Studi deskriptif harga diri (self esteem) pada remaja yang mengikuti mudika di Paroki ST. Maria Kartasura - USD Repository

STUDI KASUS MENGENAI
STRATEGI COPING STRES PADA PENDERITA HIV / AIDS
DI YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh :
Christina Thomas Sari
NIM : 029114072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
i


ii

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh cinta, aku mempersembahkan karya ini kepada-Nya,
pembimbing di setiap langkahku
Sahabat yang selalu menolongku, di saat aku tertawa dan menangis

Kepada bapak serta ibu yang telah membimbingku melalui kasih sayang
dan membuat semuanya menjadi berharga

Aku juga mempersembahkan karya ini kepada semua orang yang telah
membantu menyempurnakan karya ini
Terkhusus IN dan TN

iv

Saat Badai Datang:

Pilihlah untuk mengasihi daripada membenci.
Pilihlah untuk tersenyum daripada
mengernyitkan dahi
Pilihlah untuk membangun daripada
menghancurkan.
Pilihlah untuk bertekun daripada menyerah.
Pilihlah untuk memuji daripada bergosip.
Pilihlah untuk menyembuhkan daripada melukai.
Pilihlah untuk memberi daripada mencengkeram.
Pilihlah untuk berbuat daripada menunda.
Pilihlah untuk mengampuni daripada mengutuk.
Pilihlah untuk berdoa daripada berputus asa.
Pilihlah untuk bertahan daripada mengakhirinya.
Pilihlah untuk menjadi teguh daripada bimbang.
Pilihlah untuk tenang daripada menjadi panik.
Pilihlah untuk berjiwa besar daripada ciut nyali.
Pilihlah untuk tertawa daripada depresi.
Pilihlah untuk berharap daripada kecewa.
Pilihlah untuk merasa damai daripada rasa galau.


v

Dia Tahu yang Terbaik….
Kita melihat apa yang kelihatan sekarang..
Namun Allah melihatnya jauh lebih daripada itu..

Jadi mengapa kita selalu mengeluh?
Kita selalu ingin matahari bersinar, tapi Ia tahu bahwa hujan harus turun.
Kita menyukai suara tawa dan sorak sorai keceriaan,
Tapi hati kita akan hilang kelembutannya,
Jika kita tidak pernahmenitikkan air mata.
Allah Bapa sering menguji kita dengan penderitaan dan kepedihan.
Ia menguji bukan untuk menghukum kita, melainkan untuk menolong kita
untuk menghadapi hari esok.
Karena pohon yang sedang tumbuh akan menjadi kuat apabila mereka tahan
terhadap terpaan badai.
Dan sayatan tajam sebuah pahat akan membuat marmer jadi lebih indah dan
berbentuk.
Allah Bapa tidak pernah menyakiti kita tanpa tujuan dan Ia tidak pernah
menyia-nyiakan kita.

Karena setiap kehilangan yang Ia ijinkan selalu diikuti dengan berkat.
Dan ketika kita hitung berkat melimpah yang Allah Bapa berikan, tidak ada
alasan bagi kita untuk menggerutu dan tidak ada waktu untuk meratap,
Karena Allah Bapa kita mengasihi anak-anakNya dan tahu yang terbaik bagi
kita.
(spirit)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
Nomor Mahasiswa

: Christina Thomas Sari
: 029114072

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
STUDI KASUS MENGENAI STRATEGI
PENDERITA HIV / AIDS DI YOGYAKARTA

COPING

STRES

PADA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun
memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Maret 2008

Yang menyatakan

( Christina Thomas Sari )

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ............................
Penulis

Christina Thomas Sari

viii

ABSTRAK
Studi Kasus Mengenai

Strategi Coping Stres Pada Penderita HIV/AIDS
Di Yogyakarta

Christina Thomas Sari
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai coping
stres yang dilakukan orang dengan HIV/AIDS atau ODHA. Penggalian informasi
dilakukan melalui wawancara, yakni tentang latar belakang terinfeksi, stressor
pada ODHA, kemudian mengarah kepada informasi inti, yakni tentang jenis
strategi coping yang sering dilakukan untuk mengurangi tekanan yang
ditimbulkan oleh status ODHA.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus kepada dua orang subyek penelitian. Karakteristik subyek dalam penelitian
ini adalah orang yang benar-benar terinfeksi HIV, jenis kelamin laki- laki atau
perempuan, kategori usia yang dipakai adalah sesuai dengan usia yang rawan
terinfeksi HIV/AIDS, yaitu usia 20-28 tahun. Subyek penelitian diperoleh secara
personal dimana hubungan peneliti dengan subyek dekat, identitas subyek seperti

nama, tempat tinggal, dan sebagian nama tokoh-tokoh yang banyak terkait dalam
kehidupan subyek akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subyek.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua sumber
bukti, yakni dokumen, dan wawancara. Wawancara penelitian, selain dilakukan
terhadap subyek, juga dilakukan terhadap informan lain yakni orang yang
mengetahui kesehariannya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ODHA memiliki
kecenderungan untuk melakukan Emotion focus coping dan Problem focus coping
Strategi Emotion focus coping yang diantaranya; mengikuti kegiatan di LSM
untuk membangun kepercayaan diri dan mencari dukungan dari sesama ODHA
sehingga mereka dapat merealisasikan kenyataan yang diterimanya. Selain itu
usaha mendekatkan dirinya kepada Tuhan merupakan wujud dalam mencoba
pasrah terhadap kondisinya. Strategi kedua yang digunakan berupa Problem focus
coping yang dilakukan subyek dapat dilihat melalui usaha subyek mencari saran
dan informasi tentang HIV/AIDS melalui brosur atau buku dari rumah sakit atau
LSM sebagai upaya subyek mengetahui lebih dalam tentang penyakit HIV/AIDS
Kata kunci : ODHA, coping stres, strategi coping stres, emotion focus coping,
problem focus coping

