PERAN SINERGITAS ORANGTUA SEKOLAH DALAM

PERAN SINERGITAS ORANGTUA-SEKOLAH
DALAM MEMODERASI IMPLEMENTASI
MANAJEMEN PENJAMINAN MUTU
INTERNAL, DAN IMPLEMENTASI KONSEP
SIT (SEKOLAH ISLAM TERPADU) PADA
PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAMI SISWA
DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU

PROPOSAL
TESIS

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan

Oleh
NOVA MEGA PERSDA
0102515022

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2015

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal tesis dengan judul “Peran Sinergitas Orangtua-Sekolah dalam
Memoderasi Implementasi Penjaminan Mutu Internal Sekolah dan Implementasi
Konsep Sekolah Islam Terpadu Terhadap Pembentukan Karakter islami pada
Sekolah Dasar Islam terpadu”, Karya :
Nama

: Nova Mega Persada

NIM

: 0102515022

Program Studi

: Manajemen Pendidikan

Telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Seminar Proposal Tesis.

Semarang, 9 Januari 2016
Pembimbing I

Pembimbing II

(__________________)

(___________________)

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 2

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1.2 Orisinilitas Penelitian
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian
2. Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Penelitian
2.1 Kajian Teori Dasar (Grand Theory)
2.2 Kajian Variabel Penelitian
2.3 Kajian Penelitian Terdahulu
2.4 Kerangka Berfikir dan Model Penelitian Empiris
2.5 Hipotesis Penelitian
3. Metode Penelitian
3.1 Desain Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3 Vriabel Penelitian
3.4 Teknik Pengambilan Data & Uji Instrumen
3.5 Teknik Analisis Data
Daft5ar Pustaka
Lampiran


Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 3

DAFTAR TABEL

Tabel 3.4

Instrumen Pengumpul Data

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peran Teori Kognisi Sosial menjelaskan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen
Gambar 2.2 Komponen Karakter yang baik
Gambar 2.3 Proses Plan-Do-Check-Action (PDCA) dalam penjaminan mutu

Gambar 2.4 Kerangka Berfikir (Model Penelitian Empiris)

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 5

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH PENELITIAN
Dalam membangun generasi pemimpin masa depan, pemilik peradaban,
pendidikanlah yang menjadi ujung tombak yang akan membentuknya. Pendidikan
yang mereka lalui saat ini yang akan mengasah kemampuannya, akan
mempertajam

daya

pikirnya,

akan


melejitkan

kreativitasnya

dan

akan

membimbing emosionalnya. Sebagaimana teori kecerdasan majemuk yang
dicetuskan oleh Dr. Howard Gardner, keberhasilan sesorang tidak hanya diperoleh
melalui kecerdasan intelektualnya saja tetapi ada banyak kecerdasan lain, dimana
masing-masing individu memiliki kecenderungan pada kecerdasan yang berbeda.
Dari semua kecerdasan tersebut ada hal yang paling mendasar yang akan menjadi
pijakan dan pondasi bagi keselarasan kehidupan sesorang, yaitu bagaimana
seseorang mampu beradaptasi dan diterima oleh lingkungannya dimanapun
mereka berada, hal yang dapat membimbingnya selalu melalui jalan kebenaran,
sejalan dengan keyakinan dan norma yang dianutnya serta dianut masyarakat
beradab, hal tersebut adalah Karakter positif.
Karakter seseorang dapat menjadi petunjuk jalan bagi orang tersebut untuk
membedakan perbuatan benar dan perbuatan salah. Karakter juga dapat melandasi

seluruh pengetahuan yang ia miliki menjadi bermanfaat bagi sesama. Bagi
seorang muslim, terdapat beberapa muasshofat/ sifat dasar yang harus dimilikinya
untuk dapat disebut sebagai muslim sejati, berkaitan dengan karakter, sifat yang
berhubungan dengannya adalah Matinul Khuluq/ akhlaq yang kokoh. Akhlaq
seorang muslim dapat terlihat dari perkataan, perbuatan dan paradigma
berfikirnya, dimana lingkungan disekitarnya akan merasa aman dengan
keberadaannya, tidak merasa terganggu dengan lidahnya, dan tidak pula merasa
terganggu dengan tingkah lakunya.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 6

Muhammad Alwi (2014:34)

mengatakan bahwa “karakter dimaknai

sebagai kehidupan berperilaku baik/ penuh kebajikan terhadap pihak lain (Tuhan
Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) serta terdapat diri sendiri”,
selanjutnya beliau menuliskan bahwa “pendidikan karakter dapat dimaknai

sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral dan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baikburuk, memelihara yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati”.
“Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini,
pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi
muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi”. (Lickona, 2013:7),
“Pendidikan karakter merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki degradasi
moralitas atau degradasi karakter generasi muda saai ini dan di masa depan,
khususnya peserta didik di sekolah. Kesadaran mengintegrasikan nilai-nilai
karakter melalui pendidikan, karena pendidikan terbukti menjadi sarana efektif
bagi penanaman tata nilai, budaya, ideologi, dan sebagainya. Pendidikan juga
dipercaya menjadi sarana proses ‘memanusiakan’ manusia, manusia menjadi
insan kamil (manusia utama), dan investasi masa depan”. (Wibowo, 2013:245).
Sungguh disayangkan, generasi muda saat ini mengalami banyak sekali
degradasi moral dan berperilaku yang tidak sepatutnya, mereka kehilangan
karakter baiknya dan menjelma menjadi generasi yang ‘sakit’ dan ‘rusak’.
Perkembangannya dari tahun ke tahun terus menunjukkan kerusakan moral yang
kian bertambah dan semakin parah. Dan yang lebih memperihatinkan adalah
kerusakan itu dari tahun ke tahun melibatkan usia yang semakin muda. Maraknya
perkelahian antar pelajar seperti tawuran, geng motor, perilaku bully di sekolah,

pergaulan sosial yang melenceng, seks bebas, pelecehan seksual, penyimpangan
seksual, mereka tidak lagi menganggap orang tua dan guru sebagai sosok yang
dihormati, berperilaku seenaknya, tidak sopan bahkan seperti memusuhi dan
melecehkan. Kasus demi kasus perilaku menyimpang pelajar diberitakan di

