ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA JEPANG DALAM KOMUNIKASI BERBAHASA JEPANG

(1)

i

ANALISIS PENGGUNAAN AIZUCHIMAHASISWA BAHASA JEPANG DALAM KOMUNIKASI BERBAHASA JEPANG

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Nama : Meta Gesti Rahayu

NIM : 2302411034

Program Studi : Pendidikan Bahasa Jepang Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

™ Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu (Arai-Laskar Pelangi)

™ Yakinlah, di Jalan Cinta itu: Tuhan akan selalu bersamamu. (Maulana Jalaluddin Rumi)

™ ⓑ ࡜ 㯮 ࡢ ࡑ ࡢ 㛫 ࡟ ↓ 㝈 ࡢ Ⰽ ࡀ ᗈ ࡀ ࡗ ࡚ ࡿ ࠋ”Diantara warna hitam dan putih, tersebar warna yang tak terbatas.” (Mr. Children)

Persembahan :

™ Untuk ibuku, Prihatin Lestari. Bapakku, Supriyanto dan adikku, Ghafar Cahya Alam. ™ Guru-guru dan dosen-dosen yang telah

mendidikku.

™ CI2014 no minasan.

™ Sahabat-sahabat tercintaku, Linta, Mifta, Ocha, Rena, Hayu, Titi, Kiki, dan yang lainnya


(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah mengizinkan dan memberikan jalan bagi saya dalam menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Penggunaan Aizuchi Mahasiswa Bahasa Jepang dalam Komunikasi Berbahasa

Jepang”sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada beberapa pihak berikut ini :

1. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Zaim Elmubarok, M.Ag., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas untuk penulisan skripsi ini. 3. Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum., Sekertaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Asing, Universitas Negeri Semarang yang telah bersedia menjadi sekertaris dalam sidang skripsi ini.

4. Ai Sumirah Setiawati, S.Pd., M.Pd., Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Jepang yang telah memberikan fasilitas untuk penulisan skripsi ini.

5. Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd., selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengoreksi serta memberi masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.


(7)

(8)

SARI

Rahayu, Meta Gesti. 2015. Analisis Penggunaan Aizuchi Mahasiswa Bahasa Jepang dalam Komunikasi Berbahasa Jepang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing 1. Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd. Pembimbing 2. Silvia Nurhayati, S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci:Aizuchi, Isyarat balik, Verbal, Non verbal

Aizuchi merupakan suatu isyarat balik secara verbal maupun non verbal dalam bahasa Jepang yang seringkali diucapkan dan dilakukan oleh lawan bicara dalam komunikasi berbahasa Jepang. Kemunculan aizuchi juga seringkali digunakan sebagai indikator bahwa seseorang sedang mendengarkan pembicara dengan baik, terutama respon verbal, misalnya respon berupa ucapan “ ࡣ࠸“ atau “hai” yang berarti “ya”. Sementara, orang Indonesia memiliki cara respon berbeda dalam berkomunikasi. Pada penelitian ini, peneliti meneliti tentang penggunaan aizuchidan kesalahan-kesalahan penggunaannya.

Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif untuk mengetahui penggunaan aizuchi dan kesalahan-kesalahan penggunaannya. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah video rekaman pemaparan mata kuliah

interview dalam rangkaian kegiatan Teacher Training di Japanese Language Institute,

Japan Foundation, Kansai, Osaka, pada 2014. Penelitian ini menggunakan teknik rekam, simak dan catat untuk pengumpulan data dan teknik unsur pilah penenetu untuk analisis dan pengolahan data.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 100% aizuchi yang dilakukan, 22% diantaranya adalah aizuchi verbal dan 78% sisanya adalah aizuchi non verbal, dan dalam 100% aizuchi verbal yang diucapkan, 25% diantaranya merupakan penggunaan aizuchiverbal yang salah.


(9)

ix

RANGKUMAN

Rahayu, Meta Gesti. 2015. Analisis Penggunaan Aizuchi Mahasiswa Bahasa Jepang dalam Komunikasi Berbahasa Jepang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing 1. Dra. Rina Supriatnaningsih, M.Pd. Pembimbing 2. Silvia Nurhayati, S.Pd., M.Pd.

Kata Kunci:Aizuchi, Isyarat balik, Verbal, Non verbal

A. Latar Belakang

Pada dasarnya, bahasa memiliki keterkaitan erat dengan sosial budaya suatu masyarakat. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi langsung akan tetapi juga dapat menjadi suatu cerminan dari masyarakat yang menggunakannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa cara komunikasi merupakan salah satu aspek yang harus dikuasai oleh semua orang, terutama para pembelajar disiplin ilmu yang berhubungan dengan komunikasi dan kebudayaan suatu masyarakat, khususnya pembelajar bahasa, terutama bahasa asing. Hal ini sangat diperlukan, karena untuk mempelajari suatu bahasa asing dan dapat menggunakannya secara optimal kita juga perlu untuk memahami seperti apa budaya dan karakteristik komunikasi yang hidup dalam masyarakat tersebut.

Menurut pengamatan peneliti pada kehidupan sehari-hari, pada saat menjadi pendengar, umumnya pembelajar bahasa Jepang memiliki kebiasaan


(10)

untuk diam dan menyimak. Sementara, berbeda halnya dengan masyarakat Jepang. Pada saat berkomunikasi, indikasi bahwa seorang lawan bicara memahami dan mendengar dengan baik adalah ketika orang tersebut memberikan respon secara verbal melalui ucapan misanya ࠕ࠼࠼ࠖࠊࠕࡣ࠸ࠖࠊࠕ࠺ࢇࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍࡡࠖࠊࠕ࡬࠼ࠖࠊࠕ࠶࠶ࠖ ࠊdan lain sebagainya.

Perbedaan cara respon dalam komunikasi tersebut dapat dilihat pada saat pembelajar bahasa Jepang sedang melakukan komunikasi berbahasa Jepang, terutama ketika percakapan tersebut dilakukan dengan penutur asli bahasa Jepang. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah dalam pemahaman pembelajar, akan tetapi tidak jarang perbedaan cara merespon dalam komunikasi yang demikian menyebabkan ketidaknyamanan bagi penutur bahkan kesalahpahaman dalam komunikasi, terutama penutur asli bahasa Jepang yang terbiasa merespon atau mendapatkan respon secara verbal dalam komunikasi. Ketiadaan respon verbal atau aizuchi tersebut, sering

menyebabkan penutur asli bahasa Jepang mengindikasi bahwa lawan bicara, tidak mendengarkan dengan baik atau tidak mengerti poin penting yang telah dibicarakannya.

Dengan timbulnya masalah tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui apakah pada umumnya pembelajar bahasa Jepang berada pada kondisi yang sama. Terutama dalam hal ini peneliti melakukan analisis penggunaan aizuchioleh mahasiswa bahasa Jepang di Indonesia yang sedang


(11)

xi

mengikuti program Teacher Training di Japan Foundation, Osaka pada 28

Oktober-10 November 2014 lalu. Para peserta training tersebut adalah

mahasiswa bahasa Jepang yang terdiri dari 12 mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang dan 9 mahasiswa program Sastra Jepang dari beberapa universitas di Indonesia. Para peserta dalam program ini merupakan mahasiswa pilihan yang telah mengikuti proses seleksi dan terpilih untuk menjadi wakil universitasnya masing-masing sebagai representasi dari daerahnya.

B. Landasan Teori 1. Komunikasi

Menurut ᅜㄒ㎡඾, ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ㸸1㸬㏻ಙ࣭ሗ㐨ࠋ2㸬ゝ

ⴥ࡟ࡼࡿពᚿ࣭ᛮ᝿࡞࡝ࡢఏ㐩ࠋ ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢺ㸸ពᚿࢆఏ࠼ࡿࡇ࡜ࠋ

Komyunikeshon : 1. Tsuushin . houdou. 2. Kotoba ni yoru ishi. Shisou

nado no dentatsu.

Komyunikeeto: ishi wo tsutaerukoto.

Komunikasi: 1. Komunikasi. Liputan 2. Gagasan dalam kata-kata. Perpindahan gagasan dan lain-lain.

2. Menyimak

Hermawan (2012:41) menyebutkan tahapan-tahapan menyimak yang meliputi,


(12)

pada tahap penanggapan, penanggapan terjadi dalam fase (1) tanggapan yang kita buat sementara pembicara berbicara, dan (2) tanggapan yang kita buat setelah pembicara berhenti berbicara. Tanggapan-tanggapan ini merupakan umpan balik yang menginformasikan bahwa kita mengirim balik kepada pembicara bagaimana kita merasakan dan apa yang kita pikirkan tentang pesan-pesan pembicara.

Tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh kita, sementara pembicara sedang berbicara harus bersifat dukungan dan harus menunjukkan bahwa kita sedang menyimak terhadap pembicara. Tanggapan-tanggapan ini oleh para ahli bahasa non verbal biasa disebut isyarat balik, seperti “oh, begitu,” “ya” dan sinyal-sinyal sejenis lainnya yang membuat pembicara mengetahui bahwa kita sedang menyimak.

3. Respon verbal dan non-verbal

Stephen (2011:40) memberikan beberapa poin penting yang harus diperhatikan agar komunikasi berjalan efektif harus disertai dengan melakukan kegiatan mendengar dengan baik. Salah satunya adalah notes,

noises and non-verbal (membuat catatan, mengeluarkan suara tertentu dan

gerakan non-verbal). Pembaca dianjurkan untuk menuliskan poin-poin penting atau mengeluarkan suara tertentu yang mengindikasi bahwa benar-benar sedang memperhatikan lawan bicara, misalnya suara “emm”, “o” “ya”, dan sebagainya. Dianjurkan juga untuk melengkapi kegiatan mendengar dengan gerakan-gerakan non-verbal seperti


(13)

mengangguk-xiii

angguk, menggeleng-gelengkan kepala, dan lain-lain sehingga lawan bicara merasa yakin bahwa pesannya memang betul-betul disimak.”

Shibuya(2012:178)ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡟ࡣࠊゝⴥࢆ౑ࡗࡓࡶࡢ

࡜ࠊࡑ࠺࡛ࡣ࡞࠸ࡶࡢࡀ࠶ࡾࡲࡍࠋ๓⪅ࢆゝㄒⓗࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩ ࣙࣥ࡜࿧ࡧࠊᚋ⪅ࢆ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ゝ࠸ࡲࡍࠋ⚾ࡓ ࡕࡣࠊࡇࡢ஧ࡘࢆά⏝ࡋ࡚ࠊ⮬ศࡢពᛮࡸឤ᝟ࠊࡑࡢ௚ࡢ᝟ሗࢆ ┦ᡭ࡟ఏ࠼࡚࠸ࡲࡍࠋ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ࡣࠊ⾲᝟ࠊࡋ ࡄࡉࠊែᗘࠊࢪ࢙ࢫࢳ࣮ࣕࠊኌࡢ኱ࡁࡉࡸ㉁࡞࡝࡛ࡍࠋ

Komunikasi ada yang berupa kata-kata dan ada pula yang tidak. Orang pertama disebut komunikasi verbal, dan orang kedua disebut komunikasi non verbal. Dengan menggunakan keduanya, kita menyampaikan informasi berupa keinginan dan perasaan dan lain-lain kepada lawan bicara. Komunikasi non-verbal adalah, ekspresi (mimik wajah), isyarat, sikap, gesture (bahasa tubuh), besar/kecilnya serta kualitas suara dan lain-lain.

4. Bahasa Sikap

Kesuma (2007:8) mengatakan bahasa sikap adalah bahasa yang ditimbulkan oleh gerak-gerik anggota tubuh manusia. Menganggukkan kepala, misalnya merupakan sikap memberikan jawaban ‘mengiyakan suatu pernyataan’. Mengangkat bahu, misalnya yang lain, merupakan sikap memberikan jawaban ‘tidak tahu’. Dalam contoh-contoh itu tampak


(14)

bahwa gerak-gerik anggota tubuh manusia dapat difungsikan sebagai alat komunikasi. Hanya, fungsi itu mendasarkan diri pada konvensi antarkomunikatornya. Jika salah satu komunikator tidak mengetahui gerakan yang disampaikan oleh lawannya, sudah barang tentu komunikasi tidak akan berjalan.