ix


ABSTRACT
Case Study on
Coping Strategy toward Stress in HIV/AIDS Sufferers
in Yogyakarta
Christina Thomas Sari
Faculty of Psychology
Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research was conducted to know deeper the coping stress which is
experienced by HIV/AIDS infected person or ODHA. The gaining of information
was conducted through interview, i.e. concerning on the background of contagion,
stressor in ODHA, then direct toward the core information, i.e. concerning on the
type of coping strategies which is often experienced to reduce the depression
which is emerging from status of ODHA.
This research used qualitative research by method of case study toward the
two research subjects. The characteristic of subjects in this research were people
who actually infected by HIV, the types of sex were male or female, age category
used was appropriate with the HIV/AIDS tend-to infected age, i.e. 20-28 years
old. The subjects in this research were gained personally where the relation of the

researcher with the subjects is close; the identity of the subjects such as name,
living site, and most of the name of persons that closely related in subjects’ life
will be kept in secret to keep the confidentially of subjects. The collection of data
in this research was conducted using two verification sources, i.e. document, and
interview. The research interviews were both conducted with the subjects and also
with other informants who were persons knowing the daily life of the subject.
The result of this research revealed that HIV/AIDS sufferers have
tendencies to employ emotion focus coping and problem focus coping. The
strategy is emotion focus coping, such as; joining any activities in NGO (NonGovernmental Organization) to build their self confidence and look for any
support from people who are also ODHA, thus they could realize the reality they
accept. In addition, their effort to make them close to God is a result of their
submission to their condition as ODHA. The second strategy which was used is
problem focus coping which is employed by subjects could be seen from the
efforts of subjects in looking for any recommendation and information concerning
on HIV/AIDS through brochures or books from hospital or NGO as subject’s
effort to know deeper on the HIV/AIDS disease
Keywords : ODHA, coping stress, strategy of coping, emotion focus coping and
problem focus coping.

x


KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena berkat kasih bimbinganNya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dan dibuat

untuk

memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penyusunannya dari awal hingga akhirnya selesai, telah
melibatkan banyak pribadi yang memberikan bantuan dengan tulus, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada :
1. GOD The Almighty in Jesus Christ…yang selalu memberikan pelangi di
setiap badai, senyum di setiap air mata, berkat di setiap cobaan dan jawab
di setiap doaku.
2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Agnes Indar E., S.Psi., Psi., M.Si, selaku Dosen pembimbing Skripsi.
Terima kasih banyak telah memberikan waktu, kritik saran serta
mendengarkan keluh kesah saya selama ini, terlebih kesempatan yang
sangat berarti dalam proses penyelesaian penyusunan skripsi ini.
4. Nimas Eki Suprawati S.Psi., Psi, selaku dosen pembimbing akademikku
dan dosen penguji. Terima kasih ibu untuk bimbingannya selama saya
menjadi anak didik ibu, dan terima kasih atas kesabaran yang ibu berikan
dalam mengoreksi kesalahan saya untuk menjadi lebih baik.

xi

5. Ml. Anantasari, S. Psi., M. Si. Selaku dosen penguji skripsi, terimakasih
atas koreksi yang diberikan guna memperbaiki hasil karya tulis saya.
6. Mas Gandung, dan Mbak Nanik yang dengan sabar melayani untuk
urusan kesekretariatan. Dan Pak Gik yang selalu semangat dan pantang
merasa lelah, terimakasih atas pelayanannya selama kuliah di psikologi.
7. My Beloved parent. Terima kasih untuk segala sesuatunya, terlebih
dukungan, doa serta harapan yang tak akan pernah lekang oleh waktu.
Inilah karya kecilku yang tidak sempurna yang bisa saya persembahkan
buat Bapak dan Ibu. My little Angle..Tasya and Hayu. Terima kasih untuk
turut memberi warna dan menjadi pemecah keheninganku… My beloved
Sist n bro..(Aneen+Rien+chutie n why) yang sudah dengan sukarela mau
menjadi tempat berkeluh kesah dan masih mau saja jadi tempat untuk
berantem.
8. Keluarga besar Kulon Progo dan Wonosari….terima kasih untuk doanya
ya…akhirya skripsinya kelar juga…
9. Keluarga besar Gondolayu dan Godean…terima kasih untuk doa yang
tidak pernah habisnya dan mau menjadi My second family….
10. My magical boy…selaku papahnya Malvin, terima kasih banyak sudah
memberiku

doa,

saran

dan

selalu

memantau

perkembangan

skripsinya…he…nggga cepek-capek ya pak???
11. My Only…(mas By and B 1646 X). Terima kasih untuk selalu
menemaniku disaat aku sedang rapuh dan jatuh, untuk selalu menjadi

xii

bagian dari hidupku dan aku berharap banget untuk bisa laluin sisa
hidupku lagi denganmu…
12. TN dan IN, terimakasih banyak atas partisipasi yang sudah diberikan,
karya ini kupersembahkan pada kalian.
13. All my best friend in “Sekar Ayu”..Dewie yang kesannya kalem tapi
aslinya ramai..thanks sudah mau jadi persinggahan kalau lagi capai ma
lapar

ya…sering-sering

ya

Iunt..orang

wie.

yang

jadi

teman

seperjuanganku di kampus.. you’re is my precious friends, mas
Danang..karenamu aku jadi gila..mba aning, pita, wiwin, wiwik, asih,
prima, mba dyah, irna, nining, mba rya..thanks a lot yaw.
14. Mas edi, pongkey, mas Wa2N, co Alex.. yang selalu siap sedia menemani
nggarap dan ngomel- ngomel saat sindrom kemalesanku melanda..matur
suwun banget ya loph you all guys.., Chay BanOe..karenamu insomniaku
jadi sembuh…thanks banget ya, mas Nico..aku bahagia sudah mengenal
kamu..
15. “Mami” Alvon dan segenap lentera terimakasih atas usahanya untuk
membawaku ke dalam keluarga besar Lentera dan melihat lebih jauh
kehidupan malam, mami benar kalau tak semuanya tampak indah.
16. Dementia yang tak lelah dengan kritik dan koreksinya meskipun kadang
jauh dari tema..he..he..thanks banget buat dukungannya ya
17. Keluarga besar Pakubon n kwarasan- Zico..makasih untuk memberiku
figure

