Karakteristik dan Daya Terima Bubuk Instan Campuran Tepung Kecambah Jagung, Tepung Tempe, dan Tepung Wortel Sebagai Makanan Pendamping ASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi balita masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Data terkini dari Global Nutrition Report (2014) menunjukkan bahwa
Indonesia mengalami masalah gizi kompleks yang antara lain terjadi karena gizi
kurang atau malnutrisi. Gizi kurang dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan anak berupa perawakan pendek (stunting) atau perawakan kurus
(wasting), bayi rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, dan
mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan anak.
Berdasarkan data terakhir dari hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia
(RISKESDAS) prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 adalah sebesar 19.60%,
meningkat jika dibandingkan data tahun 2010 yaitu sebesar 17.90%. Angka
BBLR masih 11,5%, kurus (underweight) 17,9%, kurus-pendek (wasted) 13,6%,
pendek (stunted) 35,6%, dan anak gemuk (overweight) 12,2%.
Prevalensi anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3% dan
14,0% balita. Dengan angka-angka itu, Indonesia sudah memasuki era beban
ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus dan pendek karena kurang gizi, di
pihak lain banyak anak gemuk (Atmarita, 2010).
Gizi kurang sangat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anak
dengan gizi kurang menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh
menjadi orang dewasa dengan tingkat kecerdasan rendah yang dapat
1
Universitas Sumatera Utara
2
mengkibatkan kurang berpendidikan, tidak produktif, mudah jatuh sakit dan lebih
rentan terhadap penyakit infeksi. Intervensi untuk menurunkan prevalensi gizi
kurang harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran, dengan pelayanan pranatal
dan gizi ibu, dan berlanjut hingga anak berusia dua tahun.
Gizi kurang dapat disebabkan oleh faktor antara lain keterbatasan akses
pangan dan pendapatan yang rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan makanan yang
bersumber dari pangan lokal yang mudah didapatkan dan bergizi tinggi, berupa
makanan pendamping ASI kaya nutrisi yang dapat mencukupi kebutuhan gizi
bayi. Salah satu alternatif makanan pendamping ASI yang memenuhi kriteria
tersebut adalah makanan pendamping ASI instan yang berbasis serealia.
Kini telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi (instan) yang bisa
didapatkan dengan mudah di toko dan apotek bahkan warung, tetapi sayangnya
harga makanan tersebut relatif mahal dan kandungan gizinya pun kalah dibanding
(dalam takaran gram yang sama) dengan makanan yang diramu dalam resep lokal.
Disamping itu, jika keluarga tergolong tidak mampu, dikhawatirkan keluarga
tersebut akan menghemat agar makanan tidak cepat habis sehingga makanan
diberi sedemikian sedikitnya, atau diberi lebih banyak, tidak menuruti anjuran
takaran yang semestinya. Akibatnya kebutuhan gizi bayi malah tidak terpenuhi
(MB, 2010).
Makanan pendamping ASI dapat berupa biskuit bayi, bubur bayi, atau
buah-buahan. Pada umumnya makanan pendamping ASI bubur bayi instan terbuat
dari campuran tepung beras, susu skim, gula halus, dan minyak nabati. Untuk
meningkatkan kandungan gizi, bahan-bahan tersebut dapat disubstitusi dengan
Universitas Sumatera Utara
3
bahan pangan sumber protein dan vitamin A. Makanan pendamping ASI di
Indonesia kebanyakan dibuat dari bahan dasar serealia atau tepung serealia. Bahan
yang telah digunakan diantaranya beras, beras merah, jagung, gandum, atau
tepung beras, tepung beras merah, tepung gandum, serta tepung jagung. Jagung
merupakan bahan pangan lokal yang jarang dimanfaatkan oleh sebagian besar
masyarakat yang sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah
lebih lanjut menjadi makanan pendamping ASI.
Di Indonesia, jagung merupakan makanan pokok kedua setelah beras.
Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18.51 juta ton pipil kering.
Upaya pemanfaatan komoditas jagung yang berlimpah tersebut adalah dengan
mengolah menjadi berbagai produk, salah satunya adalah tepung jagung. Tepung
jagung juga mengandung protein yang cukup tinggi, bervariasi antara 6-18 gram
dalam 100 gram. Zat-zat gizi lebih banyak diperlukan dari makanan tambahan
terutama untuk memenuhi kebutuhan energi, zat besi, zink, dan vitamin A
(Widodo, 2008).
Jagung mengandung vitamin A, B1, B3, B9, vitamin C, dan vitamin E.
