PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA (1)

PERKEMBANGAN ISLAM DI
INDONESIA
A.MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA.
Sebelum
Islam masuk
ke indonesia, berbagai macam agama dan
kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha telah dianut
oleh masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilyah
kepulauaan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.
Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17-20
Maret 1963 di Medan yang di hadiri oleh sejumlah budayawan dan sejarawan
Indonesia, disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali kali
pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).
Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu, yaitu:
1. Jalur Utara, dengan rute: (Mekah dan Madinah) – Damaskus – Bagdad –
Gujarat – (Pantai Barat India) – Srilangka – Indonesia.
2. Jalur Selatan , dengan rute: (Mekah dan Madinah) - Yaman – Gujarat –
Srilangka – Indonesia.
Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah
pantai Sumatera bagian utara, kemudian menyebar ke pulau Jawa, pulau
Sulawesi, pulau Kalimantan, kepulauaan Maluku dan sekitarnya dalam kurung

waktu yang berbeda-beda.
Dalam kurung waktu yang singkat, agama Islam telah menyebar ke seluruh
pelosok Tanah Air. Hal ini di sebabkan karena antara lain:
1. Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Musimah , khususnya
para ulama, untuk berdakwah mensyiarkan agama Islam sesuai
dengan kemampuan mereka masing-masing.
2. Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk
berdakwah secara terus menerus kepada keluarga, para tetangga, dan
masyarakat
sekitarnya, tanpa adanya paksaan dan kekerasan
(peperangan), dengan cara bijaksana (bil-hikmah), dengan pengajaran
yang baik, dengan bertukar pikiran disertai argumentasi-argumentasi
yang benar dan tepat, dan dengan contoh teladan yang betul-betul
islamiah dalam menyampaikan ajaran.
3. Persyaratan untuk masuk Islam sangat mudah, seeorang telah dianggap
masuk Islam apabila telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Demikian
juga ajaran-ajaran Islam yang mudah dipahami dan diamalkan oleh
segenap rakyat Indonesia. Upacara-upacara dalam agama Islam lebih

sederhana bila di bandingkan dengan upacara-upacara dalam agama

lainnya.
4. Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan
diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dari lapisan bawah.
5. Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut
berperang aktif
melaksanakan kegiatan dakwah islamiah,
khususnya terhadap rakyat mereka. Umumnya apa yang dianjurkan oleh
para raja sentiasa di taati oleh rakyatnya.

B.PERKEMBANGAN ISLAM di INDONESIA.
Berikut ini perkembangan Islam di Indonesia:

1.Sumatera.
Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persia, dan Gujarat yang juga
para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang
Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang
sebelumnya telah di Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga Muslim.
Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara bijaksana, baik dengan
lisan dan perbuatan, terhadap sanak family, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaiaan yang lebih

tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat
terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan
tertarik pada Islam lalu masuk Islam.
Bukan hanya kepada para rakyat, tetapi juga kepada para raja-raja kecil yang
tinggal di sekitar bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Rakyat mereka pun
banyak yang masuk Islam.
Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe
(Aceh Utara), rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.
Beliau menikah dengan putri Raja Perlak yang memeluk agama Islam.
Samudera Pasai semakin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan
kebudayaan. Sehingga pada abad ke-14 M telah tumbuh dan berkembang
masyarakat Islam di Sumatera.
Agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan
mubalignya menyebar keseluruh Nusantara, kepedalaman Sumatera, pesisir
barat dan utara Jawa, Sulwesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di
kepulauaan Maluku. Itulah sebabnya Samudera Pasai terkenal dengan
sebutan Serambi Mekah.

2.Jawa.

Masuknya Islam ke pulau Jawa tidak di ketahui secara pasti. Namun,
penemuaan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang
wafat tahun 1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.

Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun beritaberita asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir
abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya , terutama sejak Majapahit mencapai
puncak kejayaannya, bukti-bukti proses perkembangan Islam ditemukan lebih
banyak lagi. Misalnya saja penemuaan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan,
dan Gresik, juga berita Ma Huan (1416) yang menceritakan tentang adanya
orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik.
Adanya proses penyebaran Islam di Kerajaan Majapahit terbukti dengan di
temukannya nisan makam Muslim di Trowulan yang letaknya berdekatan dengan
kompleks makam para bangsawan Majapahit.
Pertumbuhan masyarakat Muslim disekitar Majapahit sangat erat
kaitannya dengan perkembanagan hubungan pelayaran dan perdagangan yang
dilakukan orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan polotik dan ekonomi
di Kerajaan Samudera Passi dan Malaka. Perkembangan Islam di tanah Jawa
dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan
Wali Sanga (sembilan wali), diantranya yaitu:
1. Maulan Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.

Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Magribi merupakan wili tertua di antara
Wali Sanga yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, khusunya di
Gresik, sehingga dikenal pula dengan nama Sunan Gresik.
Mulana Malik Ibrahim menetap di Gresik dengan mendirikan masjid dan
pesantren. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan di makamkan di
Gapura Wetan Gresik.
2. Sunan Ampel.
Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun 1401 M
dan wafat tahun 1481 M serta di makamkan di desa Ampel.
Sunan Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi Ageng
Manila dan di karuniai empat orang anak, yaitu Maulana Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan putri
yang menjadi istri Sunan Kalijaga.
Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain:
a. Mendirikan pesantren di
Ampel Denta, dekat
Surabaya. Dari
pesantren ini lahir para mubalig kenamaan, seperti Raden Paku
(Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makdum
(Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak yang

pertama di utus mensyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
b. Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang
dibangun pada tahun 1479 M.
c. Memplopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan
Raden Fatah sebagai sultan pertamanya.
3. Sunan Bonang.
Nama asli Sunan Bonang adalah Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel,
lahir tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. Sunan Bonang bersama
Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam.
4. Sunan Giri (1365 -1428).
Beliau adalah salah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa
Timur. Ayahnya, Maulan Ishak, berasal dari Pasai dan ibunya, Sekardadu,

5.

6.

7.

8.


9.

putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam di pesantren Ampel
Denta dan di Pasai.
Sekembalinya di Gresik, Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di
Giri, dan mengutus para mubalig untuk berdakwah ke daerah Madura,
Bawean, Kangean, Lombok, Makassar, Ternate, dan Tidore.
Sunan Drajat.
Nama aslinya adalah Syrifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan
Bonang. Beliau menyiarkan Islam dan mendidik para santri dari berbagai
daerah dari Ternate dan Hitu Ambon.
Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hudayatullah atau
Syeikh Nurullah. Beliau menyiarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil
mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon, serta
berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kelapa yang dulunya dikuasai oalah
kerajaan Hindu Pakuan. Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1570 M dan
dimakamkan di Gunung Jati.
Sunan Kudus.

Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15 dan
wafat pada tahun 1550 M (960 H). Beliau menyebarkan Islam di daerah
Kudus dan sekitarnya dan Jawa Tengah dibagian utara. Untuk
melancarkan mekanisme dakwah Islam, Sunan Kudus membangun
sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara Kudus, yang
dipandang sebagai warisan kebudayaan Islam Nusantara.
Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara karya
sastranya yang terkenal adalah geding Maskumambang dan Mijil.
Sunan Kalijaga.
Nama aslinya adalah Raden Mas Syaid, salah seorang Wali Sanga yang
terkenal karena berjiwa besar, toleran dan juga pujangga. Didalam
dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat
(gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Beliau wafat pada akhir abad
ke-16 dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.
Sunan Muria.
Nama aslinya adalah Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Didalam
dakwahnya beliu menggunakan sarana gamelan serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak disebelah
utara kota Kudus.


3.Sulawesi.
Sejak abad ke-15 M pulau Sulawesi sudah didatangi oleh para pedagang
Muslim dari Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal
abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian
penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Diantara
kerajaan-kerajaan itu yang paling terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone,
Wajo, dan Sopang.
Nama Gowa Tallo sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang
berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah merupakan kerajaan kembar.