yang

nyenengin

ya

n

thanks

untuk

kebangunan

rohaninya…thinuz,.Beno..Boby,Jimmy..makasih buat sejengkal kenangan

xiii

dan kesan dewasamu yang patut kucontoh…Rooney+marThin selamat
berpoligami ya…kak Emu, kak Milo, Eric ma Itin, Mache Tabhita,
Felix, kak jack..makasih udah turut me warnai hidupku..dan untuk
semuanya..tak ada orang yang bisa nyaingin anehnya kalian lho….kapan
kita makan papeda lagi? hidup Papua..
18. Keluarga GKJ Demakijo, GKJ Sawokembar, Alithea dengan semua
ornament2nya

yang

menjadi panutan

hidupku…terimakasih

atas

segalanya yang pernah diberikan.
19. Semua teman-temanku yang ngga bisa ku sebut satu-persatu…aku
beruntung mengenal kalian…dan terimakasih karena kalian mau
menerimaku dalam kehidupan kalian….terima kasih banyak.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu dengan terbuka penulis menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan penelitian ini.
Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang berkepentingan
untuk membacanya, terima kasih.

Penulis

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................

iv

HALAMAN MOTTO ....................................................................................

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................

viii

ABSTRAK .....................................................................................................

ix

ABSTRACT.....................................................................................................

x

KATA PENGANTAR ...................................................................................

xi

DAFTAR ISI..................................................................................................

xv

DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xviii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................

1

A. LATAR BELAKANG .................................................................

1

B. RUMUSAN MASALAH .............................................................

9

C. TUJUAN PENELITIAN ..............................................................

9

D. MANFAAT PENELITIAN..........................................................

10

BAB II. DASAR TEORI ...............................................................................

11

A. COPING STRES..........................................................................

11

1. Pengertian stres ......................................................................

11

xv

2. Sumber stres ...........................................................................

13

3. Faktor yang mempengaruhi stres………………………… ...

17

4. Reaksi stres ............................................................................

18

5. Coping stres………………………………………………. ..

22

6. Sumberdaya Coping…………………………………… .......

24

7. Strategi Coping……………………………………………. .

27

8. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Stres………....

32

B. PENDERITA HIV/AIDS .............................................................

34

1. Pengertian HIV/AIDS ............................................................

34

2. Penularan HIV/AIDS .............................................................

38

3. Dampak yang dialami pengidap HIV/AIDS ..........................

40

4. Reaksi Terhadap Sumber Stres ..............................................

41

C. COPING STRES PADA PENDERITA HIV/AIDS……………

42

D. PERTANYAAN PENELITIAN………………………………. .

45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................

46

A. JENIS PENELITIAN ...................................................................

45

B. BATASAN ISTILAH………………………………….. ............

47

C. SUBJEK PENELITIAN...............................................................

48

D. METODE PENGUMPULAN DATA..........................................

49

E. METODE ANALISIS DATA......................................................

51

F. KEABSAHAN DATA .................................................................

54

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................

57

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................

57

xvi

B. HASIL PENELITIAN..................................................................

58

1. Deskripsi Subjek Penelitian...................................................

59

2. Pelaksanaan dan perolehan Data............................................

59

C. PEMBAHASAN ..........................................................................

98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

104

A. KESIMPULAN ...........................................................................

104

B. SARAN ........................................................................................

105

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

107

LAMPIRAN ...................................................................................................

110

A. Transkrip Verbatim Wawancara Subjek I....................................

111

B. Transkrip Verbatim Wawancara Subjek II ..................................

127

xvii

DAFTAR TABEL

TABEL I. Pedoman Umum Wawancara........................................................

50

TABEL II. Coding bentuk Coping Stres…………………………………....

54

TABEL III. Data Subjek………………………………………………... .....

59

TABEL IV. Ringkasan gambaran Coping Stres terhadap penderita
HIV/AIDS ....................................................................................

xviii

97

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan realita dewasa ini, kasus HIV/AIDS meningkat secara drastis
baik di Indonesia maupun dunia. Hal ini dapat membahayakan kehidupan manusia
bahkan mengancam keselamatan dunia, karena HIV/AIDS merupakan penyakit
yang mematikan dan belum ada obatnya secara pasti. Di Indonesia sendiri
masalah ini sudah merupakan masalah yang sangat besar dan harus mendapat
perhatian khusus dari pemerintah, karena harus segera ditanggulangi. Berdasarkan
data di RSUP Dr Sardjito tahun 2005, hingga Maret lalu tercatat ada 15 penderita
yang berobat ke RSUP Dr Sardjito. Data dari Dinas Kesehatan DIY (Kompas, 24
februari 2005), menyebutkan jumlah penderita HIV/AIDS di yogyakarta
meningkat hampir 200 persen pada tahun 2004, yaitu mencapai 34 orang
penderita HIV, dari 13 orang pada tahun 2003.
Diperkirakan masih cukup banyak orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS,
namun belum tercatat. Keadaan seperti itu biasa disebut dengan “Fenomena
Gunung Es” atau seperti gunung es di laut yang hanya pucuknya saja yang terlihat
(sementara tubuh gunung es yang jauh lebih besar tersembunyi dalam laut).
Berdasarkan teori gunung es diperkirakan pada saat ini telah ada sekitar 200.000
orang mengidap HIV/AIDS di Indonesia (dalam Menghadang Mentari pun tak
Peduli, 1997). Seperti halnya Vietnam dan China, epidemi HIV/ AIDS di