5. Etika Komunikasi

Menurut Iriantara dan Syaripudin (2013:35) ada tatacara berperilaku dalam komunikasi interpersonal yang ditetapkan agama, budaya dan masyarakat. Kesantunan dan kesediaan mendengarkan ketika orang lain berbicara merupakan salah satu contohnya. Juga dipandang berperilaku etis manakala kita menyimak secara empatik.

Ruben dan Stewart (2013:378) mengemukakan bahwa ahli komunikasi Joseph de Vito menawarkan beberapa panduan untuk menghindari hambatan dalam komunikasi antarbudaya, salah satunya adalah waspada terhadap aturan-aturan budaya yang berlaku dalam setiap konteks komunikasi antarbudaya. Kita juga dianjurkan untuk berlaku sensitif terhadap aturan-aturan yang dianut oleh orang lain dan berusaha menghindari asumsi bahwa yang benar dan logis hanyalah aturan diri sendiri. Bahkan, apabila merasa ragu, kita dianjurkan untuk bertanya, agar komunikasi antarbudaya dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

6. Aizuchi


(15)

xv

Aizuchi are used to indicate that the listener has been listening

attentively so far and wants the speaker go on. In other words, aizuchi are

something like a traffic signal that makes the flow of conversation smooth.

The word ‘Hai’ is used as an aizuchi quiet often;in fact, it is used even

more often in giving aizuchi than in indicating agreement. Not only that, it

is also used to indicate that you don’t want to hear anymore. It resembles the English “All right. All right, that’s enough!”

When giving aizuchi, it is important to do it exactly when the speaker

expects it. When the speaker is asking for aizuchi he slow down the last

part of the phrase and says it with a dangling intonation.

Aizuchi digunakan untuk mengindikasi bahwa lawan bicara

(pendengar) mendengarkan dengan penuh perhatian dan menginginkan pembicara melanjutkan (pembicaraannya). Dengan kata lain, aizuchi adalah sesuatu yang mirip dengan rambu lalu lintas yang membuat komunikasi mengalir dengan halus. Kata ‘hai’ adalah aizuchi yang sangat

sering digunakan. Faktanya, ‘hai’ bahkan lebih banyak digunakan sebagai

aizuchi daripada digunakan untuk menunjukkan persetujuan. Bukan hanya

itu saja, ‘hai’ juga digunakan untuk menunjukkan bahwa Anda tidak ingin

mendengar lagi. Dalam bahasa Inggris hal tersebut mirip dengan, “All

right. All right. That’s enough!” (Baik. Baik. Cukup!).

Saat menggunakan aizuchi, sangatlah penting untuk menggunakannya


(16)

(mengharapkan) aizuchi, ia akan memperlambat bagian akhir frase dan

mengucapkannya dengan intonasi menggantung.

Hai’ atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘iya’ juga merupakan salah

satu kata yang sangat sering digunakan dalam percakapan berbahasa Indonesia dalam merespon suatu informasi dari pembicara. Berdasarkan teori tersebut, peneliti juga akan memperhatikan penggunaan kata’hai

sebagai aizuchi yang terdapat dalam data.

Mizutani dan Mizutani (1990:19) in Japanese conversation, the

listener constantly helps the speaker with aizuchi, and the speaker is

always conscious with listener’s aizuchi. Thus aizuchi are essential in

Japanese conversation, and they have to be given correctly in order to

communicate properly in Japanese.

Disebutkan bahwa dalam percakapan berbahasa Jepang, pendengar membantu (mendorong) pembicara dengan aizuchi, dan pembicara akan

selalu antusias dengan aizuchi pendengar. Aizuchi adalah sesuatu yang

mendasar dalam percakapan berbahasa Jepang, dan harus dilakukan dengan benar untuk berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Jepang.

Mizutani dan Mizutani juga mengungkapkan konsekwensi ketiadaan

aizuchi dalam komunikasi bahasa Jepang. absence of aizuchi. When two

people are conversing and giving aizuchi regularly, the absence of aizuchi

will mean that the listener has not understood or does not want to


(17)

xvii

worrying if someone listens quietly without giving aizuchi when expected.

They will especially feel uneasy at the absence of aizuchi when speaking

on the telephone, because they are unable to see the listener’s facial

expression. They will soon start sounding uneasy and repeat

“moshimoshi.”

Disebutkan bahwa ketika dua orang bercakap-cakap dan memberikan

aizuchi secara teratur, ketiadaan aizuchi akan mengartikan bahwa

pendengar tidak mengerti atau tidak menginginkan pembicaraan berlanjut. Kemudian, pembicara bahasa Jepang akan mulai merasa khawatir jika seseorang hanya mendengar dalam diam tanpa memberikan aizuchi pada

waktu yang diharapkan. Khususnya mereka akan merasa tidak enak saat tidak ada aizuchi (oleh pendengar) saat melakukan percakapan melalui

telepon., karena mereka tidak dapat melihat ekspresi wajah pendengar. Mereka (pembicara bahasa Jepang) akan terdengar kurang menyenangkan dan berulang kali mengatakan “moshimoshi” (“halo”).

Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan

aizuchi dalam percakapan berbahasa Jepang yang sebenarnya baik secara

langsung maupun melalui telepon. Aizuchi juga menunjukkan sebuah

perasaan empatik dan penghargaan terhadap pembicara. Namun, Mizutani dan Mizutani juga mengungkapkan mengenai aizuchi dan orang asing atau


(18)

Aizuchi and foreigners. Although aizuchi are essential for conversing

in Japanese effectively, foreigners often find it difficult to become used to

them. It requires training and effort to become able to give aizuchi

properly. The first step is to understand that aizuchi are NOT interruption

but rather encouragement; the next step is to try to give aizuchi oneself.

For those who find it extremely difficult to give verbal aizuchi, nodding

can serve as aizuchi as long as one is not speaking on the phone. In fact,

some Japanese use nodding instead of verbal aizuchi. Especially when

more than one person is listening, the main listener often gives verbal

aizuchi while the other persons simply nod.

Dijelaskan bahwa meskipun aizuchi adalah hal yang mendasar untuk

bercakap-cakap dalam bahasa Jepang secara efektif, orang asing kerap mengalami kesulitan dalam penggunaannya. Dibutuhkan latihan dan usaha untuk dapat menggunakan aizuchi dengan benar. Langkah pertama adalah

memahami bahwa aizuchi bukanlah interupsi dalam percakapan

melainkan pendorong percakapan; langkah selanjutnya adalah melakukan

aizuchi itu sendiri. Bagi yang sangat merasa kesulitan untuk melakukan

aizuchi secara verbal, mengangguk dapat digunakan sebagai aizuchi

selama percakapan tidak dilakukan melalui telepon. Sebenarnya, orang Jepang juga menggunakan anggukan sebagai ganti aizuchi verbal.


(19)

xix

sering memberikan respon verbal sedangkan yang laiinya cukup menganggukkan kepala.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu untuk mendeskripsikan penggunaan aizuchi oleh pembelajar bahasa Jepang yang

mengikuti program Teacher Training di Japanese Language Institute, Japan

FoundationKansai, Osaka pada 2014 dalam percakapan formal.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, 1. Peneliti Mengumpulkan data dengan teknik rekam, simak dan catat

melalui Video rekaman.

2. Peneliti menganalisis data yang terkumpul dengan teknik unsur pilah penentu, dengan mengambil percakapan yang mengandung aizuchi.

3. Peneliti melakukan analisis untuk mengetahui penggunaan aizuchi dan

kesalahan penggunaannya. D. Hasil dan Pembahasan

Pada analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, dari 71 kali pengucapan

aizuchi verbal yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa

Jepang sebagai peserta Teacher Training di Japanese Language Institute,

Kansai, Osaka, pada 2014, ditemukan pula kesalahan-kesalahan atau penggunaan aizuchiverbal yang kurang tepat.


(20)

Dari 71 kali pengucapan aizuchi verbal dalam kegiatan pemaparan tersebut,

tercatat sebanyak 18 kali atau 25% diantaranya merupakan penggunaan

aizuchi yang kurang tepat contohnya,

Q 㸸࡝ࢇ࡞᭤ࡀ୍␒ὶ⾜ࡗ࡚࠸ࡿ࠿஧ࡘ୕ࡘᩍ࠼࡚ࡃࡔࡉ࠸ࠋ

A 㸸࢔࢖ࢻࣝࡀ୍␒ேẼࡀ࠶ࡾࡲࡍࠋ౛࠼ࡤ…

Q 㸸᭤ࡣ㸽

A 㸸㸸࠶㸽

Pada percakapan ini, lawan bicara adalah orang Jepang. Pembelajar bahasa Jepang menggunakan ࠶㸽sebagai aizuchi untuk menunjukkan bahwa ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh penanya.

Namun, penggunaan aizuchitersebut menurut peneliti dianggap kurang tepat

dikarenakan lawan bicara adalah orang Jepang dan usianya lebih tua, sehingga dapat menimbulkan kesan yang kurang sopan. Aizuchi yang lebih tepat

digunakan untuk situasi seperti ini adalah ࡍࡳࡲࡏࢇ㸽atau “maaf?” atau, apabila situasi spontan, dapat mengucapkan ࡣ࠸㸽atau “ya?” yang lebih umum digunakan sebagai ungkapan ketika kita tidak dapat menangkap dengan baik pembicaraan yang dilakukan oleh lawan bicara dan mengisyaratkan agar lawan bicara mengulang atau menjelaskan dengan kata-kata yang lebih mudah dimengerti.


(21)

xxi

Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan analisis data dan pembahasan penggunaan serta kesalahan penggunaan aizuchi adalah sebagai berikut:

1. Pembelajar bahasa Jepang Indonesia cenderung lebih banyak menggunakan aizuchi non verbal daripada aizuchi verbal. dari hasil

penelitian, bahwa aizuchi verbal yang dilakukan oleh pembelajar bahasa

Jepang dalam situasi percakapan formal berupa pemaparan dalam rangkaian kegiatan teacher training di Japanese Language Institute,

Japan Foundation, Kansai, Osaka adalah 22% sedangkan 78% sisanya

adalah aizuchiberupa tindakan non verbal misalnya anggukan.

