PERUBAHAN IKLIM ASPEK ASPEK PENTING DI U (2)

MATA KULIAH HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

PERUBAHAN IKLIM:
ASPEK-ASPEK PENTING DI UNFCCC, KYOTO PROTOCOL, PARIS
AGREEMENT
DAN PERAN INDONESIA TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

Angky Banggaditya (1306380286 / Reguler)
Aliflanya Arisandi Maghfira (1306381484 / Reguler)
Fadhil Muhammad Indrapraja (1306393370 / Paralel)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Pada era awal kehidupan, manusia tidak memiliki ketergantungan terhadap


manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada masa itu, tiap-tiap individu
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan apa yang tersedia di alam.
Dalam perkembangannya, meningkatnya kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi
mengakibatkan pergeseran pola hidup masyarakat.
Pergeseran pola hidup masyarakat memicu munculnya revolusi industri.
Revolusi industri dianggap dapat meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan
barang dan jasa. Kendati demikian, revolusi industri tidak sepenuhnya memberikan
manfaat. Revolusi industri justru mengakibatkan munculnya beragam masalah,
seperti eksploitasi buruh dan lingkungan.
Berbeda dengan eksploitasi terhadap buruh, respon terhadap eksploitasi
lingkungan berlangsung lambat. Munadjat Danusaputro menyatakan bahwa hukum
yang mengatur mengenai lingkungan merupakan suatu pendatang baru dalam
keluarga hukum.1 Baru pada tahun 1960-an, dunia menaruh perhatian lebih terhadap
masalah lingkungan. Mulai dari munculnya buku karya Rachel Carson, yang
berjudul the Silent Spring,2 hingga terbentuknya beberapa organisasi lingkungan,
seperti Sierra Club dan National Audubon Society yang menjadi perintis lahirnya
berbagai organisasi lingkungan di seluruh dunia.3 Dunia Internasional baru menaruh
perhatian dan menjadikan lingkungan sebagai isu yang perlu ditanggulangi bersama
pada tahun 1972 dengan diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan

Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment) di
Stockholm, Swedia.

1 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan: Buku I UMUM, cet. 21, (Yogyakarta:
Binacipta, 1985), hlm. 207.
2 Andri G. Wibisana, “Prinsip-Prinsip Hukum Lingkungan,” (makalah disampaikan pada
perkuliahan Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, November 2015),
hlm. 1.
3 Tony Brenton, The Greening of Machiavelli: The Evolution of International Environmental
Politics, (London: Earthscan, 1994), hlm. 18-19.

1

Dampak revolusi industri bagi lingkungan begitu terasa. Sejak revolusi
industri, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) meningkat drastis. Hal ini mengakibatkan
peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0.74 derajat celcius selama abad ke-20. 4
Peningkatan suhu rata-rata bumi tersebut mengakibatkan perubahan iklim.
Menurut Ismid Hadad, perubahan iklim merupakan ancaman dan tantangan
multidimensi paling serius, kompleks dan dilematis yang dihadapi umat manusia
pada awal abad ke-21, bahkan hingga abad ke-22. Tidak ada satu negara atau

kelompok masyarakat di dunia yang mampu menghindar.5 Dampak dari perubahan
iklim beragam, di antaranya semakin tingginya curah hujan, peningkatan intensitas
dan frekuensi badai, peningkatan suhu ketika musim panas (kemarau), gagal panen,
penyebaran penyakit, ketersediaan air, musnahnya keragaman hayati, hingga
kematian karena gelombang panas. Kemudian, dampak yang mengerikan dapat pula
terjadi apabila tidak ada upaya untuk menghambat perubahan iklim, misalnya
matinya thermohaline circulation yang dapat menyebabkan turunnya suhu bumi
secara drastis atau kolapsnya lapisan es di Greendland dan Antartika bagian barat
yang dapat mengakibatkan kenaikan permukaan laut sampai belasan meter.6
Perubahan iklim terjadi akibat peningkatan suhu bumi karena adanya
peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer. Pada dasarnya, GRK seperti karbon
dioksida, metana dan beberapa GRK lainnya sangat bermanfaat bagi bumi karena
berperan untuk menjebak panas di bumi, tanpanya suhu bumi akan lebih dingin
sekitar 30 derajat celcius dari suhu rata-rata saat ini. 7 Persoalan muncul ketika
kegiatan manusia, khususnya sejak revolusi industri menyebabkan peningkatan
konsentrasi GRK di atmosfer terjadi dengan tajam. Sebagai contoh, sebelum era
revolusi industri, konsentrasi karbon dioksida selama ribuan tahun telah mencapai
titik stabil pada kisaran 270 ppm (part per million). Sejak revolusi industri,
4 UNFCCC, “Sekilas tentang Perubahan Iklim”
https://unfccc.int/files/meetings/cop_13/press/application/pdf/sekilas_tentang_perubahan_iklim.pdf,

diunduh tanggal 13 April 2016..
5 Ismid Hadad, “Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan: Sebuah Pengantar”
Prisma Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi: Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban, (April
2010), hlm. 3.
6 Andri G. Wibisana, “Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan” dalam Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi dan Studi Kasus, (n.p.: USAID, Kemitraan
dan the Asia Foundation, n.t.), hlm. 423.
7 Ibid., hlm. 421.

2

konsentrasi tersebut meningkat tajam, tahun 1999 konsentrasi GRK di atmosfer
mencapai 367 ppm.8
Berdasarkan hal tersebut, Intergovernmental Panel on Climate Chane (IPCC)
membuat kesimpulan bahwa kegiatan manusia merupakan faktor dominan terhadap
percepatan perubahan iklim. Kegiatan manusia yang merupakan penyumbang emisi
GRK terbesar di antaranya, pembakaran bahan bakar fosil untuk keperluan energi
dan transportasi. Kemudian, alih guna lahan dan pembakaran hutan juga
berkontribusi besar dalam peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer.
Dalam ilmu ekologi, manusia adalah satu kesatuan yang terpadu dengan

lingkungannya.9 Kesatuan yang terpadu mengartikan bahwa manusia dan lingkungan
memiliki kedudukan yang sama dan mutlak saling membutuhkan. Manusia memiliki
daya akal yang seyogyanya berfungsi untuk menentukan tata susunan lingkungan,
bukan untuk menguasai lingkungan. Menurut Cicero lingkungan tidak dapat
dikuasai, ketika manusia mencoba untuk menguasai lingkungan, maka lingkungan
akan memberikan bencana bagi manusia itu sendiri.10
Atas dasar itu, diperlukan upaya strategis, masif dan terpadu untuk mencegah
(mitigasi) dan/atau melakukan adaptasi (adaptasi) terhadap perubahan iklim yang
berdampak terhadap kualitas lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi tersebut harus
dilakukan melalui komitmen dan kerjasama negara maju dan berkembang.11 Ditinjau
dari perspektif hukum, komunitas internasional merespon isu perubahan iklim
melalui United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
UNFCCC menjadi pondasi upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global.
Kemudian, UNFCCC dijabarkan lagi ke dalam bentuk kesepakatan lainnya, seperti
Kyoto Protocol pada tahun 1997 dan Paris Agreement di tahun 2015.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam penelitian ini akan dijabarkan
mengenai instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai perubahan iklim,
8 Ibid., hlm. 422.
9 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2004),
hlm. 43.

