PENGARUH SUHU DAN LAMA HIDROLISIS ENZIM

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015

PENGARUH SUHU DAN LAMA HIDROLISIS ENZIM PAPAIN TERHADAP SIFAT
KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK SARI EDAMAME
Effect of Papain Hydrolysis Temperature and Time on Chemical, Physical and
Organoleptic Characteristic of Edamame Milk
Aridita Anggraini1*, Yunianta1
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: aridita_anggraini@yahoo.com
ABSTRAK
Edamame adalah salah satu jenis biji-bijian yang dapat dikonsumsi sebagai sumber
protein nabati bagi tubuh. Akan tetapi, edamame dengan pengolahan yang minimal masih
mengandung sejumlah senyawa antigizi yang membuat protein di dalamnya sulit untuk dicerna
tubuh. Upaya meningkatkan daya cerna protein dalam edamame dapat dilakukan dengan cara
mengolahnya menjadi minuman sari edamame dengan perlakuan penambahan enzim protease
papain pada kondisi tertentu, sehingga protein di dalamnya lebih mudah untuk dicerna oleh
enzim pencernaan dan diserap oleh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu
dan lama waktu hidrolisis yang tepat untuk menghasilkan sari edamame dengan karakteristik
kimia, fisik dan organoleptik yang.terbaik. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan

Acak Kelompok dengan 2 faktor dan 3 level, yaitu suhu hidrolisis (50°, 60° dan 70° C) dan lama
hidrolisis (2, 4 dan 6 jam). Perlakuan terbaik fisik dan kimia diperoleh pada perlakuan suhu
hidrolisis 60°C selama 2 jam, dengan hasil analisis yaitu kadar protein terlarut 8,269%; kadar
N-amino 0.12% pH 6.717; viskositas 7.33; derajat kecerahan (L) 48.6; kemerahan (a+) 8.93;dan
kekuningan (b+) 12.67, sedangkan perlakuan terbaik organoleptik diperoleh pada perlakuan
suhu hidrolisis 50°C selama 4 jam.
Kata Kunci: Enzim Papain, Hidrolisis Protein, Sari Edamame, Suhu, Waktu
ABSTRACT
Edamame is a kind of legumes that can be consumed as a good source of vegetable
protein. Despite, a minimum processed edamame bean still contain a number of anti nutrient
components that has made the protein contained be harder to digest. Edamame’s protein
digestibility can be improved by processing it into edamame milk with addition of papain enzyme
in a certain condition to hydrolyze the protein into smaller units even into amino acids, which
made it be easier for the body to digest and absorb. The aim of this study is to determine the
best hydrolysis temperature and time of papain enzyme to attain the best chemical, physical
and organoleptical characteristic of edamame milk. The method used on this research was
Randomized Block Design (RBD) with two factors and three levels: hydrolysis temperature (50°,
60°, 70° C) and hydrolysis time (2,4,6 hours), resulted in 9 combination treatment with 3
repetition. The best treatment based on chemical and physical parameters was obtained by
hydrolyzing on 60°C for 2 hours, with observed parameters soluble protein 8.269%; N-amino

0.12%; pH 6.717; viscosity 7.33; degree of lightness (L) 48.6; degree of redness (a +) 8.93; and
degree of yellowness (b+) by 12.67 , while the best treatment based on organoleptical
parameters was obtained by hydrolyzing on 50°C for 4 hours.
Keywords: Papain Enzyme, Protein Hydrolysis, Edamame Milk, Temperature, Time
1015

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
PENDAHULUAN
Edamame adalah salah satu jenis biji-bijian yang dapat dikonsumsi sebagai sumber
protein nabati bagi tubuh dan menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani
yang relatif lebih mahal. Akan tetapi, edamame dengan pengolahan yang minimal masih
mengandung sejumlah senyawa antigizi yang membuat protein di dalamnya sulit untuk dicerna
tubuh, sedangkan daya cerna merupakan faktor penting yang menentukan kualitas protein
dalam suatu bahan [1]. Daya cerna protein adalah kemampuan protein dalam bahan pangan
untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan, di mana daya
cerna protein tinggi berarti protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino
sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Daya cerna
protein rendah berarti protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino sehingga jumlah asam
amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan

