lembaga pendidikan islam non formal (3)

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen: Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si
Dra. Hj. Ade Aisyah, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 9 / PAI-D / V
- Sani Rizki Firmansah

11320201

- Suryati Suteja

1132020167

- Wulan Lismawati

1132020174

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya yang begitu
melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan dengan
sebaik-baiknya.
Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah
memberi arahan dan pemahaman dari materi yang penyusun harus sampaikan lewat makalah ini.
Terimakasih pula kepada rekan-rekan yang telah bekerjasama dengan baik. Tak lupa juga
terimakasih atas berbagai referensi yang penulis ambil dan penulis gunakan.
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang membahas tentang
“Lembaga Pendidikan Islam Non Formal”, kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat
tidak hanya bagi penyusun tetapi juga bagi khalayak umum. Semoga juga makalah ini dapat
menjadi referensi bagi setiap orang yang membutuhkan informasi.
Penyusun mohon maaf apabila ada kesalahan yang tercantum dalam makalah ini. Apabila
saudara


menemukan kesalahan, kami harap saudara dapat membenahi kesalahan tersebut.

Semoga bermanfaat.

Bandung, Desember 2015

Penyusun

Ilmu Pendidikan Islam

Page 1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan.................................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Non Formal...................................................... 2

B. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal............................................................................ 2
C. Tujuan Pendidikan Nonformal........................................................................................ 4
D. Jenis Lembaga Pendidikan Masyarakat (nonformal)..................................................... 4
E. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat........................................................................ 12
BAB III Penutup
A. Simpulan......................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka

Ilmu Pendidikan Islam

17

Page 2

BAB I
PENDAHULUAN

Persoalan pendidikan muncul seiring dengan adanya manusia itu sendiri di atas dunia, oleh
karena manusia itu merupakan homo educandum yang artinya bahwa manusia itu pada
hakekatnya merupakan makhluk yang di samping dapat dan harus didik, juga dapat dan harus

mendidik. Dengan demikian, pernyataan ini memperluas arti pendidikan sebenarnya yang selama
in orientasi manusia terhadap dunia pendidikan adalah dunia sekolah.
Kondisi tersebut diatas, saat ini telah banyak ditinggalkan orang-orang dan karena
beranggapan bahwa belajar di dunia sekolah bukan satu-satunya faktor yang menentukan corak
kehidupan seseorang. Dengan lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang selalu berubah,
mengharuskan orang untuk terus menerus belajar agar tidak ketinggalan zaman.
Dalam konteks keindonesiaan, dikenal juga pendidikan seperti yang dimaksud di atas
yakni sebutan pendidikan luar sekolah. Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini
diatur dalam Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah
secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan pendidikan
sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal.
Makalah ini akan membahas khusus tentang Pendidikan Islam non formal yang
diantaranya berupa majlis ta’lim, Remaja Mesjid dan pesantren kilat, baik dilihat dari segi
perkembangannya di Indonesia maupun ditinjau dari segi pengaruhnya bagi pendidikan Islam di
Indonesia.

Ilmu Pendidikan Islam

Page 1


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Non Formal
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak
mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Hampir sejalan dengan pengertian tersebut di atas, Abu ahmadi mengartikan lembaga non
formal kepada semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan
terencana diluar kegiatan lembaga sekolah (lembaga pendidikan formal).
Masyarakat merupakan kumpulan individu

dan kelompok yang terikat oleh kesatuan

bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan
melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia
dari tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat, dia merupakan bagian yang integral
sehinga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan
tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
Berpijak pada tanggungjawab diatas, lahirlah lembaga pendidikan islam yang dapat
dikelompokkan dalam jenis ini adalah:
1. Masjid, Mushallah Langgar, Surau dan Rangkang

2. Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi.
3. Majlis Ta’lim, taman Pendidikan al-Quran taman pendidkan Seni Al-Quran Wirid remaja/
dewasa.
4. Kursus-kursus Keislaman
5. Badan pembinaan Rohani
6. Badan-badan konsultasi keagamaan
7. Musabaqah Tilawah Al-Quran
B. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal
Konsep dasar pendidikan nonformal (PNF) perlu kita ketahui dengan alasan sebagai
konsep dasar sangat diperlukan karena akan merupakan kerangka umum untuk menganalisis atau
sebagai cara menerangkan fenomena-fenomena pendidikan yang terjadi di masyarakat. Alasan
kedua adalah karena lapangan pendidikan nonformal belum diteliti secara saksama dan sitematik
Ilmu Pendidikan Islam