10 Munadjat Danusaputro, Op.Cit. hlm. 191.
11 WWF, “Laporan IPCC: Perubahan Iklim Nyata, Umat Manusia Hadapi Ancaman Serius”
http://www.wwf.or.id/?29541/Laporan-IPCC-ke-5-Kelompok-Kerja-I-Perubahan--Iklim--Nyata-Umat--Manusia-Menghadapi-Ancaman-Serius, diunduh tanggal 18 April 2016.

3

upaya dan kebijakan perubahan iklim di Indonesia serta analisis kasus di dalam dan
luar negeri mengenai perubahan iklim.
B.

POKOK PERMASALAHAN
Berdasarkan penjelasan diatas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:
1.

Bagaimana pengaturan mengenai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim dalam perspektif hukum internasional?

2.


Bagaimana pengaturan mengenai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim di negara Indonesia?

3.

Bagaimana penerapan peraturan mengenai perubahan iklim yang ditinjau
dari studi kasus di dalam dan luar negeri?

C.

TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan penulisan menjadi petunjuk terkait apa yang hendak dicapai dari

penelitian ini. Berdasarkan topik yang telah ditentukan oleh tim pengajar, maka kami
membagi tujuan penulisan dalam karya tulis ini ke dalam dua jenis tujuan, yaitu:
1. Tujuan Umum
Memberikan penjelasan mengenai pengaturan hukum internasional dan
hukum nasional Indonesia terkait perubahan iklim. Kemudian, penelitian ini juga
bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penerapan peraturan terkait

perubahan iklim ditinjau dari studi kasus di dalam dan luar negeri yang kami
temukan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan mengenai penyebab dan dampak dari perubahan iklim.
b. Menjelaskan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UNFCCC, Protokol
Kyoto dan Kesepakatan Paris (Paris Agreement).
c. Menjelaskan pengaturan dan upaya yang dilakukan negara Indonesia terkait
dengan perubahan iklim.
d. Menjelaskan penerapan peraturan yang ditinjau dari studi kasus di dalam
dan luar negeri.

4

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah
pemahaman mengenai isu perubahan iklim. Pemahaman yang baik diharapkan dapat
memberikan solusi dalam hal mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
D.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian


kepustakaan. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif karena melakukan analisis
yang merujuk pada instrumen-instrumen hukum internasional yang terkait perubahan
iklim dan perundang-undangan nasional. Jenis data dalam penelitian ini ialah data
sekunder karena data-data yang digunakan merupakan hasil studi kepustakaan yang
mana alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka.
Dalam penelitian ini, digunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Tipe
penelitian ini bermakna bahwa penelitian memberikan pemaparan mengenai
pengaturan perubahan iklim yang dihubungkan dengan kasus di dalam dan luar
negeri terkait perubahan iklim.

BAB II

5

PEMBAHASAN
A.

PENGANTAR PERUBAHAN IKLIM
I. Gas Rumah Kaca (Green House Gases)

Pemanasan global merupakan fenomena aktual yang disebabkan oleh efek

Gas Rumah Kaca (GRK). GRK adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki fungsi
seperti panel-panel kaca di rumah kaca yang bertugas menangkap energi panas
matahari agar tidak dilepas seluruhnya ke atmosfer. Pada keadaan normal, energi
matahari yang diserap (adsorbsi) bumi akan dipantulkan kembali dalam bentuk sinar
infra merah, namun karena adanya GRK sebagian besar sinar infra merah yang
dipancarkan bumi tertahan oleh GRK tersebut. GRK dapat ditemukan mulai dari
permukaan bumi sampai ketinggian 15 km.
Menurut IPCC, gas-gas utama yang dikategorikan sebagai GRK ialah Karbon
dioksida (CO2) dan Metana (CH4). Hal ini dikarenakan gas CO2 dan CH4
mendominasi konsentrasi GRK di atmosfer. Namun, terdapat pula GRK lain yang
lebih berbahaya dibandingkan gas CO2 dan CH4 dalam jumlah konsentrasi yang
kecil. Gas-gas tersebut, di antaranya Nitrous Oxide (N2O), Hydrofluorocarbons
(HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Chlorofluorocarbons (CFCs) dan Sulphur
Hexafluoride (SF6).
Fluorinated Gases (HFCs, PFCs, CFCs) memiliki porsi konsentrasi paling
kecil di atmosfer, namun jauh lebih berbahaya dibandingkan C0 2. F-Gases yang
memiliki dampak paling berbahaya ialah HFCs.12
II. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Sebelum membahas mengenai pemanasan global dan perubahan iklim,
diperlukan pemahaman mengenai perbedaan cuaca dan iklim. Cuaca adalah suatu
gejala alam yang terjadi dan berubah dalam waktu singkat. Gejala alam tersebut
dapat kita rasakan dari menit ke menit, misalnya perubahan harian suhu, kelembaban
dan angin. Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu daerah tertentu, termasuk

12 Greenpeace, “Other Greenhouse Gases”
http://www.greenpeace.org/eastasia/campaigns/climate-energy/science/other-greenhouse-gases/,
diunduh tanggal 17 April 2016.

6

perubahan ekstrem musiman dan variasinya dalam waktu yang relatif lama, baik
secara lokal, regional dan global.13
Berdasarkan hal tersebut, tentu bukan hal yang mudah untuk menentukan
benar atau tidaknya dunia mengalami perubahan iklim. Tony Eggleton menyatakan
bahwa analisis ilmiah mengenai perubahan iklim sangat tergantung terhadap akurasi
dan ekstensif ilmu pengetahuan tentang cuaca di segala variasinya, dari rata-rata
lokal dan dari fenomena cuaca di seluruh dunia. Perubahan iklim tidak bisa
ditentukan apabila tidak didasarkan atas pengetahuan tentang sejarah perkembangan
iklim yang perlu ditinjau dari skala waktu singkat (100 tahun), medium (1000 tahun)
dan panjang (100.000 tahun).14
Berdasarkan laporan IPCC pada tahun 2001 dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan suhu rata-rata bumi. Variasi peningkatan suhu rata-rata bumi dapat
ditinjau pada data di bawah ini:15

Pada dasarnya, faktor alam mempengaruhi peningkatan konsentrasi GRK di
atmosfer yang mengakibatkan peningkatan suhu rata-rata bumi, namun yang menjadi
perhatian utama ialah peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer yang meningkat
13 WWF, “Seputar Perubahan Iklim: Iklim dan Energi“
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/powerswitch
/spt_iklim/, diunduh tanggal 17 April 2016.
14 Tony Eggleton, A Short Introduction to Climate Change, (New York: Cambridge
University Press, 2013), hlm. 26-27.
15 Ibid., Hlm. 4

