Aktivitas Antibakteri Hasil Hidrolisis Enzimatik Minyak Kelapa Murni Dan Minyak Inti Sawit Terhadap Staphylococcus aureus Dan Salmonella thypi Serta Escherichia coli

 

 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Minyak
Minyak atau lemak adalah senyawa yang tertentuk dari trigliserida sebagai

komponen pembentuk utama. Trigliserida adalah triester yang terbentuk dari satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak, sehingga disebut juga
triasilgliserol (TAG) (Silalahi dan Tampubolon, 2002; Mc. Murry, 2008). Reaksi
pembentukan TAG dapat dilihat pada Gambar 2.1.

H2COH
HCOH

HOC—R1

+

HOC—R2

H2C—OC—R1
Æ

HC—OC—R2

H2COH

HOC—R3

H2C—OC—R3

Gliserol

Asam Lemak

Trigliserida


+

3H2O

Gambar 2.1 Reaksi pembentukan trigliserida
(Sumber: Mc. Murry, 2008)
Gliserol adalah senyawa yang memiliki tiga gugus hidroksil, atau –OH,
yang dapat bergabung dengan sampai tiga asam lemak sehingga membentuk
TAG.Setiap TAG dapat mengandung suatu campuran dari tiga asam lemak yang
sama (simple triglyceride) atau berbeda (complex triglyceride). Asam lemak yang
sama atau yang berbeda dapat bergabung dengan ketiga gugus hidroksil sehingga
menghasilkan berbagai senyawa trigliserida (Silalahi, 2000).
Distribusi atau posisi asam lemak dalam molekul lemak dapat dibedakan
berdasarkan stereospecific numbering system (sn) menjadi sn-1, sn-2, sn-3.

 


Universitas Sumatera Utara


 

 

Nomenklatur molekul TAG diberikan berdasarkan posisi residu asam lemak (asil)
yang membentuk TAG. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.
H
H

C

H

C

H

C


α
β
α’

O

C

O

C

O

C

O
(CH2)12 CH3
O
(CH2)14 CH3

O
(CH2)12 CH3

(α ) miristat atau posisi sn-1
(β ) palmitat atau posisi sn-2
(α’) miristat atau posisi sn-3

H

1,3-dimiristoil, 2-palmitoil gliserol
Gambar 2.2 Struktur kimia lemak (triasilgliserol)
(Sumber: Boyer, 1986; Silalahi dan Tampubolon, 2002)


Keterangan: R – C – disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol
dengan 3 asam lemak. Contoh: miristat, palmitat, miristat maka
struktur kimia tersebut dinamakan 1,3-dimiristoil, 2-palmitoil
gliserol.
sn : stereospesific numbering


Trigliserida bersifat hidrofobik, tidak larut dan tidak tersatukan dengan air,
memiliki berat jenis lebih rendah dibandingkan air. Pada suhu kamar normal dapat
berada dalam bentuk padat atau cair. Apabila padat disebut lemak, sedangkan
apabila cair disebut minyak. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan
cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak kecuali minyak kelapa dan minyak
inti sawit karena banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang
(Darmoyuwono, 2006)
Trigliserida yang terbentuk dari asam lemak rantai pendek disebut Short
Chain Triglyceride, yang terbentuk dari asam lemak rantai sedang disebut
Medium Chain Triglyceride, sedangkan yang terbentuk dari asam lemak rantai
panjang disebut Long Chain Triglyceride (McKee dan McKee, 2003). Senyawa

 

10 
Universitas Sumatera Utara

 

 


yang memiliki dua gugus asam lemak dan satu gugus hidroksil disebut sebagai
digliserida, sedangkan senyawa yang memiliki satu gugus asam lemak dan dua
gugus hiroksil disebut sebagai monogliserida. Monogliserida, digliserida dan
trigliserida digolongkan sebagai senyawa ester yaitu senyawa yang terbentuk dari
reaksi antara asam dan alkohol yang melepaskan air (H2O) (Silalahi dan
Tampubolon, 2002).
Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai
asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya (Silalahi, 2000).
Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek
(short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8,
asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain
fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14
atau lebih (long chain fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki
asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (Silalahi, 2000; Silalahi dan
Tampubolon, 2002).
Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh
(SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak
(PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap.Semakin banyak ikatan rangkap

yang dimiliki asam lemak, semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000; Silalahi
dan Tampubolon, 2002).
Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam
lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, bagian rantai karbon
akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer

 

11 
Universitas Sumatera Utara

 

 

cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti
berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans
biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik
leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak
tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang

membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama
seperti bentuk asam lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).
Asam

lemak

trans

berdampak

buruk

bagi

kesehatan.