Page 2

pada masa lalu. Bahkan mungkin sampai sekarang masih sedikit hasil-hasil penelitian di bidang
tersebut.
Konsep Dasar yang Pertama, Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang
hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun

orang lain selama ia hidup. Pendidikan hendaknya lebih dari sekadar masalah akademik atau
perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran secara konvensional, melainkan harus mencakup
berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Karena itu,
pendidikan hendaknya meliputi keterampilan kerumahtanggaan (house hold skills), apresiasi
terhadap estetika (aesthetic appreciation), berpikir analitik (analytic thinking), pembentukan
sikap (formation of attitude), pembentukan nilai-nilai dan aspirasi (formation of values and
aspiration), asimilasi pengetahuan yang berguna (assimilation of pertinent knowledge), dan
informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan (information of any sorts).
Konsep Dasar yang Kedua, adalah kebutuhan belajar minimum yang esensial (minimum
essential learning needs). Yang dimaksud dengan kebutuhan belajar di sini adalah sesuatu yang
harus diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum
mereka merasa bertanggung jawab sebagai orang dewasa. Setiap anak mempunyai hak untuk
mendapatkan paket minimum berupa pengetahuan, skills dan sikap untuk menjadi manusia
dewasa yang efektif dan memuaskan. Dalam hal ini, kriterianya akan berbeda antara masyarakat
yang satu dengan yang lain, wilayah yang satu dengan yang lain.
Konsep Dasar yang Ketiga, proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi
memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif.
Perjalanan anak menuju proses dewasa melalui beberapa tahapan masa balita (invancy and early
childhood), masa kanak-kanak (6-12 tahun) yang terkait dengan kebutuhan akan sekolah dasar,
masa remaja (13-18 tahun) yang terkait dengan kebutuhan sekolah menengah, dan pascaremaja

atau dewasa awal (19-24 tahun) terkait dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan tinggi atau
sekolah menengah. Pada masa itu bisa terjadi persiapan-persiapan dan perencanaan ataupun
pelaksanaannya kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan belajar minimum bagi anak lakilaki dan perempuan, khususnya di pedesaan yang relatif belum tersentuh modernisasi, terutama
di negara berkembang.
Konsep Dasar yang Keempat terkait dengan peran pendidikan dalam pengembangan
pedesaan. Pendidikan tanpa adanya faktor perlengkapan lainnya tidak akan dapat dengan
Ilmu Pendidikan Islam

Page 3

sendirinya menimbulkan keberhasilan pembangunan pedesaan. Pendidikan hendaknya dipandang
sebagai salah satu input yang diperlukan bagi pembangunan pedesaan. Dampaknya tidak hanya
bergantung pada kualitas dan relevansi pendidikannya, melainkan pada interaksinya dengan
input komplementer lainnya, sebagaimana halnya produktivitas bergantung pada ada dan tidak
adanya input pendidikan yang memadai. Pembangunan pedesaan tidak harus dipandang sebagai
sesuatu yang terisolasi dari pembangun nasional. Adalah suatu kesalahan besar apabila kita
menganggap bahwa kemajuan ekonomi perkotaan akan dapat memecahkan masalah-masalah
pedesaan.
C. Tujuan Pendidikan Nonformal
Santoso S. Hamijoyo menyatakan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah supaya

individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan
bertanggungjawab menjadi pendorong kearah kemajuan, gemar berpartisipasi memperbaiki
kehidupan mereka (santoso, 1983). Memperbaiki kehidupan atau tarap hidup adalah tujuan yang
ingin dicapai. Artinya apapun yang dipelajari orang-orang tersebut hendaknya mampu membantu
mereka guna memperbaiki kualitas hidupnya secara nyata sekarang dan tidak dijanjikan dalam
waktu lama atau yang akan datang. Kebebasan serta tanggungjawab berarti para peserta didik
bebas mau belajar apa saja asalkan bermanfaat kepada masyarakatdan tidak sebaliknya belajar
sesuatu yang membahayakan masyarakat. Demikian pula apa yang dipelajari bukan hal-hal yang
bertentangan dengan norma masyarakat dan nilai kemanusiaan. Perubahan yang dilakukan bukan
sekedar perubahan, melainkan harus tertuju pada pada kemajuan; bukan sebaliknya.
Warrow (1983) mengartikan pendidikan sosial sebagai usaha sistematik untuk mengubah
masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial, struktur sosial serta dinamikanya. Definisi ini
memang agak diwarnai oleh sosiologi terapan (applied sociology). Biasanya, upaya yang
dilakukan adalah dengan memperbaiki anatarhubungan individu-individu dan kelompok secara
dinamis dengan memperbaiki kualitas interaksi yang dalam dalam hal ini dilakukan melalui
pendidikan.
D. Jenis Lembaga Pendidikan Masyarakat (nonformal)
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat
diartikan sebgai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara,
Ilmu Pendidikan Islam


Page 4

kebudayaan, dan agama setiap masyarakat. Masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap
pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah.
Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas
dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam
masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan,
pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Di antara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain :
a. Kepanduan (pramuka),
b. Perkumpulan-perkumpulan olahraga,
c. Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi,
d. Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam,
e. Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti hari jum’at, acara tabligh, adanya kerabat yang
meninggal dunia,
f. Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi,
g. Partai-partai politik, dan
h. Perkumpulan-perkumpulan keagamaan.

Aktivitas dan interaksi antarsesama manusia dalam badan pendidikan tersebut banyak
mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya. Apabila didalamnya hidup suasana yang
islami maka kperibadian anggotanya cenderung berwarna islami pula. Sebaliknya, jika aktivitas
dan interaksi di dalamnya bercorak sekuler maka kepribadian anggotanya akan cenderung seperti
itu pula.
Adapun jenis-jenis lembaga pendidikan islam non-formal antara lain:
1.

Majlis Taklim
Secara etimologis, majlis taklim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan
pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis taklim tidak lagi
terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang
menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
Musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta pada tahun 1980 telah memberikan batasan
yang lebih defenitif tentang pengertian majlis taklim; yaitu suatu lembaga pendidikan non
formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan

Ilmu Pendidikan Islam

Page 5

teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan
membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, manusia
dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat
yang bertakwa kepada Allah swt.
Majlis taklim, sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan
yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain : Sebagai wadah untuk
membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat
yang

bertakwa

kepada

Allah

swt.

Taman

rekreasi

rohaniah,

Wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam, Media penyampaian gagasangagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis taklim dapat
dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis taklim yang pesertanya terdiri dari jenis
tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua, muda,pria dan wanita)
;majelis taklim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok
penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah,
terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif memberikan
pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan
jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu pengajar
membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah mendengarkan; (c) metode campuran, yakni
melaksanakan berbagai metode sesuai kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup; pembacaan al-qur’an serta
tajwidnya, tafsir bersama ulum al-qur’an, hadis dan mustalah-nya, fikih dan usul fikih,
tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jama’ah misalnya
masalah penanggulangan kenakalan pada anak, masalah undang-undang perkawinan, dan
lain-lain. Majelis taklim dikalangan masyarakat betawi biasanya memakai buku-buku
berbahasa Arab atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir jalalain, nail al-authar, dan lain-lain.
Pada majelis-majelis taklim lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai
pegangan, misalnya fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
2. Remaja Mesjid

Ilmu Pendidikan Islam

Page 6

Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid
yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid. Dalam
praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut pengurus yang
memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian pengaturan hubungan
antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi
tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai dengan
ruang dan waktunya.
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah
badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid.
Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi mesjid
baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi
mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh: Tenaga manusia, Pengurus yang terampil,
Modal atau dana yang cukup, Alat dan sarana penunjang, Sikap mental dari anggotanya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat
sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam tataran sosial
yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai keadaannya. Mesjid merupakan
salah satu sarana dakwah yang sangat penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga
dianggap penting. Remaja mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat.
Organisasi remaja mesjid berusaha membumikan nilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti
yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata
sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal
ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga
tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra Mi’raj
Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur’an pada
Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non
formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam
3. Pesantren kilat
Ilmu Pendidikan Islam

Page 7

Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan
pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi dengan
berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan diskusi agama
atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus al-qur’an dan pendalamannya,
dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang
dilakukan dalam jangka tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam
atau sebagian waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan
malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa
kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren
pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.
Kegiatan pesantren kilat ini mempunyai tujuan dan target:


Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan
malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).



Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam
Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara
rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan
amal-amal ibadah yang ia kerjakan .



Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran
agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.



Meningkatkan syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam
partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra
positif nan semarak dalam bulan puasa.



Mengisi waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
Bentuk kegiatan dan pelaksanaan Pesantren Kilat:
Pada dasarnya kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap

penyelenggaranya dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang mengikutinya.
Kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan dengan dua model, yaitu dengan
mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti kegiatan selama 24 jam, atau sebagian
waktu saja sehingga peserta didik tidak perlu diasramakan. Akan tetapi sekedar gambaran

Ilmu Pendidikan Islam

Page 8

berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan
untuk mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya:


Kegiatan rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima
waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.



Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat
subuh.



Tadarus al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan
melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan setelah
shalat tarawih.



Pengkajian agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning
(klasik) ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber
tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik
menyelesaikan tugas-tugas individualnya.



Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti
kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel
sesuai dengan kebutuhan yang ada.

4. Raudhatul Athfal
Lembaga pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6
tahun yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas
taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan yang
intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di kelas dan penjiwaan
semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini mempunyai beberapa nama,
seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak-Kanak) dan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan KanakKanak). Organisasi Muhammadiyah memakai istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di
dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan
Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
Pendirian Raudhatul Atfal antara lain dimaksudkan agar anak-anak yang beragama
Islam memperoleh pendidikan agama secara dini sejak usia 4 tahun. Pendidikan agama perlu
dimulai pada usia 4 tahun karena dalam teori ilmu pendidikan pada usia ini anak-anak
sedang berada pada masa peka yang cukup tinggi, masa meniru kelakuan orang dewasa, atau
Ilmu Pendidikan Islam

Page 9

disebut juga masa pembentukan sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama
pada anak-anak sejak usia dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah
perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu
diperlukan anak didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan
agamanya dengan baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan
wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik
seusia dengan sifat alami anak.
Kegiatan pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi perkembangan berbagai aspek dalam
diri manusia, yaitu: Aspek moral, Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan
Berbahasa, Daya Cipta, Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan,
Pendidikan Jasmani. Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanakkanak pada umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan
ketaqwaan. Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara
sebagai berikut:
 Membimbing anak didik mengenal Allah SWT dan para utusannya.
 Menghafal surah-surah pendek dan doa sehari-hari.
 Praktek Ibadah.
 Membiasakan mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri.
 Menanamkan rasa hormat kepada ibu, bapak, para orang tua, dan tokoh-tokoh
masyarakat.
 Mengenalkan anak didik pada lembaga-lembaga Islam dan berbagai upacara keagamaan,
serta menyantuni orang yang sedang di timpa musibah.
Kurikulum Raudhatul Atfal dirumuskan dalam kurikulum integrasi yang di sebut juga
kurikulum terpadu. Kurikulum integrasi adalah kurikulum yang tidak mengenal batas-batas
mata pelajaran. Bahan pelajaran disajikan dalam bentuk satu kesatuan yang utuh dan tidak
terpisah-pisah. Artinya semua materi pelajaran disajikan dalam bentuk satu unit kegiatan
belajar. Kurikulum integrasi mempunyai tiga bentuk yaitu:
Experience curriculum (kurikulum pengalaman), yaitu pengaturan/penyusunan
program kegiatan dilakukan berdasarkan pengalaman kegiatan anak/aktifitas anak, seperti
bermain, bercerita, bepergian, dan bertamasya.
Ilmu Pendidikan Islam

Page 10

Social Function Curriculum (kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan
penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut
fungsi-fungsi sosial, misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan,
produksi, rekreasi, dan kreasi.
Child