7

tajam paska revolusi industri akibat aktivitas manusia. Peningkatan tajam konsentrasi
GRK di atmosfer dapat dilihat pada data berikut:
a. Konsentrasi GRK (CO2) sebelum revolusi industri:

b.
Konsentrasi GRK (CO2) paska revolusi industri:
Sebelum terjadi revolusi industri, konsentrasi CO2 selama ribuan tahun telah
mencapai titik stabil pada tingkat sekitar 270 ppm. Sejak revolusi industri,
konsentrasi tersebut meningkat tajam, hingga pada tahun 1999 mencapai tingkat
konsentrasi 370 ppm. Bahkan, berdasarkan laporan terakhir konsentrasi GRK di
atmosfer telah mencapai 400 ppm.16 Tingkat konsentrasi ini tidak pernah terjadi
selama 420.000 tahun. Kemudian, percepatan kenaikan konsentrasi seperti itu belum
pernah terjadi selama 20.000 tahun terakhir.17
Berdasarkan fakta tersebut, maka para ilmuwan dunia yang terkumpul dalam
IPCC meyimpulkan bahwa peningkatan suhu rata-rata bumi yang menjadi penyebab
perubahan iklim diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kegiatan manusia tersebut
berupa pembakaran bahan bakar fosil (CO2), pembuangan sampah sembarangan
(CH4), penggunaan pendingin pada lemari es dan ruangan (CFC), bahan pembakar
pada aerosol (CFC), pertanian dan peternakan (N2O dan CH4), hingga deforestasi
hutan.

16 Laode M. Syarif dan Kadek Sarna, “Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan” dalam Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi dan Studi Kasus, (n.p.: USAID,
Kemitraan dan the Asia Foundation, n.t.), hlm. 15.
17 Andri G. Gunawan, Op.Cit. hlm. 422.

8

Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer mengakibatkan peningkatan suhu
bumi yang menimbulkan perubahan iklim dapat dilihat pada skema berikut:

III. Dampak dari Perubahan Iklim
Selama bertahun-tahun, manusia secara konsisten melepaskan emisi GRK,
terutama CO2 ke atmosfer. Hal ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi GRK di
atmosfer yang mengakibatkan peningkatan suhu yang menimbulkan perubahan
iklim. Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat serius dan mengancam
kehidupan makhluk hidup di bumi, di antaranya:18
1. Es di seluruh dunia mencair, khususnya es di daerah kutub. Termasuk ke
dalamnya gletser gunung, tutupan es di bagian barat Antartika dan Greenland
serta es laut di Arctic.
2. Penurunan populasi penguin di Antartika.
3. Peningkatan permukaan air laut yang semakin cepat.
4. Meningkatnya rata-rata presipitasi (hujan dan salju) di seluruh dunia.
5. Peningkatan intensitas angin topan dan badai.
6. Banjir dan kekeringan yang semakin marak di berbagai wilayah.
7. Kurangnya ketersediaan air tawar.
8. Penyebaran beberapa penyakit yang dibawa oleh nyamuk.
18 National Geographic, “Effects of Global Warming”
http://environment.nationalgeographic.com/environment/global-warming/gw-effects/, diunduh tanggal
17 April 2016.

9

9. Perubahan ekosistem yang mengakibatkan sebagian spesies berpindah tempat
ke wilayah yang lebih dingin dan sebagian spesies yang tidak bisa berpindah
atau beradaptasi perlahan akan punah.
10. Suhu meningkat dan menurun tajam pada siang dan malam.
11. Gelombang panas yang sering terjadi.
12. Memutih atau rusaknya terumbu karang akibat suhu yang meningkat.
Dampak negatif dari perubahan iklim di Indonesia sendiri sudah
mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari siklus musim hujan dan musim kemarau yang
sudah tidak beraturan, sejumlah pulau kecil dan atol yang sudah tenggelam pada saat
air laut pasang, semaking seringnya terjadi bencana Rob (air laut yang pasang sampai
jauh ke darat, semakin banyaknya coral bleaching dan seringnya terjadi taifun yang
dulunya jarang terjadi. Kemudian, banjir dan kekeringan semakin sering terjadi dan
menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa.19

B.

PERUBAHAN IKLIM DALAM KONTEKS INTERNASIONAL
I.

Aspek Penting dalam UNFCCC, Protokol Kyoto dan Paris Agreement

a. UNFCCC
Bagaimana proses negoisasi perubahan iklim dimulai? Pada kenyataanya, hal
tersebut merupakan puncak dari studi terdahulu, diskusi dan isu yang dibahas
bertahun-tahun, dan pada tahun 1990 terlihat perubahan besar menuju isu ini mulai
dirasakan. Selama sesi Majelis Umum PBB tahun 1990,ada beberapa negoisasi yang
diambilalih

dengan

tujuan

untuk

membuat

sebuah

badan

formal

untuk

menghantarkan isu perubahan iklim. Salah satu hasil dari negoisasi tersebut adalah
pembentukan sebuah badan yang akan hadir dengan sebuah konvensi yang akan
19 Laode M. Syarif dan Kadek Sarna, Op.Cit. hlm. 19.

10

menangani masalah perubahan iklim. Hal tersebut disebut dengan Intergovernmental
Negoitating Comittee (INC). 20
Respons Politik Internasional pada perubahan iklim dimulai dengan adopsi
dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada
1992. UNFCCC ini mengatur sebuah kerangka untuk tindakan yang ditujukan untuk
menstabilkan konsentrasi atmosfir oleh gas rumah kaca untuk menghindari
“gangguan bahaya antropogenik” dengan sistem iklim. Gas yang dikontrol termasuk
metana, nitrous oxide dan secara khusus, karbon dioksida.21
UNFCCC adalah kerangka untuk upaya antar pemerintah dalam menangani
perubahan iklim. UNFCCC dibuat di Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa pada
Lingkungan dan Pembangunan (UNCED), juga diketahui pada Earth Summit, di Rio
de Janeiro pada Juni 1992. Konvensi tersebut mulai dipaksakan keberlakuanya pada
21 Maret 1994.
Negara-negara yang sudah meratifikasi traktat tersebut disebut sebagai
“Pihak-pihak dari Konvensi”. Kurang lebih ada 195 Pihak dari Konvensi (194
Negara Individu, termasuk anggota individu dari Persatuan Eropa – Persatuan Eropa
juga Pihak yang terpisah). Takhta Suci memegang status sebagai pengamat. Sejak
UNFCCC mulai dipaksakan keberlakuanya, para Pihak telah melakukan pertemuan
setiap tahun di Conferences of the Parties (COP) untuk menilai progres dalam
menangani perubahan iklim dan untuk menyetujui tindakan yang perlu diambil.22
Conference of Parties (COP) adalah badan tertinggi dari UNFCCC dan terdiri
dari menteri lingkungan yang bertemu sekali dalam setahun untuk mendiskusikan
pembangunan dalam konvensi. Sejak awal, UNFCCC telah mengadakan 14
Pertemuan Tahunan COP yang melacak asal mereka pada Earth Summit pada Tahun

20 Diakses dari website Green bites Initiative. My Little COP Book. Ed: Kennedy Liti
Mbeva. https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjiwvOZm5jMAhWG
FZQKHbO5DNgQFggmMAI&url=https%3A%2F%2Funfccc.int%2Ffiles%2Fcc_inet%2Fapplication
%2Fx-httpd-php%2Fccinet_getfile.php%3Ffile
%3D133&usg=AFQjCNH4HtzoOXgkvcwvZPt2xudsaZACzg&sig2=AHJbEq35vPRHJbTzXCx5ig&
bvm=bv.119745492,d.dGo
21 Diakses dari website http://www.iisd.ca/process/climate_atm-fcccintro.html
22 Diakses dari situs http://www.mrfcj.org/our-work/background-documents/.