dibuang oleh tubuh bersama feses [2].
Upaya meningkatkan daya cerna protein dalam edamame dapat dilakukan dengan cara
mengolahnya ke dalam bentuk minuman sari edamame dengan perlakuan penambahan enzim
protease papain pada kondisi tertentu. Dengan perlakuan tersebut diharapkan protein akan
terpecah menjadi bentuk yang lebih sederhana dan sehingga ketika dikonsumsi akan lebih
mudah untuk dicerna oleh enzim pencernaan dan diserap oleh tubuh.
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang terdapat pada tanaman papaya (Cacica
papaya L.). Enzim papain relatif mudah didapatkan serta mempunyai daya tahan panas lebih
tinggi dibanding enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20% pada pemanasan
70oC selama 30 menit pada pH 7.0 [3]. Enzim ini mampu memecah protein pada makanan
menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti oligopeptida pendek atau asam amino dengan
reaksi hidrolisis pada ikatan peptida sehingga lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh [4].
Penambahan enzim papain diharapkan akan memberi nilai tambah pada kualitas protein dari
minuman sari edamame.
Pemasalahan dalam pembuatan sari edamame dengan penambahan enzim papain ini
adalah belum diketahuinya suhu dan lama hidrolisis yang tepat untuk menghasilkan produk
dengan karakteristik yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dikaji suhu dan
lama waktu hidrolisis enzim papain yang tepat untuk menghasilkan sari edamame dengan
kualitas terbaik secara kimia, fisik maupun organoleptik.
BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sari edamame adalah edamame frozen
produksi PT. Mitratani Dua Tujuh Jember, enzim papain dengan kode E.C.3.4.22.2 produksi
Fluka AG Switzerland, gula pasir, garam dapur, NaHCO3, dan lesitin cair yang diperoleh dari
Toko Prima. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain adalah akuades, BSA,
tembaga (II) sulfat, kalium natrium tartrat, kalium iodidat, TCA, dietil eter, kalium oksalat,
indikator PP, formaldehid, dan NaOH yang diperoleh dari Laboratorium Biokimia dan Kimia
Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP UB.
Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan sari edamame antara lain adalah neraca analitik
(Mettle Denver AA 200), baskom, pipet ukur, bola hisap (Merienfiel), pengaduk, termometer,
blender, kain saring, panci, kompor, gelas ukur 100 ml (Pyrex), labu ukur 50 ml (Pyrex) . Alat
yang digunakan untuk analisis meliputi Erlenmeyer 250 ml dan beaker glass 100 ml (Pyrex),
pipet ukur 10 ml dan 1 ml, pipet tetes, bola hisap, shaker waterbath (Memmert), oven listrik
(Memmert), tabung reaksi (Pyrex), spektrofotometer (20D plus), sentrifuse (PLC-012C), neraca
1016

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
analitik (Denver), buret (Duran), statif, color reader (Konica Minolta CR-10), viscometer

(Elcometer 2300 RV), dan pH meter (ezodo).
Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor
dan 3 level, yaitu suhu hidrolisis (50°, 60° dan 70° C) dan lama hidrolisis (2, 4 dan 6 jam)
sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh
dianalisis secara statistik dengan Analisis Varian (ANOVA), jika terjadi perbedaan nyata pada
masing-masing faktor maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5% dan jika
terdapat perbedaan nyata pada kedua faktor maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple
Range Test). Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan menggunakan metode multiple attribute.
Produk kontrol (sari edamame tanpa perlakuan hidrolisis enzim) dibandingkan dengan produk
perlakuan terbaik menggunakan Uji T.
Tahapan Penelitian
Pembuatan Sari Edamame
Edamame dikupas dan disortir, lalu dicuci dengan air mengalir. Biji edamame yang
sudah bersih kemudian direndam selama 6 jamdalam larutan NaHCO 3 0,5% dengan
perbandingan edamame : air = 1 : 4 (b/v). Lalu edamame ditiriskan dan diblansing dengan air
mendidih selama 10 menit. Kemudian biji edamame diblender menggunakan air hangat (80°C)
dengan perbandingan edamame : air = 1:3 (b/v) selama 3 menit, dan hasilnya disaring
menggunakan kain saring untuk mendapatkan sarinya. Sari edamame lalu diambil sebanyak
100 ml dan ditambahkan enzim papain sebanyak 300 ppm, lalu diinkubasi sesuai dengan

