Skripsi PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK AKUNTAN
Skripsi PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK, AKUNTAN PENDIDIK, DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN
Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar
Sarjana Akuntansi di Fakultas Ekonomi
Universitas Katholik Soegijapranata Semarang
Feronika Dwi Kurniasih 01.60.0128 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATHOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005
Perpustakaan Unika
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan kerena mengingat banyaknya pelanggaran terhadap kode etik akuntan dan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Analisis penelitian ini didasarkan dari data 182 responden penelitian (akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi) di Kantor Akuntan Publik (KAP) kota Semarang, Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Universitas Katholik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, dan Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang.
Dalam penelitian ini terdapat 2 hipotesis , yaitu H 1 : Terdapat perbedaan
persepsi yang signifikan antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa
akuntansi terhadap etika bisnis, sedangkan H 2 : Terdapat perbedaan persepsi yang
signifikan antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan.
Alat analisis yang diginakan untuk menganalisis H 1 dan H 2 adalah ANOVA
(Analisis of Variance), sedangkan pengujian perbedaan persepsi pada akuntan publik dan akuntan pendidik; akuntan publik dan mahasiswa akuntansi; akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap perspsi etike bisnis dan etika profesi akuntan menggunakan Independent Sample T- test.
Hasil menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang sinifikan atas persepsi etika bisnis antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi. Namun secara khusus perbedaan yang signifikan terjadi hanya pada pesepsi etika bisnis pada akuntan publik dan mahasiswa akuntansi. Hasil lainnya juga tidak diperoleh perbedaan yang signifikan atas persepsi etika profesi akuntan antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi. Akuntan publik memiliki persepsi etika bisnis yang paling tinggi dibandingkan dengan akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi, akan tetapi pada etika profesi akuntan persepsi akuntan publik justru paling rendah dibandingkan dengan akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi.
Bedasarkan hasil penelitian yang melihat adanya perbedaan persepsi yang signifikan pada etika bisnis khususnya dari kelompok praktisi akuntan maupun mahasiswa dalam bidang akuntasi, menunjukkan bahwa dalam beberapa hal, kode etik bisnis harus banyak ditekankan pada kalangan akademik. Persesi etika profesi akuntan relatif paling rendah diperoleh dari kelompok (KAP) akuntan publik, sehingga disarankan sebagai praktisi profesi akuntan, untuk selalu memiliki jaminan bahwa KAP adalah sebagai lembaga profesi harus tetap diutamakan.
Kata kunci : Etika bisnis, Etika Profesi Akuntan, Persepsi, Akuntan Publik, Akuntan
Pendidik, Mahasiswa Akuntansi Pendidik, Mahasiswa Akuntansi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PENGESAHAN iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iv HALAMAN PERSEMBAHAN v ABSTRAKSI vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 4
1.4 Sistimatika Penulisan 5
BAB II : LANDASAN TEORI
2. 1 Pengertian Pesepsi dan Etika 7
2. 2 Pengertian Akuntan Publik, Akuntan Pendidik,
dan Mahasiswa Akuntansi 8
2. 3 Pengertian Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan 9
2. 4 Penelitian Terdahulu 24
2. 5 Pengembangan Hipotesis 26
2. 6 Kerangka Pikir Penelitian 26
2. 7 Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian 27
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1 Obyek dan Lokasi Penelitian 29
3.2 Populasi dan Sampel 29
3.3 Metode Pengumpulan Data 33
3.4 Teknik Analisis Data 35
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Identitas Responden 41
4.2 Uji Validitas dan Reabilitas 44
4.3 Deskripsi Variabel 47
4.4 Pengujian Perbedaan 53
4.5 Pembahasan 62
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan 64
5.2 Saran 65
5.3 Keterbatasan dan Implikasi 66
DAFTAR PUSTAKA 67 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tiap-tiap pelaku profesi mempunyai tanggung jawab etika profesi masing- masing. Akuntan juga memiliki tanggung jawab etika profesi yang harus ia pegang ketika ia menjalankan tugas profesionalnya. Akuntan atau auditor di dalam menjalankan tugasnya harus bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau pihak eksternal, dalam hal ini pemerintah, pemegang saham, kreditor, dan masyarakat.