2. Dari 71 aizuchi verbal yang tecatat dalam data penelitian, 25%


(22)

ࡲ ࡲ࡜ࡵ

࢖ࣥࢻࢿࢩ࢔᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡢ᪥ᮏㄒᑐヰࡢ┦ᵔࡢ౑⏝࡜ࡑࡢ୙ṇ࡞౑⏝ศᯒ $ ⫼ᬒ

ゝㄒࡣᇶᮏⓗ࡟♫఍ᩥ໬࡜ᙉ࠸㛵ಀࡀ࠶ࡿࠋゝㄒࡣ┤᥋ࡢࢥ࣑ࣗࢽ ࢣ࣮ࢩࣙࣥࡢᶵ⬟ࢆᯝࡓࡋ࡚࠸ࡿࡔࡅ࡛ࡣ࡞ࡃࠊࡑࡢゝㄒࢆ౑ࡗ࡚ ࠸ࡿ♫఍ࡢែᗘ࡞࡝ࢆ⾲ࡋ࡚࠸ࡿࠋࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥࡢ᪉ἲࡣ୍ࡘ ࡢᵝ┦ࡀㄡ࡛ࡶ኱஦࡟ࡋ࡞ࡅࢀࡤ࡞ࡽ࡞࠸ࠋ୺࡟ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ ࡜♫఍࡟㛵ࢃࡿศ㔝ࡔࠋ≉࡟እᅜㄒࡢᏛ⩦⪅ࡔࠋࡇࡢ▱㆑ࡣࡁࢃࡵ ࡚኱஦࡞ࡇ࡜࡛࠶ࡿࠋ࡞ࡐ࠿࡜࠸࠺࡜ࠊṇࡋࡃ࡚᭱㧗ࡢእᅜㄒ࡛ᑐヰ ࡛ࡁࡿࡓࡵ࡟ࡣࡑࡢゝㄒࢆẕㄒ࡜ࡋ࡚౑ࡗ࡚࠸ࡿ♫఍ࡢᩥ໬࡜≉ᚩࢆ ⌮ゎࡍࡿᚲせࡀ࠶ࡿࠋ

◊✲⪅ࡢぢᏛࡢ㏻ࡾ࡟࿘ࡾ࡟࠸ࡿ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡣ᪥ᖖࡢ఍ヰࡢ࡜ࡁࠊ ⪺ࡁᡭ࡜ࡋ࡚ࠊ୍⯡ⓗ࡟㯲ࡾࠊࡺࡗࡃࡾヰࢆ⪺࠸࡚࠸ࡿࠋ㏫࡟ࠊ఍ヰ ࡋ࡚࠸ࡿ࡜ࡁࠊ᪥ᮏேࡣ⪺ࡁᡭࡀⰋࡃ⪺࠸࡚࠸ࡿ࠿࡝࠺࠿ࠊヰࡢ࣏࢖ ࣥࢺࢆ⌮ゎ࡛ࡁࡿ࠿࡝࠺࠿ࠊࡑࢀࡣ఍ヰ୰ࡢ཯ᛂḟ➨࡛࠶ࡿࠋ౛࠼ࡤࠊ ࠕ࠼࠼ࠖࠊࠕࡣ࠸ࠖࠊࠕ࠺ࢇࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍࡡࠖࠊ ࠕ࡬࠼ࠖࠊࠕ࠶࠶ࠖࠊ࡞࡝࡛࠶ࡿࠋ

ࡇࡢࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡟ᑐࡋ࡚ࡢ཯ᛂࢆᡴࡕ᪉ࡢ㐪࠸ࡣ᪥ᮏㄒᏛ ⩦⪅ࡀ᪥ᮏㄒ࡛఍ヰࡍࡿ࡜ࡁ࡟ぢࡽࢀࡿࠋ≉࡟᪥ᮏே࡜఍ヰࡍࡿ᫬ࡔࠋ ࡇࢀࡣ఍ヰࡢ࡜ࡁ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡢ⌮ゎ࡟ᑐࡋ࡚ၥ㢟ࡣ࡞࠸ࡀࠊ᪥ᮏே ࡢ┦ᡭ࡟ࡋࡓࡽ࣑ࢫ࡜࠿఍ヰࡢὶࢀࡀḟ➨࡟Ⰻࡃ࡞࠸㞺ᅖẼࡢ఍ヰ࡟ ⛣ࡿࠋ≉࡟᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅ࡀ఍ヰࡢ᫬࡜ࡋ࡚⪺ࡁᡭ࡜ࡋ࡚ࡼࡃࣂࣂ࣮ ࣝ཯ᛂࢆᡴࡗ࡚ୖࡆࠊヰࡋᡭࣂࣂ࣮ࣝ཯ᛂࡶㄆࡵ࡚࠸ࡿࠋࣂࣂ࣮ࣝ཯


(23)

xxiii

ᛂࡀ᪥ᮏㄒ࡛࠶࠸࡙ࡕ࡜ࡋ࡚▱ࡽࢀ࡚࠸ࡿࠋ࠶࠸࡙ࡕᢤࡁࡢ఍ヰࡣ᪥ ᮏே࡟ᑐࡋ࡚┦ᡭࡣⰋࡃ⪺࠸࡚࠶ࡆ࡞ࡃࠊ࠶ࡲࡾヰࡢ࣏࢖ࣥࢺࡀศ࠿ ࡽ࡞࠸࡜ᛮࡗ࡚࠸ࡿࠋ

ࡑࡢၥ㢟ࢆඖ࡟ࠊ◊✲⪅ࡣ࿘ࡾࡢ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡔࡅ࡛ࡣ࡞ࡃࠊ୍⯡ ⓗ࡞᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡀྠࡌᵝᏊ࡛ࠊ࠶ࡲࡾ┦ᵔࢆᡴࡗ࡚࠸࡞࠸࠿࡟⯆࿡ ࡀ࠶ࡿࠋᮏ✏࡛ࡣ㛵すᅜ㝿஺ὶᇶ㔠ࠊ኱㜰ࠊ ᖺ ᭶ ᪥̿ ᖺ ᭶ ᪥ࡲ࡛࡟⾜ࢃࢀࡓᖹᡂ ᗘᮾ༡࢔ࢪ࢔᪥ᮏㄒᩍဨ㣴ᡂ኱ Ꮫ⛣ືㅮᗙ࢖ࣥࢻࢿࢩ࢔ࡢࣉࣟࢢ࣒ࣛࡢᏛ⏕ཧຍ⪅ࡢ࠶࠸࡙ࡕࢆゎ ᯒࡋࡓࠋࡇࡢࣉࣟࢢ࣒ࣛࡣ࢖ࣥࢻࢿࢩ࢔඲ᅜ ྡࡢ᪥ᮏㄒᩍ⫱⛉ࡢ Ꮫ⏕࡜ ྡࡢ᪥ᮏㄒᩥᏛࡢᏛ⏕ࡀཧຍࡋࡓࠋࡳࢇ࡞ࡣ኱Ꮫෆ㑅ᢥヨ㦂 ࢆྜ᱁ࡋࠊ኱Ꮫࡢ௦⾲࡜ࡋ࡚ཧຍࡋ࡚࠸ࡓࠋࡑࡢ⌮⏤ࢆඖ࡟ࠊᮏ✏ࡢ ◊✲ࢆࡋࡓࠋ

% ᇶᇶᮏⓗ࡞⌮ㄽ

ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ

ᅜㄒ㎡඾࡟ࡼࡿ࡜ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ࡣ㸸㸬㏻ಙ࣭ሗ㐨ࠋ 㸬ゝⴥ࡟ࡼࡿពᚿ࣭ᛮ᝿࡞࡝ࡢఏ㐩ࠋ

ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢺ㸸ពᚿࢆఏ࠼ࡿࡇ࡜ࠋ

῰㇂ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡟ࡣࠊゝⴥࢆ౑ࡗࡓࡶࡢ࡜ࠊ ࡑ࠺࡛ࡣ࡞࠸ࡶࡢࡀ࠶ࡾࡲࡍࠋ๓⪅ࢆゝㄒⓗࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ ࡜࿧ࡧࠊᚋ⪅ࢆ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ゝ࠸ࡲࡍࠋ⚾ࡓࡕࡣࠊ ࡇࡢ஧ࡘࢆά⏝ࡋ࡚ࠊ⮬ศࡢពᛮࡸឤ᝟ࠊࡑࡢ௚ࡢ᝟ሗࢆ┦ᡭ࡟ ఏ࠼࡚࠸ࡲࡍࠋ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ࡣࠊ⾲᝟ࠊࡋࡄࡉࠊ ែᗘࠊࢪ࢙ࢫࢳ࣮ࣕࠊኌࡢ኱ࡁࡉࡸ㉁࡞࡝࡛ࡍࠋ

┦ᵔ


(24)

࠶࠸࡙ࡕࡣ⪺ࡁᡭࡀࡼࡃヰࢆ⪺࠸࡚ࠊヰࡋᡭࡢヰࢆ⥆࠿ࡏࡿ࡜ 㢪ࡗ࡚࠸ࡿࡢࢧ࢖࡛ࣥ࠶ࡿࠋ࠶ࡿ࠸ࡣࠊ࠶࠸࡙ࡕࡣಙྕࡳࡓ࠸ࡢ ᶵ⬟ࢆᯝࡓࡋࠊᑐヰࡢὶࢀࢆࡸࢃࡽ࠿ࡏࡿࡶࡢ࡛࠶ࡿࠋࠕࡣ࠸ࠖ ࡣࡼࡃ౑ࢃࢀ࡚࠸ࡿࠋࡋ࠿ࡋࠊ஦ᐇ࡟ࡣࠕࡣ࠸ࠖ࡜㈶ᡂࡢⓎ⌧࡟ ࡼࡾ┦ᵔ࡜ࡋ࡚ࡼࡃ౑ࢃࢀ࡚࠸ࡿࠋࡑࢀࡔࡅ࡛ࡣ࡞ࡃࠊࠕࡣ࠸ࠖ ࡜࠸࠺ゝⴥࡶ࠶࡞ࡓࡀࡶ࠺ヰࢆ⪺ࡁࡓࡃ࡞࠸࡜࠸࠺⾲⌧ࢆ⾲ࡏࡿࠋ ௚ࡢゝⴥ࡛ࡣࠕࡶ࠺࠸࠸ࡼࠖ࡜࠸࠺⾲⌧࡛࠶ࡿࠋ

┦ᵔࡣヰࡋᡭࡢᕼᮃ㏻ࡾࡢ࡜ࡁ࡟ᡴࡘࡢࡣ኱஦࡞ࡇ࡜ࡔࠋヰࡋ ᡭࡀ┦ᵔࢆㄆࡵ࡚࠸ࡿ࡜ࡁࡢࢧ࢖ࣥࡣヰࡋᡭࡀࡺࡗࡃࡾ࡜ᠱᆶ࢖ ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥ᭱ᚋࡢᩥࡢࣇ࣮ࣞࢬࢆゝ࠺࡜ࡁ࡛࠶ࡿࠋ

Ỉ㇂࡜Ỉ㇂᪥ᮏㄒᑐヰࡢ୰࡟ࠊ⪺ࡁᡭࡀヰࡋᡭࢆ࠶ ࠸࡙ࡕ࡛ᡭఏ࠸ࠊ┦ᵔࢆᡴࡘ࡜⪺ࡁᡭࡀࡼࡃ⪺࠸࡚࠸ࡿࢆ⾲ࡋࠊ ヰࡋᡭࡣࡎࡗ࡜┦ᡭ࠿ࡽ┦ᵔࢆㄆࡵ࡚࠸ࡿࠋ┦ᵔࡣᇶᮏⓗ࡟኱ษ ࡛ࠊ఍ヰࡀ࠺ࡲࡃ࠸ࡅࡿࡓࡵ࡟ṇࡋࡃᡴࡓ࡞ࡅࢀࡤ࡞ࡽ࡞࠸ࠋ

┦ᵔ࡞ࡋࡢ఍ヰࠋ஧ேࡣᑐヰࡋࠊ┦ᵔࢆࡕࡷࢇ࡜ᡴࡘࠋ࠶࠸࡙ ࡕࡢ࡞࠸఍ヰࡣ⪺ࡁᡭࡀヰࡢ࣏࢖ࣥࢺࡀศ࠿ࡽ࡞ࡃࠊ⪺ࡁࡓࡃ࡞ ࠸࡜࠸࠺ព࿡࡛࠶ࡿࠋࡑࡢࡓࡵࠊ᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅ࡣ┦ᡭࡀ┦ᵔࢆ ᡴࡓࡎ࡟ࠊ㯲ࡗ࡚࠸ࡿ࡜ࡁࡣᚰ㓄࡞Ẽᣢࡕ࡟࡞ࡿࠋࡑࡢᵝᏊࡀ㟁 ヰࡢ఍ヰࡢ࡜ࡁ࡟㉳ࡇࡗࡓࡽࠊ⪺ࡁᡭࡢ⾲᝟ࡀぢ࠼࡞࠸ࡓࡵࠊ఍ ヰࡢ✵Ẽࡀᝏࡃ࡞ࡿࠋࡑࡢ᫬࡟ࠊ㟁ヰࡍࡿேࡣⰋࡃࠕࡶࡋࡶࡋࠖ ࡜࠸࠺ゝⴥࢆ⧞ࡾ㏉ࡍࠋ