1

2

Indonesia masih digolongkan baru timbul. Para pakar memperkirakan ada sekitar
90.000 sampai 230.000 orang di Indonesia yang sudah terjangkit penyakit ini.
Melihat kenyataan ini, kasus HIV/AIDS menjadi keprihatinan dunia
remaja. Fakta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito dan data yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wirogunan Yogyakarta menunjukkan, penderita
HIV/AIDS sebagian besar narapidana yang ada di LP dan yang masuk rumah
sakit sebagian besar berstatus mahasiswa yang rata-rata usianya 20-28 tahun.
Banyak pihak menduga, penyebaran infeksi HIV/AIDS berkait dengan
penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan Terlarang) dan pelaku seks
bebas.
Mengingat sebagian besar penderita HIV/AIDS adalah kalangan
mahasiswa, Yogyakarta adalah salah satu kota yang mendukung peningkatan
kasus tersebarnya virus HIV/AIDS dimana Yogyakarta merupakan kota pelajar
yang sering disinggahi pelajar dari luar kota untuk kepentingan pendidikan.
Pengaruh yang sudah ada di masyarakat maupun yang datang dari luar membuat
sebagian pelajar melakukan penyimpangan yang ditujukan pada penggunakan
narkoba sehingga tanpa disadari bahwa kesehatan pelajar terancam dengan
meluasnya penyebaran virus HIV/AIDS.
Saat kita dinyatakan terinfeksi suatu penyakit, banyak hal dalam
kehidupan kita dapat berubah. Apalagi jika infeksi itu sifatnya berjangka panjang
seperti HIV. ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS ) sebaiknya mengambil sikap
sejak awal. ODHA sangat rentan terhadap sikap orang lain yang merendahkan,
menghakimi, mengucilkan, dan melanggar hak asasi. Hal ini dapat terjadi sejak

3

menjalani tes sampai hari- hari bahkan tahun-tahun berikutnya. Dalam kehidupan
sehari- hari sebagai ODHA, mereka menjadi pasien yang aktif, hal ini dikarenakan
karena belum ada penyembuhannya sehingga mereka ikut memikirkan jalan
keluar lain agar jiwa dan raga mereka tetap sehat. Mereka mencari berbagai cara
hidup sehat, berusaha mengikuti kemajuan obat-obatan, dan dapat menentukan
pilihan hidupnya sendiri. Dokter pun dapat kekurangan pengetahuan. Dokter dapat
merasakan

ketidakpastian

mengenai

bagaimana

seharusnya

menangani

HIV/AIDS, memantau kesehatan penderita, dan ikut mendampingi perkembangan
penderita agar mereka dapat hidup lebih lama.
Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti
pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan
psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Bagi penderita HIV/AIDS
sendiri hidup dengan menyandang status sebagai ODHA adalah suatu penderitaan
yang sangat berat karena semua mengetahui bahwa sampai detik ini belum
ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS (Pelkesi, 1995).
Mereka merasa seolah–olah telah “dijatuhi hukuman mati”. Keadaan ini masih
ditambah lagi dengan adanya diskriminasi dari kalangan masyarakat sehingga
korban HIV/AIDS akan mulai merasa dijauhi oleh orang lain, dimana hal ini
merupakan realitas yang menyedihkan. Derita mentalnya semakin menjadi–jadi
setelah ia mengetahui bahwa ia adalah korban penyakit yang membawa kematian.
Semakin banyak korban berjatuhan hari demi hari, dan orang yang terjangkit virus
HIV/AIDS dapat menularkannya kepada orang lain meskipun mereka sendiri
belum menunjukkan gejala–gejalanya.

4

Cerita-cerita anonim dari orang yang telah terbukti positif mengidap HIV
seolah mengharu biru dan mengubah keberanian menjadi kepanikan, dan
ketabahan

menjadi

ketidakberdayaan.

Selama

belum

ada

obat

untuk

menyembuhkannya serta tidak ada vaksin untuk mengebalkan tubuh terhadap
penyakit tersebut, hanya ada satu jalan yang dapat kita perbuat, yaitu melakukan
tindakan-tindakan preventif (Inu. W, 2005). Tidak adanya tindakan yang efektif,
maka pasien harus diberi perlakuan yang penuh rasa kasih sayang dan respek
terhadap kemanusiaan mereka. Sesuai dengan pengalaman mereka, ketika mereka
mengetahui bahwa mereka mengidap HIV, maka mereka sangat putus asa
sehingga mempengaruhi hidupnya secara drastis. Namun demikian, di tengahtengah suasana yang sarat dengan ketidakpedulian, ambivalensi, rasa bersalah,
inilah mereka berusaha bertahan (Pelkesi,1995).
Bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS, maka akan terjadi kekacauan pada
seluruh aspek. Relasinya akan diliputi suasana putus asa, ketakutan, serta
pengucilan, selain itu akan timbul konflik sehingga dia akan merasakan adanya
ketidakharmonisan di dalam hubungannya dengan orang lain. Keadaan ini
selanjutnya akan merusak segala aspek kehidupannya dan menimbulkan
kecemasan yang berlebihan tentang masa depannya dan kehidupannya nanti.
Bahkan ada juga yang tidak siap untuk menerima keadaan dirinya bahwa dia telah
terinfeksi HIV, mereka juga merasa bahwa dunia yang ditinggalinya sekarang
adalah ancaman bagi kehidupannya, karena untuk langkah selanjutnya mereka
harus mengatur pola hidupnya agar mereka dapat memperpanjang hidup mereka.
Orang yang terinfeksi tidak boleh sembarangan mengkomsumsi makanan karena

5

terdapat kemungkinan makanan tersebut dapat memicu penyebaran virus yang ada
di dalam tubuh penderita, maka mereka harus pintar memilih makanan yang
sesuai dengan anjuran untuk penderita HIV/AIDS. Selain itu mereka juga tidak
diperkenankan untuk merokok dan melakukan aktifitas di malam hari, karena 80%
virus ini menyerang paru-paru penderita, maka dari itu, mereka harus mengatur
pola hidup mereka (Montagnier, 1987).
Perubahan aspek hidup yang dialami penderita HIV/AIDS menimbulkan
dampak bagi si penderita, beberapa dampak yang ditimbulkan adalah dampak
psikis, fisik, maupun sosial. Mereka akan mengalami stres karena berbagai
tekanan tentang bayangan kematian dan derita yang akan dialaminya nant i (Supit.
B, 1995).
Adapun jenis tekanan psikologi utama pada penderita HIV/AIDS adalah
sebagai berikut; mereka mengalami kecemasan mengenai rasa tidak pastinya
tentang penyakit yang diderita, perkembangan dan pengobatannya, merasa cemas
dengan berbagai gejala- gejala baru, merasa cemas dengan prognosisi dan
ancaman kematian dan serangan panik. Mereka juga akan depresi sehingga
merasa sedih, tidak berdaya, merasa rendah diri, bersalah, tidak berharga, putus
asa, berkeinginan untuk bunuh diri, sulit tidur, hilang nafsu makan, merasa
terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial, merasa ditolak oleh sosial, dan
merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita AIDS.
Orang HIV positif tidak meminta keistimewaan di dalam ruang
kehidupannya, tetapi minta diperlakukan sama dengan warga masyarakat lainnya.
Tetapi