Profesi akuntan atau auditor di Indonesia pada masa sekarang ini banyak menghadapi tantangan yang cukup berat. Profesi akuntan dalam dunia bisnis seringkali dihadapkan pada konflik kepentingan ekonomi dan politik dan dianggap sudah menyimpang jauh dari nilai-nilai etika.
Etika dan perilaku etis akuntan dalam dunia bisnis menjadi hal yang menarik untuk dibicarkan. Masyarakat pada masa sekarang ini banyak yang mempertanyakan perilaku etis akuntan atau auditor, bahkan penilaian dan persepsi masyarakat tentang praktik profesi akuntan identik dengan penyimpangan dari kode etik. Contoh kasus PT TELKOM dimana laporan keuangan PT TELKOM yang diaudit oleh KAP Edyy Pianto ditolak oleh SEC (United States Securities and Exchange Comission) untuk kinerja 2002, kasus pelanggaran yang menimpa perbankan di Indonesia pada tahun
2002-an yaitu banyak bank yang dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat, kasus rekayasa laporan keuangan oleh akuntan intern dilakukan oleh sejumlah perusahaan go public (kasus ENRON, Tyco, Xerox Corp, Walt Disney) adalah merupakan sederetan kasus yang menggambarkan beragam tindakan penyelewengan dan kecurangan audit. Kejadian itu telah mendorong tuntutan masyarakat terhadap independesi auditor.
Dunia pendidikan akuntansi juga memegang peranan penting dalam menciptakan akuntan yang profesional dan berperilaku etis. Mahasiswa (calon akuntan) akan belajar memahami masalah-masalah etika, dalam hal ini etika bisnis dan etika profesi akuntan yang nantinya akan mereka hadapi di dunia kerja. Dunia pendidikan yang baik akan mencetak mahasiswa menjadi calon akuntan yang mempunyai sikap profesional yang berlandaskan pada standar moral dan etika.
Penelitian ini mengambil tema etika yang difokuskan pada etika bisnis dan etika profesi karena aktivitas profesi akuntan tidak terlepas dari aktivitas bisnis. Dunia bisnis mempunyai etika bisnis yang di dalamnya memuat prinsip-prinsip etika bisnis yang mengatur semua kegiatan bisnis agar dapat berjalan dengan baik. Orang yang terjun dalam dunia bisnis, termasuk akuntan yang juga terlibat dalam dunia bisnis harus dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam etika bisnis. Akuntan adalah pelaku profesi sehingga ia juga mempunyai prinsip-prinsip etika profesi yang harus ia pahami dan ia terapkan ketika ia menjalankan tugas profesinya. Jadi karena akuntan adalah pelaku bisnis dan juga pelaku profesi maka ia harus dapat Penelitian ini mengambil tema etika yang difokuskan pada etika bisnis dan etika profesi karena aktivitas profesi akuntan tidak terlepas dari aktivitas bisnis. Dunia bisnis mempunyai etika bisnis yang di dalamnya memuat prinsip-prinsip etika bisnis yang mengatur semua kegiatan bisnis agar dapat berjalan dengan baik. Orang yang terjun dalam dunia bisnis, termasuk akuntan yang juga terlibat dalam dunia bisnis harus dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam etika bisnis. Akuntan adalah pelaku profesi sehingga ia juga mempunyai prinsip-prinsip etika profesi yang harus ia pahami dan ia terapkan ketika ia menjalankan tugas profesinya. Jadi karena akuntan adalah pelaku bisnis dan juga pelaku profesi maka ia harus dapat
Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi karena mahasiswa (calon akuntan) dididik secara ilmu akademis dan etika oleh akuntan pendidik (dosen) sehingga nantinya dapat bekerja secara profesional berlandaskan etika profesi akuntan dan dapat menerapkan etika tersebut dalam dunia bisnis.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan persepsi tentang etika bisnis diantara akuntan publik,
akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi ?
2. Apakah ada perbedaan persepsi tentang etika profesi akuntan diantara
akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi ?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENLITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi tentang etika bisnis
diantara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi tentang etika profesi
akuntan diantara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti :
a. Penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mempraktekkan dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
b. Peneliti mendapatkan tambahan pengetahuan tentang etika bisnis dan
etika profesi akuntan.
c. Peneliti dapat mengetahui persepsi akuntan publik, akuntan pendidik, dan
mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.