┦ᵔ࡜እᅜேࠋ࠶࠸࡙ࡕࡣ᪥ᮏㄒᑐヰࡢᇶᮏⓗ࡞ࡶࡢ࡜࠸ࡗ࡚ ࡶࠊእᅜே࡟ࡋࡓࡽ┦ᵔࢆᡴࡘࡢࡀ㞴ࡋ࠸࠿ࡶࡋࢀ࡞࠸ࠋ࠶࠸࡙ ࡕࢆṇࡋࡃᡴ࡚ࡿࡼ࠺࡟࡞ࡿࡓࡵ࡟ࡣ⦎⩦ࡀᚲせ࡛࠶ࡿࠋࡲࡎࡣࠊ ┦ᵔ࡜ࡣヰࡋᡭࢆ㑧㨱ࡍࡿࢃࡅ࡛ࡣ࡞ࡃࠊヰࡢὶࢀࢆᨭ࠼ࡿࠋḟ


(25)

xxv

ࡣࠊ┦ᵔࢆᡴࡘࠋࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࢆᡴࡘࡢࡀࡁࢃࡵ࡚㞴ࡋ࠸࡜ᛮࡗ ࡚࠸ࡿேࠊ㟁ヰࡢ఍ヰ࡛ࡣ࡞࠸㝈ࡾࠊ࠺࡞ࡎࡁࡣࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡢ ௦ࢃࡾ࡟౑࠼ࡿࠋᐇࡣࠊ᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅ࡶࡼࡃࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡢ௦ ࢃࡾ࡟࠺࡞ࡎࡁࢆࡍࡿࠋ୺࡟ࠊ఍ヰࡢ୰࡟୍ே௨ୖࡢேࡀヰࡋ࡚ ࠸ࡿ࡜ࡁࠊ୺ࡢ⪺ࡁᡭࡣࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࢆᡴࡕࠊࡑࡢ௨እࡣ࠺࡞ࡎ ࡁࠋ

&

& ◊✲ࡢ᪉ἲ

ᮏ✏ࡣ㉁ⓗ࡞グ㏙◊✲࡛ࠊᖹᡂᗘᮾ༡࢔ࢪ࢔᪥ᮏㄒᩍဨ㣴ᡂ኱ Ꮫ⛣ືㅮᗙ࢖ࣥࢻࢿࢩ࢔ࡢࣉࣟࢢ࣒ࣛࡢ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡢᏛ⏕ཧຍ⪅ ࡀࣇ࢛࣮࣐ࣝ఍ヰࡢ࡜ࡁ࡟ᡴࡗࡓ┦ᵔࢆㄝ᫂ࡍࡿࠋ

◊✲ࡢᡭ㡰ࡣḟࡢ୕ࡘ㸸

◊✲⪅ࡣ㘓⏬ࢆ㘓ࠊཧ↷ࠊグ㘓ࡢ᪉ἲ࡛ࢹ࣮ࢱࢆ㞟ࡲࡿࠋ ◊✲⪅ࡣ㞟ࡲࡗࡓࢹ࣮ࢱࢆ≉ูせ⣲㑅ᢥࡢ᪉ἲࢆ౑࠸ࠊ㞟ࡲࡗ

ࡓࢹ࣮ࢱ࠿ࡽ┦ᵔࡀ࠶ࡿ఍ヰࢆグ㘓ࡍࡿࠋ

◊✲⪅ࡣ┦ᵔࡢ౑⏝࡜ࡑࡢ୙ṇ࡞౑⏝ࢆศᯒࡍࡿࠋ ' ◊✲ࡢ⤖ᯝ

◊✲⪅ࡢศᯒ࡟ࡼࡿ࡜ࠊ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡣᅇࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࢆᡴࡗࡓࠋ ୙ṇ࡞┦ᵔࡢ౑⏝ࡋ᪉ࡶぢࡘ࠿ࡗࡓࠋࡑࡢᅇࡢࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡢ୰࡟ ᅇ࠶ࡿ࠸ࡣࡣ୙ṇ࡞┦ᵔࡢ౑⏝࡛࠶ࡿࠋ

౛㸸

᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅㸸࡝ࢇ࡞᭤ࡀ୍␒ὶ⾜ࡗ࡚࠸ࡿ࠿஧ࡘ୕ࡘᩍ࠼࡚ ࡃࡔࡉ࠸ࠋ

᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ 㸸࢔࢖ࢻࣝࡀ୍␒ேẼࡀ࠶ࡾࡲࡍࠋ౛࠼ࡤ͐

᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅㸸᭤ࡣ㸽 ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅㸸࠶㸽


(26)

ࡇࡢ఍ヰ࡛ࠊ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡣ┦ᵔ࡜ࡋ࡚࠶࠶㸽ࢆゝ࠸ࠊ᪥ᮏㄒẕ ㄒヰ⪅ࡢヰࡋࡢᴫせࡀศ࠿ࡽ࡞࠸࡜⾲ࡋ࡚࠸ࡿࠋࡋ࠿ࡋࠊ◊✲⪅࡟࡜ࡗ ࡚ࠊࡑࡢ┦ᵔࡣ୙ṇ࡞┦ᵔࡔࠋ࡞ࡐ࠿࡜࠸࠺࡜ࠊヰࡋ┦ᡭࡣᖺୖࡓࡵࠊ ࠶ࡲࡾኻ♩ࡔ࡜ᛮ࠺ࠋࡶࡋࠊヰࡢ㏵୰࡛ศ࠿ࡽ࡞࠸ࡇ࡜ࡀ࠶ࡗࡓࡽࠊ ࠕࡍࡳࡲࡏࢇࠖ࡜࠿ࠊࠕࡣ࠸㸽ࠖࢆゝࡗࡓ࡯࠺ࡀ࠸࠸࡜ᛮ࠺ࠋ

( ⤖ㄽ

┦ᵔࡢ౑⏝࡜ࡑࡢ୙ṇ࡞౑⏝ࡢࢹ࣮ࢱࢆศᯒࡋࡓᚋࠊ◊✲⪅ࡣḟࡢ୙

஧ࡘࡢ⤖ㄽࢆྲྀࡗࡓ㸸

᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡣࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡼࡾࣀࣥࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡢ࡯࠺ࡀࡼࡃ ᡴࡗ࡚࠸ࡿࠋࢹ࣮ࢱ࡟ࡼࡿ࡜ࠊ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡀࡢᡴࡗࡓ┦ᵔ ࡢ୰࡟ࡣࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔ࡛ࠊࡑࡢṧࡾࡢࡣࣀࣥࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔ ࡛࠶ࡿࠋ

ᅇ᪥ᮏㄒᏛ⩦⪅ࡀᡴࡗࡓࣂࣂ࣮ࣝ┦ᵔࡢ୰࡟ࠊࡑࡢ ࡣ୙ṇ ࡞┦ᵔࡢ౑⏝ࡋ᪉࡛࠶ࡿࠋ


(27)

xxvii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……….ii PENGESAHAN KELULUSAN……….iii PERNYATAAN………iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN………..v PRAKATA………vi SARI……….viii RANGKUMAN………...ix MATOME...xxii DAFTAR ISI...xxvii BAB I PENDAHULUAN………....1

1.1Latar Belakang……….1

1.2 Pembatasan masalah………5

1.3Rumusan Masalah………5

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian………....6 1.5Sistematika Penulisan………..7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI…………...9

2.1Tinjauan Pustaka………...9 2.2Landasan Teori………..11

1. Komunikasi………...11


(28)

3. Respon verbal dan non verbal………...13 4. Bahasa Sikap………...15 5. Etika Komunikasi………...15 6. Aizuchi………....16 2.3Kerangka Berpikir………21 BAB III METODE PENELITIAN...23

3.1 Pendekatan Penelitian………...23 3.2Data dan Sumber Data………..23 3.3Objek Data………....24 3.4Teknik Pengumpulan Data………....24 3.5Teknik Pengolahan dan Analisis Data………...25 3.6 Teknik Pemaparan dan Hasil Analisis Data………...25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….26

4.1 Penggunaan aizuchi oleh mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang………...32

4.1.1 Aizuchiverbal………...32

4.1.2 Aizuchinon verbal………78

4.1.3 Aizuchiverbal dan non verbal………..85 4.2 Kesalahan penggunaan aizuchiverbal mahasiswa Indonesia pembelajar

bahasa Jepang………..85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..98

5.1Kesimpulan………...98

5.2Saran………...99

DAFTAR PUSTAKA………...101 LAMPIRAN


(29)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat lisan, tulisan atau gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Dalam mempelajari bahasa, kita mengenal 4 aspek penting dalam penerapan bahasa, salah satunya adalah berbicara. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.

Pada dasarnya, bahasa memiliki keterkaitan erat dengan sosial budaya suatu masyarakat. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi langsung akan tetapi juga dapat menjadi suatu cerminan dari masyarakat yang menggunakannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa cara komunikasi merupakan salah satu aspek yang harus dikuasai oleh semua orang, terutama para pembelajar disiplin ilmu yang berhubungan dengan komunikasi dan kebudayaan suatu masyarakat, khususnya pembelajar


(30)

2

bahasa, terutama bahasa asing. Hal ini sangat diperlukan, karena untuk mempelajari suatu bahasa asing dan dapat menggunakannya secara optimal kita juga perlu untuk memahami seperti apa budaya dan karakteristik komunikasi yang hidup dalam masyarakat tersebut.

Menurut pengamatan peneliti pada kehidupan sehari-hari, pada saat menjadi pendengar, umumnya mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang memiliki kebiasaan untuk diam dan menyimak. Indikasi bahwa seseorang mendengarkan dengan baik adalah ketika orang tersebut diam dan mendengarkan dengan seksama. Sementara, berbeda halnya dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Pada saat berkomunikasi, indikasi bahwa seorang lawan bicara memahami dan mendengar dengan baik adalah ketika orang tersebut memberikan respon secara verbal melalui

ucapan misanya ࠕ࠼࠼ࠖࠊࠕࡣ࠸ࠖࠊࠕ࠺ࢇࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖࠊࠕࡑ࠺࡛ࡍࡡࠖࠊࠕ࡬࠼ࠖࠊࠕ࠶

࠶ࠖࠊdan lain sebagainya.

Perbedaan cara respon dalam komunikasi tersebut dapat dilihat pada saat pembelajar bahasa Jepang sedang melakukan komunikasi berbahasa Jepang, terutama ketika percakapan tersebut dilakukan dengan penutur asli bahasa Jepang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor kurangnya pemahaman mahasiswa akan pentingnya penggunaan aizuchi. Selain itu

dapat juga dipengaruhi oleh faktor terbawa dengan budaya komunikasi dalam bahasa ibunya, yaitu bahasa Indonesia atau bahasa Jawa yang


(31)

3

cenderung diam dan menyimak saat menjadi pendengar dalam komunikasi.

Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah dalam pemahaman pembelajar, akan tetapi tidak jarang perbedaan cara merespon dalam komunikasi yang demikian menyebabkan ketidaknyamanan bagi penutur bahkan kesalahpahaman dalam komunikasi, terutama penutur asli bahasa Jepang yang terbiasa merespon atau mendapatkan respon secara verbal dalam komunikasi. Ketiadaan respon verbal atau aizuchi tersebut, sering

menyebabkan penutur asli bahasa Jepang mengindikasi bahwa lawan bicara, dalam hal ini adalah pembelajar bahasa Jepang tidak mendengarkan dengan baik atau tidak mengerti poin penting yang telah dibicarakannya.

Dengan timbulnya masalah tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui apakah pada umumnya pembelajar bahasa Jepang berada pada kondisi yang sama. Terutama dalam hal ini peneliti melakukan analisis penggunaan aizuchi oleh mahasiswa bahasa Jepang di Indonesia yang

sedang mengikuti program Teacher Training di Japan Foundation, Osaka

pada 28 Oktober-10 November 2014 lalu. Para peserta training tersebut

adalah mahasiswa bahasa Jepang yang terdiri dari 12 mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang dan 9 mahasiswa program Sastra Jepang dari beberapa universitas di Indonesia. Para peserta dalam program ini merupakan mahasiswa pilihan yang telah mengikuti proses seleksi dan


(32)

4

terpilih untuk menjadi wakil universitasnya masing-masing sebagai representasi dari daerahnya.