Apabila

mengkonsumsi asam lemak trans, maka asam lemak ini akan masuk kedalam selsel tubuh, yang mengakibatkan membran sel dan struktur seluler lainnya menjadi
rusak bentuknya dan tidak dapat berfungsi dengan mestinya. Asam lemak trans

juga meningkatkan LDL (low density lipoprotein) dan menurunkan HDL (high
density lipoprotein). LDL merupakan lemak yang meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner dan stroke karena mudah menempel dan menyebabkan
penyumbatan pada dinding pembuluh darah sedangkan HDL berfungsi untuk
membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah (Silalahi dan
Tampubolon, 2002; Darmoyuwono, 2006).
2.2

Hidrolisis Minyak
Hidrolisis dari minyak atau trigliserida akan menghasilkan asam lemak

bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan bantuan enzim lipase
atau dengan mereaksikannya secara kimia dengan KOH atau NaOH. Reaksi
hidrolisis yang dilakukan dengan penggunaan zat kimia maka akan menghasilkan
produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak yaitu akan menghidrolisis
pada semua posisi sn dalam produk lemak. (lebih dikenal dengan proses

 

12 

Universitas Sumatera Utara

 

 

penyabunan). Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri untuk
menghasilkan gliserol. Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih
efisien dan mudah dikontrol karena dan enzim lipase spesifik pada posisi tertentu
sehingga dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak sesuai dengan
yang diinginkan (Aehle, 2004). Adapun persamaan reaksi untuk hidrolisis
trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.3.

H2COC—R1
HCOC—R2

HOC—R1
3 H 2O

HOC—R2

H2C—OH
+

HC—OH

H2COC—R3

HOC—R3

H2C—OH

Trigliserida

asam lemak

gliserol

Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis trigliserida (Sumber: Boyer, 1986)
Prinsip proses hidrolisis enzimatik bertujuan untuk menghasilkan produk
monogliserida, digliserida atau gliserol dan asam lemak bebas dari posisi sn yang
diinginkan dengan penambahan enzim lipase dengan spesifikasi tertentu pada
minyak dan lemak dengan adanya air (Aehle, 2004).  Proses penyabunan akan
menghidrolisis trigliserida pada semua posisi sn secara acak. Sedangkan hidrolisis
trigliserida secara enzimatik lebih spesifik pada posisi sn tertentu sesuai dengan
jenis enzimnya. Berdasarkan reaksi hidrolisis pada Gambar 2.3, hidrolisis
triasilgliserol secara enzimatik dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn1,3 adalah dengan menghidrolisis triasilgliserol pada posisi sn-1,3 sehingga akan
menghasilkan produk 2-MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi
sn-1,3. Berbagai macam enzim lipase yang bekerja berdasarkan spesifikasinya,
dapat dilihat pada Tabel 2.1.

 

13 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Tabel 2.1 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya
Klasifikasi
enzim lipase

Spesifikasi

Sumber

Monoasilgliserol
Mono- dan
Diasilgliserol
Triasilgliserol

Jaringan lemak pada tikus

Spesifik pada
substrat

Regiospesifik

Posisi sn-1,3

Posisi sn-2
Nonspesifik

-

Asam lemak rantai
pendek
Asilspesifik
pada lemak

asam lemak jenuh
cis-9
Asam lemak jenuh
rantai panjang
Posisi sn-1

Stereospesifik
Posisi sn-3

Lipase Komersil

Penicillium camembertii
Penicillium sp.
Pankreas babi
Mucor miehei
Aspergillus niger
Thermomyces lanuginose
Rhizomucor meihei
Candida antartica A
Penicillium expansum
Aspergillus sp.
Pseudomonas cepacia
Penicillium roqueforti
Lambung bayi
Getah Carica papaya

Lipase AP6®
Lipozym TL IM®
Palatase M®
Novozym 435®

Geotrichum candidum
Botrystis cinerea
Humicola lanugunose
Pseudomonas aeruginose
Fusarium solani cutinase
Lambung kelinci

Sumber : Aehle (2004); Villeneuve dan Foglia (1997)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghidrolisis
trigliserida secara enzimatik. Sejumlah tertentu trigliserida ditambahkan dengan
air dan larutan kalium klorida, lalu direaksikan dengan Lipozym TM IL dengan
bantuan buffer TrisHCl. Kemudian campuran dikocok diatas mesin pengocok
pada suhu 55oC, 200 rpm, selama 12 jam. Produk hidrolisis dipisahkan dari air
menggunakan corong pemisah, selanjutnya ditambahkan larutan basa dalam
etanol 50% untuk menetralkan asam lemak bebas yang terjadi. Hidrolisat yang
telah dibebaskan asam lemak dan monogliseridnya dilewatkan pada saringan yang

 

14 
Universitas Sumatera Utara

 

 