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 7

berbagai media, seperti televisi, koran, dan media sosial, memperlihatkan hal yang
sangat ironis terjadi di kalangan generasi muda Indonesia.
Menurut KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas
pengaduan masyarakat, dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat 369
pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan
di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. (Republika, Rabu 15 Oktober 2014,
dalam www. Kpai.go.id/berita/kasus bullying). KPAI juga melaporkan bahwa data
BNN 2010 menyebutkan, pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang. Rinciannya
generasi muda dan usia produktif adalah pengguna narkoba terbanyak. Mereka
terdiri dari mahasiswa dan pelajar berjumlah 921.695. Komisi perlindingan anak
memperkirakan 21 juta anak Indonesia menjadi perokok dan meningkat setiap

tahunnya. Kini usia Prevalensi anak merokok bergeser hingga usia tujuh tahun.
(www.kpai.go.id/artikel/peta-permasalahan-perlindungan-anak-di-iindonesia/).
Di Samping itu, tidak kalah mencengangkan yakni hasil-hasil penelitian
yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah hati terhadap anak Indonesia
diantaranya adalah catatannya mengenai pornografi pada anak, sekitar 67% dari
2.818 siswa SD kelas 4-6 sudah pernah mengakses pornografi, menurut Elly
Risman, S.Psi direktur Yayasan kita dan buah hati “ padahal efeknya dapat
merusak

otak

dan

otomatis

menghancurkan

masa

depan


mereka”.

(http://majalah.hidayatullah.com/2010/08/).
Bila dicermati dari perkembangan lingkungan saat ini banyak terjadi
pergeseran nilai dan norma serta budaya yang ada, karena pemegang peradaban
kini adalah dunia barat maka mau tidak mau segala aspek kehidupan masyarakat
sangat terpengaruh oleh liberalisasi barat, baik pengaruh positif maupun negatif.
Salah satu bentuk pengaruh negatifnya adalah dikalangan pelajar dan pemuda,
seseorang dikatakan modern apabila gaya hidupnya sudah kebarat-baratan,
disinilah perubahan perilaku pergaulan, serta tata nilai bermasyarakat terbentuk,
banyak hal-hal tabu yang kemudian menjadi biasa, seperti pacaran hinggga seks
bebas, merokok, minum minuman keras, perilaku kasar, sikap individualisme,

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 8

mengambil hak orang lain secara paksa, menyampaikan pendapat dengan cara
yang anarkis dan lain sebagainya.
Dari paparan di atas menunjukkan ada sesuatu yang hilang dan terkikis
dari diri seseorang yaitu karakter baik, sesuatu yang menggerakkan mekanisme
tubuh dan cara berfikir dari dalam diri yang mampu membedakan perbuatan baik
dan perbuatan buruk, karena sesungguhnya sangatlah tidak berarti pengetahuan
yang dimiliki sesorang apabila digunakan dengan cara yang salah sehingga dapat
merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan seseorang untuk
mengendalikan

emosinya,

mengubah

cara

pandangnya

dan

membentuk

kepribadiannya secara positif sangatlah diperlukan.
Dalam hal ini institusi pendidikan memiliki peran kunci yang dominan
dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan pengaplikasian tentang
karakter positif, sepatutnya sekolah bukan hanya tempat untuk mentransfer ilmu
pengetahuan semata, tetapi lebih dalam lagi adalah bagaimana sekolah tersebut
membentuk kepribadian yang baik, dimana kepribadian tersebut mengakar jauh
dan kuat dalam jiwa seseorang sehingga apapun aktivitas dan perbuatannya akan
mencerminkan kedalaman dan kekuatan kepribadian tersebut dan menjelma
menjadi sebuah kebiasaan baik atau positive habitual.
Penanaman karakter yang terbaik adalah di usia yang masih sangat muda,
semakin muda maka akan semakin mudah masuk ke dalam alam bawah sadar
seseorang dan tersimpan permanen dalam otaknya, oleh karena itu pendidikan di
usia dini lebih efektif dalam membentuk fondasi sikap serta kepribadian
seseorang. Dengan menekankan pembentukan karakter positif dalam pendidikan
di usia dini, akan memberikan harapan yang besar dalam mengurangi kerusakan
akhlak pada generasi muda mendatang. Menurut Lickona, karakter yang baik
terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan
melakukan hal yang baik-kebiasaan dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati, dan
kebiasaan dalam tindakan. Dengan terbentuknya karakter positif dalam diri
seseorang maka diharapkan akan tercipta generasi yang sehat secara mental dan

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 9

jiwanya, serta menciptakan lingkungan yang penuh energi positif yang akan
memberikan motivasi positif pula, demi kesuksesan dan keharmonisan seseorang
dengan lingkungannya.
Untuk mengetahui determinan apasaja yang dapat mempengaruhi
pembentukan karakter ada pendapat yang bisa menjadi pertimbangan diantaranya
adalah Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan ada beberapa faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang yaitu 1). Faktor keturunan,
2). Pengalaman masa kanak-kanak, 3). Pemodelan oleh orang dewasa atau orang
yang lebih tua, 4) Pengaruh lingkungan sebaya, 5) Lingkungan fisik dan sosial, 6)
Subtansi materi di sekolah atau lembaga pendidikan lain, 7) Media massa.
(http//www.Membumikan-pendidikan.blogspot.com/2014/10)
Dari pendapat Campbell dan R. Obligasi diatas, penulis mencoba untuk
mengambil determinan yang ke 6 yaitu substansi materi di sekolah atau lembaga
pendidikan lain, tetapi lebih kepada bagaimana sekolah tersebut dapat menjamin
kualitas pendidikan yang disampaikannya. Sebuah sekolah akan memberikan
pendidikan terbaik bagi siswa-siswinya, materi, metode, sarana prasarana, serta
pendidik dan tenaga kependidikannya harus sejalan dengan visi, misi dan tujuan
yang dicanangkan sekolah tersebut, untuk menjamin hal tersebut maka sekolah
harus memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana maka harus
ada sebuah sistem yang dapat memberikan standarisasi operasional sekolah, di
lembaga-lembaga pendidikan sistem tersebut dikenal dengan penjaminan mutu
internal yang merupakan bagian dari total quality management. Salah satu tujuan
diadakannya penjaminan mutu internal adalah terbentuknya karakter positif siswa.
Dalam riset terdahulu yang dilakukan oleh Sulistyowati (2015), Manajemen
Penjaminan Mutu Internal dalam Pendidikan Karakter di SDIT Al Uswah
Surabaya dan SDIT Insan Permata Malang, mengatakan bahwa “penjaminan mutu
pendidikan (quality assurance) merupakan salah satu bagian dari manajemen
mutu terpadu pendidikan. Penjaminan mutu dalam pendidikan karakter
dimaksudkan agar layanan pendidikan yang diberikan sekolah sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan sehingga menghasilkan profil karakter siswa yang