Dapat dikatakan, bahwa para peserta teacher training tersebut

merupakan mahasiswa terpilih dan memiliki kemampuan yang cukup memadahi dalam berbahasa Jepang. Dengan adanya proses seleksi tersebut, dapat dikatakan bahwa para mahasiswa peserta tersebut termasuk mahasiswa terbaik di universitas asalnya dan memiliki pengetahuan bahasa Jepang yang baik. Namun, peneliti, yang juga mengikuti program tersebut, melalui pengamatan dalam percakapan sehari-hari menemukan bahwa sebagian besar peserta memiliki kecenderungan untuk tidak mengungkapkan aizuchi secara verbal. Hal ini sempat mendapatkan

teguran dari beberapa dosen yang mengajar (dosen penutur asli) . Dengan demikian, aizuchimerupakan salah satu aspek yang paling sering dibahas

di dalam kelas dan pada saat dilakukan evaluasi.

Oleh Karena itu, timbulnya pemasalahan kurangnya penggunaan

aizuchi pada pembelajar bahasa Jepang dalam berkomunikasi melalui

pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti pada saat menikuti kegiatan teacher training tersebut, dapat dikatakan bahwa pada umumnya

pembelajar bahasa Jepang tidak begitu menyadari akan pentingnya penggunaan aizuchi. Padahal, aizuchi adalah hal yang sangat diperhatikan

oleh penutur asli bahasa Jepang dan menjadi salah satu poin terpenting dalam komunikasi. Tentunya, tujuan dari mempelajari bahasa Jepang


(33)

5

adalah dapat menggunakan bahasa Jepang dalam situasi yang sebenarnya. Sebagai pembelajar bahasa Jepang yang nantinya telah bersentuhan langsung dengan penutur asli bahasa Jepang di dunia kerja maupun dunia pendidikan tentunya tidak ingin mengalami masalah komunikasi tersebut karena kurangnya pemahaman akan pentingnya penggunaan aizuchi.

Dengan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui seperti apakah penggunaan aizuchi oleh pembelajar bahasa Jepang, dalam hal ini

adalah mahasiswa bahasa Jepang melalui skripsi berjudul “Analisis Penggunaan Aizuchi Mahasiswa Bahasa Jepang dalam Komunikasi Berbahasa Jepang”.

1.2 Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya akan menganalisis penggunaan aizuchi verbal yang digunakan oleh mahasiswa peserta Teacher Training di Japanese Language

Institute, Japan Foundation Kansai, Osakapada 2014.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan analisis penggunaan aizuchi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia, sehingga ada

beberapa hal yang menjadi pokok penelitian,

1. Bagaimana penggunaan aizuchi oleh mahasiswa bahasa Jepang di

Indonesia dalam komunikasi formal baik laki-laki maupun perempuan yang mengikuti kegiatan Teacher Training di Japanese Language


(34)

6

2. Bagaimana kesalahan penggunaan aizuchi oleh mahasiswa Indonesia

pembelajar bahasa Jepang yang mengikuti kegiatan Teacher Training di

Japanese Language Institute, Japan Foundation Kansai, Osaka pada 2014

ketika berkomunikasi dalam bahasa Jepang? 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu

1. Mendeskripsikan penggunaan aizuchi oleh para mahasiswa pembelajar

bahasa Jepang di Indonesia yang mengikuti kegiatan Teacher Training di

Japanese Language Institute, Japan Foundation Kansai, Osaka pada 2014

dalam komunikasi formal.

2. Mendeskripsikan kesalahan yang timbul dalam komunikasi bahasa Jepang berhubungan dengan aizuchi yang dilakukan oleh mahasiswa pembelajar

bahasa Jepang yang mengikuti kegiatan Teacher Training di Japanese

Language Institute, Japan Foundation Kansai, Osakapada 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini mencakup manfaat praktis dan manfaat teoritis sebagai berikut,

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pembelajar Bahasa Jepang sebagai referensi untuk mengetahui


(35)

7

penggunaan aizuchi yang benar dan kesalahan-kesalahan penggunaan

aizuchiyang harus dihindari.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pendidikan maupun kebahasaan untuk dapat menjadi referensi dalam proses pembelajaran maupun komunikasi bahasa Jepang.

1.6 Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian pokok/isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri atas halaman judul, lembar pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, dan daftar lampiran. Bagian pokok/isi terdiri dari beberapa bagian yaitu:

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai latarbelakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang mendukung dan berhubungan dengan penelitian, yaitu menjelaskan tentang bahasa dan budaya, komunikasi dan aizuchi.


(36)

8

3. BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan memaparkan pendekatan penelitian, sumber data, objek data, metode pengumpulan data, teknik analisis data dan langkah-langkah penelitian.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasannya, yaitu hasil dari analisis penggunaan aizuchi oleh

mahasiswa bahasa Jepang dalam komunikasi berbahasa Jepang dan kesalahan-kesalahan yang timbul dalam penggunaannya.

5. BAB V SIMPULAN

Pada bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil penelitian.

6. Bagian Akhir


(37)

28 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Aizuchi pernah dilakukan oleh Nafila (Universitas

Negeri Semarang) pada 2010 yang berjudul “ Penggunaan Aizuchi dalam

Drama Hachimitsu to Kuroba”. Perbedaan penelitian tersebut dengan

penelitian ini adalah, penelitian tersebut menggunakan data berupa drama Jepang berjudul Hachimitsu no Kuroba di mana, film tersebut diperankan

oleh penutur asli bahasa Jepang dan percakapan yang terjadi di dalamnya dilakukan secara sengaja atau terencana melalui skenario yang telah disusun untuk menjalankan suatu peran dan membentuk cerita yang yang telah ditentukan, sedangkan pada penelitian ini menggunaakan data berupa ujaran-ujaran yang mengandung aizuchi yang digunakan oleh mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang yang sedang belajar di Jepang saat mengikuti kegiatan Teacher Training diJapanese Language Institute, Japan Foundation

Kansai, Osaka pada 2014. Dari data yang diambil ini, aizuchi yang diucapkan

merupakan aizuchi yang terjadi secara alami dan bukan merupakan tindakan


(38)

10

Penelitian yang dilakukan Imelda di Universitas Hasanuddin berjudul “Penggunaan Aizuchi Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Mahasiswa Bahasa

Jepang Tingkat II dan III Program Studi Sastra Jepang Universitas Hasanuddin” yang diterbitkan pada jurnal Kagami Vol 5 No 1, Mei 2014.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan ini terletak pada objek penelitian. Objek pada penelitian tersebut adalah frekuensi dan fungsi penggunaan aizuchi yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan

mahasiswa bahasa Jepang tingkat II dan III Universitas Hasanuddin.

Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis penggunaan aizuchi

terutama aizuchi secara verbal yang terjadi dalam percakapan formal

berbahasa Jepang oleh pembelajar bahasa Jepang Indonesia yang mengikuti kegiatan Teacher Training diJapanese Language Institute, Japan Foundation

Kansai, Osaka pada 2014 dengan kemampuan rata-rata bahasa Jepang level

N3 atau level menengah.

Penelitian lain yang hampir serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Naito dari ᪥ᮏ࣐࣮ࣞࢩ࢔㧗➼ᩍ⫱኱Ꮫ㐃ྜ᪥ᮏㄒ

ᑓ௵ㅮ(2003) berjudul “࠶࠸࡙ࡕࡢࢫࣆ࣮ࢳࣞ࣋ࣝ࡜ࡑࡢࢩࣇࢺ࡟ࡘ࠸

࡚-᪥ᮏㄒẕㄒヰ⪅࡜㡑ᅜேᏛ⩦⪅ࡢ┦㐪 “ atau “ Tingkatan Berbicara

Aizuchidan Tentang Perubahannya. Aizuchi Penutur Asli Bahasa Jepang dan

Pembelajar dari Korea” Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, data penelitian tersebut diambil dari pembelajar bahasa Jepang asal


(39)

11

Korea dan seluruhnya merupakan pembelajar dengan tingkat berbahasa jepang level Joukyuu (tinggi). Sedangkan, pada penelitian ini data diambil

dari mahasiswa pembelajar bahasa Jepang Indonesia dengan kemampuan bahasa Jepang level Chukyuu(menengah) dengan deskripsi seperti berikut,

1) 14% peserta dengan kemampuan level N2 2) 62% peserta dengan kemampuan level N3 3) 9.5% peserta dengan kemampuan level N4 4) 9.5% peserta dengan kemampuan level N5 5) 5% peserta belum pernah mengikuti tes JLPT.

Dengan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa rata-rata peserta yang mengikuti program teacher training tersebut memiliki kemampuan bahasa

Jepang level N3 atau menengah.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Komunikasi

Menurut ᪂᫂ゎᅜㄒ㎡඾, ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ㸸1㸬㏻ಙ࣭ሗ㐨ࠋ

2㸬ゝⴥ࡟ࡼࡿពᚿ࣭ᛮ᝿࡞࡝ࡢఏ㐩ࠋ

ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢺ㸸ពᚿࢆఏ࠼ࡿࡇ࡜ࠋ

Komyunikeshon : 1. Tsuushin . houdou. 2. Kotoba ni yoru ishi. Shisou

nado no dentatsu.

Komyunikeeto: ishi wo tsutaerukoto.

Komunikasi: 1. Komunikasi. Liputan 2. Gagasan dalam kata-kata. Perpindahan gagasan dan lain-lain.


(40)

12

2.2.2 Menyimak

Hermawan (2012:41) menyebutkan tahapan-tahapan menyimak yang meliputi,

penerimaanÆpemahamanÆpengingatanÆpengevaluasianÆpenanggapan pada tahap penanggapan, penanggapan terjadi dalam fase (1) tanggapan yang kita buat sementara pembicara berbicara, dan (2) tanggapan yang kita buat setelah pembicara berhenti berbicara. Tanggapan-tanggapan ini merupakan umpan balik yang menginformasikan bahwa kita mengirim balik kepada pembicara bagaimana kita merasakan dan apa yang kita pikirkan tentang pesan-pesan pembicara.

Tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh kita, sementara pembicara sedang berbicara harus bersifat dukungan dan harus menunjukkan bahwa kita sedang menyimak terhadap pembicara. Tanggapan-tanggapan ini oleh para ahli bahasa non verbal biasa disebut isyarat balik, seperti “oh, begitu,” “ya” dan sinyal-sinyal sejenis lainnya yang membuat pembicara mengetahui bahwa kita sedang menyimak.

Disebutkan pula bahwa tanggapan-tanggapan yang dibuat setelah pembicara menghentikan pembicaraannya secara umum lebih merupakan ketelitian atau pengembangan dan dapat termasuk perwujudan dan empati, contoh “saya tahu apa yang kamu rasakan,” atau berupa klarifikasi misalnya, “maksudmu, bahwa rencana kesehatan yang baru ini harus ditempatkan kembali pada rencana semula?” dapat juga berupa tanggapan


(41)

13

seperti, “saya pikir bukti-bukti yang Anda kemukakan lemah,” atau berupa persetujuan misalnya, “sesungguhnya kamu benar tentang hal ini; saya mendukung proposal kamu.” Dalam melakukan tanggapan cobalah untuk mendukung pembicara melalui penggunaan isyarat balik kita, sebab dengan hanya mengandalkan satu isyarat balik, seperti “oh, ya,” akan menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidak menyimak dan lebih menyerupai mesin penjawab otomatis saja.

2.2.3 Respon verbal dan non-verbal

Stephen (2011:40) memberikan beberapa poin penting yang harus diperhatikan agar komunikasi berjalan efektif harus disertai dengan melakukan kegiatan mendengar dengan baik. Salah satunya adalah notes,

noises and non-verbal (membuat catatan, mengeluarkan suara tertentu dan

gerakan non-verbal). Pembaca dianjurkan untuk menuliskan poin-poin penting atau mengeluarkan suara tertentu yang mengindikasi bahwa benar-benar sedang memperhatikan lawan bicara, misalnya suara “emm”, “o” “ya”, dan sebagainya. Dianjurkan juga untuk melengkapi kegiatan mendengar dengan gerakan-gerakan non-verbal seperti mengangguk-angguk, menggeleng-gelengkan kepala, dan lain-lain sehingga lawan bicara merasa yakin bahwa pesannya memang betul-betul disimak.”

