PERAN KEPEMIPINAN LURAH DALAM PEMBANGUNA

PERAN KEPEMIPINAN LURAH DALAM PEMBANGUNAN DAERAH MELALUI
LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK)
(Studi Analisis Partisipasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Merjosari Kota Malang
Tahun 2013)
AJI BUDIONO
NIM. 0811250013
Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Brawijaya Malang
e-mail: ketikajahaji@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini mengkaji sisi kepemimpinan Lurah Merjosari kota Malang tahun 2013 terkait:
Strategi pembangunan daerah dari sisi partisipasi pemberdayaan masyarakat melalui Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK). Penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling dimana peniliti mencari narasumber yang dinilai paham kondisi pembagunan daerah
di wilayah Kelurahan Merjosari. Hasil penelitian ini peran Lurah Merjosari dalam
pembangunan meliputi kegiatan sosialisasi dan publikasi kepada masyarakat melaui kegiatan
dalam kewenangan formal maupun nonformal sepeti shalat jumat, tahlilan, upacara, momen
perkumpulan masyarakat. Pembangunan identitas masyarakat Merjosari mejadi dasar bagi
rasa kepemilikan masyarakat Merjosari sehingga antusiasme partisipasi pemberdayaan
masyarakat menjadi dominan serta didukung oleh kepemilikan pengelolaan aset secara
mandiri oleh LPMK kelurahan Merjosari. Faktor yang mendukung penempatan Abdullah

sebagai Lurah Merjosari menjadi pendukung dikarenakan faktor orang asli daerah yang
dianggap mengenal sistem sosial budaya masyarakat merjosari. Transparansi anggaran
pembagunan LPMK Merjosari dan dikelola secara bersama dengan masyarakat. Serta aset
penggelolaan keuangan yang menghasilkan benefit besar dan dijadikan dana kas untuk
kegiatan pada tahun-tahun selanjutnya.
Kata kunci: peran kepemimpinan Lurah, LPMK, Partisipasi Pemberdayaan
PENDAHULUAN
Kelurahan merupakan lembaga satuan
terkecil diantara perangkat daerah yang
bertanggung jawab kepada kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pada
konteks otonomi daerah perangkat daerah
terdiri atas: Kabupaten/Kota, Sekertariat
daerah, Sekertariat DPRD, Dinas, Lembaga
Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan
(Pasal 120 ayat 2, UU 32 tahun 2004).
Otonomi daerah sendiri dimaknai sebagai
hak, wewenang, dan kewajiban daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan (pasal 1 angka 5 UU
32 tahun 2004).

Kelurahan dipimpin oleh seorang
Lurah yang bertatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil seusian dengan Peraturan
Pemerintah No. 73 Tahun 2005. Disebutkan
Lurah haruslah memiliki syarat-syarat
berupa kemampuan teknis dibidang
administrasi pemerintahan dan memahami
kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
selain itu masa kerja minimal 10 tahun dan
pangkat/golongna minimal III/c (pasal 4).
Maka tak heran apabila penempatan
jabatan Lurah oleh Bupati/Walikota sering
dikaitkan dengan istilah The Right Man On

The Right Place. Sebab pertimbangan akan
kemampuan pemahaman wilayah terkadang
menjadi
pertimbangan
bagi
Bupati/Walikota
dalam
menempatkan

Lurah, karena Lurah merupakan bentuk
jabatan selected yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota. Berbeda dengan jabatan
elected seperti pada Kepala Desa ataupun
Bupati/Walikota.
Berbicara pembangunan daerah dan
manajemen pemeritahan Kelurahan, maka
tidak adak terepas dari peran partisipasi
masyarakat yang dapat ditinjau melalui
kerangka manajemen pemerintahan good
governance. Adanya good governance

menurut Giddens merupakan reformasi
terhadap tata penyelenggaraan pelayanan
publik dan pembangunan yang diarahkan
pada pembangunan manajemen tata kelola
pemerintahan (governance) bukan hanya
pada pemerintah (goverment). Kebijakan
tidak lagi tersentralisasi pada peran
pemerintah, melainkan melibatkan peran
aktif masyarakat dalam mewujudkan
pembangunan daerah (Hardjanto, 2012, h.
21).
Adanya peran aktif atau partisipasi
dari masyarakat merupakan bentuk konsep
pembanguan
daerah
dengan
cara
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat merupakan sebuah konsep
pembangunan