masing-masing perlakuan yaitu pada suhu 50ºC, 60ºC, 70ºC selama 2, 4, 6 jam. Setelah itu sari
edamame dipanaskan pada suhu 105°C selama 10 menit untuk menginaktivasi enzim papain.
Metode
Analisis bahan baku (biji edamame) yang dilakukan meliputi kadar protein terlarut [5], Namino [5] dan pH [6]. Analisis yang dilakukan terhadap produk sari edamame meliputi kadar
protein terlarut [5], kadar N-amino [5], pH [6], viskositas [6], total warna [6] yang meliputi derajat
kecerahan (L), derajat kemerahan (a+), derjat kekuningan (b+), serta dilakukan uji kesukaan [7]
terhadap warna, aroma, rasa dan kenampakan produk yang dihasilkan.
Prosedur Analisis
1. Analisis Kadar Protein Terlarut
Analisis protein terlarut dilakukan dengan metode Biuret, diawali dengan pembuatan
kurva standar dengan memasukkan masing-masing 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml
larutan protein standar BSA (Bovine Serum Albumin) dengan konsentrasi 5 mg/ml. Kemudian
kedalam masing-masing tabung ditambahkan akuades hingga volume total 4 ml dan 6 ml
pereaksi biuret, lalu dikocok hingga tercampur dan didiamkan selama 30 menit. Larutan dari
masing-masing tabung diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum (540 nm) dan dibuat kurva sehingga didapatkan persamaan linear.
Sampel cair dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse sebanyak 0.4 ml lalu ditambahkan
akuades sebanyak 0.6 ml dan TCA 10% sebanyak 1 ml. Kemudian sampel disentrifuse dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan dibuang supernatannya. Pada endapan ditambahkan
dietil eter sebanyak 2 ml dan disentrifuse kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10

menit. Setelah itu supernatan dibuang dan endapan dibiarkan kering. Pada endapan
dicampurkan 10 ml akuades. Setelah tercampur, larutan diambil sebanyak 4 ml dan
ditambahkan 6 ml pereaksi biuret, kemudian didiamkan selama 30 menit dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm [5].
1017

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
2. Analisis Kadar N-amino
Kadar nitrogen amino dianalisis menggunakan metode titrasi formol. Sampel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml dan ditambahkan 0.4 ml Kalium oksalat
jenuh, 1 ml indikator PP 1% lalu didiamkan selama 2 menit. Larutan sampel dititrasi dengan
NaOH 0.1 N hingga timbul warna merah jambu. Lalu ditambahkan 2 ml formaldehid 37% dan
dititrasi kembali dengan NaOH 0.1 N hingga warna kembali seperti semula. Titrasi formol
merupakan hasil titrasi yang kedua dikurangi titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml akuades
ditambah 0.4 ml kalium oksalat jenuh, 1 ml indikator PP 1% dan 2 ml formaldehid 37% [5].
3. Analisis pH
pH sampel diukur menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu
menggunakan buffer pH 4 dan pH 7. Ke dalam sampel sebanyak 100 ml dicelupkan elektroda
pH meter dan ditunggu hingga angka hasil pembacaan menjadi stabil. pH diukur sebanyak dua

kali dan dihitung rata-ratanya [6].
4. Analisis Viskositas
Viskositas sampel diukur menggunakan alat viscometer yang telah diatur terlebih
dahulu. Pada alat dipasang spindle L1 dan diatur kecepatan putarnya, yaitu 200 rpm. Spindel
dicelupkan kedalam sampel sebanyak 200 ml lalu ditekan tombol agar spindle berputar. Dicatat
nilai viskositas yang tertera pada alat [6].
5. Analisis Total Warna
Pengukuran warna meliputi derajat kecerahan (L), kemerahan (a+) dan kekuningan (b+)
dilakukan menggunakan color reader. Sampel sebanyak 10 ml ditempatkan dalam botol kecil
transparan, lalu ditempelkan pada tempat target pada ujung lensa color reader. Ditekan tombol
pada alat dan dicatat hasil pengukuran nilai L, a+, dan b+ [6].
6. Uji Organoleptik
Uji organoleptik sampel meliputi tingkat kesukaan warna, aroma, rasa dan kenampakan
dilakukan dengan metode uji hedonik pada 30 orang panelis [7].
HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein Terlarut (%)