Selain itu, jagung mengandung zat besi, protein, potassium, dan magnesium yang
berguna bagi kesehatan balita. Jagung juga merupakan sumber alami asam lemak
omega-6 yang berguna dalam membantu perkembangan otak balita (Lalage,
2013).
Berdasarkan Aminah dan Santosa (2014), nilai gizi jagung dan kacangankacangan
masih
dapat
ditingkatkan
dengan
pengecambahan.
Pengaruh
pengecambahan terhadap pengurangan senyawa anti gizi seperti tannin dan fitat
Universitas Sumatera Utara
4
telah dibuktikan oleh Ghavided, dan Prakash (2007), Mugendi (2010, Kumar
(2008), Rusydi dan Azrina (2012). Peningkatan vitamin dan bioavailabilitas
mineral golongan biji-bijian yang dikecambahkan juga telah dilaporkan oleh ElAdawy (2004).
Demikian juga No (2002) dan Kaushik (2010) melaporkan bahwa kalsium,
tembaga, mangan, seng, riboflavin, niacin dan kandungan asam askorbat
meningkat selama pengecambahan. Proses perkecambahan yang menghasilkan
kecambah (sprouts), yang kemudian ditepungkan, ternyata dapat menghilangkan
berbagai senyawa anti gizi di dalamnya, dapat mempertahankan mutu proteinnya
dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi (Koswara, 2006).
Menurut Nauli (2013), dalam 100 gram tepung kecambah jagung dapat
memenuhi hampir 50% energi, 30% protein, 22% zat besi, dan 40% seng pada
kecukupan gizi anak kelompok umur 7-11 bulan. Konsumsi tepung kecambah
jagung sebagai makanan pendamping ASI mampu memenuhi kecukupan seng
harian dari makanan pendamping ASI sebab kandungan seng tepung kecambah
jagung sebesar 2,94 mg/100 g relatif lebih tinggi dibanding jenis serealia lainnya.
Kandungan protein dan lemak tepung kecambah jagung cukup besar
namun untuk memenuhi syarat mutu makanan pendamping ASI instan, tepung
kecambah jagung sebagai bahan dasar makanan pendamping ASI sebaiknya
dicampur dengan bahan pangan lain agar lebih bervariasi dan kompleks zat
gizinya. Misalnya pemanfaatan kecambah jagung masih berbatas pada campuran
beberapa kecambah biji-bijian. Terutama bahan makanan yang kaya zat gizi yang
Universitas Sumatera Utara
5
kadarnya pada kecambah jangung lebih rendah, seperti penambahan vitamin A
pada wortel dan protein dalam tempe.
Variasi bahan selain dapat meningkatkan protein kandungan gizinya
terutama seng, vitamin A, dan zat besi yang sangat dibutuhkan pada anak umur 612 bulan. Variasi penambahan makanan pendamping ASI diharapkan mampu
menanggulangi kekurangan gizi mikro yang sekitar satu milyar anak dan orang
dewasa juga menderita berbagai bentuk kekurangan zat gizi mikro. Kekurangan
zat besi dapat menyebabkan anemia dan menurunnya daya konsentrasi.
Kekurangan seng dapat menghambat pertumbuhan, menurunnya kemampuan
indera perasa dan pencium, dan kerusakan kulit.
Pemanfaatan tempe secara optimal dan agar tempe semakin digemari oleh
masyarakat adalah dengan diversifikasi produk tempe yang memiliki variasi pada
warna, bentuk, aroma dan rasa. Selain menjadi lauk, tempe diolah menjadi tepung
yang diolah menjadi kue basah atau kue kering, kripik tempe, dan makanan bayi
atau lansia.
Tempe merupakan salah satu sumber protein yang mudah dijangkau oleh
masyarakat. Disamping harganya yang jauh lebih murah, protein nabati pada
tempe kedelai termasuk protein yang sempurna yang mendekati susu hewani dari
susu, daging sapi dan telur ayam. yang berguna untuk pertumbuhan fisik dan otak
yang optimal, memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, dan pembentukan antibodi
tubuh.
Menurut
Astawan (2008), tempe memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, selain kandungan asam aminonya yang
Universitas Sumatera Utara
6
lengkap, juga terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang
tempe selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi
lebih mudah dicerna.