2. Bagi profesi akuntan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk tetap dapat menjaga mutu jasa auditnya dan mempertahankan indepedensi auditor.
3 Bagi dunia pendidikan :
a. Dapat membantu para akademisi untuk melakukan pemahaman yang
lebih terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi dan juga dapat lebih terhadap perkembangan etika mahasiswa akuntansi dan juga dapat
b. Dapat memberikan masukan tetang indikator mengenai bagaimana calon-
calon akuntan berperilaku profesional di masa yang akan datang.
c. Dapat memberikan masukan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan akuntansi yang tidak hanya bertanggung jawab untuk mendidik mahasiswa menjadi akuntan yang mahir dan profesional tetapi juga menjadi akuntan yang berperilaku etis dan selalu berpegang teguh pada etika profesi yang dipahaminya.
4. Bagi masyarakat pemakai jasa akuntan hasil penelitian ini dapat
meningkatkan kepecayaan mereka terhadap profesi akuntan sebagaimana yang mereka harapkan.
5. Memberikan masukan yang mediskusikan masalah kode etik akuntan guna
menyempurnakan serta pelaksanaanya bagi seluruh akuntan Indonesia.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistimatika dalam penelitian ini dibagi dalam lima bab, yaitu : Bab I, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pikir penelitian, serta sistimatika pembahasan dalam penelitian ini.
Bab II, merupakan tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis yang akan
menguraikan berbagai teori, konsep, dan penelitian sebelumnya yang relevan sampai dengan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Bab III, merupakan metode penelitian yang berisi mengenai sumber dan jenis data
yang akan digunakan, gambaran umum obyek penelitian, definisi dan pengukuran variabel yang diperlukan dalam penelitian ini, dan metode analisis data.
Bab IV, merupakan hasil dan analisis data yang akan menguraikan berbagai
perhitungan yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian.
Bab V, merupakan kesimpulan, keterbatasan, dan implikasi dari analisis yang telah
dilakukan pada bagian sebelumnya.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN PERSEPSI DAN ETIKA
Pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indra (melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan). Agar individu dapat menyadari dan membuat persepsi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :
(1) Adanya obyek yang dipersepsikan (fisik), (2) adanya alat indera atau reseptor yang dapat untuk menerima stimulus (fiosiologi), (3) adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi (psikologis) (Walgito, Bimo, 1997: 20). Persepsi dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadiorang yang mempersepsikan (meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan), obyek yang dipersepsikan, konteks dimana persepsi itu dibuat.
Dalam banyak hal, pembahasan mengenai etika tidak dapat terlepas dari moral. Pengertian etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tetang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Etika berasal dari Bahasa Yunani yaitu dari kata “etos” yang berarti “karakter”. Nama lain untuk etika adalah moralitas yang berasal dari Bahasa Latin yaitu dari kata “mores” yang berati “kebiasaan”. Moralitas berfokus pada perilaku manusia yang “benar” dan “salah” (Jusup, Al Haryono, 200: 89)
2.2 PENGERTIAN AKUNTAN PUBLIK, AKUNTAN PENDIDIK, DAN MAHASISWA AKUNTANSI
Akuntan publik
Akuntan publik disebut juga akuntan independen karena merupakan pihak independen yang lingkup fungsinya adalah melaksankan pemeriksaan atas laporan keuangan suatu organisasi dan bertanggung jawab kepda publik sekalipun pemberi tugas audit adalah organisasi yang diauditnya. Akuntan publik sebagai pihak independen bertanggung jawab melakukan pemeriksaan atas kewajaran laporan keuangan dan membuat pernyataan atas hasil pemeriksaannya kepada publik (Chrismastuti, Agnes Advensia).
Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang berprofesi sebagai pendidik atau dosen, yang mempersiapkan anak didik di bidang akuntansi. Akuntan pendidik mempunyai tanggung jawab moral atas kualitas akuntan-akuntan yang didiknya (Crismastuti, Agnes Advensia).
Mahasiswa Akuntasi
Mahasiswa akuntansi adalah mahasiswa yang kuliah pada jurusan akuntasi di suatu universitas atau perguruan tinggi baik negri maupun swasta.
2.3 PENGERTIAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif (Keraf, 1998) yang berarti untuk menciptakan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis maka dibutuhkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang merupakan suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai sistim pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut (Murtanto).