berisi Na2SO4 anhidrous untuk menghilangkan sisa air yang tertinggal
(Satiawiharja, 2001).
Metode lainnya yaitu dengan melarutkan sejumlah tertentu trigliserida
dalam heksan, kemudian ditambahkan larutan kalium klorida dan enzim lipase
yang dilarutkan dalam larutan 1 M buffer Tris pH 8.0. Campuran dikocok kuat
selama 5 detik, kemudian ditempatkan dengan suhu 37oC, sambil dikocok setiap
beberapa menit. Campuran ini diinkubasi selama kurang lebih 2 jam. Hasil reaksi
kemudian dinetralkan dengan penambahan asam dalam methanol. Titik akhir
dapat diamati dengan kromatografi lapis tipis berupa hilangnya noda trigliserida
pada pelat atau dengan melihat terjadinya kekeruhan akibat pengendapan garam
kalsium dari asam lemak yang dilepaskan. Hidrolisat dipisahkan dengan cara
ekstraksi menggunakan larutan non polar, misalnya n-heksan, untuk menarik
asam lemak bebas dan monogliseridanya. Pada lapisan heksan terdapat asam
lemak dan monogliserid. Keringkan dengan penambahan MgSO4 anhidrat selama
penyaringan, heksan diuapkan dengan penangas air. Setelah terpisah asam lemak
bebas yang berasal dari posisi sn-1,3 dapat ditentukan dengan alat kromatografi
gas (Boyer, 1986).
Penentuan asam lemak pada posisi 2-gliserida dilakukan dengan
mengisolasi 2-gliserida dengan mengekstraksi 3 kali dengan etil eter. Lapisan eter
dikeringkan dengan MgSO4 dan dipekatkan melalui penangas air. Kemudian
ditambahkan NaOH dalam metanol untuk melepaskan asam lemak yang berasal
dari monogliseridnya. Komposisi asam lemak yang berasal dari 2-trigliserida
dapat dianalisis dengan alat kromatografi gas (Boyer, 1986; Satiawihardja, 2001;
Silalahi dan Tampubolon, 2002).

 

15 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Banyaknya asam lemak bebas yang dihasilkan dari proses hidrolisis dapat
ditentukan dengan menghitung bilangan asam. Prinsip kerja penentuan asam
lemak bebas adalah pelarutan contoh minyak/lemak dalam pelarut organik
tertentu (alkohol 96% netral) dilanjutkan dengan titrasi menggunakan basa NaOH
atau KOH. Bilangan asam termasuk ke dalam persyaratan SNI untuk menentukan
kualitas minyak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram
minyak atau lemak, dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Bilangan Asam (acid value) =
Keterangan:
A
N
G
BM KOH

2.3

= jumlah ml KOH untuk titrasi
= normalitas larutan KOH
= bobot minyak (gram)
= 56,1

Virgin Coconut Oil dan Palm Kernel Oil
Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil, VCO) merupakan produk yang

diperoleh dari pengolahan daging buah kepala (Cocos nucifera) yang tua dan
segar. Proses pembuatan VCO dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: (i)
metode kering, dibedakan lagi menjadi tiga, wet milling route, desiccated route,
dan grated coconut route, (ii) metode tekanan rendah, (iii) metode tradisional,
yaitu ekstraksi langsung dari santan kelapa, (iv) metode fermentasi, dan (v)
metode sentrifugasi (Bawalan dan Chapman, 2006).
VCO yang dibuat dari kelapa segar berwarna putih murni ketika
minyaknya dipadatkan dan jernih seperti air ketika dicairkan. Sifat-sifat kimia dan
fisika dari VCO antara lain tidak berwarna, kristal seperti jarum, sedikit berbau

 

16 
Universitas Sumatera Utara

 

 

asam ditambah aroma karamel. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol
(1:1). Berat jenis 0,8883 pada suhu 20oC, titik cair 20-25oC dan tiitik didihnya
225oC. Kandungan trigliserida yaitu LaLaLa, LaLaM, CLaLa, LaMM, dan CCLa
(La, laurat; C, kaprat; M, miristat). Bilangan penyabunan berkisar antara 250,07260,67 mgKOH/g minyak, bilangan peroksida 0,21-0,57 mequiv oksigen/kg,
sedangkan bilangan iod 4,47-8,55. Kandungan asam lemak bebas yaitu berkisar
antara 0,15-0,25% (Darmoyuwono, 2006; Marina, et al., 2009).
Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) diperoleh dari pengolahan biji
atau inti (kernel) dari buah pohon kelapa sawit (Elaies guineensis). VCO dan
PKO mengandung asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid, MCFA)
terutama asam laurat. Kandungan MCFA dan kadar asam laurat dipengaruhi oleh
varietas kelapa, tinggi tempat tumbuh, dan teknologi proses pembuatannya
(Banigo dan Ogunlesi, 1977).
PKO diperoleh melalui 3 cara, yaitu melalui cara tradisional dengan
pemanasan langsung terhadap inti sawit, melalui cara ekstraksi secara mekanik
terhadap biji sawit dan melalui cara ekstraksi menggunakan pelarut (Mrema,
2005). Biji sawit terdapat dalam buah sawit terbungkus dengan rangka yang keras
sehingga mudah dipisahkan dari daging buah. Proses produksi yang tidak
menggunakan pemanasan yang tinggi akan menghasilkan MCFA yang tinggi dan
dapat mempertahankan keberadaan vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung
dalan daging buah kelapa (Syah, 2005).
Sifat fisika PKO antara lain; bobot jenis PKO 0,900-0,913, indeks bias
pada 40oC 1,495-1,415, bilangan iod 14-20, bilangan penyabunan 244-254. PKO
memiliki komposisi asam lemak yang hampir sama dengan VCO. Asam lemak

 

17 
Universitas Sumatera Utara

 

 

utama dalam minyak inti sawit adalah asam laurat (C12, 48%), asam miristat
(C14, 16%) dan asam oleat (C18, 15%) (Pantzaris dan Ahmad, 2001). Rumus
kimia dan komposisi asam lemak yang terdapat dalam VCO dan PKO dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa murni (VCO) dan minyak inti
sawit (PKO)
Asam Lemak