Zat gizi mikro pada tepung wortel mampu memenuhi 20% kecukupan zat
gizi mikro makanan pendamping ASI. Wortel mengandung betakaroten, yang bila
dikonsumsi akan dikonversi menjadi vitamin A yang sangat berguna untuk
kesehatan kulit dan mata. Wortel juga kaya akan vitamin C dan E yang
merupakan antioksidan terbaik, yang dikenal dapat membantu mencegah berbagai
penyakit dan baik untuk meningkatkan sistem imunitas. Bayi membutuhkan
vitamin C untuk pertumbuhan dan kesehatan jaringan tubuhnya. Juga untuk
mempercepat penyembuhan jika terjadi luka. Selain itu, vitamin C juga membantu
penyerapan zat besi dan mineral seng (Soenardi, 2014). Dengan demikian, wortel
merupakan sayuran yang kaya zat gizi.
Menurut Muaris (2014), wortel merupakan jenis sayuran yang dapat
diberikan lebih dini kepada bayi yang baru mulai mendapatkan makanan
tambahan. Wortel termasuk dalam sayuran dengan harga terjangkau bagi rumah
tangga dan tersedia sepanjang tahun. Selain itu, wortel termasuk sayuran yang
mudah didapatkan disetiap daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuatan bubuk instan makanan
pendamping ASI dengan campuran tepung kecambah jagung tepung tempe dan
tepung wortel dengan perbandingan 50%:40%:10% dan 55%:40%:5%. Dibuat
sebagai bubuk instan agar lebih mudah ketika disajikan. Komposisi campuran
dirancang dengan mempertimbangkan pendekatan Angka Kecukupan Gizi anak
Universitas Sumatera Utara
7
7-12 bulan serta mempertimbangkan sifat organoleptik yang disesuaikan dengan
daya penerimaan untuk bayi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana karakteristik dan daya terima bubuk instan campuran tepung
kecambah jagung, tepung tempe, dan tepung wortel sebagai makanan pendamping
ASI untuk anak umur 7-12 bulan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik dan daya terima bubuk instan campuran
tepung kecambah jagung, tepung tempe, dan tepung wortel sebagai makanan
pendamping ASI.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk memperkirakan kandungan suatu zat gizi makanan pendamping
ASI untuk anak 7-12 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang peanekaragaman suatu
produk.
2. Sebagai upaya penganekaragaman bahan makanan dari tepung kecambah
jagung, tepung tempe, dan tepung wortel.
3. Sebagai
upaya
penganekaragaman
makanan
pendamping
ASI
menggunakan sumber daya lokal.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi balita masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Data terkini dari Global Nutrition Report (2014) menunjukkan bahwa
Indonesia mengalami masalah gizi kompleks yang antara lain terjadi karena gizi
kurang atau malnutrisi. Gizi kurang dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan anak berupa perawakan pendek (stunting) atau perawakan kurus
(wasting), bayi rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi, dan
mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan anak.
Berdasarkan data terakhir dari hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia
(RISKESDAS) prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 adalah sebesar 19.60%,
meningkat jika dibandingkan data tahun 2010 yaitu sebesar 17.90%. Angka
BBLR masih 11,5%, kurus (underweight) 17,9%, kurus-pendek (wasted) 13,6%,
pendek (stunted) 35,6%, dan anak gemuk (overweight) 12,2%.
Prevalensi anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3% dan
14,0% balita. Dengan angka-angka itu, Indonesia sudah memasuki era beban
ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus dan pendek karena kurang gizi, di
pihak lain banyak anak gemuk (Atmarita, 2010).
Gizi kurang sangat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anak
dengan gizi kurang menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh
menjadi orang dewasa dengan tingkat kecerdasan rendah yang dapat
1
Universitas Sumatera Utara
2
mengkibatkan kurang berpendidikan, tidak produktif, mudah jatuh sakit dan lebih
rentan terhadap penyakit infeksi. Intervensi untuk menurunkan prevalensi gizi
kurang harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran, dengan pelayanan pranatal
dan gizi ibu, dan berlanjut hingga anak berusia dua tahun.
Gizi kurang dapat disebabkan oleh faktor antara lain keterbatasan akses
pangan dan pendapatan yang rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan makanan yang
bersumber dari pangan lokal yang mudah didapatkan dan bergizi tinggi, berupa
makanan pendamping ASI kaya nutrisi yang dapat mencukupi kebutuhan gizi
bayi. Salah satu alternatif makanan pendamping ASI yang memenuhi kriteria
tersebut adalah makanan pendamping ASI instan yang berbasis serealia.
Kini telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi (instan) yang bisa
didapatkan dengan mudah di toko dan apotek bahkan warung, tetapi sayangnya
harga makanan tersebut relatif mahal dan kandungan gizinya pun kalah dibanding
(dalam takaran gram yang sama) dengan makanan yang diramu dalam resep lokal.