yang sering terjadi adalah perlakuan diskriminasi di dalam dunia

6

kesehatan, menjadi objek pemberitaan dan pengobatan oleh pengobat modern dan
tradisional, atau menjalani tes darah tanpa konseling. Orang dengan HIV positif
juga dijadikan aset oleh LSM, dan peneliti memperlakukan orang HIV positif
tanpa etika

penelitian yang semestinya. Secara umum telah terbukti bahwa

penyakit HIV berhubungan dengan tekanan sosial dan kehidupan tertentu, seperti
stigma (cap buruk), yang mungkin mempengaruhi seseorang menjadi stres. Stres
pada ODHA juga dikaitkan dengan perasaan bahwa kesehatannya buruk, rasa
sakit kronis, dan kehilangan daya ingat serta konsentrasi. Lamanya suasana hati
yang lesu, kegelisahan, atau kemarahan mungkin biasanya menjadi bagian dari
penyesuaian terhadap penyakit, tetapi perkembangan depresi yang parah bukanlah
sesuatu yang normal, sebagaimana diagnosis stres parah dihubungkan dengan
berbagai penyakit, suasana hati yang lesu harus dilihat sebagai bagian dari
kumpulan gejala seperti rasa senang yang hilang, perasaan bersalah atau tidak
berharga, dan memikirkan kematian.
Hal yang paling penting bagi orang yang menderita HIV/AIDS terhadap
kondisinya dapat mengubah konsep diri yang telah mereka miliki sebelumnya,
sehingga mereka melakukan penolakan–penolakan terhadap apa yang mereka
alami saat ini dan mempengaruhi penerimaan dirinya. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa penderita HIV/AIDS merasa dirinya ditolak dan diasingkan
oleh orang–orang sekitarnya, diteror oleh penyakitnya dan tertekan oleh adanya
kepercayaan

bahwa

penyakit

ini

adalah

penyakit

kutukan

dan

akan

menularkannya kepada orang–orang yang dekat dengan penderita. Hal ini
menyebabkan penderita HIV/AIDS tidak mendapatkan kebutuhan akan dukungan

7

sosial (Wortman & Dunkel, 1979). Banyak penderita HIV/ AIDS yang masih
belum bisa menerima kondisi seperti itu sehingga mereka mempunyai
kecenderungan untuk stres dan bertindak semaunya sendiri, hal itu dilakukannya
karena mereka berpikir bahwa hidup mereka tak akan bertahan lama dan mereka
akan melakukan apapun yang mereka inginkan. Perasaan sendirian dan terabaikan
ini membuat penderita semakin merasa rendah diri dan tidak berharga,
penerimaan dari lingkungan akan ikut mempengaruhi bagaimana penderita
menerima dirinya. Penolakan–penolakan yang dia alami akan semakin
menguatkan penilaian negatifnya terhadap dirinya sendiri. Dari tekanan yang
diperoleh tersebut dapat menimbulkan stres pada penderita.
Stres merupakan suatu respon dari hadirnya suatu peristiwa. Segala
sesuatu yang menyebabkan perubahan dalam hidup kita dapat menimbulkan stres.
Stres juga merupakan bagian dari hidup kita yang tidak mungkin dihindari dan
sampai level tertentu dibutuhkan oleh manusia untuk kela ngsungan hidupnya
(Handoyo, 2001). Stres atau kondisi apa pun yang membebani pikiran dapat
menganggu keseimbangan metabolisme tubuh. Contoh yang paling sering adalah
gangguan pada koordinasi saraf pada saluran pencernaan. Pada orang stres,
gejalanya adalah diare. Ini terjadi karena gerakan usus yang diatur oleh saraf
menjadi lebih cepat daripada biasanya. Akibatnya, timbul gejala seperti nyeri
perut atau diare, sulit berkonsentrasi, hilangnya minat atau rasa senang, sedih,
putus asa, perasaan bersalah berlebihan, atau merasa tidak berguna.
Menurut Douglas (1991), stres

terjadi ketika seseorang tidak dapat

mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya. Demikian

8

juga pada seseorang saat tekanan tentang kenyataan yang didapat bahwa kualitas
hidup mereka terancam oleh penyakit tersebut, otomatis akan mengalami apa yang
disebut stres. Secara umum, stres yang terjadi akan memperburuk proses
metabolisme normal tubuh. Pada akhirnya gangguan metabolisme tersebut dapat
menjadi suatu stressor dari dalam tubuh yang dapat menimbulkan stres pada
sistem imun. Status turunnya kompetensi fungsi imun yang diinduksi oleh stres
menyebabkan kita menjadi rentan terhadap infeksi dan memungkinkan berbagai
penyakit dapat terjadi (Dossier, 1989).
Stres terhadap status AIDS akan menuntut ODHA untuk memiliki
ketrampilan mengolah stres akibat dampak yang ditimbulkan saat ODHA
menyandang statusnya. Untuk mengurangi dampak dari stressor yang mengancam
kualitas hidup ODHA, mereka menggunakan coping stres. Coping stres adalah
cara yang dilakukan untuk mengatasi situasi atau problem yang dianggap sebagai
tantangan, ketidakadilan atau merugikan maupun sebagai ancaman. Coping stres
memberikan ke mampuan ODHA untuk mengelola stres akibat statusnya.

Ketika berhadapan

dengan stressor yang dapat mengancam hidup, ODHA akan mencoba beradaptasi.
Mekanisme coping dalam diri ODHA akan mulai berperan, mereka akan
menimbang dan menilai berat ringannya stresor dan kemampuan diri sendiri. Coping stres
dapat dilakukan tergantung dari kekuatan kepribadian serta pengalaman belajar yang dimiliki oleh
individu tersebut, dengan itu maka stres dapat dihadapi. Apabila seorang ODHA tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan coping stres, maka stressor yang muncul mempunyai kemungkinan
yang lebih besar bagi seorang ODHA untuk mengalami stres. Hal itu dikarenakan ODHA tidak
mempunyai mekanisme pertahanan agar kualitas hidupnya tetap terjaga.