Shibuya(2012:178)ࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡟ࡣࠊゝⴥࢆ౑ࡗࡓࡶࡢ

࡜ࠊࡑ࠺࡛ࡣ࡞࠸ࡶࡢࡀ࠶ࡾࡲࡍࠋ๓⪅ࢆゝㄒⓗࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩ ࣙࣥ࡜࿧ࡧࠊᚋ⪅ࢆ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ゝ࠸ࡲࡍࠋ⚾ࡓ ࡕࡣࠊࡇࡢ஧ࡘࢆά⏝ࡋ࡚ࠊ⮬ศࡢពᛮࡸឤ᝟ࠊࡑࡢ௚ࡢ᝟ሗࢆ


(42)

14

┦ᡭ࡟ఏ࠼࡚࠸ࡲࡍࠋ㠀ゝㄒࢥ࣑ࣗࢽࢣ࣮ࢩࣙࣥ࡜ࡣࠊ⾲᝟ࠊࡋ ࡄࡉࠊែᗘࠊࢪ࢙ࢫࢳ࣮ࣕࠊኌࡢ኱ࡁࡉࡸ㉁࡞࡝࡛ࡍࠋ

Komyunikeshon to wa kotoba wo tsukatta mono to, sou dewa nai mono ga

arimasu. Zensha wo gengo teki komyunikeshon to yobi, kousha wo

higengo komyunikeshon to iimasu. Watashitachi wa, kono futatsu wo

katsuyou shite, jibun no ishi ya kanjou, sono ta no jouhou wo aite ni

tsutaete imasu. Higengo komyunikeshon to wa, hyoujou, shigusa, taido,

jesucha, koe no ookisa ya shitsu nado desu.

Komunikasi ada yang berupa kata-kata dan ada pula yang tidak. Orang pertama disebut komunikasi verbal, dan orang kedua disebut komunikasi non verbal. Dengan menggunakan keduanya, kita menyampaikan informasi berupa keinginan dan perasaan dan lain-lain kepada lawan bicara. Komunikasi non-verbal adalah, ekspresi (mimik wajah), isyarat, sikap, gesture (bahasa tubuh), besar/kecilnya serta kualitas suara dan lain-lain.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa untuk menjadi pendengar yang empatik untuk menghasilkan komunikasi yang efektif, melakukan respon sebagai pendengar merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Dalam komunikasi juga dikenal 2 jenis respon, yaitu respon secara verbal dan non-verbal yang keduanya dapat dilakukan dalam komunikasi.


(43)

15

Kesuma (2007:8) mengatakan bahasa sikap adalah bahasa yang ditimbulkan oleh gerak-gerik anggota tubuh manusia. Menganggukkan kepala, misalnya merupakan sikap memberikan jawaban ‘mengiyakan suatu pernyataan’. Mengangkat bahu, misalnya yang lain, merupakan sikap memberikan jawaban ‘tidak tahu’. Dalam contoh-contoh itu tampak bahwa gerak-gerik anggota tubuh manusia dapat difungsikan sebagai alat komunikasi. Hanya, fungsi itu mendasarkan diri pada konvensi antarkomunikatornya. Jika salah satu komunikator tidak mengetahui gerakan yang disampaikan oleh lawannya, sudah barang tentu komunikasi tidak akan berjalan.

2.2.5 Etika Komunikasi

Menurut Iriantara dan Syaripudin (2013:35) ada tatacara berperilaku dalam komunikasi interpersonal yang ditetapkan agama, budaya dan masyarakat. Kesantunan dan kesediaan mendengarkan ketika orang lain berbicara merupakan salah satu contohnya. Juga dipandang berperilaku etis manakala kita menyimak secara empatik.

Ruben dan Stewart (2013:378) mengemukakan bahwa ahli komunikasi Joseph de Vito menawarkan beberapa panduan untuk menghindari hambatan dalam komunikasi antarbudaya, salah satunya adalah waspada terhadap aturan-aturan budaya yang berlaku dalam setiap konteks komunikasi antarbudaya. Kita juga dianjurkan untuk berlaku sensitif terhadap aturan-aturan yang dianut oleh orang lain dan berusaha


(44)

16

menghindari asumsi bahwa yang benar dan logis hanyalah aturan diri sendiri. Bahkan, apabila merasa ragu, kita dianjurkan untuk bertanya, agar komunikasi antarbudaya dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

2.2.6 Aizuchi

Mizutani dan Mizutani (1977:112) ,

Aizuchi are used to indicate that the listener has been listening

attentively so far and wants the speaker go on. In other words, aizuchi are

something like a traffic signal that makes the flow of conversation smooth.

The word ‘Hai’ is used as an aizuchi quiet often;in fact, it is used even

more often in giving aizuchi than in indicating agreement. Not only that, it

is also used to indicate that you don’t want to hear anymore. It resembles

the English “All right. All right, that’s enough!”

When giving aizuchi, it is important to do it exactly when the speaker

expects it. When the speaker is asking for aizuchi he slow down the last

part of the phrase and says it with a dangling intonation.

Aizuchi digunakan untuk mengindikasi bahwa lawan bicara

(pendengar) mendengarkan dengan penuh perhatian dan menginginkan pembicara melanjutkan (pembicaraannya). Dengan kata lain, aizuchi adalah sesuatu yang mirip dengan rambu lalu lintas yang membuat komunikasi mengalir dengan halus. Kata ‘hai’ adalah aizuchi yang sangat


(45)

17

aizuchi daripada digunakan untuk menunjukkan persetujuan. Bukan hanya

itu saja, ‘hai’ juga digunakan untuk menunjukkan bahwa Anda tidak ingin

mendengar lagi. Dalam bahasa Inggris hal tersebut mirip dengan, “All

right. All right. That’s enough!” (Baik. Baik. Cukup!).

Saat menggunakan aizuchi, sangatlah penting untuk menggunakannya

tepat sesuai dengan harapan pembicara. Ketika pembicara sedang meminta (mengharapkan) aizuchi, ia akan memperlambat bagian akhir frase dan

mengucapkannya dengan intonasi menggantung.

Hai’ atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘iya’ juga merupakan salah

satu kata yang sangat sering digunakan dalam percakapan berbahasa Indonesia dalam merespon suatu informasi dari pembicara. Berdasarkan teori tersebut, peneliti juga akan memperhatikan penggunaan kata’hai

sebagai aizuchi yang terdapat dalam data.

Aizuchi adalah aktivitas verbal dan non-verbal dalam suatu percakapan

maupun dialog yang disampaikan oleh pendengar kepada pembicara bahwa ia adalah pendengar yang aktif dan berpartisipasi agar komunikasi berjalan dengan lancar. Aizuchi sebagai kebiasaan berbahasa ‘gengo

koudou’ (Sugito, 1989:48, Mizutani, 1979:93) yang dimiliki oleh orang

Jepang, menyebabkan orang Jepang dapat dikenali jika mereka berada di tengah-tengah orang China ataupun orang Korea. Mizutani (1979:93), Chen (2002:225) menjelaskan bahwa aizuchi dapat ditampilkan melalui


(46)

18

kata-kata seperti [ࡣ࠸]ࠊ[࠼࠼]ࠊ [ࡣ࠶]ࠊ [ࡑ࠺]ࠊ [ࡑ࠺ࡔࡑ࠺ࡔ] atau disebut gengo teki aizuchi. Selain itu, aizuchi juga ditunjukkan

dengan tingkah laku tanpa kata-kata atau disebut higengo, miburi seperti

menganggukkan kepala, tertawa, diam, menatap dan sebagainya. Aizuchi

yang seperti ini disebut aizuchi koudou. Berdasarkan penjelasan di atas,

Imelda berpendapat bahwa aizuchi tidak hanya dapat dilakukan secara

verbal atau bahasa dan non-verbal atau gesture, namun dapat pula

menggabungkan penggunaan verbal dan non verbal dalam waktu yang bersamaan atau pun tidak bersamaan. (Imelda:2014).

Mizutani dan Mizutani (1990:19) in Japanese conversation, the

listener constantly helps the speaker with aizuchi, and the speaker is

always conscious with listener’s aizuchi. Thus aizuchi are essential in

Japanese conversation, and they have to be given correctly in order to

communicate properly in Japanese.

Disebutkan bahwa dalam percakapan berbahasa Jepang, pendengar membantu (mendorong) pembicara dengan aizuchi, dan pembicara akan

selalu antusias dengan aizuchi pendengar. Aizuchi adalah sesuatu yang

mendasar dalam percakapan berbahasa Jepang, dan harus dilakukan dengan benar untuk berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Jepang.

Mizutani dan Mizutani juga mengungkapkan konsekwensi ketiadaan


(47)

19

people are conversing and giving aizuchi regularly, the absence of aizuchi

will mean that the listener has not understood or does not want to

continue the conversation. Therefore, Japanese speakers will start

worrying if someone listens quietly without giving aizuchi when expected.

They will especially feel uneasy at the absence of aizuchi when speaking

on the telephone, because they are unable to see the listener’s facial

expression. They will soon start sounding uneasy and repeat

“moshimoshi.”

Disebutkan bahwa ketika dua orang bercakap-cakap dan memberikan

aizuchi secara teratur, ketiadaan aizuchi akan mengartikan bahwa

pendengar tidak mengerti atau tidak menginginkan pembicaraan berlanjut. Kemudian, pembicara bahasa Jepang akan mulai merasa khawatir jika seseorang hanya mendengar dalam diam tanpa memberikan aizuchi pada

waktu yang diharapkan. Khususnya mereka akan merasa tidak enak saat tidak ada aizuchi (oleh pendengar) saat melakukan percakapan melalui

telepon, karena mereka tidak dapat melihat ekspresi wajah pendengar. Mereka (pembicara bahasa Jepang) akan terdengar kurang menyenangkan dan berulang kali mengatakan “moshimoshi” (“halo”).

Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya penggunaan

aizuchi dalam percakapan berbahasa Jepang yang sebenarnya baik secara

langsung maupun melalui telepon. Aizuchi juga menunjukkan sebuah


(48)

20

dan Mizutani juga mengungkapkan mengenai aizuchi dan orang asing atau

dalam hal ini adalah pembelajar bahasa Jepang.

Aizuchi and foreigners. Although aizuchi are essential for conversing

in Japanese effectively, foreigners often find it difficult to become used to

them. It requires training and effort to become able to give aizuchi

properly. The first step is to understand that aizuchi are NOT interruption

but rather encouragement; the next step is to try to give aizuchi oneself.

For those who find it extremely difficult to give verbal aizuchi, nodding

can serve as aizuchi as long as one is not speaking on the phone. In fact,

some Japanese use nodding instead of verbal aizuchi. Especially when

more than one person is listening, the main listener often gives verbal

aizuchi while the other persons simply nod.

Dijelaskan bahwa meskipun aizuchi adalah hal yang mendasar untuk

bercakap-cakap dalam bahasa Jepang secara efektif, orang asing kerap mengalami kesulitan dalam penggunaannya. Dibutuhkan latihan dan usaha untuk dapat menggunakan aizuchi dengan benar. Langkah pertama adalah

memahami bahwa aizuchi bukanlah interupsi dalam percakapan

melainkan pendorong percakapan; langkah selanjutnya adalah melakukan

aizuchi itu sendiri. Bagi yang sangat merasa kesulitan untuk melakukan

aizuchi secara verbal, mengangguk dapat digunakan sebagai aizuchi

selama percakapan tidak dilakukan melalui telepon. Sebenarnya, orang Jepang juga menggunakan anggukan sebagai ganti aizuchi verbal.


(49)

21

Khususnya saat ada lebih dari satu orang mendengarkan, pendengar utama sering memberikan respon verbal sedangkan yang lainnya cukup menganggukkan kepala.

Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa aizuchi adalah

aspek yang sangat penting dalam proses berkomunikasi berbahasa Jepang, akan tetapi dengan berbagai faktor bahasa dan kebudayaan yang berbeda,

aizuchi tesebut seringkali menimbulkan kesulitan bagi orang asing, dalam

hal ini adalah pembelajar bahasa Jepang. untuk itu, menganggukkan kepala dianggap sebagai salah satu isyarat pengganti aizuchi dalam

percakapan. Akan tetapi perlu diingat, bahwa untuk dapat melakukan percakapan berbahasa Jepang yang baik dan benar, maka pembelajar bahasa Jepang tetap harus berlatih dan berusaha untuk menggunakan

aizuchi seperti yang dilakukan oleh penutur asli bahasa Jepang dalam

percakapan alaminya. 2.2.6.1 Jenis-Jenis Aizuchi

Lima bentuk dasar aizuchi (┦ᵔࡢᇶᮏᙧ) menurut

http.//www.sal.tohoku.ac.jp/nik/Aizuchi/ais/.Adalah: ᪂ࡋ࠸᝟ሗࢆཷࡅධࢀࡿሙྜ

Ketika mendapatkan informasi baru

Contoh aizuchi yang dapat dipergunakan ketika menanggapi

informasi baru yang didengar adalah: x ࡣ࠸


(50)

22

x ࡣ࠶ x ࠼࠼

x ࡑ࠺࡛ࡍ࠿

x ┦ᡭࡢゝⴥࢆ⧞ࡾ㏉ࡍ

Untuk tingkat hubungan pertemanan, bisa digunakan aizuchi

berikut, x ࠺ࢇ x ࡩ࠺ࢇ x ࡬࠼ x ࡑ࠺ x ࡑ࠺࡞ࡢ x ࡑ࠺࡞ࢇࡔ

Contoh㸸

ዪ㸸➉ᮏྩࠊ᫂᪥ࢸࢫࢺࡀ࠶ࡿࢃࡼࠋ ⏨㸸᫂᪥㸽ࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠋ

ዪ㸸ࡑ࠺ࠊࡔ࠿ࡽຮᙉࡋ࡚ࡼࠋ

2. ᪂ࡋ࠸᝟ሗࢆ⪺࠸࡚ࠊ㦫࠸ࡓࡾ␲ၥ࡟ᛮࡗࡓࡾࡍࡿሙྜࠋ

Ketika kita terkejut atau ragu-ragu atas informasi yang baru

didengar

Aizuchi yang dapat digunakan adalah:

x ࡣ࠶ x ࡣ࠸㸽 x ࠼࠼ x ࡑ࠺ x ࡑ࠺࡞ࡢ x ࡯ࢇ࡜ x ࠺ࡑ

Contoh㸸

ඛ⏕㸸᫂᪥ࢸࢫࢺࢆࡋࡲࡍࠋ Ꮫ⏕㸸࠼ࠊ᫂᪥࡛ࡍ࠿ࠋ ඛ⏕㸸࠼࠼ࠊ᫂᪥࡛ࡍࡼࠋ


(51)

23

┦ᡭࡢពぢ࡟㈶ᡂࡍࡿሙྜ

Ketika setuju dengan lawan bicara.

Contoh aizuchi yang dapat dipergunakan ketika menyetujui

pendapat atau informasi yang baru didengar adalah: x ࡣ࠸

x ࠼࠼

x ࡑ࠺࡛ࡍࡡ

Untuk tingkatan hubungan pertemana, bisa digunakan

aizuchiberikut, x ࠺ࢇ x ࠺ࢇ࠺ࢇ x ࡑ࠺ x ࡑ࠺ࡑ࠺ x ࡑ࠺ࡔࡡ x ࡑ࠺࡞ࢇࡔࡼ x ࡯ࢇ࡜࡯ࢇ࡜

Contoh㸸

ᒣ⏣㸸ࡇࡢᖗᏊࡣ⣲ᩛ࡛ࡍࡡࠋ ※⏣㸸ࡑ࠺࡛ࡍࡡࠋ

┦ᡭࡢពぢ࡟཯ᑐࡍࡿሙྜ

Ketika tidak setuju dengan lawan bicara.

Contoh aizuchi yang dapat dipergunakan ketika menyangkal atau

tidak setuju terhadap pendapat atau informasi dari pembicara adalah:

x ࡑ࠺࡛ࡍ࠿

x ᮏᙜ࡛ࡍ࠿

x 㐪࠸ࡲࡍࡼ

x ࠸࠸࠼ x 㐪࠸ࡲࡍ x ࠸࠼࠸࠼


(52)

24

Untuk tingkatan hubungan pertemanan, bisa digunakan

aizuchiberikut,

x ࠼࠼㸽 x ࡑ࠺㸽 x ࡑ࠺࠿࡞ x ࠺ࡑ x ᮏᙜ࡟㸽 x ࠸ࡸ x ࠸ࡸ࠸ࡸ

x 㐪࠺ࡼࠋ㐪࠺ࠋ

x 㐪࠺ࡑ࠺ࡌࡷ࡞࠸㸽

x ࡑ࠺ࡌࡷ࡞࠸

5. 〔ࡵࡽࢀ࡚ㅬ㐯ࡍࡿሙྜ

Saat memberikan reaksi pujian dan rendah hati.

Contoh aizuchiyang dapat digunakan untuk reaksi terhadap pujian

atau ungkapan rendah hati adalah: x ࠸࠼࠸࠼

x ࡜ࢇ࡛ࡶ࡞࠸

x ࠸࠼

x ඲↛ࡲࡔࡲࡔ࡛ࡍ

x ࡑࢇ࡞ࡇ࡜࠶ࡾࡲࡏࢇ

x ࡑࢀ࡯࡝࡛ࡶ࠶ࡾࡲࡏࢇ

Untuk tingkatan hubungan pertemanan, bisa digunakan

aizuchi berikut,

x ࠺࠺ࢇ x ࠸ࡸ࠸ࡸ

x ࡜ࢇ࡛ࡶ࡞࠸

x ඲↛ࡔࡵ


(53)

25

Ketika menggunakan aizuchi, intonasi sama pentingnya dengan

penggunaan kata-kata dan pemilihan waktunya. Kebanyakan aizuchi

diucapkan dengan intonasi menurun, akan tetapi ada pula situasi dimana digunakan aizuchi dengan intonasi naik. Hal demikian sesuai dengan

kutipan berikut,

┦ᵔࢆᡴࡘ࡜ࡁ࡟ࡣࠊ⾲⌧ࡢ✀㢮ࡸࢱ࢖࣑ࣥࢢ࡜ྠࡌࡼ࠺࡟ࠊ࢖ࣥ ࢺࢿ࣮ࢩࣙࣥࡶ኱ษࡔࠋ┦ᵔࡣࠊୗࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠺ࡇ ࡜ࡀከ࠸ࡀࠊୖࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩࣙࣥࢆ⏝࠸ࡿሙྜࡶ࠶ࡿࠋ http://www.sal.tohoku.ac.jp/nik/aizuchi/into/

berikut ini adalah tiga jenis bentuk keadaan penggunaan aizuchi dengan

intonasi naik, berdasarkan sumber tersebut, yaitu:

1. Menetapkan kata yang tidak jelas atau tidak familiar dalam ucapan pembicara.

┦ᡭࡢゝࡗࡓゝⴥࡀࡼࡃ⪺ࡇ࠼࡞࠿ࡗࡓࡾࠊࡼࡃࢃ࠿ࡽ࡞࠿ࡗ ࡓࡾࡋࡓሙྜ࡟ࡣࠊࡑࡢゝⴥࢆୖࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥ⧞ࡾ ㏉ࡋ࡚☜ㄆࡋࡲࡍࠋ

Ketika pendengar atau lawan bicara tidak mendengar atau tidak

memahami dengan jelas apa yang dikatakan pembicara, maka

ulanglah kalimat tersebut dengan intonasi naik.

2. Mengekspresikan keterkejutan lawan bicara terhadap informasi yang diberikan pembicara tidak sesua dengan ekspektasi lawan bicara. ┦ᡭࡢゝࡗࡓࡇ࡜ࡀ⮬ศࡢ⪃࠼࡜㐪ࡗ࡚࠸ࡿ࡜ࡁ࡟ࡶࠊࠕࡑ࠺ ࡛ࡍ࠿ࠖࢆୖ᪼࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠸ࡲࡍࠋࠕᛮࡗࡓពእࡔ ࠖࠕ㦫࠸ࡓࠖ࡜࠸࠺ព࿡ࢆ⾲ࡋ࡚࠸ࡲࡍࠋ


(54)

26

Ketika apa yang diucapkan lawan bicara berbeda denngan pemikiran

diri sendiri, maka diucapkan ࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖatau soudesuka, dengan intonasi yang meningkat.

3. Mengekspresikan rasa terimakasih dengan rendah hati saat pendengar atau lawan bicara memuji lawan bicara.

࡯ࡵࡽࢀࡓ࡜ࡁ࡟ࡶࠊ᪥ᮏேࡣࡼࡃࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖࢆୖ᪼࢖ࣥ ࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠸ࡲࡍࠋࠕពእࡔࠖ࡜࠸࠺Ẽᣢࡕࢆ⾲ࡍࡇ࡜ ࡟ࡼࡗ࡚ࠊㅬ㐯ࡍࡿࡢ࡛ࡍࠋ

Ketika dipuji orang, orang Jepang juga sering mengucapkan ࠕࡑ࠺࡛ ࡍ࠿ࠖatau soudesuka dengan inntonasi yang meningkat. Hal tersebut merupakan ungkapan rendah hati berdasarkan ekspresi perasaan

diluar dugaan.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam bahasa Jepang. pada umumnya, saat menjadi pendengar dalam suatu percakapan, khususnya percakapan formal, orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk diam dan menyimak dengan seksama, sesekali terjadi respon secara non verbal seperti anggukan kepala misalnya. Sementara, lain halnya dengan masyarakat Jepang yang mengenal istilah “aizuchi” di dalam budaya komunikasinya. “aizuchi” merupakan respon dalam bentuk verbal maupun non verbal. Apabila diperhatika dalam banyak situasi percakapan berbahasa Jepang, orang


(55)

27

Jepang sangat sering menggunakan ”aizuchi” secara verbal dalam percakapan. Perbedaan ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam komunikasi, oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui seperti apa penggunaan “aizuchi” oleh pembelajar bahasa Jepang Indonesia yang mengikuti program Teacher Training di Japan


(56)

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Dari hasil analisis yang telah dideskripsikan oleh peneliti pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang cenderung lebih banyak menggunakan aizuchi non verbal

daripada aizuchi verbal. Hal ini terbukti dari hasil penelitian, bahwa aizuchi

verbal yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang dalam situasi percakapan formal berupa pemaparan dalam rangkaian kegiatan teacher training di Japanese Language Institute, Japan Foundation,

Kansai, Osaka sebanyak 22% sedangkan 78% sisanya adalah aizuchi berupa

tindakan non verbal misalnya anggukan yang dilakukan kepada seluruh lawan bicara baik orang Jepang maupun orang Indonesia.

Dari hasil analisis, penyebab banyaknya penggunaan aizuchi non verbal

ini dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu faktor kurangnya pemahaman tentang penggunaan aizuchi verbal dan sifat aizuchi non verbal yang

merupakan isyarat yang memiliki makna sama dalam bahasa Jepang maupun bahasa Indonesia, dan isyarat tersebut sudah dipelajari dan digunakan oleh pembelajar bahasa Jepang sebelum mempelajari bahasa Jepang. Selain itu, pemberian respon non verbal juga menjadi alternatif pengganti aizuchiverbal

dalam percakapan berbahasa Jepang oleh pembelajar bahasa Jepang, seperti yang pernah dikemukakan dalam teori Mizutanitentang aizuchi.