Simbol asam
lemak

Rumus Kimia

Jumlah (%)
VCO
PKO

Asam Lemak Jenuh:
0-1
Asam kaproat
Asam kaprilat
Asam kaprat
Asam laurat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam arachidat

C6 : 0
C8 : 0
C10 : 0
C12 : 0
C14 : 0
C16 : 0
C18 : 0
C20 : 0

C5 H11 COOH
C7 H15 COOH
C9 H19 COOH
C11 H23 COOH
C13H27 COOH
C15 H31 COOH
C17 H35 COOH
C19 H39 COOH

0,2
6,1
8,6
50,5
16,18
7,5
1,5
0,02

3-5
3-5
46-52
14-17
6,5-9
1-2,5
-

Asam Lemak Tak Jenuh:
Asam
C15 H29 COOH
C16 : 1 (9)
palmitoleat
C18 : 1 (9)
C17 H33 COOH
Asam oleat
C18 : 2 (9,12) C17 H31 COOH
Asam linoleat
Sumber: Syah (2005); Pantzaris dan Ahmad (2001)

0,2
6,5
2,7

‐ 

12-19
1-2

Dari table tersebut dapat dilihat bahwa hampir seluruh komposisi asam
lemak VCO dan PKO adalah sama, dengan komposisi asam lemak yang utama
yaitu asam laurat. Hanya terdapat 2 jenis asam lemak yang tidak terdapat dalam
PKO, yaitu asam arachidat dari asam lemak jenuh, dan asam palmitoleat dari
asam lemak tak jenuh.Kedua asam lemak yang terdapat dalam VCO tapi tidak
terdapat dalam PKO adalah asam lemak rantai panjang.
2.4

 

Metabolisme Lemak

18 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Metabolisme lemak atau trigliserida ditentukan oleh komposisi dan
distribusi asam lemak pembentuknya. Semakin pendek rantai asam lemak,
semakin meningkat kelarutannya sehingga lebih mudah diserap dalam saluran
pencernaan. Hidrolisis yang terjadi tergantung pada posisi dan panjang rantai
spesifik lemak (Syah, 2005). Sehingga SCFA cenderung lebih mudah dicerna dan
dimetabolisme menjadi energi. Selain itu SCFA tertentu dapat melindungi usus
dan mengurangi faktor resiko gangguan pencernaan, kanker dan penyakit
kardiovaskular (Hijova dan Chmelarova, 2007; Comalada et al., 2006) serta
sebagai pengatur sistem imunitas (Meijer et al., 2010) dan pengatur berbagai
fungsi pencernaan (Vinolo et al., 2011).
Sebagian besar asam lemak yang ditemukan dalam makanan terdiri dari
asam lemak rantai panjang, yang merupakan molekul yang mengandung 12 atau
lebih atom karbon. Sebaliknya, asam lemak rantai menengah yang terdiri dari 812 atom karbon, paling banyak ditemukan dalam minyak kelapa murni dan
minyak inti sawit diantara berbagai jenis makanan lain. MCFA diserap langsung
ke dalam vena portal, diangkut dengan cepat ke hati untuk beta-oksidasi, dan
dengan demikian meningkatkan diet-induced thermogenesis. MCFA memberikan
efek pengurangan pada akumulasi lemak ditubuh manusia (Hiroyuki et al., 2008).
Kekuatan antibakteri MCFA dimanfaatkan secara alami oleh tubuh kita sendiri
yaitu ditemukan dalam air susu ibu untuk melindungi dan memberi nutrisi pada
bayinya (Enig, 1996). Sebaliknya, LCFA diserap melalui saluran limfatik dan
diangkut oleh kilomikron ke dalam sirkulasi sistemik. Sehingga LCFA diserap
dan dimetabolisme lebih lambat dibandingkan MCFA dan SCFA (Syah, 2005).

 

19 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid - MCFA) yang
merupakan kandungan asam lemak utama dari VCO dapat langsung dikonversi
menjadi energi dalam hati, yang juga meningkatkan laju metabolisme yang
menghasilkan konversi yang lebih baik dari makanan menjadi energi dan
termogenesis yang merangsang pemecahan lemak yang tersimpan menjadi energi,
yang berujung pada penurunan berat badan (Syah, 2005).
Komposisi VCO dan PKO terdiri dari asam lemak rantai pendek (C:4 s/d
C:8) dan asam lemak rantai sedang yang jenuh (C:10 dan C:12), sehingga disebut
Medium Chain Triglycerides (MCT), karena sebagian besar komposisinya adalah
asam laurat (C:12). Sedangkan minyak yang komposisi utamanya asam lemak
rantai panjang disebut Long Chain Triglyceride (LCT). Enzim yang berperan
dalam metabolisme lemak adalah lipase.Enzim ini berasal dari mulut, lambung
dan saluran pankreas. Dalam proses pencernaan di rongga mulut dan di lambung,
VCO dan PKO akan diuraikan oleh enzim lipase menjadi asam lemak bebas rantai
pendek, sedang dan 2-monoasilgliserida (2-MAG). Komposisi asam lemak
terbesar dari VCO dan PKO adalah asam laurat maka hasil penguraiannya
sebagian besar berupa asam laurat dan monolaurin (Silalahi dan Nurbaya, 2011;
Willis, et al., 1998).
Lipase air liur cenderung menghidrolisis asam lemak rantai pendek dan
sedang pada posisi sn-3. Lipase lambung lebih spesifik menghidrolisis asam
lemak rantai sedang pada posisi sn-1,3. Hasil penguraian ini, asam lemak rantai
pendek dan sedang, lebih mudah larut dalam media berair sehingga dengan cepat
diserap lambung dan melalui vena porta segera sampai ke hati tempat asam
dioksidasi sehingga menghasilkan energi dalam waktu singkat. Minyak yang

