the right job).
2.
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja).
2.1.3
Standar Kinerja
Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah
menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam Yuli,
2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian terhadap
prestasi/kinerja karyawan, yaitu :
1.
Jumlah keluaran (quantity of output)
Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi
karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara
membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya (standar
normal) dengan kemampuan sebenarnya.
11
Universitas Sumatera Utara
12
2.
Kualitas keluaran (quality of output)
Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah
sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai standar
quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang dihasilkan
dibanding jumlah output.
3.
Waktu Keluaran (timelines of output)
Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang
sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja. Apabila
karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai dengan
standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki prestasi yang
baik.
4.
Tingkat Kehadiran (presences at work)
Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja
karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam standar
ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yag ditetapkan
maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal
terhadap organisasi.
5.
Kerja Sama (cooperativeness)
Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada
tingkat supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai
target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi.
Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing – masing
supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4
Penilaian Kinerja
Armstrong (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa pada umumnya
skema manajemen kinerja disusun dengan menggunakan peringkat dan ditetapkan
setelah dilaksanakan penilaian kinerja. Peringkat tersebut menunjukkan kualitas
kerja atau kompetensi yang ditampilkan pegawai dengan memilih tingkat pada
skala yang paling dekat dengan padangan penilai tentang seberapa baik kinerja
pegawai.
Mathias dan Jackson (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa penilaian
kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik
pegawai melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat
standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai.
Penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk
digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja
individu waktu berikutnya penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan –
keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer,
dan kondisi kepegawaian lainnya (Yani, 2012).
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Yani (2012) pada dasarnya
meliputi :
1.
Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2.
Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok,
kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3.
Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
13
Universitas Sumatera Utara
14
4.
Untuk pembeda antar karyawan satu dengan yang lain.
5.
Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam :
(1)
Penugasan kembali, seperti mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan.
(2)
Promosi, kenaikan jabatan.
(3)
Training dan latihan.
6.
Meningkatkan motivasi kerja
7.
Meningkatkan etos kerja.
8.
Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi
tentang kemauan kerja mereka.
9.
Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier
selanjutnya.
10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.
11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan
keputusan perencanaan sukses.
12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan
dengan gaji, upah, kompensasi dan sebagai imbalan lainnya.
14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun
pekerjaan.
15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
16. Sebagai alat untuk membantu mendorong karyawan mengambil inisiatif
dalam rangka memperbaiki kinerja.
Universitas Sumatera Utara
15
17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen,
pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling
ketergantungan di antara fungsi - fungsi SDM.
18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan - hambatan agar kinerja
menjadi baik.
19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.
2.2.
Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Edwin B Flippo (dalam Hasibuan, 2000), motivasi adalah suatu
keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara
berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai.
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai
faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2010).
Motivasi dapat dijelaskan sebagai suatu pembentukan perilaku yang
ditandai oleh bentuk – bentuk aktivitas atau kegiatan melalui proses psikologis,
baik yang dipengaruhi oleh faktor intrinsic maupun extrinsic yang dapat
mengarahkannya dalam mencapai apa yang diinginkannya (tujuan). Pengertian ini
mengandung arti bahwa seseorang dapat diarahkan pada perilaku tertentu melalui
rangsangan dari dalam maupun dari luar (Yuli, 2005).
15
Universitas Sumatera Utara
16
Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan
kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 2002).
2.2.3 Tujuan Motivasi
Menurut Hasibuan (2000), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut :
1.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2.
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3.
Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5.
Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
8.
Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9.
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya.
10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku.
2.2.4
Jenis – Jenis Motivasi
Menurut Hasibuan (2000), ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif
dan motivasi negatif.
1.
Motivasi Positif (Insentif Positif)
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan
dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas
prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan
Universitas Sumatera Utara
17
meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik – baik
saja.
2.
Motivasi Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar
mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat
bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena
mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat
kurang baik.
Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu
perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan
semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau
motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif
efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka
pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
2.2.5
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor Intrinsik terdiri dari :
Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2011), faktor – faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu :
1.
Faktor Motivasi (Faktor Intrinsik)
a.
Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk
menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai
dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima.
17
Universitas Sumatera Utara
18
b.
Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.
c.
Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi
pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah
pekerjaan dan sifat pekerjannya.
d.
Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi
keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya
pelaksanaan
kerja
penyelesaian
masalah
dan
usaha
untuk
mempertahankan keberhasilan.
e.
Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala
tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari
penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan
kerja dan masyarakat umum.
2.
Faktor Higienis (Faktor Ekstrinsik)
a.
Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan
organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan
b.
Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima
oleh karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan
Universitas Sumatera Utara
19
dalam
memperlakukan
karyawan
ketika
atasan
memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada karyawan.
c.
Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai
imbalan perilaku kerja karyawan.
d.
Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi
antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya.
e.
Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik
tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri – ciri ruangan.
2.3
Perawat
2.3.1 Pengertian Perawat
Menurut Internasional Council of Nursing (dalam Iskandar, 2013),
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang
memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang – undangan (Undang – Undang No. 38 tahun
2014).
Berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh, perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara
19
Universitas Sumatera Utara
20
Diploma III (D3) dan/atau Sarjana Strata 1 (S1), baik dalam negeri maupun luar
negeri, yang program pendidikannya sesuai dengan standar keperawatan dan
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.02.0/Menkes/148/I Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat).
2.3.2 Peran Perawat
Peran Perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam
praktik, di mana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan
diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab
keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional (Iskandar,
2013).
Peran perawat menurut Doheny (dalam Iskandar, 2013) meliputi :
1.
Care Giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
2.
Client Advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien
3.
Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien
4.
Educator, sebagai pendidik klien
5.
Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
6.
Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber –
sumber dan potensi klien
7.
Change Agent, sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan – perubahan.
Universitas Sumatera Utara
21
8.
Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan
masalah klien
2.3.3
Fungsi Perawat
Fungsi Perawat menurut Iskandar (2013), yaitu :
1.
Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana
perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia
seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta dan
mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
Dalam hal ini, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi
keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu memecahkan masalah
yang dihadapi atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain dan
bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan (akuntabilitas). Contoh dari
tindakan keperawatan mandiri adalah seorang perawat merencanakan dan
mempersiapkan perawatan pada mulut klien setelah mengkaji keadaan mulut
pasien.
2.
Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan
atau instruksi dari perawat lain atau dokter. Sehingga sebagian tindakan
pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat
21
Universitas Sumatera Utara
22
spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana
atau dari dokter ke perawat pelaksana. Contoh dari tindakan fungsi
ketergantungan adalah memberikan injeksi antibiotik.
3.
Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang
mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.
2.3.4 Bentuk Pelayanan Perawat
Manusia merupakan makhluk yang unik, tetapi masing-masing memiliki
kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas aspek biologis, psikologis,
sosiokultural, dan spiritual. Menurut Budiono (2015), bentuk pelayanan perawat
antara lain :
1.
Kebutuhan Biologis
Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan kepada pasien/klien
yang membutuhkan perawatan secara jasmani yang berkaitan dengan kesehatan
fisik.
2.
Kebutuhan Psikologis
Pelayanan
perawat
pada
kebutuhan
psikologis
diberikan
kepada
pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara psikologis yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
23
dengan kesehatan mental pasien. Gangguan kesehatan mental misalnya stress
ataupun depresi, yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal.
3.
Kebutuhan Sosial dan Kultural
Pelayanan perawat pada kebutuhan sosial diberikan kepada pasien/klien
yang mengalami hal-hal yang terjadi langsung di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat. Misalnya, pasien/klien yang mengalami kekerasan fisik yang
berdampak pada kesehatan fisik maupun mental. Pelayanannya dapat diberikan
dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun pendampingan terhadap pasien.
4.
Kebutuhan Spiritual
Pelayanan perawat pada kebutuhan spiritual diberikan kepada pasien/klien
yang memerlukan bimbingan spiritual seperti motivasi atau kajian keagamaan.
Pelayanan yang diberikan misalnya dalam bentuk mentoring langsung dengan
pasien/klien.
2.3.5
Standar Praktek Keperawatan
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2005), standar praktik
keperawatan Indonesia terdiri dari :
1.
Standar I : Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian
perawat merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang
bertujuan menetapkan dasar tentang tingkat kesehatan klien yang
digunakan untuk merumuskan masalah dan rencana tindakan.
23
Universitas Sumatera Utara
24
2.
Standar II : Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan
rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,
pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan
klien.
3.
Standar III : Perencanaan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan
dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.
4.