Beberapa prinsip etika bisnis yang dapat diterapkan dalam kegiatan bisnis adalah sebagai berikut : (Keraf, 1998)
1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berlandaskan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk diakukan. Orang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan, tuntutan atau aturan yang berlaku untuk bidang kegiatannya dan tahu pula mengenai keputusan dan tindakan yang pantas diambilnya. Orang yang otonom adalah orang yang tahu aturan dan tuntutan sosial, tetapi bukan orang sekedar mengikuti begitu saja aturan yang berlaku dalam masyarakat atau mengikuti begitu saja apa yang dilakukan orang lain. Orang otonom adalah orang yang mampu mengambil keputusan sendiri dan bertindak berlandaskan keputusan itu, karena ia sadar bahwa itulah yang baik (dalam situasi konkret yang dihadapi). Ia bisa berinisiatif, mampu mengambil sikap dan menemukan hal yang baik, dan tidak sekedar latah.
Untuk bertindak secara otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu. Dalam kerangka etika, kebebasan adalah syarat yang harus ada agar manusia bertindak etis. Hanya karena ia mempunyai kebebasan, maka ia bisa dituntut untuk bertindak secara etis. Dalam kerangka bisnis, kegiatan bisnis hanya mungkin dilaksanakan kalau ada kebebasan.
Seorang pengusaha atau manajer bisa mengembangkan kegiatan bisnisnya, hanya kalau ada kebebasan untuk itu. Maka dalam kerangka etika bisnis itu berarti bahwa prinsip otonomi menuntut para pengusaha dan manajer dihargai kebebasannya dalam mengambil keputusan apa saja, dan bertindak bedasarkan keputusannya itu. Dalam kondisi inilah kita bisa mengharapkan bahwa ia akan menjadi seorang pengusaha atau manajer yang bertindak secara etis.
Namun, kebebasan saja belum menjamin bahwa orang bisa bertindak secara otonom dan etis. Otonomi mengandaikan juga adanya tanggung jawab. Pengusaha atau manajer dituntut untuk bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, yaitu :
a. Bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.
b. Bertanggung jawab kepada orang yang mempercayakan seluruh kegiatan
bisnis dan manajemen itu kepadanya.
c. Bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang terlibat dengannya dalam
urusan bisnis.
d. Bersedia untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya kepada
pihak ketiga, yaitu masyarakat seluruhnya yang sacara tidak langsung terkena akibat dari keputusan dan tindakan binisnya.
2. Prinsip Kejujuran
Aspek kejujuran dalam dunia bisnis :
a. Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
b. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
c. Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar, seperti kita juga mengharapkan agar hak kita dihargai dan tidak dilanggar.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini berintikan prinsip moral sikap baik kepada orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain, dalam bidang apa saja, kita dituntut untuk besikap baik kapada mereka. Dua bentuk perwujudan prinsip ini adalah : pertama, prinsip bersikap baik menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain; kedua, wujudnya yang minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain. Secara maksimal orang bisnis dituntut melakukan kegiatan yang menguntungkan bagi orang lain (atau lebih tepat, saling menguntungkan), tapi kalau situasinya tidak memungkinkan, maka titik batas yang masih ditoleransi adalah tindakan yang tidak merugikan pihak lain.
5. Prinsip Integrita Moral
Kita pantas diperlakukan dan memperlakukan diri kita sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya. Sebagaimana kita Kita pantas diperlakukan dan memperlakukan diri kita sendiri sebagai pribadi yang mempunyai nilai yang sama dengan pribadi lainnya. Sebagaimana kita
Kode Etik Akuntan Indonasia sebagaimana ditetapkan dalam Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari (Al. Haryono Yusup, 91-99)
1. Prinsip etika
2. Aturan etika
3. Interpretasi etika
Prinsip-Prinsip Etika Profesi Akutan
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesi
“Dalam melaksan akan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya”.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2. Kepentingan Publik
“Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme”.
1) Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peranan penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri dari klien, pemberi audit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya yang bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyababkan sikap dan perilaku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
2) Profesi akuntan tetap berada dalam posisi yang penting ini dengan terus
menerus memberikan jasa yang unik pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat para pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
3) Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
4) Mereka memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk
memenuhi taggung jawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota mengharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semua dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang kosisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
5) Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan publik yang diberikan kepadanya, anggota harus secara terus menerus menjalankan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
6) Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititikberatkan pada kepentingan publik, misalnya :
a) Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari
laporan keuangan yang disajikan oleh lembaga keuangan untuk laporan keuangan yang disajikan oleh lembaga keuangan untuk
b) Eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam
organisasi dan memberikan kontribusi efisiensi dan efektivitas pengguna sumber daya organisasi;
c) Auditor intern memberikan keyakianan tenteng sistim pengendalian internal
yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja ke pihak luar;
d) Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta
penerapan adil dari sistim pajak; dan
e) Konsultan manajemen mempunnyai tanggung jawab terhadap kepentingan
umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
3. Integritas
“Untuk memlihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setip anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas”.
1) Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik yang merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
2) Integritas mengharuskan setiap anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerimaan jasa. Pelayanan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerimaan jasa. Pelayanan
3) Integritas diukur dalam apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat
aturan, standar, paduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
4) Integritas juga mengharuskan anggota untuk mngikuti prinsip obyektivitas dan
kehati-hatian profesional.
4. Obyektivitas
“Setiap anggota harus menjaga obyektifitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya”.
1) Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain.
2) Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, pepajakan, serta konsultan manajemen. Anggota lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektifitas.
3) Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan
dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor berikut :
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan
mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua
situasi di mana tekanan-tekanan mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menetukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh
lainnya untuk melanggar obyektivitas haruis dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang
terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prisip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment
yang dipecaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Kompetensi dan Kehati- Hatian Profesional
“Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati -hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mitakhir”.
1) Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengadung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan kosisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
2) Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keandalan atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tangung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keandalan atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tangung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk
Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah :
a. Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian kompetensi professional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara bekesinambungan selama kehidupan profesional anggota. Pemeliharaan komptensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengukuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pertanyaan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
3) Kompetensi menunjukan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
4) Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima
jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk mematuhi standar teknis, dan etika yang berlaku.
5) Kahati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan
mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Kerahasiaan
“Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali apabila ada hak atau kewajiban profsional atau hukum yang mengungkapkannya”.
1) Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
2) Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
3) Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah
pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
4) Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan dan terlibat menggunakan infomasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
5) Anggota mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa
tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Kerena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure), kepada orang lain. Hal itu tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi taggung jawab anggota berdasar standar profesional.
6) Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat paduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selam melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
7. Perilaku Profesional
“Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskusikan profesi”.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendikreditkan profesi yang harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
“ Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas” .
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Fedaration of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
2.4 PENELITIAN TERDAHULU
Ni Nengah Sari Ekayani dan Made Pradana Adi Putra (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “ Presepsi Akuntan dan Mahasiswa Bali Terhadap Etika Bisnis” dengan responden akuntan publik, akuntan pendidik, akuntan publik yang merangkap sebagai akuntan manajemen, serta mahasiswa akuntansi memberikan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa dengan akuntan, di mana mahasiswa mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan akuntan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keempat kelompok akuntan dan uji beda menunjukkan bahwa akuntan pendidik mempunyai persepsi yang paling baik dibandingkan dengan kelompok akuntan lainnya.
Until Ludigdo dan Mas’ud Machfoedz (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Akuntan dan Mahasiswa tentang Etika Bisnis” dengan respoden akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan pendidik yang sekaligus akuntan publik, dan mahasiswa akuntansi di Indonesia memberikan hasil penelitian bahwa ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis, di mana akuntan mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa. Hasil uji perbedaan persepsi antara akuntan pendidik, akuntan publik, dan akuntan pendidik yang berprofesi sekaligus sebagai akuntan publik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok akuntan. Akuntan publik cenderung mempunyai persepsi yang paling baik dibandingkan dengan yang lainnya.
Sihwahjoeni dan M. Godono (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Akuntan” dengan responden akuntan publik, akuntan pendidik, akuntan pendidik sekaligus akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik sekaligus akuntan manajemen, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik sekaligis akuntan pemerintah memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dengan akuntan pemerintah, akuntan pendidik dengan akuntan pendidik sekaligus akuntan publik, akuntan pendidik dengan akuntan pendidik sekaligus akuntan pemerintah, akuntan pendidik dengan akuntan manajemen, akuntan pendidik dengan akuntan pemerintah, akuntan manajemen dengan akuntan pendidik yang sekaligus akuntan pemerintah, akuntan pendidik yang sekaligus akuntan manajemen dengan akuntan pendidik yang sekaligus akuntan pemerintah.