menuju
kesejahteraan
masyarakat yang melibatkan nilai-nilai
sosial. Chambers menjelaskan konsep ini
mencerminkan
paradigma
baru
pembangunan, yakni bersifat people
centred, participatory, empowering, and
sustainable (Huraerah, 2008, h. 81).
Disinilah letak Lurah berperan
dengan
penggunaan
kewenagnannya
sebagai pemimpin. Melalui kesaan fornal
yang melekat sebagai seorang pemimpin.
Selain bertugas secara adminitratif dan
memberikan pelayanan umum beserta
kelengkapan infrastukturnya, Lurah sebagai
pemimpin dalam menjalankan amanat UU.

32 tahun 2004, mempunyai tugas dalam
pemberdayaan masyarakat (pasal 127 ayat
3).
Dalam
melaksanakan
program
pembangunan pemberdayaan masyarakat
secara partisipatif, Kelurahan tidak bekerja
sendirian, melainkan bersama LPMK

(Lembaga
Pemberdayaan
Masyarakat
Kelurahan)
sebagai
implementasi
keberlanjutan dari good governance pada
tingkat Kelurahan. Lurah bersama LPMK
menjadi stimulus pembangunan di tingkat
Kelurahan melalui mekanisme musyawarah

(PerWal kota Malang No. 18 tahun 2007
tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Stimulant Pembangunan di Kelurahan Kota
Malang). Peran LMPK menurut Peraturan
Daerah (Perda) kota Malang No. 13 tahun
2010 disebutkan: LPMK mempunyai tugas
dalam pelaksanaan urusan pemerintahan,
pembangunan, sosial kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat (Pasal 4 ayat 3).
LPMK merupakan salah satu bentuk
lembaga kemasyarakatan yang dibentuk
oleh Kelurahan. Pembentukan lembaga
kemasyarakatan dilandasi oleh Peraturan
Pemerintah (PP) No. 73 tahun 2005 tentang
Kelurahan, dimana LPMK didirikan atas
prakarsa masyarakat melalui musyawarah
dan mufakat (pasal 10 dan 11). LPMK
dibentuk
sebagai
mitra

pemerintah
Kelurahan
dalam
menampung
dan
mewujudkan aspirasi kebutuhan demokrasi
masyarakat di bidang pembangunan daerah.
Tugas LPMK tidak lain memfasilitasi
kegiatan pembangunan dan kemasyarakatan
serta menyusun garis-garis besar kebijakan
program pembangunan.
PERMASALAHAN
Dari paparan permasalah tersebut
diatas, penelitian ini bertujuan mengetahui
sejauh mana na peran kepemimpinan Lurah
Merjosari
dalam
mewujudkan
pembangunan daerah melalui partipasi
pemberdayaan ditinjau dari konsep good

governance.
Selain
itu
mengetahui
bagaimanakah bentuk strategi Lurah
bersama
Lembaga
Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (LPMK) dalam
mendorong
pembangunan
partisipasi
pemberdayaan
masyarakat
Kelurahan
Merjosari dan faktor-faktor apakah yang
mendukung dan menghambat proses
pemberdayaan
partisipasi
masyarakat

Kelurahan Merjosari pada tahun 2013.

PEMBAHASAN
Sekilas kawasan dan kepemimpinan di
Merjosari Malang
Kawasan Merjosari pada mulanya
merupakan wilayah Desa didalam daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Malang.
Pada tahun 1987, Peraturan Pemerintah
No. 15 Tahun 1987 merubah wilayah Desa
Merjosari bukan lagi wilayah Kabupaten
Dati II Malang, tetapi masuk kedalam
wilayah administratif Kotamadya Daerah
Tingkat II Malang bersama dua Desa
lainnya, yaitu Desa Tlogomas dan Desa
Karang Besuki. Sejak diberlakukan UU No
22 tahun 1999 status Kotamadya Daerah
Tingkat II Malang berganti menjadi Kota
Malang dan menempatkan wilayah
administratif daerah Merjosari tetap