11

1992 di Rio, yang bertujuan pada koordinasi tindakan Internasional untuk melawan
perubahan iklim.23
COP yang ke 15 sangat signifikan sebagai Jabatan yang mencetuskan Traktat
Iklim sebagai sebuah suksesor untuk Kyoto Protokol, bagian pertama yang akan
habis masa berlakunya pada tahun 2012. Menurut Yvo de Boer, Sekretariat Eksekutif
dari UNFCC, 4 inti yang membutuhkan persetujuan internasional di Kopenhagen,
Diantaranya adalah:
1. Berapa banyak negara industri yang bersedia untuk mengurangi emisi gas
rumah kacanya?
2. Berapa banyak mayoritas negara berkembang seperti Tiongkok dan India
yang bersedia untuk membatasi pertumbuhan emisi mereka?
3. Bagaimana bantuan yang dibutuhkan oleh Negara Berkembang untuk
terlibat dalam mengurangi emisi dan adaptasi mereka terhadap dampak
perubahan iklim akan dibiayai?
4. Bagaimana uang tersebut akan dikelola?24
UNFCC juga nama untuk Sekretariat dari PBB yang berwenang dengan
mendukung operasional pada Konvensi. Sekretariat tersebut berbasis di Bonn,
Jerman, dan dikepalai sejak Juli 2010 oleh Sekretaris Eksklusif Christiana Figueres.25
Traktat itu sendiri tidak ada batas yang mengikat untuk emisi gas rumah kaca
untuk Negara Individual dan tidak mengandung mekanisme pemaksaan untuk
keberlakuanya. Dalam hal tersebut, Traktat tersebut dianggap secara hukum tidak
mengikat. Namun, traktat tersebut menyediakan sebuah kerangka dasar untuk
menegoisasikan traktat internasional yang lebih spesifik yang disebut “protokol”
yang dapat mengatur batas yang mengikat untuk gas rumah kaca.26
Tujuan Dibentuknya UNFCCC27

23 Diakses dari situs https://sites.google.com/site/unfcccyoungo/resourcesreadings/background-info-on-the-unfccc.
24 Ibid.
25 Diakses dari situs http://www.mrfcj.org/our-work/background-documents/ Op cit.
26 Diakses dari situs http://www.thegreenmarketoracle.com/2012/12/a-short-history-ofunfccc-conference-of.html.
27 Ibid., hlm. 21.

12

Merujuk ke Pasal 2, Tujuan utama dari konvensi ini adalah “untuk mencapai,
sehubungan dengan ketentuan yang relevan dari kovensi, stabilisasi konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah gangguan antropogenik
yang berbahaya [berasal di aktivitas manusia] dengan sistem iklim”. Tujuan ini
dikualifikasi supaya “harus dicapai dalam kerangka waktu yang cukup untuk
memungkinkan ekosistem beradaptasi secara alamiah terhadap perubahan iklim,
untuk memastikan bahwa produksi pangan tidak terancan dan untuk memungkinkan
pembangunan ekonomi untuk melanjutkan secara sustainable”.
Dalam menyatakan tujuan ini, Pandangan konvensi lebih memfokuskan
bahwa perubahan iklim bumi terancam oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca
(GRK), yang mana disebabkan oleh meningkatnya emisi GRK antropogenik.
Konvensi ini tidak menyatakan batasan untuk total emisi GRK yang harus dipatuhi
untuk mencapai tujuan konvensi ini. Juga tidak menunjukan tingkat keseluruhan
konsentrasi GRK diluar “gangguan antropogenik berbahaya dengan sistem iklim”
yang dapat terjadi. Estimasi terhadap sampai mana letak tingkat ini berkembang
secara berlanjut dengan kemajuan ilmiah dan rumit dikarenakan kebutuhan politik
untuk memperhitungkan kemampuan berubah masyarakat untuk beradaptasi dengan
perubahan iklim. Faktor lain yang penting adalah menstabilkan konsentrasi GRK di
atmosfer dekat level saat ini akan membutuhkan sebuah pengurangan yang curam
untuk emisi saat ini. Hal ini dikarenakan sekali ter-emisi, GRK yang tersisa di
atmosfir untuk masa yang cukup lama: karbon dioksida, misalnya, tetap dalam sistem
iklim, rata-rata, selama satu abad atau lebih.
Lembaga-lembaga dalam UNFCCC28
A. Conference of the Parties: Pihak dari UNFCCC memulai untuk
mengadopsi keputusan, mempelajari ulang progres dan meninjau
kemajuan serta tindakan lebih lanjut melalui pertemuan rutin Konferensi
Para Pihak (COP). Konferensi Para Pihak adalah badan pengambil
keputusan tertinggi dalam Konvensi.
B. Secretariat: The Conference of Parties dan tujuan konvensi adal didukung
oleh badan yang bervariasi dan organisasi. Hal ini termasuk sebuah
28 Diakses dari situs http://www.iisd.ca/process/climate_atm-fcccintro.html..

13

Sekretariat Permanen dengan tugas yang bervariasi yang diatur dibawah
Pasal 8 UNFCCC. Sejak tahun 1986, Sekretariat tersebut telah berpusat di
Bonn, Jerman setelah tawaran untuk menjadi tuan rumah itu diterima oleh
Pihak pertemuan pertama COP pada tahun 1995.
C. Subsidiary Bodies: Sejumlah badan subsider juga memberi nasihat kepada
COP. The Subsidiary Body on Scientific and Technical Advice (SBSTA)
hubungan keilmuan, teknis dan penilaian teknologi, informasi yang
disediakan oleh badan Internasional yang kompeten, dan kebutuhan COP
yang berorientasi pada peraturan, dan kebutuhan yang berorientasi
kebijakan-COP. Badan Pendukung untuk Pelaksanaan (SBI) diciptakan
untuk mengembangkan rekomendasi untuk membantu COP dalam
mengkaji dan menilai pelaksanaan Konvensi dan dalam mempersiapkan
dan menerapkan keputusanya. SBSTA dan SBI Biasanya setiap tahun
bertemu dua kali, pada waktu dan tempat yang sama. Salah satu dari kedua
pertemuan tahunan berlangsung secara paralel Umumnya Dengan COP.
D. Financing and the Global Environment Facility: UNFCCC mencakup
ketentuan dalam Pasal 10 untuk mekanisme keuangan untuk mendukung
Negara Berkembang dan Negara dengan ekonomi dalam transisi ke
ekonomi pasar dalam Penerapan Konvensi. Pihak UNFCCC memutuskan
bahwa Global Environment Facility (GEF) sebagai keuangan harus
bertindak sebagai mekanisme keuangan.
E.