1. Karakteristik Kimia Sari Edamame
1.1. Kadar Protein Terlarut

Pengaruh perlakuan suhu dan lama hidrolisis oleh enzim papain terhadap kadar protein
terlarut sari edamame dapat dilihat pada Gambar 1.
10,0

8.65
8.278.45

8,0

8.13
6.937.72

7.67
6.24
5.79

6,0

50° C


4,0

60° C

2,0

70° C

0,0
2 jam

4 jam

6 jam

Lama Inkubasi

Gambar 1. Rerata Kadar Protein Terlarut Sari Edamame akibat Perlakuan Suhu dan Lama
Hidrolisis oleh Enzim Papain
1018


Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis yang dilakukan
menyebabkan penurunan kadar protein terlarut pada sari edamame. Perlakuan suhu hidrolisis
50°C selama 2 jam memiliki kadar protein terlarut tertinggi, sedangkan perlakuan suhu hidrolisis
60°C selama 6 jam memiliki kadar protein terendah. Hidrolisis akan mengurangi berat molekul
protein dan memperbanyak jumlah dari gugusan polar [8]. Hidrolisis protein yang terjadi dapat
menyebabkan protein yang awalnya tidak larut menjadi protein terlarut yang kemudian
dihidrolisis oleh enzim papain menjadi asam amino. Oleh karena itu, jumlah protein terlarut
dalam sari edamame selama proses hidrolisis mengalami penurunan. Analisis protein terlarut
yang dilakukan menggunakan metode Biuret yang menghitung jumlah ikatan peptida. Reagen
Biuret bereaksi spesifik dengan protein, bukan asam amino [9], sehingga semakin banyak
ikatan peptida yang terhidrolisis maka jumlah ikatan peptida yang terhitung sebagai protein
terlarut akan semakin rendah.
Berdasarkan Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa penurunan kadar protein yang paling
besar terdapat pada pada perlakuan suhu 60°C. Hal ini dikarenakan pada suhu ini, enzim
papain menghidrolisis ikatan peptida dengan optimal. Stabilitas panas dari enzim papain
optimum pada pH 6.5-7, suhu 60-65°C dengan aktivitas spesifiknya yaitu 12.4 (mmol/menit.mg
protein). Perlakuan suhu diatas 65°C akan menurunkan aktivitas relatif dari enzim papain [10].
Penurunan kadar protein terlarut pada sari edamame dengan perlakuan suhu hidrolisis 70°C
tidak sebanyak pada perlakuan suhu hidrolisis 60°C. Hal ini dapat disebabkan karena pada
suhu ini enzim mulai mengalami denaturasi oleh panas sehingga enzim tidak bekerja secara
optimal. Pada reaksi enzimatik, kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik molekul-molekul
yang bereaksi sehingga mempercepat tumbukan antar molekul [11]. Tumbukan yang terjadi
akan mempermudah pembentukan kompleks enzim-substrat, sehingga produk yang terbentuk
akan semakin banyak. Pada suhu optimum, tumbukan antara enzim dan substrat sangat efektif,
sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat semakin mudah dan produk yang terbentuk
semakin banyak, namun pada suhu yang terlalu tinggi, akan mempercepat kerusakan pada
konformasi gugus aktif enzim (denaturasi enzim) sehingga enzim mengalami hambatan dalam
berinteraksi dengan substrat dan aktivitas katalitik enzim akan menurun [12].

N-amino (%)

1.2 Kadar N-amino
Pengaruh perlakuan suhu dan lama hidrolisis oleh enzim papain terhadap kadar
nitrogen amino sari edamame dapat dilihat pada Gambar 2.
0,160
0,140
0,120
0,100
0,080
0,060
0,040
0,020
0,000

0.120
0.106
0.093

0.132
0.122 0.125

0.146
0,130 0.135

50°C
60°C
70°C
2 jam

4 jam
6 jam
Lama Inkubasi

Gambar 2. Rerata Kadar N-amino Sari Edamame akibat Perlakuan Suhu dan Lama Hidrolisis
oleh Enzim Papain
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis yang dilakukan
menyebabkan meningkatnya kadar N-amino pada sari edamame. Hal ini disebabkan karena
semakin lama waktu inkubasi yang diberikan akan menyebabkan daya kerja enzim untuk
1019