 

20 
Universitas Sumatera Utara

 

 

mengandung asam lemak rantai panjang (Long Chain Triglyceride, LCT) atau
lemak pada umumnya mengalami proses yang lebih rumit (Silalahi dan Nurbaya,
2011; Willis, et al., 1998).
LCT tidak diuraikan di dalam lambung, tetapi akan diproses sesudah
sampai di usus halus seperti terlihat pada Gambar 2.4. Lipase pankreatik akan
bercampur dengan asam empedu dalam saluran empedu kemudian sampai di usus
halus dan bertemu dengan LCT. LCT bersifat hidrofobik sehingga memerlukan
media yang akan membawanya dalam saluran pencernaan, yaitu melalui
emulsifikasi dengan asam empedu membentuk misel (Syah, 2005).

Mulut

TAG

Lingual lipase 

MCFA 
(

Hati
Jaringan

)

MCFA, MAG, 
DAG, SCFA 

MCFA

(
) Lambung
Gastrik lipase  
MCFA
MCFA, MAG,
DAG 

Usus halus

Pankreatiklipase 
MCFA, LCFA, 2‐MAG 

Lapisan mukosa usus

Jantung
Sistem limpatik 

Gambar 2.4 Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia
(Sumber: Willis, et al., 1998)
Keterangan: TAG: Triasilgliserol; DAG: Diasilgliserol; MAG: Monoasilgliserol;
MCFA: Medium chain fatty acid (asam lemak rantai sedang);
LCFA: Long chain fatty acid (asam lemak rantai panjang); FFA:
Free fatty acid (asam lemak bebas)

Lipase pankreatik lebih spesifik menghidrolisis asam lemak pada posisi
sn-1,3 dan sedikit lebih cenderung pada posisi sn-1. Lipase ini mampu

 

21 
Universitas Sumatera Utara

 

 

menghidrolisis asam lemak rantai panjang. Sesudah hidrolisis, asam lemak dan 2MAG membentuk misel dan diabsorbsi lapisan mukosa usus. Pada dinding sel
usus dibentuk kembali menjadi TAG dan selanjutnya diangkut dalam bentuk
kilomikron ke aliran darah (Silalahi, 2011; Willis, et al., 1998).
VCO dan PKO merupakan lemak jenuh, bahkan termasuk minyak yang
paling jenuh, tetapi terdiri dari asam lemak jenuh rantai sedang lebih dari 80%;
asam lemak rantai pendek sekitar 10%, dan hanya sedikit asam lemak jenuh rantai
panjang seperti asam palmitat (7,5%). Namun VCO dan PKO sebagai MCT,
mudah dihidrolisis oleh lingual lipase di dalam mulut dan oleh gastrik lipase di
lambung menjadi asam lemak bebas rantai pendek dan sedang, tidak bersifat
aterogenik, karena dengan cepat dicerna dan diserap melalui vena porta ke hati
kemudian segera dioksidasi menjadi energi (Silalahi dan Nurbaya, 2011).
2.5

Aktivitas Antibakteri VCO dan PKO
VCO bersifat antimikroba dari kandungan asam lauratnya (C-12, 48-52%)

dan MCFA lain yang membunuh bakteri patogen, jamur, virus, protozoa dan
parasit. VCO juga mengandung antioksidan dalam bentuk vitamin E (Lieberman
et al., 2006). VCO mengandung tiga jenis MCFA, yaitu asam laurat (C-12, 4853%), asam kaprat (C-10, 7%), dan asam kaprilat (C-8, 8%). Di dalam tubuh,
diubah menjadi monogliserida, yaitu monolaurin, monocaprin, dan monocaprilin
yang mampu membunuh mikroorganisme patogen termasuk bakteri, jamur dan
ragi, virus dan protozoa. Monogliserida ini juga memberikan kekebalan terhadap
tubuh. Asam laurat berada dalam air susu ibu untuk memberikan kekebalan
terhadap bayi selama enam bulan pertama kehidupan ketika imunitas belum
dikembangkan (Enig, 1996).

 

22 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Kebanyakan bakteri dan virus terbungkus dalam lapisan lipid (lemak).
Asam lemak yang membentuk membran luar atau kulit bersama dengan DNA
organisme dan bahan lainnya. Asam-asam lemak yang membentuk membran ini
hampir berbentuk cairan sehingga memberikan tingkat mobilitas dan fleksibilitas
membran. Pertumbuhan virus dan bakteri berlapis lipid mudah dihentikan oleh
MCFA, yang terutama merusak organisme dengan cara mengganggu membran
lipid

mereka.