Other financial resources untuk mengimplementasikan Konvensi juga
tersedia melalui Dana Khusus Perubahan Iklim, negara yang terakhir
menjadi negara maju, dan Dana Adaptasi, tentunya melalui negara donor
dan agen-agen.

F.

Expert Groups and Other Constituted Bodies: Konvensi ini juga didukung
oleh sejumlah grup ekspert dan badan yang didirikan dengan konstitusi
lain. Hal ini termasuk Consultative Group of Experts (CGE) pada
komunikasi nasional dari Pihak “non-Annex I”(sebuah kelompok yang
terdiri dari biasanya negara berkembang). Badan lain termasuk

Least

Developed Country Expert Group (LEG), the Expert Group on Technology
14

Transfer, dan the Executive Board of the Clean Development Mechanism
(CDM) dan Joint Implementation Supervisory Committee.
G. Observer States: Negara yang bukan pihak dari UNFCCC boleh
menghadiri sesi COP sebagai pengamt dengan undangan dari Presiden
COP. Negara Pengamat boleh berpartisipasi, tetapi tidak memiliki hak
untuk vote. Peraturan Prosedur COP – termasuk yang berhubungan pada
negara pengamat dan organisasi pengamat The rules of procedure of the
COP – including those related to observer states and observer
organisations.29

29 Joy Hyvarinen, dkk. Climate Law in Brief. Ed: Anju Sharma. Foundation on International
Environment Law and Development (FIELD). https://ldcclimate.files.wordpress.com/2012/05/legaldossier_final.pdf, hlm.9.

15

Negara-negara yang Tergabung dalam UNFCCC30

Prinsip-prinsip dalam UNFCCC
Prinsip-prinsip dalam UNFCCC secara langsung telah diletakkan dalam Pasal
3 dari UNFCCC yang terdiri dari 5 ayat. Berdasarkan Konvensi UNFCCC maka
kami menyimpulkan bahwa UNFCCC menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
-

Common but Differentiated Principles31

Pasal 3 UNFCCC menyatakan bahwa “parties should protect the climate
system for the benefit of future and present generations of human kind on the basis of
30 Intergovernmental and Legal Affairs, Climate Change Secretariat. United Nations
Framework Convention on Climate Change: Handbook. (Bonn:UNFCC, 2006), hlm. 11.
16

equity and in accordance with their common but differentiated responsibility and
respective capacilities. Accordingly, developed countries should take the lead in
combating climate change and the adverse effect thereof”.
Fokus bersama dan tanggung jawab bersama umat manusia menghantarkan
perubahan iklim mendukung UNFCCC dan sebuah gagasan yang telah lama berdiri
dari Hukum Lingkungan Internasional. Diferensiasi tanggung jawab berdasar dari
tanggung jawab historis dari Negara dan Kapasitas Negara yang berbeda-beda untuk
menghantarkan isu perubahan iklim. Keadilan kepada semua pihak UNFCCC
dihantarkan melalui konsep tanggung jawab historis. Sebagian besar tanggung jawab
ditempatkan pada dua hal tersebut yang memiliki kontribusi terbanyak dan yang
mendapat keuntungan terbanyak, karbon yang terbangun di atmosfir.
Kapasitas yang berbeda-beda dan kebutuhan bangsa juga mendukung
gagasan persamaan ini. Negara maju memiliki kapasitas teknis dan ekonomi untuk
menghantarkan isu perubahan iklim, baik melalui mitigasi maupun adaptasi,
sedangkan negara berkembang belum.
Prinsip common but differentiated principles dan respective capacities
(CBDR RC) memiliki dua bagian: Tanggung Jawab Bersama untuk melindungi
lingkungan, dan standar of conduct. Hal ini Disajikan dalam UNFCCC dan Protokol
Kyoto melalui perlakuan yang berbeda untuk Negara Maju dan Negara
Berkembang.. Perlakuan yang berbeda ini telah-telah dilakukan ke dalam
Kesepakatan Cancun.32
-

Polluter Pays Principles and Transboundary Harm

Polluter Pays Principle mengindikasikan bahwa cost of pollution akan
dihadapi oleh seseorang yang bertanggungjawab untuk menyebabkan polusi. Makna
prinsip, dan aplikasinya untuk kasus dan situasi tertentu, dibiarkan terbuka untuk
diinterpretasi, khususnya pada hubungan lingkungan dan tingkat cost yang termasuk

31 Kelly Mc Manus. Climatico: The principle of “common but differentiated responsibility”
and the UNFCCC. November, 2009 http://www.climaticoanalysis.org/wpcontent/uploads/2009/12/kmcmanus_common-responsibilities.pdf.
32 FIELD, Op.Cit. CLIB, hlm. 20.

17

dan keadaan dimana prinsip-prinsip akan, atau mungkin dengan terkecuali, tidak
digunakan.33
Prinsip Polluter Pays Principle dan Tanggung Jawab Negara untuk
mencegah, mengurangi dan mengontrol kerugian antar negara adalah sebuah konsep
hukum yang penting, yang aplikasinya dalam konteks negoisasi UNFCCC berlaku
secara politik.
Responsibility for Transboundary Harm ini telah dikenal secara luas dibawah
hukum kebiasaan Internasional bahwa adalah tanggung jawab negara untuk
mencegah, mengurangi dan mengontrol resiko dari bahaya lingkungan kepada negara
lain. Preseden Hukum biasanya mengutip dalam konteks yang memfokuskan pada
Pabrik Peleburan di Kanada, yang mana emisi sulfur dioksidanya menyebabkan
bahaya di Amerika. Pengadilan arbitrase juga menentukan bahwa Kanada harus
membayar kepada Amerika untuk kompensasi bagi bahaya atau kerugian yang telah
ditimbulkan.
Berdasar pada Prinsip 21 dari Stockholm Declaration, Pembukaan UNFCCC
mendukung kewajiban untuk menghindari bahaya, namun menekankan bahwa
Negara mempunyai, sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip hukum internasional,
hak kedaulatan untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan
lingkungan dan pembangunanya.
Juga adanya konsensus umum bahwa gangguan antarnegara harus menjadi
konsekuensi yang serius dan setidaknya menyebabkan bahaya yang signifikan,
substansial ataupun appreciable.
Pendapat yang dominan adalah bahwa tanggung jawab untuk polusi
antarnegara

merupakan hasil dari kewajiban untuk membuat regulasi dan

mengontrol sumber kerugian. Kewajiban tersebut tidak secara otomatis membuat
sebuah kegiatan yang dapat menciptakan bahaya yang serius.34
-

Equity Burden Sharing

33 Phillippe Sands, et al. Principles of International Environmental Law. (New York:
Cambridge University Press, 2012), hlm. 228.
34 Climate Law in Brief, Op cit CLIB 10 pg22