berstatus Desa.
Pada tahun 2000 kawasan Merjosari
mengalami perubahan status dari Desa
menjadi Kelurahan. Perubahan Status ini
diperkuat dengan ditetapkan Peraturan
Daerah kota Malang No.12 tahun 2000
dengan tujuan: Untuk meningkatkan
kegiatan penyelenggaraan pemerintah
secara berdaya guna dan berhasil guna
meningkatkan
pelayanan
terhadap
masyarakat kelurahan sesuai dengan
tingkat
perkembangan
pembangunan
(Pasal 2).
Keputusan Walikota Malang Nomor
324 Tahun 2005 tentang Kode dan Data
Wilayah Administratif Pemerintah Kota
Malang,
menyebutkan
Kelurahan
Merjosari memiliki luas 336 km2 terdiri
atas 12 Rukun Warga (RW) dan 82 Rukun
Tetangga (RT). Menurut keterangan
Kelurahan Merjosari jumlah penduduk
hingga akhir juni 2013 sebesar 16.729
jiwa, 4,478 Kepala Keluarga dengan
rincian 8,868 jiwa laki-laki dan 7.861.
Industri mikro seperti toko kios dan
warung kecil lebih banyak berkembang di
Kelurahan Merjosari sedangkan selebihnya
industri rumah tangga dan rumah makan.
Pertambahan penduduk/mahasiswa baru di
malang 50.000/tahun menjadi salah satu

faktor berkembangnya jumlah toko, kios
dan warung di Kelurahan Merjosari
(Renstra LPMK 2013).
Pada tahun 2013,
Kelurahan
Merjosari kota Malang dipimpin oleh
Lurah yang bernama Abdullah. Abdullah
merupakan mantan Kepala Desa sebelum
status Desa Merjosari berubah menjadi
kelurahan pada tahun 2002.
Dahulu
menurut narasumber bernama Wardi yang
merupakan tokoh masyarkat Merjosari.
Legitimasi kekuasaan seorang pemimpin
didasarkan pada kepercayan terhadap
Tuhan, Dewa atau Wahyu. Dimana sekitar
pada tahun 1950 hingga pada tahun 1990,
masyarakat percaya bahwa seorang
pemimpin itu terpilih karena pulung, atau
ilham dari Tuhan. Selanjutnya memasuki
tahun 1990 kewenangan yang berasal dari
sumber kekuasaan didatkan seoran
pemimpin, berdasarkan keahlian dan
kekayaan
sehingga
menimbulakn
kepercayaan
masyarakat
(legitimasi).
Keahlian dan kekayaan yang menimbulkan
keperyaan ini didapat dari orang yang
sebelumnya menduduki posisi/jabatan pada
lembaga Desa merjosari. seperti carik
(sekretaris
desa),
kepetengan
(perlindungan masyarakat dan kebayan
(kepala urusan).
Mewujudkan pembangunan dalam
kerangka konsep Good Governance
Badan program pembanguan PBB
atau UNDP yang berkonsentarsi pada
bidang
ekonomi
pembangunan,
memformulasikan 8 indikator atas prinsip
good governance yaitu: participation, rule
of law, transparancy, resposiveness,
consensus
orientation,
equity,
accountability,dan
strategic
vision
(Hardjanto, 2002, h. 24).
Good governance merupakan sebuah
sistem integrasi yang melibatkan banyak
peaku
(multistakeholderi)
antara
pemerintah dengan non pemerintah (pihak
swasta dan masyarakat). Dimensi yang