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 10

sesuai dengan standar sekolah”. Sedangkan penjaminan mutu sendiri memiliki
pengertian sebagai berikut “Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik
dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk
menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan”. (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan, pasal 1 ayat 2).
Dalam riset yang dilakukan oleh Harli Trisdiono (2015) yaitu untuk
mengetahui keefektifan dan dampak (effect size) diklat capacity building audit
mutu internal tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta yang diselenggarakan oleh
LPMP D.I. Yogyakarta tahun 2015, didapatkan hasil bahwa “Diklat capacity
building

audit

mutu

internal

tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta yang

diselenggarakan oleh LPMP D.I. Yogyakarta tahun 2015 memiliki dampak yang
besar yang ditunjukkan dari nilai effect size sebesar 0,80, artinya diklat tersebut
mempunyai
keterampilan

efek

yang

besar

terhadap

perubahan

pengetahuan

dan

peserta, diharapkan pula akan terbentuk karakter positif dalam

peningkatan kualitas kinerjanya”. Riset lainnya mengatakan

bahwa “sekolah

telah berperan dalam pembentukan karakter religius siswa, dengan pemberian
bekal yang baik yang di ajarkan oleh guru seperti menanamkan nilai-nilai Islam
dalam proses pembelajaran, memberi pengetahuan yang cukup di bidang
pengetahuan umum maupun dalam pengetahuan teknologi.” (Agustina, Suntoro,
dan Nurmalisa, 2013). Riset Agustinova (2012) dalam tesisnya mengatakan
bahwa “budaya sekolah yang bermutu mendukung pelaksanaan penanaman
karakter pada siswa, dengan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran
yang bisa mengaktifkan peserta didik, mempermudah proses penanaman nilainilai karakter”. Riset Flurentin (2014), faktor self Awareness juga mempengaruhi
pembentukan karakter siswa, selain itu, riset Juono (2014), konsep sekolah islam
terpadu (integratif) dapat membentuk karakter positif pada siswa.
Dari beberapa riset mengenai pembentukan karakter yang telah ada dan
dilakukan oleh para peneliti, ditemukan adanya research gap, dimana

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 11

pengaruhnya masih terlihat fruktuatif, kadang dapat menguat dan kadang juga
lemah, hasil yang ditemukan oleh Agustina, Suntoro dan Nurmalisa (2013) dari
perhitungan dengan menggunakan rumus persentase maka hasil

penelitian

dikategorikan sangat berperan sehingga dari hasil pengujian tersebut dapat
diketahui bahwa terdapat peran yang sangat kuat dan signifikan antara Peran
Sekolah Islam terpadu dalam pembentukan karakter religius siswa. Pada riset
Agustinova (2013), terdapat hambatan pada implementasi konsep SIT pada
pembentukan karakter yaitu pendidik kurang bisa memahami karakteristik
masing-masing siswa dan kurangnya partisipasi aktif orang tua dalam proses
penanaman karakter, sedangkan Sulistiyowati (2015), pengendalian standar mutu
dalam pendidikan karakter untuk memperbaiki faktor penyebab standar mutu
dalam pendidikan karakter tidak tercapai, dan memberikan saran agar kepala
sekolah sebaiknya meningkatkan komunikasi dengan orang tua dalam pengasuhan
karakter siswa.
Dengan adanya kesenjangan penelitian yang telah ada sebelumnya
mengenai pembentukan karakter maka penulis memberikan alternatif baru yang
dapat menjadi penguat positif dalam penanaman karakter anak,berupa hipotesis
dengan menghadirkan variabel moderating yaitu sinergitas orang tua-sekolah.
Dengan adanya sinergitas antara orang tua dengan sekolah diharapkan akan
memberikan dampak yang signifikan. Fenomena banyaknya bermunculan
sekolah-sekolah dengan metode baru, seperti sekolah berdasarkan MIR (Multiple
Intellegence Research), homeschooling, sekolah alam, sekolah sains, dan lain
sebagainya yang mencoba memberikan pendidikan yang optimal untuk
membentuk karakter positif anak, belum mampu sepenuhnya untuk membentuk
karakter secara permanen karena pendidikan di sekolah yang ia terima belum
tentu sinkron dengan pendidikan yang diberikan oleh orang tua di rumah serta
pendidikan yang diteladankan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun peneliti
mencoba menemukan benang merah antara pendidikan di sekolah dengan di
rumah melalui sinergitas orang tua dan sekolah.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 12

Lickona

(2013),

mengatakan

bahwa

“meskipun

sekolah

mampu

meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka ada di sekolah,
kemudian

bukti-bukti

yang

ada

menunjukkan

bahwa

sekolah

mampu

melaksanakan hal tersebut, sikap baik yang dimiliki oleh anak-anak tersebut
perlahan akan menghilang jika nilai-nilai yang diajarkan disekolah tersebut tidak
mendapatkan dukungan dari lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah
dan keluarga harusnya seiring dalam menyikapi masalah yang mncul. Dengan
adanya kerjasama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya dapat
dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang manusia dan untuk
meningkatkan kehidupan sosial di negara ini”. Sumarsono (2015), dalam risetnya
menulis, “Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah,
orang tua, dan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua dan guru adalah
mitra yang perlu bergandengan tangan saat menuntun tumbuh kembang
peserta didik”. “The research literature is unequivocal in showing that parental
involvement makes a significant difference to educational achievement”. (Bull,
Brooking, and Campbell : New Zealand Council for Educational Research, 2008).
Oleh karena itu, faktor sinergitas orang tua-sekolah menjadi sangat penting untuk
dapat memoderasi proses pembentukan karakter islami siswa.
Dari seluruh bahasan mengenai fenomena, research gap, serta riset-riset
yang telah ada sebelumnya yang melatarbelakangi penelitian ini, serta dengan
memperhatikan variabel determinan dalam pembentukan karakter islami siswa
maka riset ini akan menguji implementasi penjaminan mutu internal dan
implementasi konsep sekolah islam terpadu terhadap pembentukan karakter islami
siswa dengan sinergitas orang tua-sekolah yang memoderasinya. Apakah dapat
dibuktikan bahwa sinergitas orang tua-sekolah akan mampu menjadi variabel
moderating yang akan memperkuat peran implementasi penjaminan mutu internal
terhadap karakter islami siswa dan implementasi konsep sekolah islam terpadu
terhadap

pembentukan

karakter

islami

siswa?