18

Pada dasarnya Negara Berkembang hanya berkontribusi sedikit untuk
menyebabkan perubahan iklim, namun mereka akan menjadi yang paling
terpengaruh. Negara-negara ini dihadapkan dengan tantangan sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang sebelumnya belum pernah terjadi tanpa sumber daya dan teknologi
yang dapat menolong untuk membangun kapasitas adaptif mereka. Pada hasilnya,
pertanyaan akan equity dan burden-sharing adalah penting dalam debat perubahan
iklim sekarang.
Equity adalah sebuat etis dan konsep people-oriented dengan dimensi sosial,
ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut berfokus pada keadilan bagi baik proses dan
hasil dari keputusan. Keputusan yang adil membawa legitimasi yang lebih besar, dan
mendorong seluruh pihak untuk bekerja sama yang lebih baik dalam melakukan
tindakan yang disepakati bersama.dalam melaksanakan tindakan yang disepakati
bersama.
Dalam hukum lingkungan internasional, equity biasanya mendeskripsikan
pemanfaatan sumber daya alam secara adil atau pembagian biaya yang adil dalam
mengelola masalah lingkungan. International Court of Justice membagi antata
equity dalam hukum, sebagai sebuah pengisi celah diluar, dan berlawanan dengan
hukum (intra,praefor and contra legem).
Dalam UNFCCC, equity melengkapi prinsip common but differentiated
responsibilities dan respective capabilities (CBDRRC). Pasal 3.1 menyatakan bahwa
para pihak harus melindungi sistem iklim untuk manfaat masa kini dan generasi umat
manusia di masa depan, pada basis keadilan dan sehunungan dengan tanggung jawab
umum namun terdiferensiasi dan kemampuan yang sesuai. Oleh karena itu, walaupun
equity dibedakan dari prinsip inter- dan intra generational equity, yang menentukan
objek spesifik, pentingnya equity menjadi kurang jelas.
Sedangkan menurut pembukaan UNFCCC, pembagian emisi gas rumah kaca
global historis dan masa kini telah berasal dari Negara Maju. Keadilan dan
kesetaraan dapat menuntut bahwa mereka yang telah paling diuntungkan dari
akumulasi gas rumah kaca di atmosfer menanggung bagian yang lebih besar dari
beban untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Pasal 3.1 menyatakan bahwa Pihak

19

negara maju harus memimpin dalam memerangi perubahan iklim dan efek samping
dari hal tersebut.
Namun, emisi dari negara berkembang yang secara ekonomi maju telah
berkembang pesat. Banyak Negara Annex I mengharapkan negara berkembang
seperti China, India dan Brazil untuk melaksanakan kewajiban tertentu untuk
membatasi emisi mereka. Hal ini merupakan keberangkatan dari prinsip-prinsip
kesetaraan dan CBDRRC yang mana merupakan salah satu isu yang diperebutkan
dalam negoisasi saat ini.
Banyak negara berkembang yang berpendapat bahwa rezim iklim yang
berubah yang menyimpang dari perbedaan antara Annex I dan Pihak non-Annex I
akan tidak konsisten dengan UNFCCC. Namun, UNFCCC hanya menyediakan
sebuah kerangka umum untuk melawan perubahan iklim. Para pihak mempunyai
sebuah tanggung jawab untuk melindungi sistem iklim sesuai dengan CBDRRC.
Pembukaan Konvensi UNFCCC (yang bukan bagian dari ketentuan operasi
Konvensi tetapi membantu untuk memperjelas makna atau tujuan mereka) secara
eksplisit mengakui bahwa pangsa emisi global yang berasal di negara berkembang
akan tumbuh untuk memenuhi kebutuhan sosial dan perkembangan mereka.
-

Precautionary Principle

Prinsip Precautionary Principle bertujuan untuk menyediakan pedoman
dalam pembangunan dan aplikasi dari hukum lingkungan internasional dimana
adanya scientific uncertainty. Prinsip ini selanjutnya menghasilkan ketidaksepakatan
pada makna dan efeknya, sebagaimana tercermin khususnya dalam pandangan
negara dan praktek peradilan internasional. Di satu sisi, sebagian orang menganggap
bahwa prinsip ini menyediakan dasar bagi tindakan dini hukum internasional untuk
mengatasi masalah lingkungan yang sangat mengancam seperti polusi kimia dan
perubahan iklim.35 Prinsip Precautionary Principle memainkan peran penting dalam
konsepsi dan adopsi dari UNFCCC. Pada saat itu, masih ada keraguan sejauh dan
penyebab perubahan iklim.

35 Phillippe Sands et al. Op cit. Pg218

20

Teks pada Konvensi mencerminkan prinsip Precautionary Principle atau
pendekatan dalam Pasal 3.3: Para Pihak harus mengambil langkah-langkah
pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah atau meminimalkan penyebab
perubahan iklim dan mengurangi dampak buruknya. Di mana ada ancaman
kerusakan serius atau permanen, kurangnya kepastian ilmiah penuh tidak boleh
digunakan sebagai alasan untuk menunda langkah-langkah tersebut, dengan
mempertimbangkan bahwa kebijakan dan langkah-langkah untuk menangani
perubahan iklim harus efektif biaya sehingga untuk memastikan manfaat global pada
biaya serendah mungkin ....
Sifat, status dan fungsi dari prinsip-prinsip dalam hukum internasional
bervariasi. Mereka dapat berkisar dari hanya aspiratif hingga mengikat secara
hukum. Pihak-pihak dalam UNFCCC telah mengesahkan tindakan pencegahan
sebagai salah satu prinsip Konvensi untuk memandu mereka dalam tindakan mereka
untuk mencapai tujuan Konvensi dan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuannya ...
Oleh karena itu, dalam konteks UNFCCC, prinsip pencegahan menyediakan
parameter untuk menginterpretasi konvensi, yang bertujuan untuk memimpin para
pengambil keputusan dalam arah tertentu, dan menginformasikan perkembangan
aturan lebih lanjut. Namun, sifat dari Pasal 3.3 (prinsip arahan) dan bahasa nya
(harus) menyarankan bahwa Pasal ini tidak menciptakan hak bagi setiap Pihak untuk
menuntut langkah-langkah khusus.36

Komitmen Para Pihak dalam UNFCCC37
Untuk mencapai tujuan dari Konvensi ini, seluruh pihak berkomitmen
dibawah Pasal 4(1) untuk mengambil langkah-langkah tertentu, memperhitungkan
tanggung jawab yang umum namun terdiferensiasi dan prioritas, tujuan, dan keadaan
mereka. General Commitment ini meliputi perkembangan persediaan emisi
antropogenik mereka dari sumber dan removals by sinks dari seluruh gas rumah kaca
yang tidak dikendalikan oleh Protokol Montreal, dan perumusan dan pelaksanaan
nasional dan, bila sesuai, program regional yang berisi langkah-langkah untuk
36 Climate Law in Brief, Op cit CLIB 12 pg27
37 Phillippe Sands et al. Op Cit pg278