melekat pada sisi kewenangan Lurah dan
good governance yaitu :
- Equty (kesetaraan), dimana lurah
sebagai
pejabat
pemerintah
memberikan kesempatan yang sama
kepada masyarakat terlibat dalam
proses pentuan kebijakan, dalam hal
ini pembuatan kebijakan tingkat
Kelurahan.
- Consensus Orientation (kesepakatan
bersama), menjadi penting bagi
perangkat
Keulurahan
mengedepankan
kebijakan
berdasarkan prioritas kebutuhan.
- Participation (partisipasi), Lurah
berperan
dalam
meningkatkan
pemberdayaan masyarakat di daam
pembangunan daerah baik baik
pembangunan fisik maupun non-fisik
(karakter).
- Responsiveness,
segala
bentuk
kebijakan yang telah disepakati
direspon secara bersama baik oleh
pemerintah, maupun oleh masyarakat
melalui LPMK.
Pada tahap equity, Lurah sebagai
pemimpin formal, secara prosedural
berpedoman pada Peraturan Daerah
(Perda) kota Malang. Sehingga peran
Lurah Merjosari dalam hal ini ialah
Abdullah yaitu menjalin koordinasi dan
sinergi antar lembaga kemasyarakatan di
tingkat
Merjosari.
Lembaga
Kemasyarakatan di Merjosari meliputi:
LPMK, Badan Keswadaayan Masyarakat
(BKM), Karang Taruna, Karang Werda,
Kader Masyarakat, Kader Linmas dan
Posyandu.
Khusus
untuk
lembaga
pemberdayaan, dipisahkan menjadi dua
kelompok yaitu Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan (LPMK) dan Badan
Keswadayaan
Masyarakat
(BKM).
Perbedaan keduanya yaitu dana BKM
berasal
dari
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarkat
Mandiri
(PNPM) yang berasal dari APBN.
Sedangkan dana LPMK berasal dari APBD
kota Malang yang terdiri atas: 1) swadaya
Masyarakat; 2) Hibah pemerintah kota; 3)
Hibah Pemerintah Provinsi; 4) Hibah

Pemerintah pusat dan 5) Bantuan hibah
lainnya yang sah (pasal 13 Perda kota
Malang 18 tahun 2001).
Mekanisme pengambilan kebijakan
(decision
making )
terkait
program
pemberdayaan masyarakat di Kelurahan
Merjosari dilakukan oleh Lurah melalui
musyawarah
(consensus).
Konsensus
dilakuakn dalam
bentuk koordinasi
musyarawah dengan pengurus RT RW dan
lembaga
tingkat
kelurahan
pada
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kelurahan (MUSRENBANGKEL) yang
diadakan pada awal tahun. Fokus
musyawarah besar ini ialah pengelolaan
dana hibah yang disalurkan Pemerintah
Kota kepada LPMK dengan kesesuaian
pembanguan di Kelurahan Merjosari.
Besaran dana hibah untuk LPMK
Kelurahan Merjosari untuk setiap tahun
sebesar Rp 750 juta. Rp 250 juta dikelola
Kelurahan sebagai dana pembinaan dan
500 juta untuk kegiatan LPMK untuk dana
pembanguanan dan sosial (wawancara
narasumber Dyah).
Pada tahap pelaksanaan participation
dan responsiveness. Peran Lurah Merjosari
pada tahap partisipasi dengan menjaring
aspirasi
masyarakat
melalui
surat
undangan untuk mengadakan pertemuan
rutin antar RT, RW dan Lembaga tingkat
kelurahan. Undangan yang diberikan
merupakan tahapan mendorong partisipasi
masyarakat kelurahan Merjosari dalam
pembangunan. Baik pembanguann fisik
meliputi sarana dan prasarana, maupun
pembangunan non-fisik meliputi penguatan
karakter seperti pelatihan masyarakat dan
pembanguanan
identitas
masyarakat
terhadap wilayah Merjosari. selanjutnya
pada
responsiveness
dibentuk
tim
pekasanaan kegiatan yang berasal dari
masyarakat dan pemerintah kelurahan. Tim
ini bertugas sebagai pelaksana kegiatan
atas kesepatakan atas tahap pembanguann
hasil dari muswawarah bersama.
Strategi Lurah Merjosari
meningkatkan partisipasi masyarakat
diawali dengan menggali informasi

Sebagaimana yang dikatakan Blake dan
Mouton dalam Hidayat (2007: 206).
Pentingnya membangun kepercayaan
menjadi poin utama bagi seorang
pemimpin dalam hal ini Lurah Merjosari.
Kepercayaan (inquiry) dibangun atas dasar
kepemilikan informasi pemimpin atas
masyarakat secara komprehensif. Robbins
(2006)
mendefinisikan
tiga
jenis
kepemimpinan yaitu: kepercayaan berbasis
ketakutan;
kepercayaan
berbasis
pengetahuan; dan kepercayaan berbasis
identifikasi. Dalam prakeknya Lurah
Merjosari dalam mengidentifikasi sejumlah
persoalan
ditempuh
dengan
cara
mendatangi masing-masing kelompok
sebelum antar kelompok yang bertikai
dipertemukan. Hal ini dilakukan untuk
dapat mencari akar persoalan sebelum
diadakan musyawarah antar kelompok
yang bertikai. Membangun saling adanya
kepercayan dalam masyarakat didasarkan
atas riwayat interaksi yang terjadi secara
intensif.
Pemanfaaan sarana komunikasi publik
dan pengadaan event