Jaka Winarna dan Ninik Retnowati (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “ Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik, dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia” memberikan hasil bahwa antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi mempunyai persepsi yang berbeda terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
2.5 PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H 1 : Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis.
H 2 : Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntansi.
2.6 KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Persepsi akuntan publik
Persepsi akuntan
Persepsi mahasiswa
terhadap etika bisnis dan
pendidik terhadap etika
akuntansi terhadap
etika profesi akuntaan
bisnis dan etika profesi
etika binis dan etika
akutan
profesi akuntan
beda
sama
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
2.7 DEFINISI DAN PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN
Definisi Variabel Penelitian
Variable penelitan ini adalah :
a. Persepsi Etika Bisnis
Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah tanggapan (penerimaan) seacara langsung dari sesuatu atau merupakan proses seorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Etika bisnis adalah etika yang berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip etika dalam lingkungan institusi, relasi, interaksi yang kita kenal sebagai bisnis (Keraf, A Sonny). Konstruksi yang membentuk variable penelitian diambil dari 5 prinsip etika bisnis, yaitu : otonomi, kejujuran, keadilan, saling menguntungkan, dan integritas moral.
b. Persepsi Kode Etik Profesi Akuntan
Kode Etik Profesi Akuntan adalah sebagai suatu sistem prinsip-prisip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan akuntan lain sesama profesi atau suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan (Munawir, 1995: 58-59). Konstruksi yang membentuk variabel penelitian diambil dari 8 prinsip yaitu : tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas dan obyektivitas, kompetensi dan Kode Etik Profesi Akuntan adalah sebagai suatu sistem prinsip-prisip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan akuntan lain sesama profesi atau suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan (Munawir, 1995: 58-59). Konstruksi yang membentuk variabel penelitian diambil dari 8 prinsip yaitu : tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas dan obyektivitas, kompetensi dan
Pengukuran Variabel Penelitian
Kedua variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang berupa pertanyaan-pertanyaan dan langsung ditujukan kepada obyek penelitian da harus dijawab secara langsung pula oleh obyek penelitian.
Metode responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala linkert 1 sampai dengan 5 dengan criteria penilaian sebagai berikut :
a. Jawaban Sangat Setuju (SS) nilainya 5
b. Jawaban Setuju (S) nilainya 4
c. Jawaban Ragu- Ragu (R) nilainya 3
d. Jawaban Tidak Setuju (TS) nilainya 2
e. Jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya 1
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 OBYEK DAN LOKASI PENELITIAN
Obyek dalam penelitian ini adalah akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi. Lokasi penelitian ini adalah di kota Semarang.
3.2 POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakter yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugoyono, 2000: 56 ). Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik, akuntan pendidik atau dosen akuntansi pada Perguruan Tinggi Negri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan mahasiswa akuntansi pada Perguruan Tinggi Negri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di kota Semarang, Jawa Tengah. Akuntan publik dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini karena dalam penugasannya berhubungan dengan dunia bisnis yang diatur dengan etika bisnis dan
sebagai pelaku profesi akuntan yang diatur Kode Etik Akuntan (etika profesi akuntan). Akuntan pendidik dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini karena akuntan pendidik merupakan pihak yang mengajarkan mata kuliah akuntansi yang di dalamnya juga mengandung Etika Bisnis dan Kode Etik Akuntan (etika profesi akuntan ) kepada mahasiswa akuntansi (calon akuntan). Mahasiswa akuntansi dipilih sebagai sampel karena mereka adalah calon akuntan yang diharapkan menjadi akuntan profesional dan berperilaku etis sehingga Etika Bisnis dan Kode Etik Akuntan (etika profesi akuntan) harus ditanamkan sejak dini.
Pembatasan Populasi
Populasi penelitian ini adalah akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi dengan kriteria sebagai berikut :
1. Akuntan publik, merupakan akuntan yang bekerja pada Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Semarang yang telah memiliki pengalaman mengaudit minimal satu tahun yaitu sebanyak 133 akuntan (sumber www.akuntanpublik.org .).