Standar IV : Pelaksanaan Tindakan (Implementasi)
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat mengimplementasikan
rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan
berpengaruh pada hasil yang telah diharapkan.
5.
Standar V : Evaluasi
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap
tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah
ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek
keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup
berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang telah
dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung pada
pengkajian yang berulang – ulang.
Universitas Sumatera Utara
25
2.4
Rumah Sakit
2.4.1
Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit
atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi
umum dan keuangan (Undang - Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Menurut Adiatama (dalam Herlambang, 2012), rumah sakit merupakan
suatu tempat dan juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan organisasi yang
menyediakan pelayanan pasien rawat inap. Rumah sakit juga merupakan suatu
tempat bekerja tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
dalam upaya pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit dapat dipandang
bertanggung jawab atas kesalahan dan atau kelalaian tenaga kesehatan yang
bekerja di dalamnya.
2.4.2
Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit Umum
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan menjadi :
25
Universitas Sumatera Utara
26
1.
Rumah Sakit Umum Kelas A
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas A terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 6 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
lain;
6) 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis; dan
7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
Universitas Sumatera Utara
27
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian;
3) 5 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
tenaga teknis kefarmasian.
5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
tenaga teknis kefarmasian;
6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya
disesuaikan
dengan
beban
kerja
pelayanan
kefarmasian rumah sakit.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
27
Universitas Sumatera Utara
28
2.
Rumah Sakit Umum Kelas B
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas B terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
lain;
6) 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis; dan
7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
Universitas Sumatera Utara
29
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian;
3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
tenaga teknis kefarmasian;
5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
tenaga teknis kefarmasian;
6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantuk oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuiakan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan
7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya
disesuaikan
dengan
beban
kerja
pelayanan
kefarmasian rumah sakit.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
29
Universitas Sumatera Utara
30
3.
Rumah Sakit Umum Kelas C
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
3) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
4) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
5) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 2 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 4 tenaga teknis kefarmasian;
Universitas Sumatera Utara
31
3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
tenaga teknis kefarmasian;
4) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
4.
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling
sedikit terdiri dari :
a.
Pelayanan medik;
b.
Pelayanan kefarmasian;
c.
Pelayanan keperawatan dan kebidanan;
d.
Pelayanan penunjang klinik;
e.
Pelayanan penunjang nonklinik; dan
f.
Pelayanan rawat inap.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas :
a.
Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :
1) 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;
2) 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;
31
Universitas Sumatera Utara
32
3) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
dasar;
b.
Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :
1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;
2) 1 apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang
dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian;
3) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian rumah sakit; dan
c.
Tenaga keperawatan
d.
Tenaga kesehatan lain
e.
Tenaga non kesehatan
2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit
Menurut Herlambang (2012), Standar mutu pelayanan sebuah rumah sakit
akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan rumah
sakit tersebut. Standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit juga dapat dikaji
dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan
tingkat efesiensi rumah sakit. Ada beberapa aspek penting yang perlu di analisa
apabila kita ingin membahas indikator standar mutu pelayanan rumah sakit.
Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit adalah semua masukan
(input), proses (process), dan hasil atau keluaran (outcome).
Universitas Sumatera Utara
33
1.
Input
Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit meliputi tenaga,
peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa jika
struktur input tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu pelayanan serta
lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan.
2.
Process
Process adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur
antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis,
rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penangan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi
menjalankan standards of conduct yang telah diterima dan diakui oleh masingmasing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan pelayanan terhadap
pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur
dari tiga aspek, yaitu :
3.
a.
Sesuai tidaknya proses itu bagi pasien.
b.
Efektivitas prosesnya.
c.
Kualitas interaksi pelayanan terhadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di
rumah sakit terhadap pasien. Diperlukan sebuah pedoman untuk mengukur mutu
pelayanan terhadap pasien.
33
Universitas Sumatera Utara
34
2.5
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Motivasi Intrinsik :
1. Tanggung jawab
2. Kemajuan
3. Pekerjaan itu sendiri
4. Pencapaian
5. Pengakuan
Motivasi Ekstrinsik :
Kinerja Perawat di Instalasi
Rawat Inap
1. Administrasi dan kebijakan perusahaan
2. Penyeliaan (supervisi)
3. Insentif
4. Hubungan antar pribadi
5. Kondisi Kerja
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.6
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian
yaitu ada pengaruh motivasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun
2016.
Universitas Sumatera Utara