Oleh karena letaknya berada di kota Makassar, maka Gowa Tallo disebut juga
Kerajaan Makassar, yang istananya terletak di Sumba Opu.
Pada tahun 1562-1565 M, dibawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama,
kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukan daerah Selayar, Bulukumba, Maros,
Mandar, dan Luwu. Atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaiman, penyebaran
dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan
pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng
Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan
kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan di Islamkan.

Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu
Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari Barat
yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan
kemudiaan rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang
dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Hal ini tentu saja
mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi dengan
persembahan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka kerajaan Gowa pun
menjadi kerajaan yang kaya raya dan disegani pada masanya.

4.Kalimantan.
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat
kerajaan-kerajaan Hindu yang terpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan
yang terletak di hulu sungai Negara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini
sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja
Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam kitab
“Negara Kertagama” karya Empu Prapanca.
Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja
Sukarama. Setelah beliau meniggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung.
Namun, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih
berhak atas takhta kerajaan, akhirnya pangeran Samudra dinobatkan menjadi

Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Masik, Balit,
Muhur, Kuwin dan Baliting, yang terletak di hilir sungai Negara.
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan
Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangai Kerajaan Daha, dengan perjanjian
apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pegeran Samudra beserta
rakyatnya bersedian masuk Islam. Dan ternyata Pangeran Tumenggung dari
Kerajaan Daha dapat di tundukkan. Sesuai dengan perjanjian, akhirnya Pangeran
Samudra dari Kerajaan Banjar beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan
bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya “De Kroniek
van Banjarmasin 1928” peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M.
Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke
Banjarmasin. Pada masa itu, Sultan Suryamullah berhasil menaklukan daerah

Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota Waringin, Pambuang Sampit, Mendawai,
Sabangan dan lain-lain.
Berdasarkan hikayat Kutai, didaerah Kalimantan Timur pada masa
pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua oarang ulama besar bernama Dato
Ridandang dan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota
kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian.
Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada
tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara intensif sampai ke daerah-daerah
pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya Aji Langgar dan
pengantinnya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.

5.Maluku dan Sekitarnya.
Antara tahun 1400-1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan
berkembang di Maluku, dibawah oleh para pedagang Muslim dari Pasai,
Malaka, dan Jawa. Raja-raja Maluku yang masuk Islam di antaranya:
a. Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
Setelah beliau wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang
mensyiarkan Islam di kepulauaan Maluku, Iran, dan Filipina.
b. Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
c. Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
d. Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan
Zainal Abidin.
Masuknya Islam ke Irian juga dibawa oleh para pedagang, para mubalig, dan
para raja-raja Islam di Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam
adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.

C.HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM di INDONESIA.
1.Masa Penjajahan.
a.Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan.
Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia,
ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan-perubahan, diantaranya
yaitu:
1. Masyarakat
Indonesia
dibebeskan dari pemujaan berhala dan
pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya
kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
2. Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, mampu
mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta
dan diskriminasi menjadi masyarakat
yang setiap anggotanya
mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang sama.
3. Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang di dengungkan Islam
dengan semboyan “Hubbul-Watan Minal-Iman” (cintah tanah air sebagian

dari Iman) mampu mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia,
khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sektarian (lebih
mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis (lebih
mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya). Hal ini di tandai
dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada
bulan Februari 1927 dan di kumandangkannya Sumpah Pemuda Pada
Tanggal 28 Oktober 1928.
4. Semboyan yang di ajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama
yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu
mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha
mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula
dengan cara damai, tapi kerena tidak bisa lalu dengan menempuh cara
peperangan.
Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan
mempertahankan kemerdekaan bangsa, negara, dan agama merupakan “jihad
fisabilillah” yang hukumnya wajib. Sedangkan umat islam yang mati dalam
“jihad fisabilillah” tersebut di anggap mati syahid, yang imbalannya adalah
surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
ditanamkan Islam tersebut mendorong umat
Islam Indonesia di berbagai
pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah, samapi kaum
penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.