Asam

lemak

rantai

sedang,

serupa

dengan

membran

mikroorganisme, bahkan molekul MCFA jauh lebih kecil karena itu mampu
melemahkan membran. Membran ini kemudian menjadi hancur dan terbuka,
menumpahkan isi dan membunuh organisme. Kemudian sel darah putih dengan
cepat membersihkan dan membuang puing-puing sel organisme yang rusak dan
mati tersebut. MCFA membunuh organisme penyerang tanpa menimbulkan
bahaya pada jaringan tubuh (Enig, 1996).
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk melindungi diri dari
mikroorganisme yang membahayakan. Baris pertama pertahanan tubuh terhadap
organisme

berbahaya

adalah

lapisan

kulit.

Untuk

dapat

menginfeksi,

mikroorganisme pertama harus menembus penghalang pelindung kulit. Kulit
memiliki permiabilitas tertentu, juga dilengkapi dengan zat kimia untuk
membantu mencegah masuknya mikroorganisme yang berbahaya. Salah satunya
adalah minyak disekresikan oleh kelenjar sebaceous. Kelenjar sebaceous
ditemukan dekat akar rambut. Minyak disekresikan di sepanjang batang rambut
untuk melumasi rambut dan kulit. Minyak ini adalah sebagai krim kulit alami atau
pelembab alami karena berfungsi untuk mencegah pengeringan kulit. Minyak
yang mengandung asam lemak rantai sedang ini juga memiliki fungsi lain yang

 

23 
Universitas Sumatera Utara

 

 

sangat penting, yaitu untuk melawan serangan mikroorganisme. Lapisan tipis
minyak di kulit membantu melindungi kita dari banyak kuman berbahaya yang
terpapar pada kulit setiap hari. Karena itu pemakaian VCO sebagai pelembab kulit
mampu meningkatkan kelembaban kulit sekaligus juga memberikan perlindungan
terhadap mikrooganisme berbahaya (Enig, 1996).
VCO telah dibuktikan dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri
patogen diantaranya Listeria monocytogene, Staphylococcus sp maupun
Helicobacter sp. Aktivitas antibakteri MCFA terbaik adalah dalam bentuk bebas
dan monogliserida. Untuk memperoleh monogliserida dari trigliserida yang
terkandung dalam VCO adalah dengan melakukan hidrolisis menggunakan enzim
yang spesifik bekerja hanya untuk menghidrolisis secara parsial yaitu
menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan 3. Enzim yang spesifik bekerja
pada posisi sn-1 dan 3 adalah enzim lipase yang berasal dari pankreas, Aspergillus
niger dan Mucor meihei (Silalahi dan Tampubolon, 2002). Dari semua asam
lemak jenuh, asam laurat memiliki aktivitas antimikroba lebih baik dibandingkan
dengan asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), dan asam miristat (C14:0)
(Kabara, et al., 1972; Enig, 1996).
PKO memiliki komposisi asam lemak yang serupa dengan VCO, yaitu
sebagian besar terdiri dari asam lemak jenuh rantai pendek dan sedang.
Komposisinya utamanya yaitu asam laurat dan monogliseridanya, monolaurin
yang dikenal memiliki aktivitas antibakteri sehingga PKO dapat memberikan efek
anti bakteri.Kemampuan antibakteri dari PKO telah diuji dan hasil penelitian
menunjukan bahwa PKO memberikan hasil hambatan yang minimal terhadap
Escherichia coli (Ekwenye dan Ijeomah, 2005). Penelitian lain juga menunjukkan

 

24 
Universitas Sumatera Utara

 

 

kemampuan penghambatan PKO terhadap S. aureus dan Streptococcus sp.
(Ugbogu et al., 2006).
2.6

Aktivitas Antibakteri Asam Laurat dan Monolaurin
Asam laurat dan monolaurin menghasilkan efek membunuh atau

menonaktifkan bakteri dengan cara melisiskan atau merusak lapisan membran
plasma lipid. Aktivitas antibakteri terkait dengan monolaurin yang dapat
melarutkan lipid dan fosfolipid sehingga menyebabkan disintegrasi membran
bakteri. Monolaurin juga dapat mengganggu proses tranduksi sinyal bakteri dan
gangguan proses perakitan virus dan pematangan virus (Lieberman, et al., 2006).
Struktur kimia dari asam laurat dan monolaurin dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(A)

(B)
Gambar 2.5 Rumus Struktur Asam Laurat (A) dan Monolaurin (B)
(Sumber: Widiyarti dan Hanafi, 2008)
Bakteri penyebab penyakit pada umumnya memiliki dinding sel yang
terbuat dari lipid. Membran sel bakteri gram negatif merupakan lipopolisakarida
yang terdiri dari lipid, polisakarida dan protein, sedangkan untuk bakteri gram
positif terdiri dari lapisan peptidoglikan yang lebih banyak dari bakteri gram
negatif. Penelitian juga menunjukkan efek antivirus monolaurin yaitu dengan
menyelimuti RNA dan DNA virus. Penelitian dilakukan dengan prototipe virus

 

25 
Universitas Sumatera Utara

 