9

Carver, Sceiser, dan Weintraub (dalam Buari, 2000) mengemukakan ada
dua macam strategi coping stres, yaitu emotional focused coping dan problem
focused coping. Seseorang melakukan emotional

focused coping diantaranya

dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan, atau mencari komunitas yang sama
dengan mereka untuk mencari dukungan. Selain melakukan emotional focused
coping, seseorang juga melakukan strategi problem focused coping, seperti
mencari informasi tentang penyakit HIV/AIDS melalui lembaga swadaya
masyarakat dan rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, yaitu dengan melihat fenomena penderita
HIV/AIDS di Yogyakarta dan pentingnya suatu kesehatan mental untuk mengatasi
stres pada orang yang telah terinfeksi, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gambaran tentang strategi coping

stres yang digunakan oleh

penderita HIV/AIDS di Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
strategi coping stres yang digunakan pada penderita HIV/AIDS di Yogyakarta

10

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, dari segi ilmu pengetahuan,
a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang strategi coping stres pada penderita HIV/AIDS guna memberi
sumbangan ilmu bagi psikologi klinis dan ilmu psikologi pada
umumnya.
b. Manfaat bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat menerapkan
pengetahuan yang diperoleh semasa kuliah dan dapat membantu kita
untuk memahami strategi coping stres yang dialami oleh orang yang
terinfeksi HIV/AIDS.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi:
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi LSM dan pemerhati
masalah- masalah penderita HIV/AIDS mengenai strategi coping stres
yang yang digunakannya serta menjadikan pengetahuan tentang
HIV/AIDS sebagai referensi untuk pendampingan ODHA.
b.

Bagi subyek penelitian agar
memperdalam

mereka dapat mengetahui dan

informasi tentang strategi coping stres terhadap

HIV/AIDS sehingga mereka mampu memahami usaha apa saja yang
dapat dilakukan untuk mengurangi kondisi stres yang muncul.
c. Bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan tentang para penderita
HIV/AIDS sehingga dapat memahami keadaan orang yang terinfeksi
HIV/AIDS.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Coping Stres
1. Pengertian stres
Secara umum stres adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi
jika seseorang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi
dengan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut (Cranwell- ward
dalam Iswinarti dan Haditono,1999)
Pendapat ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Novaco (1994),
dkk bahwa stres muncul pada saat terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan
lingkungan dan kemampuan individu untuk melakukan respon yang adekuat
terhadap tuntutan tersebut. Tuntutan tersebut menurut Spielberger (dalam
Spielberger & Sarason,1986) berasal dari lingkup eksternal yang mengenai
seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang
berbahaya.
Menurut Douglas (1991), stres terjadi ketika seseorang tidak dapat
mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya. Tryer
(1980) menyatakan bahwa stres

yang terjadi dalam tubuh individu

tergantung kemampuan penyesuaian diri yang dimiliki. Handoyo (2001)
menyatakan bahwa stres pada tingkat tertentu merupakan stimulasi yang baik
bagi seseorang untuk berkembang, namun apabila tingkatnya sangat tinggi

11

12

dan seseorang tidak mampu lagi menghadapinya, stres menjadi awal
malapetaka.
Bernard (dalam Handoyo,2001) membagi stres menjadi Eustress,
yaitu stres yang memberi pengaruh ya ng baik, dan distress, yaitu stres yang
memberi pengaruh yang menyakitkan. Pembagian ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Robbins (1989) dimana stres yang positif akan
menawarkan perolehan yang potensial, dan sebaliknya, stres yang akan
menyebabkan terganggunya produktifitas sehingga dapat mengganggu
kehidupan seseorang.
Stres muncul lantaran lingkungan memberikan stimulus yang negatif,
sehingga timbullah perasaan takut, cemas dan marah, serta perasaan tidak
mampu untuk menerima apa yang akan terjadi pada dirinya. Didalam
menjalankan aktifitasnya, individu terkadang dihinggapi aneka macam
perasaan yang membuat merasa tertekan. Bahkan terkadang individu merasa
takut terhadap apa yang belum diketahuinya secara pasti dan jelas. Individu
tersebut merasa takut gagal untuk melakukan suatu tindakan (Santrock,
1996).
Hal, kejadian, peristiwa, orang keadaan dan lingkungan yang dirasa
mengancam atau merugikan disebut stressor. Jika dipandang dari segi luar
dan hal-hal yang menjadi sumber stres, stres dimengerti sebagai rangsangan
(stimulus). Orang yang mengalami stres, dapat memusatkan perhatian pada
tanggapan (response) terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres.
Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat mendatangkan stres.

13

Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat menggejala pada psikologis
dan fisiologis. Tanggapan itu disebut strain, yaitu tekanan atau tegangan.
Kenyataannya orang yang mengalami stres secara psikologis menderita
tekanan dan ketegangan yang membuat pola berpikir, emosi, dan perilakunya
kacau, menjadi gugup dan gelisah (Santrock, 1996).
Karakteristik lain, selain intensitas yang menjadikan suatu situasi,
peristiwa lebih atau kurang menimbulkan stres adalah lamanya atau jangka
waktu terjadinya penyebab stres tersebut, terduganya atau tidaknya suatu
peristiwa, besar atau kecilnya kontrol seseorang atas peristiwa tersebut dan
lamanya dampak peristiwa yang dirasakan oleh seseorang.
Dari pandangan di atas, diketahui bahwa stres merupakan suatu
bentuk respon yang muncul akibat hal tertentu, dimana seseorang tidak dapat
mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya, yaitu
adanya ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dengan kemampuan
seseorang.