b.Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang penjajah.
1.Perlawanan terhadap Penjajah Portugis.
Bangsa Portugis datang dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk
Indonesia, dengan semboyan “gold (tambang emas), glory (kemuliaan,
keagungan), dan gospel (penyebaran agama Nasrani).”
Pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di
bawah kekuasaan Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Dari Malaka bangsa
Portugis melebarkan pengaruh dan kekuasaannya ke kepulauan Nusantara,
antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana,
dan ke Pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.
Sikap bangsa Portugis yang kasar dan angkuh yang bermaksud merebut
kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan menyebabkan
Putra Mahkota Kesultanan Demak, Adipati Unus, memimpin penyerangan
terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada
yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan
Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan
oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka dibidang persenjataan.
perlawanan terhadap penjajah portugis yang bermarkas di Malaka ini di teruskan

oleh Sultan Trenggono yang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546).
Berkali-kali beliau mengirim bantuaan ke Johor dan Aceh untuk merebut Malaka
dari penjajahan Portugis, namun tetap tidak berhasil.
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang
Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sudan Kelapa untuk mengusir
penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini, Fatahilla dan bala tentaranya berhasil
merebut Sudan Kelapa dari tangan penjajah. Kemudian Sudan Kelapa diganti
namanya menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni
1527 M yang kemudiaan ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di daerah Maluku, Portugis yang besahabat dengan Ternate, dan Spayol
bersahabat
dengan Tidore, berhasil mengadu domba dua kerajaan Islam
tersebut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis
dan Spayol mengadakan perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya:
1. Maluku menjadi milik Portugis.
2. Filipina Selatan menjadi milik Spanyol.
Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karen
itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian
rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik pada
tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan
Haerun. Setelah berperangan selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574,
rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku.

2.Perlawanan terhadap Penjajah Belanda.
Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari bumi Indonesia. Bangsa Indonesia
kembali di jajah olen bangsa Belanda, yang untuk pertama kalinya berlabuh di
Banten pada tahun 1596 di pimpin oleh Cornelis de Houtman. Tujuan
kedatangan Belanda ke Indonesia, yakni untuk melaksanakan praktik monopoli
perdagangan dalam menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang
ada di wilayah Nusantara. Untuk mencapi tujuan tersebut, penjajah Belanda
menerapkan politik Divide et Impera, muslihat damai, mengeruk kekayaan
sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya, dan
membiarkan bangsa Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, sederetan nama para pejuang kusuma
bangsa yang rela menderita , bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan
penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia,
diantaranya: Sultan Ageng Tritayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari
Kesultanan Benten, Sultan Agung dari Kesultanan Mataram, dan Pangeran
Diponegoro dari Kesultanan Yokyakarta (di Pulau Jawa). Di Pulau Sumatera
tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah memimpin bala tentara Muslim
dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun. Setelah Tuanku
Imam Bonjol tertangkap, perjuangan di teruskan oleh Tuanku Tambusai.

Dari Kesultanan Aceh, seperti: Panglima Polim, panglima Ibrahim, Teuku Cek
Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Iman Leungbatan, dan Sultan
Alaudin Muhammad Daud Syah.
Dari Maluku, yakni dari Kesultan Ternate dan Tidore, tecatat nama-nama
para pejuang, seperti: Saidi, Sultan Jamaluddin, dan Pangeran Neuku.
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo, seperti: Sultan
Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka.
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, seperti: Pangeran Antasari, Kyai
Demang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran
Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara.
Namun perlawanan mereka mampu dipatahkan oleh penjajah Belanda. Hal
ini disebabkan karena perlawanan mereka lebih bersifat lokal regional sporadis
(tidak merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum
imperialis jauh lebih canggih.