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
melakukan proses hidrolisis semakin panjang [13]. Hidrolisis pada protein akan menguraikan
protein menjadi asam amino penyusunnya [14]. Semakin lama waktu inkubasi akan
memberikan kesempatan enzim melakukan hidrolisis protein semakin lama sehingga akan
semakin banyak protein yang terhidrolisis menjadi asam amino. Nitrogen amino akan meningkat
karena semakin tingginya protein yang terlarut dan tidak terhambatnya aktivitas proteolitik [15].
Selanjutnya protein terlarut akan semakin menurun karena terhidrolisa menjadi asam amino
bebas dan akan semakin meningkatkan kadar N-amino [3]. Perlakuan suhu hidrolisis 60°C
selama 6 jam memiliki kadar protein terlarut tertinggi, sedangkan yang terendah dimiliki oleh
sari edamame dengan perlakuan suhu hidrolisis 50°C selama 2 jam. Peningkatan kadar Namino yang paling besar terdapat pada perlakuan suhu 60°C dikarenakan pada suhu ini, enzim
papain bekerja dengan optimal dalam menghidrolisis protein pada sampel. Hal ini cukup sesuai
dengan hasil salah satu penelitian yang menunjukkan bahwa dimana rerata kadar N-amino
tertinggi dari hidrolisat protein kacang merah yang dihidrolisis dengan enzim papain terdapat
pada perlakuan suhu 60°C yaitu sebesar 0.5% [2].
1.3 pH
Pengaruh perlakuan suhu dan lama hidrolisis oleh enzim papain terhadap pH sari
edamame dapat dilihat pada Gambar 3.
6,9
6,8

6.81
6.753
6.75
6.71 6.653
6.66

pH

6,7

6.62
6.593
6.583

6,6

50°C

6,5

60°C

6,4

70°C

6,3
2 jam

4 jam

6 jam

Lama Inkubasi

Gambar 3. Rerata pH Sari Edamame akibat Perlakuan Suhu dan Lama Hidrolisis Enzim Papain
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama dan semakin tinggi suhu hidrolisis akan
menghasilkan sari edamame dengan pH yang semakin menurun. Rerata pH tertinggi dimiliki
oleh sari edamame dengan perlakuan suhu hidrolisis 50°C selama 2 jam, sedangkan rerata pH
terendah dimiliki oleh sari edamame dengan perlakuan suhu hidrolisis 70°C selama 6 jam. Hal
ini disebabkan karena semakin lama waktu inkubasi, akan menyebabkan daya kerja enzim
untuk melakukan proses hidrolisis semakin panjang, dan semakin banyak gugus karboksilat
yang dilepaskan melalui proses hidrolisis. Suatu larutan protein yang terhidrolisis akan
mengalami penurunan pH, karena pada saat enzim protease memecah ikatan peptida, gugus
karboksilat dilepaskan dan akan dibebaskan sejumlah ion hidrogen [16]. Metode pengukuran
pH dapat digunakan untuk menentukan daya cerna protein, dengan mengukur derajat hidrolisis
protein oleh enzim pencernaan dimana protein yang mudah dicerna berarti protein tersebut
cepat melepaskan ion-ion hidrogen yang diindikasikan melalui penurunan pH yang lebih cepat
dalam kurun waktu tertentu [17].

1020

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
2. Karakteristik Fisik Sari Edamame
2.1 Viskositas
Pengaruh perlakuan suhu dan lama hidrolisis oleh enzim papain terhadap viskositas sari
edamame dapat dilihat pada Gambar 4.

Viskositas (dPa.s)