2. Akuntan pendidik, merupakan dosen tetap akuntansi yang telah bergelar
Akt pada Perguruan Tinggi Negri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di kota Semarang yang memiliki program studi akuntansi dengan status akreditasi A, yaitu Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Universitas Katholik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, dan
Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang yaitu sebanyak
54 dosen (sumber : Bagian kepegawaian UNDIP, UNIKA, UNISULA)
3. Mahasiwa akuntansi, merupakan mahasiswa yang mengambil jurusan
akuntansi Program Sarjana S1 pada Perguruan Tinggi Negri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di kota Semarang yang memiliki program studi akuntansi dengan status akreditasi A, yaitu Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Universitas Katholik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, dan Universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang. Mahasiswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang mengambil atau telah mengambil mata kuliah Auditing dan Etika Bisnis. Alasan sampel hanya mahasiswa akuntansi yang sedang atau pernah mengambil mata kuliah Auditing dan Etika Bisnis adalah karena pada mata kuliah inilah biasanya materi etika mulai diperkenalkan. Populasi penelitian tidak diketahui secara pasti (Kajur UNDIP, UNIKA, UNISULA)
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari elemen-elemenkelompok kecil populasi (Indriantoro dan B. Supomo, 2000: 115). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling), yaitu merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan Sampel adalah sebagian dari elemen-elemenkelompok kecil populasi (Indriantoro dan B. Supomo, 2000: 115). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling), yaitu merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan
Berikut ini adalah daftar rancana sampel penelitian:
Tabel 3.1 Sampel Penelitian
Jumlah Kuesioner Kuesioner
Jumlah
Obyek Penelitian
Akuntan Publik
Akuntan Pendidik Univers Diponegoro Semarang
Akuntan Pendidik Universitas Katholik Soegijapranata Semarang
Akuntan Pendidik Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Mahasiswa Akuntansi UNDIP, UNIKA, UNISULA
Total
3.3 METODE PENGUMPULAN DATA
1. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (primary data), yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) (Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002: 146). Data primer diperoleh melalui kuesioner secara personal (personlly administered questionaries) kepada masing-masing respoden, yaitu dalam hal ini peneliti berhubungan langsung dan memberikan penjelasan seperlunya dan kuesioner dapat langsung dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden (Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002: 154 ).
Jenis data yang digunakan dalam penlitian ini adalah data subyek (self- report data), yaitu jenis data yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian (responden) (Indriantoro, Nur dan B. Suipomo, 2002: 154 ).
2. Teknik Penumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui survai dengan mengisi kuesioner yang dikirimkan kepada responden. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan memakai tiga cara. Pertama, untuk responden akuntan publik kuesioner dikirimkan kepada pimpinan masing-masing Kantor Akuntan Publik
(KAP). Kedua, untuk responden akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi kuesioner dikirimkan kepada ketua jurusan masing-masing. Ketiga, kuesioner dikirimkan kepada responden tertentu yang dikenal secara pribadi oleh peneliti.
Populasi akuntan publik dalam penelitian ini diambil secara acak dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah Semarang. Populasi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi diambil dari tiga Perguruan Tinggi Negri (PTN) da Perguruan Tinggi Swata (PTS) dengan kriteria perguruan tinggi tersebut mempunyai status akreditasi A dalam program studi akuntansi. Alasan populasi hanya diambil dari perguruan tinggi yang memiliki status akreditasi A dalam program studi akuntansi kerena penelitian ini membandingkan mahasiswa akuntansi dengan akuntan publik dan akuntan pendidik bukan membandingkan antar mahasiwa akuntansi. Status akreditasi A dipilih sebagai standar mutu dan kualitas pendidikan akuntansi untuk menghindari hasil penelitian yang bias jika dibandingkan dengan akuntan publik dan akuntan pendidik. Perguruan tinggi yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Universitas Katholik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, dan Universitas Sultan Agung (UNISULA) Semarang.