2.Masa Perang Kemerdekaan.
a.Peranan Ulama Islam pada Masa Perang Kemerdekaan.
Para ulama adalah orang-orang Islam yang mendalami ilmu agama,
sehingga mereka menjadi tempat bertanya umat, dan sekaligus menjadi
panutan. Sesuai dengan sabda Rasulullah SWA yang artinya “Ulama itu bagaikan
pelita (obor) di muka bumi, sebagai pengganti para Nabi dan sebagai pewaris
para Nai,” (H.R. Ibnu Adi dari Ali bin Abu Thalib).
Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang kemerdekaan, yaitu:
1. Membina kader umat Islam, melalui pesantren dan aktif dalam
pembinaan
masyarakat. Para santrinya pun kemudian melanjutkan
studinya ke Timur Tengah dan saat mereka kembali ke Indonesia, mereka
menjadi ulama besar dan pimpin perjuagan. Diantaranya adalah: K.H.
Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Halim, H. Agus Salim,
dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
2. Turut berjuang secara fisik sebagai pemimpin perang.
Para ulama Islam yang berjuang melawan imperialis Portugis dan Belanda,
seperti: Fatahillah, Sultan Baabullah, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan
Habib Abdurrahman. Demikiaan juga pada masa penjajahan Jepang, banyak
para ulama islam yang berperang memimpin bala tentara Islam, diantaranya:
Muhammad Daud Beureuh (pemimpin Persatuaan Ulama Seluruh Aceh) dan
K.H.Zaenal Mustafa (pemimpin pesantren Sukamanah di Singaparna, Jawa
Barat).

b.Peranan Organisasi dan Pondok Pesantren pada Masa Perang
Kemerdekaan.

Sebelum abad ke-19, perlawanan terhadap penjajah Belanda yang
dipimpin oleh raja-raja Islam dan para ulama masih bersifat lokal. Pada awal
abad ke-19, gerakan pahlawan terhadap kaum penjajah lebih terorganisasi.
Organisasi-organisasi tersebut antara lain:

1.Serikat Dagang Islam/Serikat Islam.
Serikat dagang Islam didirikan oleh Haji Sumanhudi dan Mas Tirta Adisuryo
pada tahun 1905 di kota Solo. Tujuan organisasi ini pada awalnya adalah
mengalang kekuatan para pedagang Islam melawan monopoli pedagang Cina
(yang mendapat perlakuan istimewa dari penjajah Belanda) dan memajukan
agama Islam.
Selanjutnya atas usul Haji Omar Said Cokroaminoto pada tahun 1912
Serikat Dagang Islam diubah menjadi Serikat Islam (SI), tujuannya bukan hanya
untuk memajukan para pedagang Islam, tetapi juga untuk menghapu s
penderitaan , penghinaan, dan ketidakadilan yang menimpa seluruh rakyat
Indonesia akibat ulah penjajah Belanda. Meskipun pemerintahan
Belanda
mempersulit gerak Serikat Islam, namun dalam waktu singkat anggotanya
hampir mencapai satu juta orang.
Pada tahun 1914 telah berdiri 56 kumpulan lokal Serikat Islam yang telah
resmi terbentuk badan hukum yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.
Untuk menyeragamkan gerak dan langkah, pada tanggal 18 Maret 1916
dibentuk wadah Serikat Islam Sentral, yang diketuai oleh Haji Omar Said
Cokroaminoto.
Pada bulan Juni 1916 Serikat Islam mengadakan kongresnya yang pertama
yang dinamai Kongres Nasional Serikat Islam. Didalam kongres itu di jelaskan
bahwa istilah “Nasional” digunakan untuk mempertegas bahwa Serika Islam
mencita-citakan adanya suatu “Nation” bagi rakyat Indonesia (baca penduduk
pribumi). Serikat Islam melakukan upaya-upaya untuk mempersatukan rakyat
Indonesia menjadi satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Pada tahun 1923 Serikat Islam mengubah namanya menjadi Partai
Serikat Islam (PSI). Dan ruang lingkup geraknya pun diperluas ke mancanegara.
Gagasan gerakan Islam Internasional ini dikemukakan oleh Kyai Haji Agus Salim,
dengan nama pan-Islamisme.
2.Muhammadiyah.
Organisasi Muhammadiyah didirikan di kota Yogyakarta oleh K.H. Ahmad
Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Peranannya dititikberatkan pada
usaha-usaha mencerdaskan kehidupan rakyat Indonesia dan meningkatkan
kesejahteraan mereka, yakni dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan
agama, rumah sakit, panti asuhan, rumah-rumah penampungan bagi warga
miskin dan perpustakaan-perpustakaan.
Pada tahun 1925, K.H. Ahmad Dahlan wafat, Muhammadiyah telah
berhasil
membangun dan
mengelola
1774 buah sekolah, 31 buah