Disamping itu, jika keluarga tergolong tidak mampu, dikhawatirkan keluarga
tersebut akan menghemat agar makanan tidak cepat habis sehingga makanan
diberi sedemikian sedikitnya, atau diberi lebih banyak, tidak menuruti anjuran
takaran yang semestinya. Akibatnya kebutuhan gizi bayi malah tidak terpenuhi
(MB, 2010).
Makanan pendamping ASI dapat berupa biskuit bayi, bubur bayi, atau
buah-buahan. Pada umumnya makanan pendamping ASI bubur bayi instan terbuat
dari campuran tepung beras, susu skim, gula halus, dan minyak nabati. Untuk
meningkatkan kandungan gizi, bahan-bahan tersebut dapat disubstitusi dengan
Universitas Sumatera Utara
3
bahan pangan sumber protein dan vitamin A. Makanan pendamping ASI di
Indonesia kebanyakan dibuat dari bahan dasar serealia atau tepung serealia. Bahan
yang telah digunakan diantaranya beras, beras merah, jagung, gandum, atau
tepung beras, tepung beras merah, tepung gandum, serta tepung jagung. Jagung
merupakan bahan pangan lokal yang jarang dimanfaatkan oleh sebagian besar
masyarakat yang sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah
lebih lanjut menjadi makanan pendamping ASI.
Di Indonesia, jagung merupakan makanan pokok kedua setelah beras.
Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 18.51 juta ton pipil kering.
Upaya pemanfaatan komoditas jagung yang berlimpah tersebut adalah dengan
mengolah menjadi berbagai produk, salah satunya adalah tepung jagung. Tepung
jagung juga mengandung protein yang cukup tinggi, bervariasi antara 6-18 gram
dalam 100 gram. Zat-zat gizi lebih banyak diperlukan dari makanan tambahan
terutama untuk memenuhi kebutuhan energi, zat besi, zink, dan vitamin A
(Widodo, 2008).
Jagung mengandung vitamin A, B1, B3, B9, vitamin C, dan vitamin E.
Selain itu, jagung mengandung zat besi, protein, potassium, dan magnesium yang
berguna bagi kesehatan balita. Jagung juga merupakan sumber alami asam lemak
omega-6 yang berguna dalam membantu perkembangan otak balita (Lalage,
2013).
Berdasarkan Aminah dan Santosa (2014), nilai gizi jagung dan kacangankacangan
masih
dapat
ditingkatkan
dengan
pengecambahan.
Pengaruh
pengecambahan terhadap pengurangan senyawa anti gizi seperti tannin dan fitat
Universitas Sumatera Utara
4
telah dibuktikan oleh Ghavided, dan Prakash (2007), Mugendi (2010, Kumar
(2008), Rusydi dan Azrina (2012). Peningkatan vitamin dan bioavailabilitas
mineral golongan biji-bijian yang dikecambahkan juga telah dilaporkan oleh ElAdawy (2004).
Demikian juga No (2002) dan Kaushik (2010) melaporkan bahwa kalsium,
tembaga, mangan, seng, riboflavin, niacin dan kandungan asam askorbat
meningkat selama pengecambahan. Proses perkecambahan yang menghasilkan
kecambah (sprouts), yang kemudian ditepungkan, ternyata dapat menghilangkan
berbagai senyawa anti gizi di dalamnya, dapat mempertahankan mutu proteinnya
dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi (Koswara, 2006).
Menurut Nauli (2013), dalam 100 gram tepung kecambah jagung dapat
memenuhi hampir 50% energi, 30% protein, 22% zat besi, dan 40% seng pada
kecukupan gizi anak kelompok umur 7-11 bulan. Konsumsi tepung kecambah
jagung sebagai makanan pendamping ASI mampu memenuhi kecukupan seng
harian dari makanan pendamping ASI sebab kandungan seng tepung kecambah
jagung sebesar 2,94 mg/100 g relatif lebih tinggi dibanding jenis serealia lainnya.
Kandungan protein dan lemak tepung kecambah jagung cukup besar
namun untuk memenuhi syarat mutu makanan pendamping ASI instan, tepung
kecambah jagung sebagai bahan dasar makanan pendamping ASI sebaiknya
dicampur dengan bahan pangan lain agar lebih bervariasi dan kompleks zat
gizinya. Misalnya pemanfaatan kecambah jagung masih berbatas pada campuran
beberapa kecambah biji-bijian. Terutama bahan makanan yang kaya zat gizi yang
Universitas Sumatera Utara
5
kadarnya pada kecambah jangung lebih rendah, seperti penambahan vitamin A
pada wortel dan protein dalam tempe.