Demikianlah

hal

yang

melatarbelakangi dilakukannya riset ini.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 13

1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Dari seluruh paparan diatas, untuk lebih memperjelas arah penelitian ini
maka dapat dituangkan dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah secara signifikan implementasi manajemen penjaminan mutu
internal berpengaruh terhadap pembentukan karakter islami siswa?
2. Apakah segara signifikan implementasi konsep sekolah islam terpadu
berpengaruh terhadap pembentukan karakter islami siswa?
3. Apakah secara signifikan Sinergitas orangtua-sekolah berpengaruh
terhadap implementasi manajemen penjaminan mutu internal?
4. Apakah secara signifikan Sinergitas orangtua-sekolah berpengaruh
terhadap implementasi konsep sekolah islam terpadu?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh implementasi manajemen penjaminan
mutu internal terhadap pembentukan karakter islami siswa
2. Untuk menganalisis pengaruh implementasi konsep sekolah islam
terpadu terhadap pembentukan karakter islami siswa
3. Untuk menganalisis peran Sinergitas orangtua-sekolah terhadap
implementasi manajemen penjaminan mutu internal
4. Untuk menganalisis peran Sinergitas orangtua-sekolah terhadap
implementasi konsep sekolah islam terpadu
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Dilakukannya penelitian ini adalah atas dasar mencari nilai kebaikan dan
kemanfaatan yang akan memberikan jalan ataupun alternatif pilihan untuk dapat
membenahi dan memperbaiki sistem pembentukan karakter yang telah ada saat
ini, selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Verifikasi Teori
Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat untuk
menjadi alat pembuktian (Verification) berlaku atau tidaknya teori
yang digunakan oleh peneliti, dalam hal ini peneliti membuktikan
bahwa teori kognisi sosial dalam mendasari pembentukan karakter
siswa,

dan

implementasi

dengan

mengemukakan

manajemen

penjaminan

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

determinannya
mutu

internal

yaitu
dan

Page 14

implementasi konsep sekolah islam terpadu yang memberikan
pengaruh terhadap pembentukan karakter tersebut.
b. Pengembangan Teori
Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan
pengembangan

teori,

yaitu

dengan

menghadirkan

variabel

moderating berupa adanya peran sinergitas orangtua-sekolah yang
dapat memperkuat pengaruh variabel-variabel independen terhadap
dependennya, bahwa dengan hadirnya variabel moderating maka
proses pembentukan karakter siswa akan jauh lebih efektif dan
memberikan pengaruh yang signifikan.
2. Manfaat Praktis
a. Perbaikan Kinerja
Peneliti mengharapkan bahwa dengan adanya penelitian ini dapat
memberikan

sumbangsih

pada

adanya

perbaikan

kinerja

manajemen dalam hal ini adalah sekolah, hasil dari penelitian ini
dapat menjadi acuan dalam menerapkan pembentukan karakter
islami pada siswa secara lebih efektif.
b. Perbaikan strategi
Peneliti mencoba memberikan sebuah strategi baru dalam
menerapkan pembentukan karakter islami siswa di sekolah, agar
sekolah dapat menyusun strategi atau teknik serta prosedur
pelaksanaan pembentukan karakter yang lebih komprehensif.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 15

BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1

Kajian Teori Dasar (Grand Theory)

2.1.1

Teori Kognisi Sosial Albert Bandura
Dalam sebuah hadist Rasulullah Muhammad SAW, beliau bersabda

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang
menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Bukhari), hadits
tersebut mengatakan bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan tempat dimana ia tinggal, sedangkan dalam Al Qur’an surat Ar Rum
(30):30, Allah berfirman “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia
menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (itulah) agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Dari ayat tersebut
dapat dipahami bahwa, manusia lahir ke dunia telah membawa sifat-sifat positif
(Fitrah), hal ini menjadi dasar teori pembentukan karakter manusia dalam islam
yaitu manusia dilahirkan telah membawa sifat positif dan kemudian lingkungan
akan memberikan peranan lebih dominan dalam pembentukannya.
Teori Fitrah, bahwa manusia lahir dalam keadaan fitrah, fitrah artinya suci,
atau manusia lahir telah membawa sifat-sifat positif yang dikemudian hari akan
berinteraksi dengan lingkungannya sehingga sifat-sifat tersebut dapat berubah,
baik perubahan itu menuju kepada sifat yang lebih positif ataupun kearah yang
negatif, semua itu tergantung bagaimana lingkungan disekitarnya dapat
mempengaruhinya ataupun bagaimana dirinya dapat berinteraksi dengan
lingkungan tersebut. Dalam dunia pengetahuan modern yang berkiblat ke Barat,
beberapa peneliti mencetuskan teori tentang pembentukan karakter ada yang
sejalan dengan teori fitrah dalam islam, yaitu dikenal sebagai Teori Konvergensi,
Konvergensi artinya pertemuan. Pelopor aliran ini adalah William Stern seorang

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 16

ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Teori ini mengatakan bahwa seseorang
terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan
pembawaan yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan
tersebut. Dengan demikian paham/ aliran teori ini menggabungkan antara
pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak mendapatkan
pengalaman. William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya
pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang
menuju satu titik pertemuan. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan sebutan
konvergensi (memusat ke satu titik). Menurut teori konvergensi hasil pendidikan
anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Diakui
bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun
pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh
lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik
adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak sehingga
kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa, dan
bangsanya.