2. Sumber stres
Handoyo (2001) mengungkapkan adanya tiga unsur stres, yang
pertama adalah Stressor, yaitu sumber stres yang menyangkut dirinya sendiri
atau orang lain atau lingkungan hidup atau stimulus yang mendorong
kebutuhan beradaptasi, yang kedua The Stressed Person, yaitu orang yang
mengalami stres yang kemudian melakukan berbagai respon secara fisiologis
maupun psikologis untuk mengalami stres, yang ketiga adalah Transaction,

14

yaitu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara orang yang
sedang mengalami stres dengan keadaan yang penuh stres.
Chider (1983) membagi karakteristik stimulus yang dapat menjadi
stressor bagi individu:
a.

Berlebihan (overload)
Sebuah stimulus dikatakan berlebihan ketika stimulus tersebut terjadi
secara sangat intens sehingga sulit diadaptasi oleh individu.

b.

Konflik
Konflik terjadi ketika stimulus secara simultan menimbulkan dua atau
lebih kemungkinan respon yang ambigu, karena tidak memberikan
pilihan yang tepat untuk dipilih.

c.

Tidak terkontrol
Individu memiliki kecenderungan untuk memiliki kontrol atas hal- hal
yang terjadi dalam hidup mereka, namun tidak semua kejadian
disebabkan oleh perilaku atau kemauan individu tersebut.

Handoyo (2001), menggolongkan sumber stres dapat dalam bentukbentuk:

a. Krisis : yaitu perubahan/peristiwa yang timbul mendadak dan
menggoncangkan

keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya

penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan
keluarga dan sebagainya.

15

b. Frustrasi

:Frustrasi

adalah

kegagalan

dalam

usaha

pemuasan

kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan.
Frutrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintanganrintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan
dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang
menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya.

c. Konflik :Konflik adalah pertentangan antara 2 keinginan/dorongan
yaitu

antara

kekuatan

dorongan

naluri

dan

kekuatan

yang

mengendalikan dorongan-dorongan naluri tersebut. Ada empat bentuk
konflik berdasarkan nilai dari dorongan (Handoyo, 2001):ApproachApproach conflik, yaitu konflik yang dialami oleh seseorang yang
harus memilih dua hal yang sama-sama diinginkan. AvoidanceAvoidance konflik, yaitu ketika seseorang harus memilih dua hal yang
sama-sama tidak diinginkannya. Approach- Avoidance konflik terjadi
saat satu hal memiliki suatu yang menarik sekaligus suatu yang tidak
disukai. Double Approach- Avoidance, yaitu ketika seseorang
menghadapi dua alternatif yang memiliki suatu yang menyenangkan
sekaligus tidak menyenangkan

d. Tekanan :Stres dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan
tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari dalam
diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar:

16

istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya
berprestasi).

Pada manusia, terdapat sembilan penyebab stres yang teratas (berikut
nilainya), seperti terdapat dalam skala tingkat stres yang dikemukakan oleh
Holmes dan Rayes (dalam Bootzin, loftus & Sajonc, 1983) adalah:

a. Kematian pasangan

(100)

b. Perceraian

(73)

c. Perpisahan dalam perceraian

(65)

d. Dipenjara

(63)

e. Penyakit parah atau kecelakaan berat

(53)

f. Pernikahan

(50)

g. Kehilangan pekerjaan

(47)

h. Rekonsiliasi pernikahan

(45)

i.

(45)

Pensiun

Semua penyebab stres tersebut, bila diperhatikan berhubungan
dengan sebuah perubahan. Manusia dengan kemampuan berpikirnya,
memandang perubahan tersebut sebagai suatu yang mengancam dan
menimbulkan stres. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan kebutuhan untuk
beradaptasi, yaitu keinginan untuk mengatasi perubahan tersebut atau
mempertahankan kondisi (yang dirasa nyaman) seperti sebelum terjadi
perubahan. Seringkali seseorang cenderung untuk terus memikirkan
perubahan tersebut, menyesali kejadian yang menyebabkan perubahan itu

17

atau khawatir tentang lebih banyak memungkinkan perubahan yang akan
dihadapi di masa yang akan datang. Bagaimanapun, stres telah ada sejak awal
keberadaan species kita dan telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Kita
tidak mungkin hidup tanpa stres, tapi kita juga harus belajar untuk hidup
bersamanya.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penjabaran sebelumnya
adalah bahwa sumber stres sering diartikan sebagai suatu jenis stimulus
tertentu, baik bersifat fisik maupun psikologis, yang mengakibatkan suatu
tuntutan atas diri kita yang mengancam kesejahteraan kita dan menuntut kita
untuk beradaptasi dengan cara tertentu. Bentuk- bentuk sumber stres antara
lain ada empat macam yaitu; krisis, frustrasi, konflik, dan tekanan.

3. Faktor yang mempengaruhi stres
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah suatu stimulus
dari lingkungan menyebabkan stres atau tidak bagi seseorang (Handoyo,
2001).
a. Faktor pertama adalah proses penilaian kognitif, yaitu proses yang
memungkinkan individu untuk mengevaluasi apakah stimulus yang
diterimanya relevan dengan kemampuannya (Folkman dalam handoyo,
2001). Korshin (1976) menyatakan bahwa proses kognitif adala h
proses mental dalam menilai stressor serta kemampuan diri untuk
mengatasi stressor. Hal inilah yang menyebabkan adanya individual

18

differences dimana sesuatu yang dianggap sebagai sebuah stressor oleh
seseorang individu belum tentu merupakan stressor bagi individu lain.
b. Kedua adalah self control, faktor ini berkaitan dengan bagaimana
seseorang memberikan respon atas sebuah stimulus yang ia terima dari
lingkungan. Lebih tepatnya, hal ini berhubungan dengan kemampuan
penyesuaian diri.
c. Yang ketiga adalah dukungan sosial yang menjadi bagian penting
dalam upaya untuk menanggulangi stres. Dukungan sosial adalah
sebagai kesenangan, bantuan, atau keterangan yang diterima seseorang
melalui hubungan formal dangan yang lain atau kelompok (Suwarto,
1996).Selye (1976) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan
bahwa dukungan sosial dapat mengurangi perasaan tertekan dan
ketidakpuasan pada saat seseorang dihadapkan pada tekanan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi stres adalah penilaian kognitif, self control, dan dukungan
sosial.