Centered

Curriculum

(kurikulum

yang

dipusatkan

pada

anak),yaitu

pengaturan/penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas pendekatan yang terpusat
pada diri anak.
Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan
peringkat, tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan
kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal adanya ujian,
tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya. Lembaga Raudhatul Atfal
dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau semacamnya. Yayasan bertanggung
jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga, khususnya yang berkenaan dengan hal-hal
berikut:
 Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
 Pengadaan dan pemanfaatan buku pelajaran dan buku perpustakaan.
 Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan peralatan serta sarana pendidikan.
 Pemeliharaan keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kebersihan lingkungan
sekolah, kekeluargaan, dan sarana keagamaan.
 Pengadaan dana penyelenggaraan pendidikan.
 penambahan jam pelajaran keislaman tanpa mengurangi atau mengganggu jam pelajaran
lainnya.
Pada setiap Raudhatul Atfal dibentuk Badan Pembina Penyelenggaraan Pendidikan
(BP3) yang anggotanya biasanya terdiri dari tiga unsur, yaitu orang tua murid, guru, dan
tokoh masyarakat yang memiliki perhatian terhadap masalah pendidikan, terutama
pendidikan anak-anak. Yayasan bersama-sama dengan BP3 merupakan satu kesatuan yang
utuh dalam membina kelangsungan hidup lembaga ini.
Selain dibina oleh yayasan dan BP3, lembaga pendidikan Raudhatul Atfal juga dibina
oleh pemerintah, yang dalam hal ini oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Pembinaan oleh pemerintah disini sesuai dengan Undang-Undang Dasar
1945 dan Undang-Undang Sistem Kependidikan Nasional. Pembinaan yang dilakukan oleh
Ilmu Pendidikan Islam

Page 11

Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 367 tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui pemberian bantuan
guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa alat-alat peraga dan teknis
pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah No.27 tahun 1990 tentang
Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0486
tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari
Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
Sebagai pembina Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian tersebut
menyangkut hal – hal berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga. 2. Kegiatan dan
Kemajuan Belajar Anak Didik. 3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan
Kemajuan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta
keadaan lembaga secara umum.
E. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, terdapat banyak lembaga pendidikan dalam
masyarakat. Namun, di sini hanya akan dikemukakan tugas masjid dan pesantren, sebagai
lembaga yang berperan sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
1. Tugas Masjid
Usaha yang pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw setelah tiba di Madinah ialah
membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun banyak kaum muslimin. Disitulah mereka
mengatur segala urusan, bermusyawarah guna mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai
kerusakan dari mereka, saling membahu dalam mengatasi berbagai masalah, dan
menghindarkan setiap perusakan terhadap akidah, diri, dan harta mereka. Masjid adalah
pusat mereka berlindung kepada Rabb, dan memohon ketenteraman, kekuatan, serta
pertolongan kepada-Nya. Di samping itu, masjid merupakan tempat mereka memakmurkan
qalbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi ruhaniah. Dengan potensi tersebut,
Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan
semangat.

Ilmu Pendidikan Islam

Page 12

Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat agung. Namun, pada
masa sekarang sebagian besar dari fungsi-fungsi tersebut terabaikan oleh kaum muslimin.
Dahulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan,
pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-hala, dan thagut, agar
mereka beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Di samping itu, masjid berfungsi
sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan,
cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan
kewajiban mereka dalam negara Islam yang didirikan guna merealisasikan ketaatan kepada
Allah SWT, syariat, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Pengajaran baca
tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf di mulai dari masjid Rasulullah Saw. Di
samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin
menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Hasan Langgulung (1987: 111) mengemukakan bahwa masjid merupakan lembaga
pendidikan pokok pada zaman Nabi dan khulafa’ar-rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing
memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama
dengan ilmu agama.
Menurut Asma Fahmi, masjid merupakan sekolah menengah dan tinggi dalam waktu
yang sama. Pada mulanya, masjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan tetapi,
kaum muslimin kemudian lebih menyukai jika kepada kanak-kanak diberikan tempat khusus
karena kanak-kanak dapat merusak masjid dan tidak bisa menjaga kebersihan.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan bahwa pada masa keemasan Islam
pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur bersama-sama duduk di
masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran yang diberikan. Di antara mereka yang telah
menjadi siswa di masjid itu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.
Bagaimana peranan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam menurut Al-Abdi,
tempat yang terbaik untuk belajar adalah masjid karena dengan duduk belajar di masjid akan
menampakkan hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat di matikan, dan hukum-hukum Tuhan
dapat di ungkapkan.
Setelah Islam berkembang, semakin banyak pula jumlah masjid. Kaum muslimin
membina satu masjid atau lebih di tempat-tempat di mana mereka tinggal. Khalifah Umar
bin Khattab memerintahkan para komandannya untuk mendirikan masjid di semua negeri di
Ilmu Pendidikan Islam