Variasi bahan selain dapat meningkatkan protein kandungan gizinya
terutama seng, vitamin A, dan zat besi yang sangat dibutuhkan pada anak umur 612 bulan. Variasi penambahan makanan pendamping ASI diharapkan mampu
menanggulangi kekurangan gizi mikro yang sekitar satu milyar anak dan orang
dewasa juga menderita berbagai bentuk kekurangan zat gizi mikro. Kekurangan
zat besi dapat menyebabkan anemia dan menurunnya daya konsentrasi.
Kekurangan seng dapat menghambat pertumbuhan, menurunnya kemampuan
indera perasa dan pencium, dan kerusakan kulit.
Pemanfaatan tempe secara optimal dan agar tempe semakin digemari oleh
masyarakat adalah dengan diversifikasi produk tempe yang memiliki variasi pada
warna, bentuk, aroma dan rasa. Selain menjadi lauk, tempe diolah menjadi tepung
yang diolah menjadi kue basah atau kue kering, kripik tempe, dan makanan bayi
atau lansia.
Tempe merupakan salah satu sumber protein yang mudah dijangkau oleh
masyarakat. Disamping harganya yang jauh lebih murah, protein nabati pada
tempe kedelai termasuk protein yang sempurna yang mendekati susu hewani dari
susu, daging sapi dan telur ayam. yang berguna untuk pertumbuhan fisik dan otak
yang optimal, memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, dan pembentukan antibodi
tubuh.
Menurut
Astawan (2008), tempe memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, selain kandungan asam aminonya yang
Universitas Sumatera Utara
6
lengkap, juga terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang
tempe selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi
lebih mudah dicerna.
Zat gizi mikro pada tepung wortel mampu memenuhi 20% kecukupan zat
gizi mikro makanan pendamping ASI. Wortel mengandung betakaroten, yang bila
dikonsumsi akan dikonversi menjadi vitamin A yang sangat berguna untuk
kesehatan kulit dan mata. Wortel juga kaya akan vitamin C dan E yang
merupakan antioksidan terbaik, yang dikenal dapat membantu mencegah berbagai
penyakit dan baik untuk meningkatkan sistem imunitas. Bayi membutuhkan
vitamin C untuk pertumbuhan dan kesehatan jaringan tubuhnya. Juga untuk
mempercepat penyembuhan jika terjadi luka. Selain itu, vitamin C juga membantu
penyerapan zat besi dan mineral seng (Soenardi, 2014). Dengan demikian, wortel
merupakan sayuran yang kaya zat gizi.
Menurut Muaris (2014), wortel merupakan jenis sayuran yang dapat
diberikan lebih dini kepada bayi yang baru mulai mendapatkan makanan
tambahan. Wortel termasuk dalam sayuran dengan harga terjangkau bagi rumah
tangga dan tersedia sepanjang tahun. Selain itu, wortel termasuk sayuran yang
mudah didapatkan disetiap daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuatan bubuk instan makanan
pendamping ASI dengan campuran tepung kecambah jagung tepung tempe dan
tepung wortel dengan perbandingan 50%:40%:10% dan 55%:40%:5%. Dibuat
sebagai bubuk instan agar lebih mudah ketika disajikan. Komposisi campuran
dirancang dengan mempertimbangkan pendekatan Angka Kecukupan Gizi anak
Universitas Sumatera Utara
7
7-12 bulan serta mempertimbangkan sifat organoleptik yang disesuaikan dengan
daya penerimaan untuk bayi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana karakteristik dan daya terima bubuk instan campuran tepung
kecambah jagung, tepung tempe, dan tepung wortel sebagai makanan pendamping
ASI untuk anak umur 7-12 bulan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik dan daya terima bubuk instan campuran
tepung kecambah jagung, tepung tempe, dan tepung wortel sebagai makanan
pendamping ASI.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk memperkirakan kandungan suatu zat gizi makanan pendamping
ASI untuk anak 7-12 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang peanekaragaman suatu
produk.
2. Sebagai upaya penganekaragaman bahan makanan dari tepung kecambah
jagung, tepung tempe, dan tepung wortel.
3. Sebagai
upaya
penganekaragaman
makanan
pendamping
ASI
menggunakan sumber daya lokal.
Universitas Sumatera Utara