10,0
8,0

8.0
7.3

7.0
6.7

6.3

6.3

6,0

6.0
5.7

5.3

50°C
4,0

60°C

2,0

70°C

0,0
2 jam

4 jam

6 jam

Lama Inkubasi

Gambar 4. Rerata Viskositas Sari Edamame akibat Perlakuan Suhu dan Lama Hidrolisis oleh
Enzim Papain
Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu hidrolisis
menyebabkan viskositas sari edamame cenderung menurun. Sari edamame dengan perlakuan
suhu hidrolisis 50°C selama 2 jam memiliki rerata viskositas tertinggi, sedangkan rerata
viskositas yang terendah dimiliki oleh sari edamame yang diberi perlakuan suhu hidrolisis 70°C
selama 6 jam. Perlakuan pemanasan menyebabkan peningkatan energi kinetik dari molekulmolekul dalam sari edamame. Pada suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul dalam cairan
bergerak lebih cepat sehingga gaya interaksi antar molekul melemah, akibatnya viskositas
cairan akan menurun [18]. Selain itu viskositas juga dipengaruhi oleh berat molekul partikel
dalam cairan, dimana berat molekul yang lebih rendah akan menghasilkan viskositas yang lebih
rendah pula [19]. Perlakuan hidrolisis sari edamame menggunakan enzim papain menghasilkan
protein dengan berat molekul yang lebih rendah sehingga mengakibatkan penurunan viskositas.
Nilai viskositas dipengaruhi oleh distribusi molekul protein dalam larutan, serta berat
molekul protein itu sendiri, sedangkan berat molekul protein berhubungan langsung dengan
panjang rantai peptida nya [20]. Semakin pendek ukuran peptida suatu protein, maka berat
molekulnya semakin rendah dan distribusi molekul dalam larutan akan semakin mudah,
sehingga menghasilkan viskositas yang rendah. Protease mengkatalisis pemutusan ikatan
peptida dan menghasilkan unit molekul lebih kecil atau peptida-peptida bahkan asam amino
[21]. Semakin lama waktu inkubasi akan memberikan kesempatan enzim papain melakukan
hidrolisis terhadap protein dalam sari edamame yang semakin lama sehingga akan semakin
banyak protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dengan berat molekul yang lebih rendah,
dan mengakibatkan penurunan viskositas.
2.2 Total Warna
Semakin tinggi suhu dan semakin lama hidrolisis menyebabkan rerata kecerahan (L*)
dan kekuningan (b+) semakin menurun, sedangkan rerata kemerahan (a+) semakin meningkat.
Hal ini berarti bahwa warna sari edamame menunjukkan kecenderungan menjadi semakin
gelap sejalan dengan makin tingginya suhu. Perubahan ini dipengaruhi oleh reaksi Maillard
yang mungkin terjadi pada sari edamame, sebagai interaksi antara gugus amino, peptida atau
protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula reduksi. Reaksi Maillard terjadi pada bahan
yang mengandung gula dan protein tinggi yang mengalami pemanasan sehingga menimbulkan
1021

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
warna coklat [22] Edamame memiliki kandungan protein sebesar 12.95% dan karbohidrat
sebesar 11.05% [23]. Kandungan inilah yang memungkinkan terjadinya reaksi Maillard pada
sari edamame. Rangkaian proses reaksi diakhiri dengan terbentuknya polimer nitrogenous
berwarna coklat atau yang disebut juga dengan melanoidin [15]. Warna coklat inilah yang
menyebabkan rerata kecerahan dan kekuningan dari sari edamame semakin menurun,
sedangkan rerata kemerahan cenderung meningkat. Semakin lama sari edamame diberi
perlakuan suhu, maka kesempatan kontak antara gula pereduksi dan gugus amino akan
semakin panjang sehingga semakin banyak senyawa melanoidin yang terbentuk akibat reaksi
Maillard. Interaksi antara gugus amino dan gula reduksi akan menyebabkan perubahan warna
pada sari edamame yang ditunjukkan oleh menurunnya derajat kecerahan dan kekuningan,
serta meningkatnya derajat kemerahan.

Skala Kesukaan Warna

3. Uji Organoleptik Sari Edamame
3.1 Warna
Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap warna sari edamame akibat pengaruh
suhu dan lama hidrolisis dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 8.