 

yang dipilih atau diakui strain wakil dari virus manusia. Virus ini memiliki
amplop atau selubung yang terbuat dari membran lipid, adanya membran lipid ini
membuat mereka sangat rentan terhadap asam laurat monolaurin dan turunannya.
Penelitian juga telah menunjukkan bahwa virus tidak aktif terhadap air susu ibu
dan susu sapi oleh karena adanya asam lemak dan monogliserida (Enig, 2010).
Asam lemak dan turunannya yang bersifat antibakteri dan tidak berbahaya
untuk manusia, misalnya asam laurat, bahkan diproduksi secara in vivo dalam
tubuh ketika terdapat diet yang mengandung kadar MCFA yang memadai.
Menurut penelitian, asam laurat adalah salah satu asam lemak yang terbaik, dan
monogliseridanya bahkan lebih efektif dibandingkan dengan asam lemaknya
(Kabara et al., 1972; Kabara, 1984).
Untuk dapat hidup maka membran lipid virus atau bakteri bergantung pada
lipid inang (host) untuk membentuk konstituen lipid mereka. Keragaman asam
lemak dalam makanan individu serta variabilitasnya menyebabkan variabilitas
asam lemak dalam membran lipid virus/bakteri dan juga menjelaskan variabilitas
ekspresi glikoprotein (Enig, 2006).
Monolaurin mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen baik yang
berasal dari organisme gram positif dan beberapa gram negatif (Kabara, 1984).
Monolaurin tidak memiliki efek buruk pada bakteri normal usus, melainkan hanya
potensial terhadap mikroorganisme patogen, yaitu menghambat Hemophilus
influenzae, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus grup B gram positif.
Asam laurat dan monolaurin juga efektif terhadap bakteri gram positif seperti
Staphylococcus aureus dan Lysteria monocytogene, dan bakteri gram negatif

 

26 
Universitas Sumatera Utara

 

 

seperti Pseudomonas aeruginosa dan Helycobacter pylori (Kabara, 1984).
Mikroorganisme yang dihambat oleh asam laurat dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Mikroorganisme yang dihambat oleh asam laurat
Mikroorganisme yang dihambat oleh asam laurat
Virus
Bakteri
Visna virus
Listeria monocytogenes
Cytomegalovirus
Helicobacter pylori
Epstein-barr virus
Hemophilus influenzae
Influenza virus
Staphylococcus aureus
Leukemia virus
Streptococcus agalactiae
Groups A, B, F, & G streptococci
Pneumono virus
Organisme gram-positif
Hepatitis C virus
Organisme gram-negatif
Sumber: Kabara, 1984

Jamur dan protozoa juga dihambat pertumbuhannya oleh asam laurat dan
monolaurin, yaitu dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Giardia
lamblia. Penelitian juga dilakukan terhadap virus SARS (Sevire Acute Respiratory
Syndrome), yang menunjukkan bahwa Filipina yang sebagian besar penduduknya
mengkonsumsi minyak kelapa relatif tidak terpengaruh oleh wabah SARS seperti
di negara-negara kawasan Asia lainnya. Hampir tidak ada bakteri atau organisme
patogen yang resisten terhadap asam laurat dan monolaurin (Enig, 1996).
2.7

Penentuan Aktivitas Antibakteri VCO dan PKO
Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan adanya efek daya hambat

terhadap pertumbuhan bakteri. Ada dua metode umum yang dapat digunakan
menentukan aktivitas antibakteri yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau
lempeng difusi dan penetapan dengan cara tabung atau turbidimetri. Metode
pertama berdasarkan difusi antibiotik atau zat antibakteri dari silinder yang
dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri, sehingga bakteri

 

27 
Universitas Sumatera Utara

 

 

yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau
zona disekeliling silinder yang berisi larutan uji (zat antibiotik atau antibakteri).
Metode kedua berdasarkan kekeruhan atau turbidimetri, yaitu dengan mengukur
kekeruhan berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan
serba sama zat antibiotik atau antibakteri dalam media cair yang dapat
menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik atau antibakteri
(Ditjen POM, 1995).
Sulistiyaningsih, dkk., (2007), melakukan pengujian sifat antibakteri VCO
terhadap Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Candida albicans
menggunakan metode difusi agar cara perforasi, yaitu dengan membuat lubang
pada media yang telah memadat, kemudian pada lubang tersebut diteteskan bahan
uji. Pengujian menunjukkan bahwa VCO pada konsentrasi 55% (550000 ppm)
aktivitasnya terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa
masing-masing sebanding dengan 16,788 ppm dan 152,405 ppm baku tetrasiklin
(Sulistiyaningsih et al., 2007).
Penggunaan pencadang gelas dilakukan oleh Ginting (2008), untuk
pengujian VCO dan krim VCO. Sedangkan Ugbogu, et al., (2006), menggunakan
pencadang kertas dengan diameter 5 mm untuk pengujian palm kernel oil.
Berbeda dengan Nurliana (2009), dalam pengujian minyak pliek u (minyak kelapa
terfermentasi) menggunakan pencadang kertas dengan diameter 13 mm. Menurut
Ginting (2008), hasil pengujian aktivitas antibakteri VCO sangat besar yaitu pada
konsentrasi 2% memberikan daya hambat 40,48 mm terhadap Staphylococcus
aureus dan 35,63 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa, dengan gliserin sebagai

 

28 
Universitas Sumatera Utara

 

 

pelarut. Hasil penelitian mengenai sifat antimikrobial dari asam laurat,
monolaurin, VCO dan PKO dapat dilihat pada Tabel 2.4

 

29 
Universitas Sumatera Utara

 

 

Tabel 2.4 Hasil penelitian mengenai sifat antimikrobial asam lemak, monolaurin, dilaurin, trilaurin, minyak kelapa murni dan minyak
inti sawit

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Sampel
(Bahan Uji)
Asam lemak C8
Asam kaprilat
Asam lemak C10
Asam kaprat
Asam lemak C12
Asam laurat
Monolaurin
α-monolaurin
sintesis
Asam kaprat
Asam laurat
1-monolaurin
1,3-Dilaurin
Trilaurin
VCO
Krim VCO
Pliek U*
Palm kernel oil
Palm kernel oil

16.