4. Reaksi terhadap Stres
Munculnya stres akan menimbulkan konsekuensi tertentu pada
seseorang secara umum, Luthans (1985) membagi reaksi terhadap stres
menjadi tiga kategori.

19

a.

Deviasi Fisiologis
Cox (dalam Handoyo, 2001) mengungkapkan bahwa stres
dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa
penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau menjadi memicu
timbulnya penyakit tertentu. Costello (dalam Ariyani, 1998) membagi
terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologis menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Simptom Otot Skeletal, meliputi ketegangan, kegoncangan,
kelemahan, dan rasa sakit.
2) Simptom Organ Dalam, meliputi detak jantung yang semakin
cepat, kencing berlebihan, sakit perut, nafas pendek-pendek.
Sejalan dengan Costello et.al., Atkinson, dan Colleman
(dalam Iswinarti & Haditono, 1999) merinci reaksi fisiologis ini
melalui gejala fisik seperti pusing, sakit kepala, capai, lelah, sakit
perut, mual- mual, berdebar-debar, dada sakit, dan keluar keringat
dingin.
Braham (dalam Handoyo, 2001) meringkas gejala stres
dalam bentuk sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit
buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit
gatal-gatal, punggung terasa sakit, berubah selera makan, tekanan
darah tinggi, atau serangan jantung, dan kehilangan energi.

20

b. Deviasi Psikologis
Secara garis besar, terganggunya fungsi psikologis dari
individu yang menderita stres dapat dibagi dalam dua kategori:
1) Reaksi Emosional
Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001) individu yang
mengalami stres biasanya menampakkan gejala seperti marahmarah, mudah tersinggung, dan terlalu sens itif, gelisah dan cemas,
suasana hati mudah berubah- ubah, sedih, mudah menangis dan
depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan bermusuhan serta
kelesuan mental.
Cox (dalam Handoyo, 2001) mendeskripsikan reaksi ini
berupa kegelisahan, agresi, kelesua n, kebosanan, depresi, kelelahan,
kekecewaan, kehilangan kesabaran dan harga diri yang rendah.
2) Reaksi Kognitif
Braham (dalam Handoyo, 2001) menyebut kategori ini
sebagai gejala intelektual yang meliputi mudah lupa, kacau pikiran,
daya

ingat

menurun,

sulit

berkonsentrasi,

suka

melamun

berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
Menurut Cox (dalam Handoyo, 2001) konsekuensi kognitif
ini berupa ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya
konsentrasi dan peka terhadap ancaman.

21

c. Deviasi Perilaku
Penyimpangan pada perilaku ini juga bisa dirinci dalam dua
bagian, yaitu:
1) Perilaku Secara Personal
Penyimpangan perilaku ini lebih tertuju pada diri individu
secara pribadi. Cox (dalam Handoyo, 2001) melihat gejala
peningkatan komsumsi alkohol dan rokok, tidak nafsu makan atau
bahkan makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obat, menurunnya
semangat untuk berolahraga yang berakibat pada pola diet dan
timbulnya beberapa penyakit.
2) Perilaku Secara Interpersonal
Pada kategori ini, penyimpangan perilaku lebih mengarah
pada hubungan individu dalam hubungan dengan orang lain.
Braham (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan adanya sikap acuh
dan mendiamkan orang lain, menurunkan kepercayaan terhadap
orang lain, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata,
menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang
lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka ditarik sebuah sebuah kesimpulan
bahwa reaksi stres adalah keadaan yang terjadi sebagai respon dari individu
terhadap tuntutan lingkungan. Ada tiga jenis reaksi terhadap stres yaitu
Fisiologi, Psikologi, dan Perilaku

22

5. Coping stres
Lazarus (1984) menge mukakan suatu cara yang dilakukan untuk
mengatasi

situasi

atau

problem

yang

dianggap

sebagai

tantangan,

ketidakadilan atau merugikan maupun sebagai ancaman disebut sebagai
coping. Selain itu lazarus juga mendefinisikan coping adalah usaha yang
berorientasi pada tindakan intrapsikis untuk mengendalikan atau menguasai,
menerima, melemahkan serta memperkecil pengaruh lingkungan, tuntutan
internal dan konflik tersebut melampaui kemampuan seseorang. Coping stres
adalah cara yang digunakan individu dalam menghadapi atau mengatasi
masalah dan juga merupakan usaha kognitif dan behavioral dari individu
untuk memodifikasi, menahan atau menghilangkan stressor yang mengancam
mereka. Ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan stres, individu
akan mencoba beradaptasi, mekanisme coping dalam diri individu tersebut
akan mulai berperan. Cara inilah yang menentukan besar kecilnya dampak
stres tersebut. Usaha coping yang dilakukan, baik itu yang berfungsi untuk
meredakan emosi maupun yang berfungsi untuk memecahkan masalah, pada
dasarnya keduanya mengarah pada beberapa tujuan. Menurut Folkman dan
Lazarus, (1984) tujuan umum dari coping adalah; mengurangi hal- hal yang
membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan, menyesuaikan diri
terhadap kejadian-kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
mempertahankan citra diri yang positif, mempertahankan keseimbangan
emosional serta meneruskan hubungan yang memuaskan bagi orang lain.

23

Mekanisme coping akan segera berperan ketika individu mulai
mencoba beradaptasi terhadap situasi yang menimbulkan stres. Selye (dalam
Passer dan Smith, 2004), mengemukakan mengenai tiga fase coping terhadap
rangsangan dalam diri manusia, yaitu:
a. Fase Alarm
Ketika suatu kejadian yang tidak biasa muncul, keluaran (output)
energi akan mengalami penurunan untuk jangka waktu yang pendek,
yaitu ketika kejadian tersebut dicerna oleh pikiran seseorang.
b. Fase Adaptasi
Selanjutnya, keluaran energi tersebut meningkat melebihi batas
normal, ketika seseorang berusaha mengatasi situasi tersebut, maka
individu tersebut akan mengalami keterbangkitan yang semakin kuat.
Respon adaptasi pada meliputi menghindar atau melarikan diri,
melakukan perlawanan, supresi emosi, terpaku atau belajar.
c. Fase Kelelahan
Pada akhinya