3. Alat Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh akuntan publik, akuntan pendidk, dan mahasiswa akuntansi.
3.4 TEKNIK ANALISIS DATA
1. Pengujian Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatau kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan suatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (Ghozali, Imam, 2002 : 135 )
Dalam uji validitas digunakan perhitungan koefisien korelasi Poduct Moment Person, atau Koefisien Korelasi Person (Anzwar, Saffudin, 1997 : 40)
Rumus :
xy ∑∑ x xy y n
∑
r =
xy
x )( xy ) ] n [ ( y )( − ∑ xy ) n ]
Keterangan: r xy = koefisien korelasi antar skor intern dengan skor total
• xy = jumlah perkalian antar skor intern dengan kror total • x = jumlah skor masing-masing intern • y = jumlah skor total n = jumlah subyek
2. Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Cara menghitung tingakat reliabilitas suatau data yaitu menggunakan rumus Crobach’s Alpha (Azwar, Saifuddin, 1997 : 45 ). Rumus :
k . r
α =
1 + ( k − ) r
Keterangan : k = jumlah item valid r = rata-rata koefisien antar item α= koefisien reabilitas Kriteria pengujuian reliabilitas penelitian :
1. Apabila nilai mendakati 0, maka kuesioner tersebut kurang reliabel
2. Apabila nilai α mendekati 1 atau -1, maka kuesioner tersebut sangat
reliabel
3. Apabila nilai α di tengah, kurang lebih antara 1 dan -1, maka kuesioner
tersebut sedang
3. Pengujian Hipotesis ANOVA (Analisis of Varience).
Untuk menganalisis hipotesis pertama (H 1 ) dan hipotesis kedua (H 2 )
menggunakan ANOVA (Analisis of Varience).
Pengujian hipotesis 1 (H 1 ) dan Hipotesis 2 (H 2 ):
a. Rumusan hipotesis yang akan diuji
H0 1 : Tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis
HA 1 : Terdapat perbedaan perspsi antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika bisnis
H0 2 : Tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik, akuntan pendidik,dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan
HA 2 : Terdapat perbedaan perspsi antara akuntan publik, akuntan pendidik, dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi akuntan
b. α • 5
F tabel (F t ) = F ; df (jumlah variabel –1 ; jumlah kasus – jumlah variabel)
c. Kriteria pengujian
F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan HA diterima
F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan HA ditolak
d. Rumus uji F MSFC
F hitung =
MSSE
MSSC = Mean Sum of Squares Colum MSSE = Mean Sum of Squares Error
UJI t
Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan persepsi etika bisnis dan etika profesi akuntan antara:
1. akuntan publik dengan akuntan pendidik
2. akuntan pendidik dengan akuntan mahasiswa akuntansi
3. akuntan publik dengan mahasiswa akuntansi
Langkah – langkah pengujian :
1. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dengan akuntan
pendidik tentang etika bisnis
2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dengan
mahasiswa akuntansi tentang etika bisnis
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dengan
mahasiswa akuntansi tentang etika bisnis
4. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dengan akuntan
pendidik akuntansi tentang etika profesi akuntan
5. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dengan
mahasiswa akuntansi tentang etika profesi akuntan
6. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dengan
mahasiswa akuntansi tentang etika profesi akuntan Rumus untuk menghitung nilai t hitung
1 X 2
t =
2 2 ( n ) S
1 ( n − 1 ) S 1
X 1 = Mean persepsi akuntan pendidik
X 2 = Mean persepsi akuntan publik n 1 = Banyaknya sampel yang diamati X 2 = Mean persepsi akuntan publik n 1 = Banyaknya sampel yang diamati
S 1 = Deviasi stanadar persepsi akuntan pendidik S 2 = Deviasi stanadar persepsi akuntan pendidik
Adapun formulaasi untuk deviasi standar adalaah (Sudjana,1991 : 160) Rumus : Fomula untuk mean adalah :
1 X )
S = ∑
n − 2 Persamaan untuk mean adalah :
∑ n
X
x t = 1
n Dimana :
∑ n
X : Jumlah nilai persepsi akuntan publik
t = 1
n : Jumlah sampel
Guna membantu perhitungan uji t digunakan alat bantu SPSS (Statistic Program For Social Science).
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 IDENTITAS RESPONDEN
Penelitian ini menggunakan 3 kelompok responden yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi, yaitu praktisi akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi. Kelompok pertama dan kedua dilakukan pada 3 perguruan tinggi besar di Semarang yaitu UNDIP, UNIKA, dan UNISULA.