(http://muhammad-win-afgani.blogspot.co.id/2010/01/tiga-teori-yang-

melandasi-pendidikan.html).

Dari teori tersebut peneliti lebih spesifik lagi memilih teori dasar dalam
penelitian ini merupakan turunan dari teori konvergensi yang sekilas telah
dijelaskan, yaitu teori kognisi sosial

yang ditemukan oleh Albert Bandura,

teorinya mendeskripsikan manusia sebagai organisme yang dinamis dalam
memproses informasi dan sebagai organisme sosial, kebanyakan proses belajar
manusia biasanya melibatkan orang lain dalam setting sosial.(Hargenhahn &
Olson, 383, 2014). Bandura mengatakan bahwa pikiran manusia adalah generatif,
kreatif, proaktif, dan reflektif, tidak sekedar reaktif... bagaimana cara orang
bertindak sebagai pemikir atas pikiran yang mempegaruhi tindakan mereka? Apa
pikiran ke depan, perencanaan proaktif, aspirasi, penilaian diri, dan reflesi diri?
Bagaimana itu semua diperoleh? (Bandura dalam Hargenhahn & Olson, 384,
2014). Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru
dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh
Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 17

Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan
pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura (Bandura,
1962) juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar
meniru (imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura telah
mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral
yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. (Hargenhahn & Olson,
2014, 382).
Dalam pembentukan perilaku seseorang menurut Bandura dalam teori
agen manusia memiliki ciri utama :
Pertama, agen anusia dicirikan oleh intentionality (intensionalitas) yangn
didefinisakan Bandura (2001) sebagai “representasi arah tindakan yang akan
dilakukan di masa depan“ (h.6). Dengan kata lain intensionalitas melibatkan arah
perencanaan tindakan untuk tujuan tertentu. Jadi seseorang yang ingin belajar
main golf atau piano akan membuat rencana untuk mengikuti kursus, berlatih
setiap minggu, berlangganan majalah yang relevan, dan sebagainya. Tetapi,
rencana itu sendiri tidak menjamin individu akan bisa menguasai keterampilan itu;
ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai rencana.
Kedua, agan manusia ciririkan oleh forethrought (pemikiran ke depan), yang
didefinisikan sebagai antisipasi atau perkiraan konsekuensi dari niat kita.
Orientasi ke masa depan ini memandu perilaku kita ke arah akuisisi hasil positif
yang menjauhkan diri dari hasil negatif, dan karenanya bertindak sebagai fungsi
motivasi. Calon pegolf memperkirakan agan mengikuti liga golf, mendapat teman
baru dan kursus golf, bermain di turnamen amatir, dan sebagainya. Repreentasi
kognitif dari tujuan itulah yang akan memberikan motivasi dan pedoman serta
tunduk pada regulasi-diri berdasarkan anggapan kecakapan diri, keyakinan, dan
standar moral. Dalam contoh pegolf di atas, ia tidak membanyangkan dirinya akan
bermain curang, atau menjadi pegolf proifesional tingkat dunia.
Ketiga, agen manusia dicirikan oleh self-reactiveness (kereaktifan-diri), yang
menghubungkan pikiran dengan tindakan. Bandura (2001) menulis bahwa orang

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 18

‘melakukan hal-hal yang membuat mereka pua, rasa bangga, dan bermartabat, dan
tak mau berbuat sesuatu yang menimbulkan kekecewaan, merendahkan diri, dan
mempermalukan diri” (h.8). Ciri ini berfungsi memandu pelaksanaan perilaku
aktual.
Terakhir, agen manusia dicirikan oleh self-reflectivenees (kereflektifan diri),
kemampuan metakognisi untuk merenungkan arah, konsekuensi, dan makna dari
rencana dan tindakan kita. (Hargenhahn & Olson, 2014:384-385)
Teori Bandura ini memberikan dasar yang jelas mengenai bagaimana
perilaku seseoranng terbentuk, yang apabila terus menerus dilakukan maka akan
terbentuklah pengetahuan sebagai karakter.
Lingkungan (Pengalaman langsung atau observasi tak langsung)

Penjaminan Mutu Internal Sekolah

Teori Kognitif Sosial (Albert Bandura)
Karakter Islami Siswa

Sinergitas Orang tua-Sekolah

tak langsung seperti observasi yang dilakukan seseorang pada lingkungannya akan membentuk pengetahua
Konsep Sekolah Islam Terpadu

Gambar 2.1
Peran Teori Kognisi Sosial menjelaskan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen
2.1.2

Teori Pendidikan Islam Ibnu Khaldun
Teori Pendidikan Islam Ibnu Khaldun, beliau mengatakan belajar harus

melibatkan rasa, cipta, dan karsa secara serempak. Pandangan ini juga berwujud
tidak adanya pemilahan antara ilmu-ilmu teoritis dan praktis.
Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Pandangan itu
Page 19

nampak jelas, ketika Ibnu Khaldun menjelaskan pencapaian malakah dalam
proses belajar. Malakah yang terbentuk dalam proses belajar, atau melalui latihan
keterampilan dari suatu industri tidak lain adalah buah dari suatu aktivitas
intelektual di dalam suatu waktu.

Pandangan demikian sejalan dengan teori

mutakhir pendidikan modern, yang mengatakan, bahwa belajar harus melibatkan
akal dan fisik secara serempak. Belajar tidak akan benar dan sempurna jika hal itu
tidak terjadi. Teori ini mendasari bahwa metode mengajar yang baik adalah
metode yang dapat memfasilitasi seluruh cara belajar anak yatu adapat melibatkan
fisik, akal dan jiwa anak didik, apabila hal tersebut dapat terpenuhi maka proses
pembentukan karakter islami akan dapt terlaksana dengan baik.
2.1.3