Harol D. Laswell menyatakan dalam
mengkaji politik masyarakat tidak terlepas
dari
adanya
kekuasaan,
kekayaan,
penghormatan,
kesehatan,
kejujuran,
keterampilan, pendidikan dan kasih sayang
(Budiarjo, 2008, h. 18). Harold D. Laswell
dalam bukunnya politics who gets, what,
when, how secara esensi mengartikan
politik adalah kekuasaan, terutama
kekuasaan untuk menentukan kebijakan
publik (Budiarjo, 2008, h. 73).
Abdullah sebagai lurah berinisiatif
melalui
langkah
persuasi
dalam
menyampaikan
informasi
seputar
Kelurahan melalui sarana pertemuan warga
Merjosari. sarana yang sering digunakan
oleh Lurah Merjosari seperti Masjid
dimana Abdullah sering diminta menjadi
penceramah pada kegiatan shalat Jum’at.
Selain Masjid saran yang perkumpulan
warga seperti tahlilan juga menjadi sarana
penyampaian informasi kepada masyarakat
Merjosari. Lurah Merjosari Abdullah

mencoba membangun kepercayaan kepada
masyarakat dengan cara selalu mendatangi
setiap undangan dari masyarakat. Selain
sarana dari warga, pihak kelurahan
Merjosari juga mengadakan event tahunan
sebagai bentuk menggali sejarah Merjosari
dengan tujuan membangun kebanggaan
terhadap Kelurahan Merjosari. pada tahun
2013 adanya event yang diselenggarakan
berupa Festival Kampoeng Merjosari
Bangkit 2013 (FKMB 2013). Event ini
digunakan Abdullah dengan memanfaatkan
kewenangan sebagai Lurah dengan
memanfaatkan tradisi dan kepercayaan
yang telah mengakar di masyarakat
Merjosari. sejatinya event ini merupakan
kegiatan bersih desa. Tujuan lain dari event
ini suntuk menggali sejarah kepemimpinan
di wilayah Merjosari. kegiatan-kegiatan
yang diselenggarakan seputar kerjabakti
masal, napak tilas dan ziarah leluhur,
pengajian umum, pawai obor, karnaval,
penghargaan terhadap tokoh masyarakat
Merjosari. Harapan Lurah berserta seluruh
perangkat kelurahan dengan adanya event
tahunan ini dapat memupuk kedekatan
diantara warga untuk pembangunan
wilayah Merjosari.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Adapun faktor pendukung yang dimiliki
lurah
dalam
peran
membangun
pembangunan daerah di Kelurahan
Merjosari meliputi:
- Abdullah merupakan orang asli
mejosari
Kekuaan potensial yang melekat pada
diri Abdullah yang telah dikenal oleh
masyarakat Merjosari dari semenjak
menjabat
sebagai
Kepala
Desa
Merjosari hingga kembali terpilih
sebagai pemimin formal yaitu Lurah.
Reputasi yang melekat melalui sebagai
tokoh masyarakat yang nilai-nilai
agamanya kuat menurut narasumber
Wardi
menjadikan
keabsahan
(legitimate power ) bagi Abdullah yang
juga merupakan tokoh masyarkat yang
cukup disegani dalam memberikan
nasihat dalam program pembangunan