5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

4.60

4.50
4.07

3.80
3.20

3.37 3.17

3.43

3.10

50°C
60°C

70°C

2 jam

4 jam
Lama Hidrolisis

6 jam

Gambar 8. Grafik Rerata Skor Kesukaan Warna Sari Edamame Akibat Perlakuan Suhu dan
Lama Hidrolisis dengan Enzim Papain
Gambar 8 menunjukkan bahwa rerata skor kesukaan panelis terhadap warna sari
edamame cenderung menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan lama hidrolisis sari
edamame. Rerata skor kesukaan warna tertinggi terdapat pada sari edamame dengan
perlakuan hidrolisis dengan enzim papain pada suhu 50ºC selama 2 jam, sedangkan rerata
skor kesukaan warna terendah terdapat pada sari edamame dengan perlakuan hidrolisis 70°C
selama 6 jam. Hidrolisis pada suhu yang lebih rendah dengan waktu yang lebih singkat
menghasilkan sari edamame dengan warna lebih terang yang cenderung disukai oleh panelis.
Peningkatan suhu dan lama hidrolisis menyebabkan terjadinya perubahan warna sari edamame
menjadi lebih gelap. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi Maillard yang terjadi pada saat
berlangsungnya proses hidrolisis dengan panas, dimana rangkaian proses reaksi tersebut
diakhiri dengan terbentuknya senyawa melanoidin yang berwana kecoklatan [15]. Secara
alamiah pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Hasilnya makanan dan minuman
olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik [24].
3.2 Aroma
Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sari edamame akibat pengaruh
suhu dan lama hidrolisis dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 9.
1022

Skala Kesukaan Aroma

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015

3,4
3,4
3,3
3,3
3,2
3,2
3,1
3,1
3,0
3,0
2,9

3.33
3.30 3.30

3.27
3.20

3.20
3.17

3.13

50°C

3.07

60°C
70°C

2 jam

4 jam
6 jam
Lama Hidrolisis

Gambar 9. Grafik Rerata Skor Kesukaan Aroma Sari Edamame Akibat Perlakuan Suhu dan
Lama Hidrolisis dengan Enzim Papain
Gambar 9 menunjukkan bahwa rerata skor kesukaan aroma tertinggi terdapat pada sari
edamame dengan perlakuan hidrolisis dengan enzim papain pada suhu 60ºC selama 4 jam,
sedangkan rerata skor kesukaan aroma terendah terdapat pada sari edamame dengan
perlakuan hidrolisis suhu 60°C selama 2 jam. Analisis data menunjukkan bahwa perlakuan suhu
dan lama hidrolisis oleh enzim papain tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat
kesukaan panelis terhadap aroma sari edamame.

Skala Kesukaan Rasa

3.3 Rasa
Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sari edamame akibat pengaruh suhu
dan lama hidrolisis dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 10.
4,1
4,0
3,9
3,8
3,7
3,6
3,5
3,4
3,3
3,2
3,1
3,0

4.03
3.90
3.70

3.77

3.70

3.43

3.50 3.47

50°C
3.40

60°C
70°C

2 jam

4 jam
Lama Hidrolisis

6 jam

Gambar 10. Grafik Rerata Skor Kesukaan Rasa Sari Edamame Akibat Perlakuan Suhu dan
Lama Hidrolisis dengan Enzim Papain
Gambar 10 menunjukkan bahwa rerata skor kesukaan rasa tertinggi terdapat pada sari
edamame dengan perlakuan hidrolisis dengan enzim papain pada suhu 60ºC selama 2 jam,
sedangkan rerata skor kesukaan rasa terendah terdapat pada sari edamame dengan perlakuan
hidrolisis suhu 70°C selama 6 jam. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan
lama hidrolisis oleh enzim papain tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa sari edamame.

1023

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015

Skala Kesukaan
Kenampakan

3.4 Kenampakan
Rerata skor tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan sari edamame akibat
pengaruh suhu dan lama hidrolisis dengan enzim papain dapat dilihat pada Gambar 11.
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