Teori Interaksi Sosial George Simmel
Teori Interaksi Sosial milik George Simmel, Simmel memandang bahwa

interaksi itu memiliki peran yang penting dalam kehidupan. Menurut
Pandangannya, masyarakat dapat terbentuk karena adanya interaksi, bukan adanya
kelompok orang yang hanya diam. Menurut Simmel dalam interaksi tidak
memementingkan berapa jumlah orang yang berinteraksi, yang penting adalah
adanya interaksi. Jadi, melalui interaksi timbal balik, dimana individu saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, maka masyarakat itu akan muncul.
Dalam teori ini Simmel berpendapat bahwa “Meningkatnya ukuran kelompok
atau masyarakat akan meningkatkan kebebasan individu. Jadi kelompok atau
masyarakat kecil cenderung mengontrol individu sepenuhnya. Namun, pada
masyarakat yang lebih luas, individu cenderung terlibat dalam sejumlah kelompok
yang masing-masing hanya mengontrol sebagian kecil dari keseluruhan
kepribadian”. Yang menjadi sorotan kita disini adalah pada masyarakat yang lebih
luas, individu cenderung terlibat dalam sejumlah kelompok yang masing-masing
hanya mengontrol sebagian kecil dari keseluruhan kepribadian.
Apabila diaplikasikan dalam dunia pendidikan teori ini diimplementasikan
dengan bagaimana interaksi yang terjadi dalam sebuah sekolah dimana ada
kelompokkelompok yang berbeda yaitu sekolah sebagai institusi pelaku pendidik,

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 20

orang tua sebagai mitra sekolah dan siswa sebagai sasaran pendidikan dimana
seluruh elemen itu harus dapat sinergis demi tercapainya tujuan bersama yaitu
terbentuknya perilaku islami anak.
2.2
2.2.1

Kajian Variabel Penelitian
Karakter Islami Siswa
Karakter adalah sebuah perilaku yang menjadi sebuah kebiasaan, dalam

hal ini karakter positif maka setiap tindakan, dan perbuatan positif yang menjadi
kebiasaan pada diri seseorang (habit). Karakter dimaknai sebagai kehidupan
berperilaku baik/penuh kebajikan, terhadap pihak lain (tuhan yang Maha Esa,
manusia, dan alam semesta), serta terhadap diri sendiri. (Alwi, 2014, 34). Thomas
Lickona dalam bukunya Educating for Character (Mendidik untuk Membentuk
Karakter) menulis “Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan
karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang
benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain.” (Lickona, 2013, 80).
Menurut American Dictionary of English Language (2001:2192), karakter
itu didefinisikan sebagai kualitas-kualitas yang teguh dan khusus yang dibangun
dalam kehidupan seseorang, yang menentukan responnya tanpa pengaruh kondisikondisi yang ada. (Wibowo, 2013, 8). Sementara dalam kamus bahasa Indonesia
kata “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak...(Depdiknas,
2008:682 dalam wibowo, 2013,8). Karakter adalah objektivitas yang baik atas
kualitas manusia, baik bagi manusia diketahui atau tidak. Kebaikan-kebaikan
tersebut

ditegaskan

oleh

masyarakat

dan

agama

di

seluruh

dunia.

(Lickona,2012,16).
Secara linguistik oleh Anas Salahuddin & Irwanto Alkrienchiehie
memberikan beberapa pengertian diantaranya:
a. Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, atau watak.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 21

b. Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan.
c. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak.
d. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap
individu untuk hidup dan bekerja sama baik keluarga, masyarakat atau
bangsa. (Setiawan, 2014, 5)
Lickona (2013,84) menggambarkan komponen-komponen karakter yang
baik ke dalam tiga domain yang aling mempengaruhi satu dengan yang lain dalam
cara apapun, seperti dijelaskann dalam diagram berikut :

T
n
d
k
n
M
o
a

i
a
a
r
l

P e
n
g
e
t
a
h
u
a
n
M
o
r a
l

P e
r a
s a
a
n
m
o
r
a
l

Gambar 2.2
Komponen Karakter yang baik

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 22

Sedangkan yang dimaksud dengan karakter islami adalah nilai-nilai
karakter yang bersandar dengan nilai-nilai islam. Dalam agama islam nilai ini
disebut dengan akhlakul karimah atau akhlak yang baik. Adisusilo (2014, 54)
menjelaskan bahwa Akhlak dlah istilah yang berasal dari bahasa Arab yang
artinya sama atau mirip dengan “budi pekerti”

yang berasal dari bahasa

Sansekerta, yang memilliki kedekatan dengan istilah “tata krama”. Akhlak pada
dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan
Tuhan, Allah Penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan
dengan sesama manusia. Inti ajaran akhlak adalah nilai kuat untuk berbuat sesuai
dengan ridha Allah.
Bagi seorang muslim (orang yang beragama Islam), memilik akhlak yang
baik merupalan sebuah keharusan. Menurut Sa’is Hawwa (2003, 1) diantara hal
terpenting yang harus diketahui oleh setiap muslim ialah keseluruhan akhlak
islam. Dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim (2001, 204) akhlak yang baik adalah
menampakkan wajah yang berseri-seri, mengamalkan perbuatan ma’ruf (baik) dan
menahan dari perbuatan buruk (menyakiti orang lain), kemudian beliau
menyebutkan lima pondasi bagi bangunan akhlak, “Husnul khuluq ini dibagun
atas lima dasar, yaitu : ilmu, murah hati, sabar, kebiasaam baik dan islam yang
benar.”
Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian
aqidah (keyakinan), bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan
muamalah), dan bagian akhlak (karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan,
tetapi harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling memengaruhi. Aqidah
merupakan pondasi yang menjadi tumpuan untuk terwujudnya syariah dan akhlak.
Sementara itu, syariah merupakan bentuk bangunan yang hanya bisa terwujud bila
dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada pencapaian akhlak
(karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya
merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syariah yang benar yang
dilandasi oleh pondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syariah, mustahil
akan terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya. (Marzuki, 2015, 4).

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 23

Karakter Islami memiliki 10 indikator yang disebut dengan muwasshofat,
apabila seluruhnya terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki
akhlaqul karimah, antara lain adalah : salimul aqidah (akidah yang lurus),
shahikhul ibadah (ibadah yang benar), matinul khuluq (akhlaq yang kokoh),
qowiyyul jism (fisik yang kuat), mutsaqqoful fikr (intelek dalam berfikir),
Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu), Harishun Ala Waqtihi
(pandai menjaga waktu), Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan),
qodiirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri), Nafi’un
Lighoirihi

(bermanfaat

bagi

orang

lain).