21

mengurangi perubahan iklim dengan mengatasi emisi dan penyerapan gas ini dan
dengan fasilitasi dari adaptasi yang memadai untuk perubahan iklim.
Seluruh semua pihak diminta: untuk mempromosikan, dan bekerja sama
dalam difusi teknologi, praktek dan proses yang mengontrol, mengurangi atau
mencegah emisi antropogenik dari gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol
Montreal; untuk mempromosikan manajemen berkelanjutan, konservasi dan
peningkatan rosot dan gas rumah kaca ini; dan untuk bekerja sama dalam
mempersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Semua pihak juga
diminta untuk mengambil perubahan iklim ke dalam laporan, sejauh memungkinkan,
dalam kebijakan sosial, ekonomi dan lingkungan mereka; untuk mempromosikan dan
bekerja sama dalam penelitian, pengamatan sistematis dan pengembangan arsip data
ke pemahaman lebih lanjut dari perubahan iklim dan strategi respon; untuk
mempromosikan dan bekerja sama secara penuh, terbuka dan cepat pertukaran
informasi yang relevan, dan untuk mempromosikan dan bekerja sama dalam
pendidikan, pelatihan dan kesadaran masyarakat.
Multilateral Consultative Group38
Pasal 13 dari UNFCCC menyatakan bahwa “Para pihak dalam konferensi,
pada sesi pertama, mempertimbangkan proses pembentukan konsultasi multilateral,
yang tersedia untuk para pihak atas permintaanya, untuk resolusi bagi pertanyaan
mengenai implementasi dari konvensi ini.”
COP 1, dengan keputusan 20/CP 1 membentuk sebuah kelompok kerja- yang
disebut Ad Hoc Group pada Pasal 13 (AG 13)- untuk merancang proses konsultasi
multilateral. Pada tahun 1995 dan 1998 kelompok ini bertemu enam kali. COP 4,
dengan kepitusan 10/CP 4, menyetujui isi dari proses konsultasi multilateral seperti
yang disiapkan oleh AG13.
Tujuan dari proses konsultasi multilateral ini adalah untuk menjawab
pertanyaan mengenai implementasi dari Konvensi ini (terms of reference nya terlihat
di Annex to Decision 10/CP.4) Tujuan ini dicapai dengan:

38 Intergovernmental and Legal Affairs, Climate Change Secretariat. Op Cit pg65.

22



Menasihati para pihak dalam, atau membantu kesulitan mereka dalam




melaksanakan Konvensi ini.
Melakukan promosi pada pemahaman tentang Konvensi.
Mencegah perselisihan yang akan timbul.

Terms of Reference ini secara lebih jauh menentukan bahwa proses konsultasi
multilateral ini akan dilakukan dengan fasilitatif, non-konfrontatif, transparan dan
tepat waktu, serta menjadi proses non-yudisial. Para pihak yang bersangkutan berhak
untuk ber berpartisipasi penuh dalam proses, yang terpisah dari, dan tanpa
mengurangi, penyelesaian sengketa sesuai dengan Pasal 14 dari Konvensi ini.
Proses ini dapat dimulai dengan:


Seorang pihak atau sebuah kelompok dari pihak-pihak bila mereka



merasakan kesulitan dalam melaksanakan Konvensi.
Seorang pihak atau sebuah kelompok dari pihak-pihak dengan hormat



kepada pihak lain atau kelompok pihak-pihak.
COP itu sendiri.

Kerangka acuan dari proses konsultasi multilateral ini menyediakan Panitia
Konsultatif Multilateral yang dibentuk, terdiri dari ahli yang dicalonkan oleh para
pihak. Namun, panitia ini belum pernah didirikan, karena kurangnya lanjutan dari
konsensus pada komposisinya. Ketidaksepakatan bertahan pada jumlah anggotanya –
dengan Pilihan mulai dari 10 sampai 25 - dan pada representasi yang memadai dari
Pihak Kelompok.
Terms of Reference, Panitia ini harus mempertimbangkan pertanyaan pada
pelaksanaan Konvensi dalam konsultasi dengan pihak atau para pihak yang
bersangkutan dan memberikan bantuan yang tepat dengan:




Mengklarifikasi dan menyelesaikan pertanyaan;
Mengklarifikasi dan menyelesaikan pertanyaan;
Memberikan saran dan rekomendasi tentang pengadaan teknis dan



sumber daya keuangan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini;
Memberikan nasihat tentang kompilasi dan mengkomunikasikan
informasi.

23

Kesimpulan dan rekomendasi dari Komite harus dikirim ke Pihak atau
Pihak terkait dan mereka harus diberi kesempatan untuk memberi
-

komentar pada daripadanya. komentar tersebut dapat mencakup:
Rekomendasi tentang kerjasama antar Pihak atau peserta yang

-

bersangkutan dan pihak lainnya untuk memajukan tujuan Konvensi;
rekomendasi tentang langkah-langkah yang akan diambil oleh Pihak atau
para Pihak bersangkutan untuk pelaksanaan yang efektif dari Konvensi.

Dispute Settlement39
Penyelesaian sengketa dibahas dalam UNFCCC Pasal 14, yang menyatakan
bahwa jika sengketa terjadi antara dua pihak atau lebih mengenai interpretasi atau
penerapan UNFCCC, ara pihak wajib berusaha untuk menyelesaikan sengketa
melalui negosiasi atau cara-cara damai lainnya pilihan mereka. Ini bisa melibatkan,
misalnya, negosiasi, mediasi, keputusan pengadilan atau arbitrase. hasilnya bisa
mengikat atau tidak mengikat. Sengketa bisa menyibukkan hampir setiap masalah
yang terkait dengan penafsiran atau penerapan UNFCCC. Menurut Protokol Kyoto
Pasal 19, ketentuan yang sama berlaku mutatis mutandis (dengan perubahan
seperlunya) di bawah Protokol Kyoto. Pasal 14 juga akan berlaku secara otomatis
untuk setiap instrumen hukum terkait yang COP dapat mengadopsi di masa depan,
misalnya protokol baru, kecuali instrumen yang dinyatakan lain (UNFCCC Pasal
14.8).
Pilihan Penyelesaian Sengketa yang Mengikat: Pihak UNFCCC memiliki dua
pihak untuk penyelesaian sengketa yang wajib dan mengikat: Baik mengajukan
sengketa ke International Court of Justice, sesuai dengan Pasal 14.2 (a) UNFCCC;
atau arbitrase sesuai dengan lampiran yang akan diadopsi oleh COP sesegera
mungkin, sesuai dengan Pasal 14.2 (b). Namun, hal ini berlaku untuk Pihak yang
telah mengajukan pernyataan yang menerima bentuk penyelesaian sengketa ini.
Sangkat sedikit pihak yang telah melakukan hal tersebut. Karena kekhawatiran akan
arbitrase, COP belum mengadopsi lampiran.
Konsiliasi: Jika sengketa yang terjadi antara para pihak dan 12 bulan telah berlalu
sejak satu pihak memberitahu pihak lainya yang bersengketa, setiap Pihak yang
bersengketa dapat mengajukan sengketa ke konsiliasi. Dalam kasus tersebut, komisi
39 Climate Law in Brief, Op cit CLIB 5 pg12

24

konsiliasi akan dibentuk, yang terdiri dari jumlah yang sama dari anggota yang
ditunjuk oleh masing-masing pihak yang bersengketa, dan Ketua yang dipilih
bersama-sama. COP adalah untuk mengadopsi prosedur tambahan yang terkait
dengan konsiliasi dalam lampiran, tapi belum melakukannya (Pasal 14 sub-ayat 5
sampai 7).
Hasil putusan dari komisi konsiliasi tidak akan mengikat. Namun, telah
menyarankan bahwa jalan ini bisa, misalnya, memungkinkan suatu Negara yang
mengalami kerugian karena Perubahan Iklim untuk menyelidiki akibat antara
kerusakan negara dan kebijakan lingkungan dalam negara dengan emisi mayoritas,
kemungkinan membangun dasar untuk kewajiban di bawah hukum internasional.13
ini kemudian akan perlu diupayakan lebih lanjut melalui proses hukum lainnya.
Disadur kembali dari Pasal 14 Paragraf 240, bahwa dalam hal meratifikasi,
menerima, menyetujui atau mengaksesi Konvensi, atau setiap saat setelah itu, Pihak
yang bukan merupakan organisasi integrasi ekonomi regional dapat menyatakan
dalam instrumen tertulis yang disampaikan kepada Depositary yang, sehubungan
dengan sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi mengakui sebagai
wajib ipso facto dan tanpa persetujuan khusus, dalam kaitannya dengan Pihak yang
menerima kewajiban yang sama :
a.