3.77
3.473.43

4.07
3.70
3.47

3.77

3.60
3.33

50°C

60°C
70°C
2 jam

4 jam
6 jam
Lama Hidrolisis

Gambar 11. Grafik Rerata Skor Kesukaan Kenampakan Sari Edamame Akibat Perlakuan
Suhu dan Lama Hidrolisis dengan Enzim Papain
Gambar 11 menunjukkan bahwa rerata skor kesukaan kenampakan tertinggi terdapat
pada sari edamame dengan perlakuan hidrolisis dengan enzim papain pada suhu 60ºC selama
2 jam, sedangkan rerata skor kesukaan kenampakan terendah terdapat pada sari edamame
dengan perlakuan hidrolisis suhu 70°C selama 6 jam. Kenampakan merupakan salah satu
faktor penentu kualitas produk minuman. Konsumen akan cenderung menyukai produk
minuman dengan kenampakan yang bersih, homogen, serta emulsi yang stabil dimana tidak
terjadi pengendapan zat terlarut dalam larutan dan tidak terjadi pemisahan [19]. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan lama hidrolisis oleh enzim papain tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan sari
edamame
SIMPULAN
Perlakuan suhu dan lama hidrolisis enzim papain memberikan pengaruh nyata (α=0.05)
terhadap kadar protein terlarut, kadar N-amino, viskositas, derajat kecerahan, kemerahan dan
kekuningan sari edamame. pH sari edamame hanya dipengaruhi oleh perlakuan lama
hidrolisis saja, sedangkan suhu hidrolisis yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pH. Perlakuan suhu dan lama hidrolisis enzim papain juga memberikan pengaruh
nyata (α=0.05) terhadap hasil uji organoleptik warna, namun tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap hasil uji organoleptik aroma, rasa dan kenampakan. Perlakuan terbaik fisik dan kimia
diperoleh pada perlakuan suhu hidrolisis 60°C selama 2 jam, dengan hasil analisis yaitu kadar
protein terlarut 8.269%; kadar N-amino 0,12%; pH 6.717; viskositas 7.33; derajat kecerahan (L*)
48.6; kemerahan (a+) 8.93; dan kekuningan (b+) 12.67, sedangkan perlakuan terbaik secara
organoleptik diperoleh pada perlakuan suhu hidrolisis 50°C selama 4 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1) Uebersax, Mark A. and S. Ruengsackulrack. 1982. Utilization of Dry Field Beans, Peas and
Lentils. Dalam Applewhite, T. H. 1989. Proceedings of the World Congress on Vegetable
Protein Utilization in Human. American Oil Chemists’ Society. USA.
1024

Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Sari Edamame – Anggraini, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1015-1025, Juli 2015
2) Kristantina, M. 2010. Karakteristik Fisik Kimia Hidrolisat Protein Kacang Merah (Phaseolus
vulgaris L.) Menggunakan Enzim Papain. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
3) Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
4) Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.
5) Sudarmadji S, B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Pangan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
6) Yuwono, S.S., dan Tri Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
7) Watts, B.M., Ylimaki, G.C., Jeffery, L.E. and Elias, L.G. (1989). Sensory Tests. Description
and Application. International Development Research Congress, Canada.p 54- 86.
8) Nielsen, P. M. 1997. Food Proteins and Their Applications. Marcel Dekker, Inc. New York.
9) Rising, M, M. 1930. The Biuret Reaction. Dalam Amalia,A dan Refdinal N. 2010. Amobilisasi
Bromelin dengan Menggunakan Kitosan sebagai Matriks Pendukung. Prosiding Kimia
FMIPA. Institus Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
10) Kilinc, A., S. Onal and A.Telefoncu. 2002. Stabilization of Papain by Modofication with
Chitosan. Ege University. Turkey.
11) Nelson, D.L. and M. M. Cox. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry-Third Edition.
Worth Publishers. New York.
12) Kilara, A. and V. R. Harwalkar. 1996. Denaturation. Di dalam: Nakai, S., Modle H. W. Editor.
Food Proteins. VCH. USA.
13) Wirahadikusuma, M. 1985. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Dalam Farikhah, W.
2006. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) Secara Enzimatis Menggunakan Papain dan
Bromelin. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
14) Sudarmadji, S. B., Haryono dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
15) DeMan, J.M., 1999. Principles of Food Chemistry. 3rd. Ed. Aspen Pub. Inc. Gaithersbury,
Maryland.
16) Nielsen, S. 2010. Food Analysis. Fourth Edition. USA: Springer.
17) Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB
Bogor.
18) Rao, R. R. and K.R. Fasad. 2003. Effects of Velocity- Slip and Viscosity variation on Journal
Bearings. Vol 46. Hal 143-152. India
19) Widiatmoko, M.C. dan A.J. Hartomo. 1992. Emulsi dan Pangan Instan. Andi Offset.
Yogyakarta.
20) Avena-Bustillos R.J., C.W. Olsen, D.A. Olson, B. Chiou, E. Yee, P.J. Bechtel, and L.H.
McHugh. 2006. Water vapor permeability of mamalian and fish gelatin films. J. Food Sci. 71
(4):202-207.
21) Giese, J. 1994. Proteins as Ingredients: Types, Functions, Applications. Food Tech.
22) Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
23) Masuda, R. 1991. Quality Requirement and Improvement of Vegetable Soybean Research.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNABK804.pdf. Diakses 25 November 2013.
24) Apandi, M, 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni Bandung.

1025