(57)

100

Dari 71 aizuchi verbal yang tecatat dalam data penelitian, 25% diantaranya

merupakan penggunaan aizuchi yang kurang tepat. Dari hasil analisis peneliti,

kesalahan penggunaan aizuchi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain,

1) Faktor bahasa ibu yang digunakan

2) Faktor kebiasaan mengucapkan aizuchiverbal

3) Faktor lawan bicara 5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, penulisan dapat menyarankan beberapa hal seperti berikut ini:

1) Bagi pembelajar bahasa Jepang, dalam mempelajari bahasa Jepang disarankan untuk mempelajari aizuchi dan penggunaannya dengan

baik. Meskipun menganggukkan kepala dapat dianggap sebagai alternative pengganti aizuchi, namun begitu, hal ini bukan berarti

bahwa aizuchi tidak perlu dipelajari. Pembelajar bahasa Jepang

tetap harus mempelajari dan membiasakan diri untuk menggunakan aizuchi secara verbal dengan baik dan benar seperti

yang dilakukan oleh penutur asli bahasa Jepang.

2) Bagi peneliti selanjutnya dengan tema sejenis, diharapkan untuk lebih memperhatikan penggunaan aizuchi non verbal dalam

komunikasi bahasa Jepang, sehingga dapat diketahui juga penggunaan aizuchi non-verbal dalam bahasa Jepang yang banyak


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Imelda. 2014.Penggunaan Aizuchi Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Mahasiswa Bahasa Jepang Tingkat II dan III Program Studi Sastra Jepang Universitas Hasanuddin.Jurnal Kagami Vol. 5, Mei, 2014 Iriantara, Yosul dan Syaripudin, Usep. 2013.Komunikasi Pendidikan.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Ruben, B dan Stewart, L.2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hermawan, Herry. 2012. Keterampilan Berkomunikasi yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Shibuya, Syozo.2012. Omoshiroi Hodo Yoku Wakaru! Tanin no Shinrigaku. Tokyo: Seitousha

R. Stephen. 2011. Seni Mendengar dalam Komunikasi yang Efektif. Yogyakarta : Klik Publishing

Elmubarok, Zaim, Mujianto Yan dan Sunahrowi.2010. Pengantar Ilmu Budaya.Yogyakarta: Pelangi Publishing

Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta : Pustaka. Kesuma, Tri Masjoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta : Carasvatibooks

Naito, Mariko. 2003. Aizuchi no Supiichi Reberu to Sono Shifuto ni Tsuite: Nihongo Bogowasha to Kankokujin Gakushuusha no Soui.Jurnal Sekai Nihongo Kyouiku 13, September, 2003.

Kindaichi, Kyousuke. 1997. Shinmeikai Kokugo Jiten. Tokyo: Sanshoudo Mizutani, Osamu dan Mizutani, Nobuko, 1987. How to be Polite in Japanese.

Tokyo : The Japan Times

Mizutani, Osamu dan Mizutani, Nobuko. 1977. Nihongo Notes 1 Speaking and Living in Japan.Tokyo: The Japan Times


(1)

25

Ketika menggunakan aizuchi, intonasi sama pentingnya dengan penggunaan kata-kata dan pemilihan waktunya. Kebanyakan aizuchi diucapkan dengan intonasi menurun, akan tetapi ada pula situasi dimana digunakan aizuchi dengan intonasi naik. Hal demikian sesuai dengan kutipan berikut,

┦ᵔࢆᡴࡘ࡜ࡁ࡟ࡣࠊ⾲⌧ࡢ✀㢮ࡸࢱ࢖࣑ࣥࢢ࡜ྠࡌࡼ࠺࡟ࠊ࢖ࣥ ࢺࢿ࣮ࢩࣙࣥࡶ኱ษࡔࠋ┦ᵔࡣࠊୗࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠺ࡇ ࡜ࡀከ࠸ࡀࠊୖࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩࣙࣥࢆ⏝࠸ࡿሙྜࡶ࠶ࡿࠋ http://www.sal.tohoku.ac.jp/nik/aizuchi/into/

berikut ini adalah tiga jenis bentuk keadaan penggunaan aizuchi dengan intonasi naik, berdasarkan sumber tersebut, yaitu:

1. Menetapkan kata yang tidak jelas atau tidak familiar dalam ucapan pembicara.

┦ᡭࡢゝࡗࡓゝⴥࡀࡼࡃ⪺ࡇ࠼࡞࠿ࡗࡓࡾࠊࡼࡃࢃ࠿ࡽ࡞࠿ࡗ ࡓࡾࡋࡓሙྜ࡟ࡣࠊࡑࡢゝⴥࢆୖࡀࡿ࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥ⧞ࡾ ㏉ࡋ࡚☜ㄆࡋࡲࡍࠋ

Ketika pendengar atau lawan bicara tidak mendengar atau tidak memahami dengan jelas apa yang dikatakan pembicara, maka ulanglah kalimat tersebut dengan intonasi naik.

2. Mengekspresikan keterkejutan lawan bicara terhadap informasi yang diberikan pembicara tidak sesua dengan ekspektasi lawan bicara. ┦ᡭࡢゝࡗࡓࡇ࡜ࡀ⮬ศࡢ⪃࠼࡜㐪ࡗ࡚࠸ࡿ࡜ࡁ࡟ࡶࠊࠕࡑ࠺ ࡛ࡍ࠿ࠖࢆୖ᪼࢖ࣥࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠸ࡲࡍࠋࠕᛮࡗࡓពእࡔ ࠖࠕ㦫࠸ࡓࠖ࡜࠸࠺ព࿡ࢆ⾲ࡋ࡚࠸ࡲࡍࠋ


(2)

Ketika apa yang diucapkan lawan bicara berbeda denngan pemikiran diri sendiri, maka diucapkan ࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖatau soudesuka, dengan intonasi yang meningkat.

3. Mengekspresikan rasa terimakasih dengan rendah hati saat pendengar atau lawan bicara memuji lawan bicara.

࡯ࡵࡽࢀࡓ࡜ࡁ࡟ࡶࠊ᪥ᮏேࡣࡼࡃࠕࡑ࠺࡛ࡍ࠿ࠖࢆୖ᪼࢖ࣥ ࢺࢿ࣮ࢩ࡛ࣙࣥゝ࠸ࡲࡍࠋࠕពእࡔࠖ࡜࠸࠺Ẽᣢࡕࢆ⾲ࡍࡇ࡜ ࡟ࡼࡗ࡚ࠊㅬ㐯ࡍࡿࡢ࡛ࡍࠋ

Ketika dipuji orang, orang Jepang juga sering mengucapkan ࠕࡑ࠺࡛ ࡍ࠿ࠖatau soudesuka dengan inntonasi yang meningkat. Hal tersebut merupakan ungkapan rendah hati berdasarkan ekspresi perasaan diluar dugaan.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam bahasa Jepang. pada umumnya, saat menjadi pendengar dalam suatu percakapan, khususnya percakapan formal, orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk diam dan menyimak dengan seksama, sesekali terjadi respon secara non verbal seperti anggukan kepala misalnya. Sementara, lain halnya dengan masyarakat Jepang yang mengenal istilah “aizuchi” di dalam budaya komunikasinya. “aizuchi” merupakan respon dalam bentuk verbal maupun non verbal. Apabila diperhatika dalam banyak situasi percakapan berbahasa Jepang, orang


(3)

27

Jepang sangat sering menggunakan ”aizuchi” secara verbal dalam percakapan. Perbedaan ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam komunikasi, oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui seperti apa penggunaan “aizuchi” oleh pembelajar bahasa Jepang Indonesia yang mengikuti program Teacher Training di Japan Foundation, Osaka pada 2014.


(4)

101

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan

Dari hasil analisis yang telah dideskripsikan oleh peneliti pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang cenderung lebih banyak menggunakan aizuchi non verbal daripada aizuchi verbal. Hal ini terbukti dari hasil penelitian, bahwa aizuchi verbal yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia pembelajar bahasa Jepang dalam situasi percakapan formal berupa pemaparan dalam rangkaian kegiatan teacher training di Japanese Language Institute, Japan Foundation, Kansai, Osaka sebanyak 22% sedangkan 78% sisanya adalah aizuchi berupa tindakan non verbal misalnya anggukan yang dilakukan kepada seluruh lawan bicara baik orang Jepang maupun orang Indonesia.

Dari hasil analisis, penyebab banyaknya penggunaan aizuchi non verbal ini dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu faktor kurangnya pemahaman tentang penggunaan aizuchi verbal dan sifat aizuchi non verbal yang merupakan isyarat yang memiliki makna sama dalam bahasa Jepang maupun bahasa Indonesia, dan isyarat tersebut sudah dipelajari dan digunakan oleh pembelajar bahasa Jepang sebelum mempelajari bahasa Jepang. Selain itu, pemberian respon non verbal juga menjadi alternatif pengganti aizuchiverbal dalam percakapan berbahasa Jepang oleh pembelajar bahasa Jepang, seperti yang pernah dikemukakan dalam teori Mizutanitentang aizuchi.


(5)

100

Dari 71 aizuchi verbal yang tecatat dalam data penelitian, 25% diantaranya merupakan penggunaan aizuchi yang kurang tepat. Dari hasil analisis peneliti, kesalahan penggunaan aizuchi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain,

1) Faktor bahasa ibu yang digunakan

2) Faktor kebiasaan mengucapkan aizuchiverbal 3) Faktor lawan bicara

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, penulisan dapat menyarankan beberapa hal seperti berikut ini:

1) Bagi pembelajar bahasa Jepang, dalam mempelajari bahasa Jepang disarankan untuk mempelajari aizuchi dan penggunaannya dengan baik. Meskipun menganggukkan kepala dapat dianggap sebagai alternative pengganti aizuchi, namun begitu, hal ini bukan berarti bahwa aizuchi tidak perlu dipelajari. Pembelajar bahasa Jepang tetap harus mempelajari dan membiasakan diri untuk menggunakan aizuchi secara verbal dengan baik dan benar seperti yang dilakukan oleh penutur asli bahasa Jepang.

2) Bagi peneliti selanjutnya dengan tema sejenis, diharapkan untuk lebih memperhatikan penggunaan aizuchi non verbal dalam komunikasi bahasa Jepang, sehingga dapat diketahui juga penggunaan aizuchi non-verbal dalam bahasa Jepang yang banyak dilakukan oleh orang Jepang.


(6)

101

DAFTAR PUSTAKA

Imelda. 2014.Penggunaan Aizuchi Ditinjau dari Jenis Kelamin pada Mahasiswa Bahasa Jepang Tingkat II dan III Program Studi Sastra Jepang Universitas Hasanuddin.Jurnal Kagami Vol. 5, Mei, 2014 Iriantara, Yosul dan Syaripudin, Usep. 2013.Komunikasi Pendidikan.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Ruben, B dan Stewart, L.2013. Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hermawan, Herry. 2012. Keterampilan Berkomunikasi yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Shibuya, Syozo.2012. Omoshiroi Hodo Yoku Wakaru! Tanin no Shinrigaku. Tokyo: Seitousha

R. Stephen. 2011. Seni Mendengar dalam Komunikasi yang Efektif. Yogyakarta : Klik Publishing

Elmubarok, Zaim, Mujianto Yan dan Sunahrowi.2010. Pengantar Ilmu Budaya.Yogyakarta: Pelangi Publishing

Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta : Pustaka. Kesuma, Tri Masjoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.

Yogyakarta : Carasvatibooks

Naito, Mariko. 2003. Aizuchi no Supiichi Reberu to Sono Shifuto ni Tsuite: Nihongo Bogowasha to Kankokujin Gakushuusha no Soui.Jurnal Sekai Nihongo Kyouiku 13, September, 2003.

Kindaichi, Kyousuke. 1997. Shinmeikai Kokugo Jiten. Tokyo: Sanshoudo Mizutani, Osamu dan Mizutani, Nobuko, 1987. How to be Polite in Japanese.

Tokyo : The Japan Times

Mizutani, Osamu dan Mizutani, Nobuko. 1977. Nihongo Notes 1 Speaking and Living in Japan.Tokyo: The Japan Times