Melakukan Pendaftaran gugatan sengketa ke Mahkamah Internasional; dan /

atau
b. Arbitrase sesuai dengan prosedur yang akan diadopsi oleh Konferensi Para
Pihak sesegera mungkin, dalam lampiran di arbitrase.
Pihak yang merupakan organisasi integrasi ekonomi regional dapat membuat
suatu pernyataan yang dapat seperti dalam kaitannya dengan arbitrase sesuai dengan
prosedur sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas.
Menanggapi Paragraf 2 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Negara
Pihak Konvensi harus membuat persetujuan dalam suatu deklarasi (instrumen
tertulis) dalam hal terjadinya sengketa akan melakukan pendaftaran gugatan ke
Mahkamah Internasional atau melakukan Arbitrase.
40 United Nation General Assembly. United Nation Framework Convention on Climate
Change. Art 14

25

Sebuah deklarasi yang dibuat berdasarkan ayat 2 di atas akan tetap berlaku
sampai habis masa berlakunya di sesuai dengan persyaratan atau sampai tiga bulan
setelah pemberitahuan tertulis dari pencabutan yang telah disimpan pada tempat
penyimpanan. Sebuah deklarasi baru, pemberitahuan pencabutan atau berakhirnya
deklarasi sebaiknya dengan cara apapun tidak menunda Mahkamah Internasional
atau pengadilan arbitrase, kecuali para pihak menentukan lain. 41
A. Pendaftaran Gugatan Ke Mahkamah Internasional42
Konvensi tidak mengatur secara khusus cara-cara mengenai pendaftaran
gugatan ke Mahkamah Internasional. Namun pada dasarnya, Mahkamah dapat
mengadili dua jenis kasus; yang didaftarkan oleh Negara-negara pihak atas
permintaanya (contentious cases)

atau permintaan pendapat nasihat tentang

pertanyaan hukum dirujuk dengan organ PBB dan badan-badan khusus (advisory
proceedings). Dalam makalah ini, karena Pasal 14 menyatakan pentingnya suatu
perjanjian bagi para Negara Pihak Konvensi bilamana terjadi sengketa dikemudian
hari, maka dapat disimpulkan bahwa jenis kasus yang akan digugat ke Mahkamah
adalah termasuk dalam jenis contentious cases. Maka pada bagian ini kami hanya
menjelaskan bagian contentious casesnya saja.
Hanya Negara-negara (Negara Anggota PBB dan Negara-negara lain yang
telah menjadi pihak dalam Statuta Mahkamah atau yang telah menerima yurisdiksi di
bawah kondisi tertentu) dapat menjadi pihak dalam kasus yang akan diperdebatkan.
Mahkamah berwenang untuk mengadili sengketa hanya jika negara yang
bersangkutan telah menerima yurisdiksi dalam satu atau lebih dari cara berikut:
a. Dengan memasukkan perjanjian khusus untuk menyerahkan sengketa ke
Mahkamah;
b. berdasarkan klausul yurisdiksi, yaitu, biasanya, ketika mereka merupakan
pihak dalam perjanjian yang berisi ketentuan dimana, dalam hal sengketa dari
jenis tertentu atau perselisihan atas interpretasi atau penerapan perjanjian,
salah satu dari mereka dapat merujuk sengketa ke Mahkamah;
41 Ibid
42 International Court of Justice. How the Court Works. http://www.icj-cij.org/court/index.php?
p1=1&p2=6 diakses pada 24 Mei 2016

26

c. Melalui efek timbal balik dari deklarasi yang dibuat mereka dibawah Statuta
yang mana telah menerima yurisdiksi Mahkamah sebagai hal yang wajib
dalam hal terjadinya sengketa dengan Negara lain yang memiliki deklarasi
serupa. Sejumlah deklarasi ini, yang harus disimpan dalam United Nations
Secretary-General, mengandung syarat yang mengecualikan kategori
sengketa tertentu.
Negara-negara tidak memiliki perwakilan tetap terakreditasi ke Pengadilan.
Mereka biasanya berkomunikasi dengan Panitera melalui media dari Menteri Luas
Negeri nya atau dengan Duta Besar mereka yang berada di Belanda. Sebagai pihak
dari suatu kasus dalam Mahkamah, mereka diwakilkan oleh agen. Seorang agen
memainkan peran yang sama, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sebagai
pengacara seperti di pengadilan nasional.
Namun dalam hal ini kita berhadapan dengan hubungan internasional, dan
agen juga seolah-olah diposisikan sebagai kepala misi diplomatik khusus dengan
kekuatan untuk melakukan suatu tindakan hukum sebagai Negara yang berdaulat.
Dia menerima komunikasi dari Panitera mengenai kasus dan kedepan kepada
Panitera, semua korespondensi dan pembelaan ditandatangani atau sertifikasi.
Dalam pemeriksaan umum, agen membuka seluruh argumen atas nama
pemerintah yang ia wakilkan dan menyampaikan pengiriman. Secara umum, setiap
kali tindakan formal yang harus dilakukan oleh pemerintah yang diwakili, hal itu
dilakukan oleh agen. Agen kadang-kadang dibantu oleh co-agent, wakil agen atau
asisten agen dan selalu memiliki nasihat atau pendukung, yang karyanya
terkoordinasi, untuk membantu mereka dalam penyusunan pembelaan dan
pengiriman argumen lisan. Karena tidak ada International Court of Justice Bar
khusus, tidak ada kondisi yang harus dipenuhi untuk nasihat atau pendukung untuk
menikmati hak berdebat sebelum kecuali hanya itu mereka harus telah ditunjuk oleh
pemerintah untuk melakukannya.
Pengadilan dapat dilakukan dalam salah satu dari dua cara berikut:
a. Melalui pemberitahuan dari perjanjian khusus: Dokumen ini, yang
bersiffat bilateral dapat diajukan oleh salah satu Negara pihak dalam

27

persidangan atau dengan keduanya. Sebuah kesepakatan khusus harus
menunjukan subyek sengketa dan para pihak. Karena adanya baik Negara
“applicant” maupun Negara “respondent”.
b. Melalui cara permohonan: permohonan, yang bersifat unilateral,
disampaikan oleh Negara pemohon terhadap Negara responden.