perpustakaan, 834 masjid, puluhan rumah sakit, panti asuhan, dan rumah-rumah
penampungan bagi warga miskin.
3.Nahdlatul Ulama (NU).
NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Tokoh pembentuk
NU adalah K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah. NU melakukan usaha
untuk memajukan dan memperbanyak pesantren, madrasa serta pengajianpengajian dengan maksud memajukan Islam dan kaum Muslimin.
Pada masa penjajahan Belanda, NU pernah mengeluarkan pernyataan
politik yang isinya:
a. Menolak kerja rodi yang dibebankan oleh penjajah kepada rakyat.
b. Menolak rencana ordonasi (peraturan pemerintahan) tentang perkawinan
tercatat.
c. Menolak diadakannya Milisi (wajib militer).
d. Menyokong GAPI dalam menuntut Indonesia yang memiliki parlemen
kepada pemerintahan kolonial Belanda.
4.Pondok Pesantren.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia,
yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat tradisional dan sederhana. Mata
pelajaran yang diajarkan adalah: Ilmu Tauhid, Fikih Islam, Akhlak, Ushul Fikih,
Nahwu, Saraf, dan Ilmu Mantik. Sumber pelajarannya berasal dari kitab-kitab
berbahasa Arab yang tidak berharakat atau gundul, yang biasa disebut dengan
“Kitab Kuning”.
Para kiai dan santri mendirikan organisasi bersenjata untuk melawan
penjajah, diantaranya yaitu: Hizbullah dan Gerakan Kepanduaan Islam. Para kiai
yang mengangka t senjata berperang melawan kaum penjajah antara lain: Imam
Bonjol di Sumatera dan H. Zaenal Mustafa di Jawa Barat.

3.Masa Pembagunan.
a.Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan.
Di tahun-tahun awal kelahirannya sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, bangsa Indonesia harus menghadapi Jepang (September 1945),
negara Sekutu (November 1945 – Maret 1946), dan Belanda (Agresi Militer
Belanda Pertama pada 21 Juli 1947 dan Agresi Militer Belanda Kedua pada 19
Desember 1948).
Kemerdekaan negara Republik Indonesia dipertahankan melalui usahausaha diplomatik, yaitu perundingan antara Indonesia dan Belanda, misalya:
perundingan Linggarjati (November 1946), perjanjian Renvile (Desember 1947),
perjanjian Roem Royen (April 1949), dan Konferensi Meja Bundar di Den Haag (2
November 1949). Akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan negara Republik
Indonesia pada tahun 1949 M.

Dalam usaha mengisi kemerdekaan, pemerintah dan segenap bangsa
Indonesia melakukan usaha-usaha pembangunan dalam berbagai bidang demi
tercapainya tujuaan nasional yang diamanatkan oleh UUD 1945. Usaha-usaha
pembangunan yang berencana dan terarah dimulai sejak Repelita pertama
(1969-1973) dan seterusnya.
Adapun bidang-bidang yang dibangun bangsa Indonesia, dimana umat
Islam merupakan mayoritas adalah bidang agama, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan hankam.