(http://www.pusatalquran.com/2014/05/10-karakter-atau-ciri-khaspribadi).

Karakter seseorang akan melekat sejalan dengan nilai-nilai yang dianut
dan dipahaminya, oleh karena itu sebagai seorang muslim yang menjalankan
ajaran agamanya dengan benar serta memahami dan mempercayai ajarannya
sebagai nilai kebenaran yang dianutnya maka ia memasukkan nilai-nilai tersebut
dan menjadikannya karakter islam yang dapat dilihat secara langsung
penerapannya melalui kata-kata (lisan) dan tindakannya. Seseorang dengan
karakter islam maka segala tutur katanya akan mencerminkan kebaikan, ia tidak
akan melukai dirinya sendiri juga orang lain disekitarnya dengan karta-kata yang
buruk, begitu pula tindakannya, ia tidak akan pernah melakukan tindakan yang
melukai ataupun merugikan bagi dirinya sendiri ataupun orang lain, hal ini
dikarenakan adanya keyakinan yang disebut dengan sikap Ihsan. Ihsan artinya
merasakan keberadaan Allah, apapun yang seseorang lakukan, rasakan dan
katakan akan disaksikan oleh Sang Penciptanya.
Metode pengumpulan data yang akan dilakukan terhadap tingkat
pencapaian pembentukan karakter islami ini akan dilakukan dengan observasi,
wawancara dan kuesioner.
2.2.2 Implementasi Penjaminan Mutu Internal Sekolah

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 24

Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh
satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan
pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat
kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 63 Tahun 2009). Penjaminan mutu adalah seluruh rencana dan
tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993 dalam
http://www.lpmpjateng.go.id/web/index.php/arsip/karya-tulis
ilmiah/817penjaminan-mutu-di-satuan-pendidikan).
Dalam bahan ajar “Focused short course data management training for
targeted provincial quality assurance institutions (LPMP)s staff members”
Sekolah Pasca Sarjana UPI dengan AUSAID tanggal 4 Januari – 14 April 2010,
dijelaskan bahwa penjaminan mutu pendidikan adalah serangkaian proses dan
sistem yang saling berkaitan untu mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan
data tentang kinerja dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, program dan
lembaga pendidikan. Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian
dan prioritas peningkatan, penyediaan data sebagai dasar perencanaan dan
pengambilan keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan mutu
berkelanjutan.
Amat Jaedun dalam makalah seminar nasional benchmarking standar mutu
disajikan Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Hasil Penelitian Penilaian untuk
Peningkatan Mutu Pendidikan, di Hotel Salak, Bogor, Tanggal 26 - 27 Desember
2011 mendefinisikan penjaminan mutu (Quality Assurance) adalah upaya
pengelolaan mutu yang dilakukan oleh pihak internal sekolah, dalam rangka untuk
memberikan jaminan bahwa semua aspek yang terkait dengan layanan pendidikan
yang diberikan oleh suatu lembaga atau satuan pendidikan tertentu dapat
mencapai suatu standar mutu tertentu.
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga kosumen dan pihak lain

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 25

yang berkepentingan memperoleh kepuasan. (Sani, dkk, 2015, 151), masih
menurut sani, dkk (2015, 151-152), Penjaminan mutu (Quality Assurance)
bermanfaat bagi sekolah karena : (1) memperjelas visi, misi dan tujuan sekolah
pada pemangku kepentingan (stakeholders); (2) memungkinkan semua yang
berkepentingan untuk memilihkan sistem yang tepat untuk sekolah; (3)
memperjelas siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas; (4)
memiliki orientasi untuk pencapaian standar yang ditetapkan; (5) tersedia sistem
untuk mengecek apakah proses berjalan sesuai rencana dan (6) ada tindakan
koreksi jika ditemukan kesalahan.
Dari beberapa pengertian penjaminan mutu yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat diambil pengertian secara umum bahwa penjaminan
mutu internal adalah sebuah fungsi dari sistem manajemen mutu yang
memberikan jaminan keterlangsungan sebuah kegiatan agar sesuai dengan standar
mutu dimulai dari input, proses sampai dengan outputnya yang telah ditetapkan
dan mutu tersebut terus menerus diawasi dan ditingkatkan agar dapat memuaskan
semua pihak yang berkepentingan.
Penjaminan mutu (QA) merupakan bagian dalam sistem mutu yang
direncanakan sejak awal (plan), sebagai acuan mutu dalam pelaksanaan (do),
diperiksa kesesuaian antara pelaksanaan dengan syarat yang ditentukan (check)
dan ditingkatkan (act). Rangkaian proses tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a. Plan, yaitu kegiatan penetapan standar, terutama terkait dengan standar
kinerja guru, standar pengalaman belajar, dan standar hasil belajar
peserta didik.Penetapan standar ini tergantung pada penetapan apa
yang digunakan, seperti menggunakan pendekatan standart-based,
kecocokan dengan tujuan (fitness for purpose), standar minimal, atau
standar terbaik.
b. Do, yaitu melaksanakan proses

pendidikan, terutama proses

pembelajaran yang sesuai dengan standar kinerja, untuk menjamin

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 26

pengalaman belajar siswa dengan hasil belajarnya sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
c. Check, yaitu mengevaluasi dengan cara membandingkan pelaksanaan
proses belajar mengajar dengan standar yang telah ditetapkan.
d. Act, yaitu melakukan perbaikan lanjutan berdasarkan hasil evaluasi
pelaksanaan

kinerja.