Page 13

kota-kota yang mereka kuasai. Pad abad ketiga hijriah, kota Baghdad sudah penuh dengan
masjid, begitu pula di kota-kota Mesir.
Keadaan ini mengalami pasang surut karena kemudian tujuan duniawi menguasai
sebagian pengelola masjid. Padahal mereka juga termasuk ulama. Akhirnya, fungsi masjid
bergeser menjadi sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme mazhab, golongan, atau
pribadi.
2. Tugas Pesantren
Dari tujuan pendidikan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal
(1995: 183-184) dapat dilihat tugas yang diemban pesantren adalah sebagai berikut :
a. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah Swt
dalam surah At-Taubah (9) : 122











      















    
Artinya :
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Golongan ini adalah pengawal umat yang memberi peringatan dan pendidikan kepada
umatnya untuk bersikap, berpikir, berperilaku, serta berkarya sesuai dengan ajaran
agama.
b. Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama. Lulusan pesantren, walaupun
mereka tidak sampai ke tingkat ulama, adalah mereka yang harus mempunyai
kemampuan melaksanakan syariat agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina,
dan mengembangkan suatu peradaban dalam perspektif islami walaupun mungkin
mereka tidak tergolong ulama-ulama yang menguasai ilmu agama secara khusus. Dengan
perkataan lain, aspek praktisnyalah yang di utamakan.
Ilmu Pendidikan Islam

Page 14

c. Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya
masyarakat beragama. Selain dari kedua kelompok di atas, kenyataan membuktikan
bahwa setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban apa pun, ada
sekelompok manusia terakhir ini yang tidak memiliki komitmen (keterkaitan yang erat)
dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama.

Ilmu Pendidikan Islam

Page 15

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari apa yang telah diuraikan diatas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan
dengan Pendidikan Nonformal, yaitu:
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak
mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Tujuan pendidikan luar sekolah (nonformal) adalah supaya individu dalam hubungannya
dengan lingkungan sosial dan alamnya dapat secara bebas dan bertanggungjawab menjadi
pendorong kearah kemajuan, gemar berpartisipasi memperbaiki kehidupan mereka.
Adapun konsep dasar lembaga pendidikan nonformal adalah: Konsep Dasar yang
Pertama, Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Konsep Dasar
yang Kedua, adalah kebutuhan belajar minimum yang esensial (minimum essential learning
needs). Konsep Dasar yang Ketiga, proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi
memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Konsep
Dasar yang Keempat terkait dengan peran pendidikan dalam pengembangan pedesaan.
Selain lembaga pendidikan Islam formal, lembaga pendidikan Islam non formal juga
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan pendidikan Islam di kalangan
muslim Indonesia. Di antara beberapa lembaga pendidikan Islam non formal yang sangat
berperan dan terus mengalami perkembangan dan kemajuan dengan karakteristiknya masingmasing adalah Pesantren Kilat, Majlis Taklim, Remaja Mesjid dan Raudhatul Athfal.

Ilmu Pendidikan Islam

Page 16

DAFTAR PUSTAKA
A. Heris Hermawan. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Ilmiah.
Marzuki, Saleh. 2012. Pendidikan Nonformal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ramayulis. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Umar, Bukhari. 2011. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
http://nuryqoyum.blogspot.co.id/. Diakses 02 Desember 2015.
http://www.anekamakalah.com/2012/04/lembaga-pendidikan-islam-non-formal.html. Diakses 02
Desember 2015.

Ilmu Pendidikan Islam

Page 17