VCO hidrolisa

No
1.
2.
3.
4.
5.

C

Bakteri Gram Negatif
P. aeruginosa S. enteritidis
E. coli
3b

2b

5b

5b

>5b

>5b

>5b

>5b

500
µg/ml

Bakteri Gram Positif
Jamur
Referensi
S. aureus
S. epidermidis B. subtillis C. albicans

(a)

7a

(b)
b

2%
2%
100%
100%
500
mg/ml

35,63a
15,93a
0a

2,67±0,47a

1,67±0,94a

b

2,90
2,49b
0,09b
40,48a
21,00a
5,33±0,94a
3,2a

2,90
2,49b
0,09b
-

11,28±0,36a

11,20±0,40a

2,90
2,49b
0,09b
-

(c)

(d)
0a

5a
13,43±0,2a

b

8,00±0,8a
1a

(e)
(f)
(g)
(h)

Keterangan: a: Zona hambat (mm), b: MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (mg/ml), C: konsentrasi, *): Minyak kelapa terfermentasi
(a): Skrivanova et al., 2006, (b): Widiyarti et al., 2009, (c): Kabara et al., 1972, (d): Ginting, 2008, (e): Nurliana et al., 2009, (f): Ugbogu et al., 2006,
(g): Ekwenye dan Ijeomah, 2005, (h): Permata, 2012.

 

30

Universitas Sumatera Utara

 

 

Skrivanova (2006), meneliti mengenai konsentrasi hambat minimum
(Minimum Inhibitory Concentration, MIC) asam lemak C2-C18, hasilnya
menunjukkan bahwa asam lemak rantai sedang C8- C12 (MIC < 5 mg/ml) lebih
aktif sebagai antibakteri jika dibandingkan dengan asam lemak rantai pendek C2C6 (MIC > 5 mg/ml) dan asam lemak rantai panjang C14- C18 (MIC > 5 mg/ml).
Pengujian aktivitas antibakteri monolaurin hasil sintesis yang dilakukan oleh
Widiyarti, dkk., (2009), menunjukkan bahwa senyawa α-monolaurin hasil sintesis
dengan konsentrasi 500 µg/ml sama aktif dengan α-monolaurin standar pada
konsentrasi yang sama, sedangkan dilaurin yang tidak memberikan aktivitas
antibakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKO memiliki aktivitas antibakteri
dengan memberikan hasil hambatan yang minimal terhadap pertumbuhan
Escherichia coli. Sebanyak 0,04 ml PKO dimasukan dalam cakram, lalu dibiarkan
sampai 24 jam dalam inkubator suhu 37oC, kemudian disimpan pada suhu 4oC.
Percobaan aktivitas antibakteri pada Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Candida albicans dan Escherichia coli dilakukan pada pelat agar
nutrien sedangkan yang pada Aspergillus niger dilakukan pada pelat SDA
(sabouraud dextrose agar). Pengujian dilakukan terhadap bakteri yang sudah
dibiakkan pada media miring yang disimpan pada suhu 4oC, kemudian agar miring
dibiarkan selama 15 menit agar mencapai suhu kamar, kemudian dilakukan
pembuatan inokulum untuk dihomogenkan dengan media pertumbuhan. Forseps
steril digunakan untuk meletakkan cakram ke piring diinokulasi. Lempeng
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk bakteri dan 72 jam
untuk jamur. Zona inhibisi dinilai setelah periode inkubasi (Ekwenye dan Ijeomah,

 

31
Universitas Sumatera Utara

 

 

2005). Penelitian lain juga menunjukan kemampuan penghambatan PKO terhadap
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Aktivitas antimikroba diuji
menggunakan teknik difusi Cakram. Kertas cakram steril (kertas filter Whatman
No 1) diameter 5 mm diresapi dengan minyak inti sawit dan dikeringkan dalam
oven pada 60°C selama 15 menit. Pelat agar yang mengandung 0,1 ml biakan
organisme yang hendak uji dan cakram yang telah disiapkan ditempatkan dalam
pelat. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam dan diamati zona
hambatannya (Ugbogu et al., 2006). Penelitian mengenai hasil hidrolisis VCO,
menunjukkan peningkatan sifat antibakteri yang sejalan dengan peningkatan
tingkat hidrolisis. Penelitian dilakukan dengan menghitung zona hambatan pada
cawan biakan bakteri. Hasilnya menunjukkan bahwa sifat antibakteri dari hasil
hidrolisis VCO yang dilakukan secara enzimatik lebih tinggi dari hasil hidrolisis
VCO secara penyabunan (Permata, 2012).

 

32
Universitas Sumatera Utara