Peningkatan

standar

dilakukan

setelah

dilaksanakan diskusi terkait dengan pelaksanaan kinerja, antara
supervisor dengan guru yang dievaluasi. (Sani, dkk, 2015, 12)
ACT

CHECK
Kualitas
Pembelaj
aran
PLAN

DO

Gambar 2.3
Proses Plan-Do-Check-Action (PDCA) dalam penjaminan mutu
(Edward Sallis, 2002 dalam Sani, dkk, 2015)

Sani, dkk, (2015,19), mengatakan bahwa penjaminan mutu didasarkan atas
indikator-indikator kinerja yang djadikan acuan dalam penilaian prosesnya
meliputi 4 domain sebagai berikut :

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 27

a. Manajemen

dan

organisasi,

meliputi

aspek

kepemimpinan,

perencanaan dan administrasi, pengelolaan staf, pengelolaan biaya,
sumber daya dan pemeliharaannya, serta evaluasi diri.
b. Pembelajaran, meliputi aspek-aspek kurikulum, pengajaran, proses
belajar siswa, dan penilaian.
c. Dukungan kepada siswa dan etos sekolah, meliputi aspek bimbingan,
pengembangan pribadi dan sosial siswa, dukungan bagi siswa yang
memiliki kebutuhan khusus, hubungan dengan orang tua, masyarakat,
dan iklim sekolah.
d. Prestasi belajar, meliputi aspek-aspek kinerja akademis dan non
akademis.
Cakupan penjaminan mutu

pendidikan

dalam peraturan Menteri

pendidikan nasional Nomor 63 tahun 2009 Tentang Sistem penjaminan mutu
pendidikan Pasal 4 ayat (1) Tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mengacu pada mutu kehidupan
manusia dan bangsa Indonesia yang komprehensif dan seimbang yang mencakup
sekurang-kurangnya:
a. Mutu keimanan, ketakwaan, akhlak, budi pekerti, dan kepribadian;
b. Kompetensi intelektual, estetik, psikomotorik, kinestetik, vokasional,
serta kompetensi
c. Kemanusiaan lainnya sesuai dengan bakat, potensi, dan minat masingmasing;
d. Muatan dan tingkat kecanggihan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang mewarnai dan
e. Memfasilitasi kehidupan;
f. Kreativitas dan inovasi dalam menjalani kehidupan;
g. Tingkat kemandirian serta daya saing, dan
h. Kemampuan untuk menjamin keberlanjutan diri dan lingkungannya.

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 28

Ruang lingkup penjaminan mutu sekolah, meliputi penjaminan mutu
terhadap komponen-komponen sistem pendidikan, yaitu:
(1) Input, baik input peserta didik, guru, tenaga kependidikan maupun sumber
daya yang lain,
(2) proses, baik proses manajemen sekolah (termasuk pengembangan kultur
sekolah) maupun proses pembelajaran dan penilaian,
(3) produk atau hasil, terutama penjaminan terhadap kualitas output yang
dihasilkan oleh sekolah, dan penjaminan mutu sekolah sebagai suatu
sistem secara keseluruhan, dan
(4) Outcomes, terutama penjaminan mutu mengenai relevansi kualitas lulusan
dari suatu satuan pendidikan dengan kebutuhan. (Badan Akreditasi
Sekolah Nasional, 2004)
Dalam penelitian ini, penulis lebih menitikberatkan indikator kinerja
dalam penjaminan mutu berupa daya dukung sekolah atau institusi dalam
memberikan lingkungan dan budaya yang sejalan dengan visi, misi, dan tujuan
institusi terhadap pembentukan karakter siswa meliputi aspek bimbingan,
pengembangan pribadi dan sosial siswa sehingga dapat memenuhi mutu
keimanan, ketakwaan, akhlak, budi pekerti, dan kepribadian yang tercantum
dalam peraturan Menteri pendidikan nasional Nomor 63 tahun 2009 Tentang
Sistem penjaminan mutu pendidikan Pasal 4. Untuk mengukur variabel
implementasi penjaminan mutu internal ini maka peneliti dapat menggunakan
kuesioner atau angket yang relevan. Dengan teori-teori yang telah dipaparkan
diatas, maka menurut peneliti sangatlah relevan dengan konsep-konsep yang akan
diteliti yaitu bagaimana manajemen penjaminan mutu internal sekolah dapat
memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter positif peserta didik karena
apabila sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam hal ini
terukur dan terjamin secara jelas melalui sistem penjaminan mutu dimana visi,
misi, tujuan, metode dan pelayanan yang optimal dalam bingkai lembaga
penjaminan mutu internal sekolah, maka proses transformasi karakter kepada
siswa akan berjalan dengan baik sehingga memberikan pengaruh yang positif bagi
pembentukan karakter siswa,

Tugas Penelitian Pendidikan Nova Mega Persada

Page 29

2.2.3 Konsep Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Sekolah Islam Terpadu pada hakekatnya

adalah

sekolah

yang

mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan Al Qur’an dan As
Sunnah. Konsep operasional Sekolah Islam Terpadu merupakan akumulasi dari
proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama Islam, budaya
dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Istilah “Terpadu” dalam Sekolah
Islam Terpadu dimaksudkan sebagai penguat (taukid) dari Islam itu sendiri.
Maksudnya adalah Islam yang utuh menyeluruh, integral, bukan parsial,
syumuliah bukan juz’iyah.
Dalam aplikasinya Sekolah Islam Terpadu diartikan sebagai sekolah yang
menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum
dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Dengan pendekatan ini,
semua mata pelajaran dan semua kegiatan sekolah tidak lepas dari bingkai ajaran
dan pesan nilai Islam. Tidak ada dikotomi, tidak ada keterpisahan, tidak ada
”sekularisasi” dimana pelajaran dan semua bahasan lepas dari nilai dan ajaran
Islam,

ataupun ”sakralisasi” dimana Islam diajarkan terlepas dari konteks

kemaslahatan kehidupan masa kini dan masa depan. Pelajaran umum, seperti
matematika, ipa, ips, bahasa, jasmani/kesehatan, keterampilan dibingkai dengan
pijakan, pedoman dan panduan Islam. Sementara di pelajaran agama, kurikulum
diperkaya dengan pendekatan pendekatan konteks kekinian dan kemanfaatan, dan
kemaslahatan.
Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode
pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif.
Implikasi dari keterpaduan ini menuntut pengembangan pendekatan proses
pembelajaran yang kaya, variatif dan menggunakan media serta sumber belajar
yang luas dan luwes. Metode pembelajaran menekankan penggunaan dan
pendekatan yang memicu dan memacu optimalisasi pemberdayaan otak kiri dan
otak kanan. Dengan pengertian ini, seharusnya pembelajaran di Sekolah Islam
Terpadu dilaksanakan dengan pendekatan berbasis (a) problem solving yang
melatih siswa