b.Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan.
Organisasi Islam yang ada pada masa pembangunan, antara lain:
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang
berdiri tahun 1947 di Yongyakarta; Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII),
berdiri pada 17 April 1960 dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada 26 Juli
1975.
Peranan Muhammadiyah dalam masa pembangunan antara lain:
1. Melakukan
usaha-usaha
agar
masyarakat
Indonesia
berilmu
pengetahuaan tinggi, berbudi luhur, dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Usaha-usaha itu antara lain: mengadakan pengajian-pengajian,
mendirikan sekolah-sekolah agama (madrasa), mendirikan pesantren,
mendirikan sekolah umum (TK, SD, SMP, SMU, dan universitas).
2. Melakukan usaha-usaha di bidang kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, antara lain: mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, BKIA (Balai
Kesehatan Ibu dan Ank), Panti Asuhan, dan Santunan Sosial.
Nahdlatul Ulama melaui Munas NU pada tanggal 18-21 Desember 1984 di
Situbondo, dengan tegas menyatakan bahwa NU meninggalkan aktivitas politik
dan kembali ke khittah (tujuaan dasar) pada waktu di dirikannya tahun 1926. NU
merupakan organisasi Islam yang bergerak di bidang agama, sosial, dan
kemasyarakatan. Usaha-usaha NU antara lain:
1. Mendirikan madrasah-madrasah, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah
Aliyah, dan Perguruan Tinggi.
2. Mendirikan, mengelolah, dan mengembangkan pesantren-pesantren.
Diantaranya adalah Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur
(didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 H)
3. Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin.
Majelis Ulama Indonesia adalah organisasi keulamaan yang bersifat
independen, tidak berfiliasi kepada salah satu aliran politik, mazhab atau aliran
keagamaan Islam yang ada di Indonesia.
Adapun peranan Majelis Ulama Indonesia pada masa pembangunan adalah:
1. Memberiakan fatwah dan nasihat keagamaan dalam masalah sosial
kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam Indonesia pada

umumnya, sebagai amar ma’ruf
nahi mungkar dalam usaha
meningkatkan ketahanan nasional.
2. Memperkuat Ukhuwa Islamiah dan melaksanakan kerukunan antarumat
beragama dalam mewujudkan persatuaan dan kesatuan nasional.
3. MUI adalah
penghubung antara Ulama dan Umara serta menjadi
penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat Islam Indonesia
guna menyukseskan pembangunan nasional.
Pada masa pembangunan ini terdapat pula organisasi Islam yang
menampung para cendikiawan Muslim yang disebut ICMI (Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia). ICMI lahir pada Desember 1990 dan berkiprah pada hampir
semua aspek kehidupan bangsa. Organisasi ini pertama kali diketuai oleh Prof.
DR. B.J. Habibie, yang kemudian menjadi presiden ketiga Republik Indonesia.

c.Peranan Lembaga Pendidikan Islam dalam Pembangunan.
Lembaga pendidikan Islam adalah badan yang berhubungan dengan
pendidikan Islam untuk memenuhi kebutuhan umatnya di bidang pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan dan dikelola langsung olah
pemerintah (Dapertemen Agama), seperti : Madrasa Ibtidaiyah Negeri (MIN),
Madrasa Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasa Aliyah Negeri (MAN), dan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), IAIN sekarang berubah menjadi UIN (Universitas
Islam Negeri) yang mendalami ilmu tentang keislaman, seperti Fakultas Syariah
dan Ushuluddin, dan mendalami ilmu pengetahuan umum, seperti: Fakultas
Ekonomi dan Fakultas Kedokteran.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan dan dikelola oleh swasta,
tetapi dibawah pengawasan serta pembinaan Dapertemen Agama, seperti:
Bustanul Atfal (taman kanak-kanak Islam), Madrasah Ibtidaiyah, Madrasa
Tsanawiah, Madrasa Aliyah, dan perguruan tinggi Islam (seperti: UNIMU,UNISBA,
UNISJA, UNISMA, dan alin-lain).
Peranan-peranan kelembagaan Islam dalam pembangunan antara lain:
1. Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
3. Memupuk persatuan dan kesatuan umat.
4. Mencerdasakan bangsa Indonesia.
5. Mengadakan pembinaan mental spiritual.

NAMA

:

FITRIYANI
MASNIDAR
ILMA YULIANI

KELAS

:

12 IPA