melalui LPMK. Sehingga Abdullah
dinilai mengetahui kondisi sosial
kemasyarakatan Merjosari.
- Pengelolaan Asset Kelurahan
Pengelolaan swakelola secara mandiri
berupa
asset
menjadi
cermin
pemberdayaan masyarakat yang berasal
dari kemampuan mencari dana secara
mandiri dan kemudian mengelolanya.
Aset yang dimaksud yaitu: Persewaan
Gedung, Persewaan Kuliner Merjosari,
Persewaan Lapangan Olahraga, Sewa
penggunaan taman Merjosari. tercatat
jumlah keuntungan aset merjosari pada
akhir 2013 senilai Rp 91.631.725 dari
pembukuan jumlah aset awal pada akhir
2012 senilai Rp 1.600.000 (LPMK
2013). indikasi peningkatan pendapatan
ini merupakan wujud pengelolaan
keuangan
yang
menghasilkan
pemasukan yang luar biasa besar yang
nantikanya
digunakan
untuk
pembangunan wilayah Merjosari diluar
dari dana yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Malang.
Adapun Faktor penghambat yaitu:
- Kurangnya intensitas pertemuan pada
tingkat RW
- Tidak Sepenuhnya pengurus LPMK
Aktif
- Masih bergantung pada dana Hibah
- Primordial Kepemimpinan di Merjosari
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan peneliti di Kelurahan Merjosari
kota malang terkati peran kepemiminan
Lurah dalam pembangunan daerah melalui
Lembaga
Pemberdayaan
Masyarakat
Kelurahan
(LPMK)
menghasilkan
beberapa kesimpulan yaitu Lurah sebagai
pemimpin formal dalam institusi formal
menjalankan tugasnya sesuai dengan
Peraturan Daerah kota Malang yang sudah
ditetapkan, adapun dalam pengambilan
keputusan dilakuan secara musyawarah
baik pada agenda pertemuan tahunan
Musrebangkel maupun agenda rutin
pertemuan yang bersifat informal. Strategi

yang digunakan Lurah Merjosari dengan
cara mengumpulakan informasi terkait
kepentingan
masyarakat
sebelum
menetapkan kebijakan dan memanfaakan
sarana publik dalam publikasi kegiatan
serta mengadakan event sebagai bentuk
membangunan karakter masyarakat yang
bangga akan daerah Merjosari. dilihat dari
faktor pendukung, Lurah Merjosari yaitu
Abdullah merupakan tokoh masyarakat
yang dihormati di Kelurahan Merjosari
sehingga faktor kekuasaan personal
melekat
pada
diri
Lurah
dalam
memberikan saran kepada masyarakat
melalui LPMK. Selain itu adanya
pengelolaan
aset
secara
swakelola
mendorong
kemandirian
masyarakat
Merjosari. sedangakan faktor penghambat
kurangnya intensitas pertemuan antar
lembaga kemasyarakatan merjosari, tidak
sepenuhnya pengurus LPMK aktif, dan
masyarakat masih bergantung pada dana
hibah serta kepercayaan masyarakat bahwa
wilayah Merjosari haruslah dipimpin oleh
orang Merjosari.
Adapun rekomendasi yang dapat
peneliti
berikan
yaitu
perlunya
pengembangna aset kelurahan Merjosari
agar dapat mewujudkan masyarakat
Merjosari yang mandiri secara ekonomi,
dan menjadikan masyarakat merjosari
bangga akan wilayah merjosari. selain itu
pentingnya pertemuan rutin dilaksanan
sebagai bagian keberlanjutan program
pembangunan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Huraerah,
Abu.
Pengorganiasian
Pengembangan Masyarakat Model &
Strategi Pembangunan Berbasis
Kerakyatan, Bandung: Humaniora,
2008.
Mochtar Pabottinggi, Syarif Hidayat, dkk.
Membangun Format Baru Otonomi
Daerah, LIPI (P2). Jakarta: LIPI
(P2P), 2006.
Robbins, Stephen. P.. Perilaku Organisasi,
edisi kesepuluh. Jakarta: PT Indeks,
2006.

Hardjanto, Imam. Teori Manajemen
Publik, Bahan Ajar FIA UB. Malang:
FIA Universitas Brawijaya, 2013.
LPMK Merjosari. Rencana Strategis
LMPK
Merjosari
Kelurahan
Merjosari Kecamatan Lowokwaru
Kota Malang. Malang: 2013
Kelurahan Merjosari. Rencana Strategis
Kelurahan Merjosari Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang 2013-2018.
Malang: 2013
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 2005
tentang Kelurahan