Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Bidan dalam Pelayanan KIA di Kota Binjai Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus pada

penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2015 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat melalui percepatan pencapaian MDGs yang antara lain,
yaitu 1) Meningkatnya umur harapan hidup menjadi 72 tahun; 2) Menurunnya angka
kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup; 3) Menurunnya angka kematian
ibu melahirkan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya
prevalensi gizi kurang (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak balita menjadi lebih
kecil dari 15% (Depkes, 2009).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di
suatu negara (Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, pemerintah memerlukan upaya yang
sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia
khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Tentunya hal ini merupakan

tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah Indonesia (Depkes RI, 2007). AKI di
Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan AKI di Negara Asia lainnya

1

(Depkes RI, 2007). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007, AKI sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH); AKB sebesar 34/1.000
KH; dan Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19/1.000 KH (Depkes RI, 2009).
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara mengestimasi AKB Propinsi Sumatera
Utara pada tahun 2007 sebesar 26,9/1.000 KH, AKI tahun 2008 adalah 266/100.000
KH dan berdasarkan hasil SDKI tahun 2007 diperoleh bahwa AKABA di Sumatera
Utara adalah 67/1.000 KH.
Sedangkan untuk data angka kematian bayi (AKB) di Indonesia walaupun
masih jauh dari angka target MDGs yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35 per 1000
kelahiran hidup (SDKI 2002) menjadi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI
2007), dan terakhir menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012), namun angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura (3 per 1000 kh), Brunei Darussalam
(8 per 1000 kh), Malaysia (10 per 1000 kh), Vietnam (18 per 1000 kh), dan Thailand

(20 per 1000 kh). Target AKB dalam MDGs adalah 23 per 1000 kh.
Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat
penurunan AKI dan AKB adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap
ibu yang membutuhkannya. Untuk itu sejak tahun 1990 telah ditempatkan bidan di
desa yang pada tahun 1996 telah mencapai target 54.120 bidan di desa. Penempatan
bidan di desa adalah upaya untuk menurunkan AKI, AKB, dan AKABA. Masih

tingginya AKI dan AKB menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih belum
memadai dan belum menjangkau masyarakat banyak, khususnya di pedesaan. Selain
itu, dalam meningkatkan mutu pelayanan KIA bagi masyarakat diperlukan tenaga
kesehatan yang profesional dengan spesifikasi tugas bidan sesuai standart kompetensi
yang telah ditetapkan (Murdiono, 2012).
Arah pengembangan RPJP-N 2005-2025 sejalan dengan implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baru diberlakukan sejak 1 Januari 2014.
Begitu juga dengan arah pengembangan tenaga kesehatan yang mana sejalan dengan
arah pengembangan upaya kesehatan, yakni dari tenaga kuratif bergerak ke arah
tenaga promotif dan preventif sesuai kebutuhan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No. 71 Tahun 2013 pasal 13 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan
Nasional dinyatakan bahwa “Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk

pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan.” Manfaat pelayanan promotif dan preventif sebagaimana dalam

PERPRES No. 12 Tahun 2013. Pasal 21 tentang Jaminan Kesehatan meliputi
pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga
berencana, dan skrining kesehatan.
Pelayanan promotif dan preventif harusnya menjadi lebih diperhatikan
terutama untuk mendukung diberlakukannya JKN yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Fungsi inti dari BPJS adalah pengumpulan

iuran, pengelompokan risiko, dan pembayaran provider . Sebesar apapun biaya
kesehatan yang dikumpulkan melalui iuran, tentu akan habis jika tidak disertai usaha
promotif dan preventif (Rustianto, 2013).
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan
yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk
menjalankan praktik kebidanan di negara itu (Asrinah dkk, 2010). Menurut Ilyas
(2002), kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun
kualitas dalam organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu ataupun
kelompok kerja personel. Sementara menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan
kinerja merupakan status kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugasnya

sesuai uraian tugasnya. Ketidakberhasilan menurunkan angka kematian ibu dan anak
di Kota Binjai dapat diketahui dari pencapaian pelaksanaan Jampersal berdasarkan
indikator kinerja program yaitu cakupan kesehatan ibu dan anak di Kota Binjai
terutama pelayanan kepada ibu hamil dan melahirkan belum dilaksanakan secara
optimal.
Data dan informasi cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan bidan dalam program KIA
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Untuk memperoleh data dan informasi
tersebut, pemerintah perlu melakukan pemantauan pelaksanaan program KIA secara
berkala dan berkesinambungan. Program KIA merupakan salah satu program.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi dan

balita. Hal ini karena ibu, bayi dan balita termasuk dalam penduduk yang rentan
terhadap penyakit. Selain itu, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan suatu negara.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) tentang Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, kegiatan pokok program
KIA adalah Pelayanan Antenatal, Pertolongan Persalinan, Pelayanan Kesehatan Ibu
Nifas, Pelayanan Kesehatan Neonatus, Deteksi Dini dan Penanganan Komplikasi

Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat, Penanganan
Komplikasi Kebidanan, Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi, Pelayanan
Kesehatan Bayi, Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Pelayanan KB Berkualitas.
Keberhasilan pelayanan kesehatan ibu dan anak selain angka mortalitas dapat
juga dilihat dari hasil cakupan seperti : cakupan pelayanan ibu hamil kunjungan ke 1
(K1), kunjungan ke 4 (K4) dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 di Indonesia
menjelaskan bahwa cakupan K1 sebesar 72,3%, K4 sebesar 61,4% dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 82,2%. Pada tahun 2011 di
Indonesia cakupan K1 sebesar 95,71%, K4 sebesar 88,27% dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 86,38% (Depkes RI, 2012).
Target MDG’s tahun 2015 terhadap AKI di Indonesia 102 per 100.000
kelahiran hidup (Depkes RI, 2012), bila dibandingkan dengan jumlah AKI yang

terdapat di Kota Binjai, maka jumlah tersebut masih jauh dari target yang telah
ditetapkan pada MDG’s. Dengan sumber daya yang dimiliki, maka diupayakan dapat
mengurangi AKI dengan meningkatkan kinerja bidan, oleh karena itu perlu dilihat
kinerja bidan dalam pelayanan KIA yang terdapat di Kota Binjai.

Sumatera Utara cakupan K4 tahun 2012 sebesar 85,92% dan cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 88,78% . Di Kota Binjai pada tahun
2012 cakupan kunjungan K4 sebesar 87,15%, tahun 2013 cakupan kunjungan K4
sebesar 76,65% (Profil Dinkes Sumut, 2013). Angka tersebut masih belum memenuhi
target Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yang mana cakupan K4
95% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 90% (Depkes RI,
2008).
Ada beberapa teori tentang motivasi diantaranya teori motivasi menurut
Maslow dan Herzberg. Teori motivasi oleh Herzberg yang merupakan pengembangan
dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua
kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama,
teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai
hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini
membangkitkan

model

aplikasi,

pemerkayaan


pekerjaan

(Sumantri,

2012).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli tekhnik Amerika Serikat dari
berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori

ini ada dua faktor yang memepengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic
motivation dan faktor ekstrinsik (Handoko, 2000).

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan
termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri
masing- masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar
diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja (Hasibuan, 2005). Faktorfaktor yang termasuk dalam motivasi intrinsik yaitu tanggung jawab, pengharagaan,
pekerjaan itu sendiri, pengembangan dan kemajuan. Motivasi ekstrinsik yaitu daya
dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya
bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah gaji,

kebijakan, hubungan kerja, lingkungan kerja, supervise (Manullang, 2011).
Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan ibu dan anak yang dapat dinilai dari kemauan dan kemampuan tenaga
bidan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan tugas dan fungsinya, Robbins (2006) pentingnya uang sebagai suatu
motivator telah merosotkan secara konsistensi oleh kebanyakan ilmuan perilaku.
Mereka lebih menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif
dan faktor-faktor bukan uang sebagai perangsang untuk motivasi karyawan.

Dari hasil survei awal di Kota Binjai. yang dilaksanakan oleh peneliti
terhadap kinerja bidan dalam pelayanan KIA bahwa pelayanan antenatal belum
dilaksanakan sesuai dengan standar seperti pengisian buku KIA dengan lengkap, ukur
lingkar lengan atas dan ukur tinggi fundus uteri, dimana hal tersebut digunakan untuk
pendeteksian secara dini penyakit yang mungkin terjadi. Di Kota Binjai tahun 2014
Cakupan K4 sebesar 81,4%, cakupan iminisasi 75%, cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan sebesar 99,5%, dan cakupan pelayanan ANC 90 %. Pemilihan
Kota Binjai sebagai tempat penelitian karena jumlah bidan yang bertugas di program
KIA masih banyak yang tidak melakukan pelayanan sesuai standar.
Rendahnya kinerja bidan di Kota Binjai, diduga akibat rendahnya motivasi

bidan terhadap tugas dan fungsinya, dimana bidan dalam pelaksanaan tugas belum
terlaksana secara optimal yang berdampak cakupan pelayanan yang ditetapkan juga
belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan masih rendah ditandai dengan
rendahnya keberadaan bidan di posyandu. Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut
maka perlu dikaji pengaruh motivasi terhadap kinerja bidan dalam pelayanan KIA di
Kota Binjai.
1.2.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh terhadap
kinerja bidan dalam pelayanan KIA di Kota Binjai.
1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
motivasi terhadap kinerja bidan dalam pelayanan KIA di Kota Binjai.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui motivasi intrinsik (tanggung jawab, prestasi yang diraih,

dan pengakuan orang lain) dan motivasi ekstrinsik (imbalan, kondisi kerja,
dan hubungan kerja) bidan dalam pelayanan KIA di Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui kinerja bidan dalam pelayanan KIA di Kota Binjai.
3. Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik (tanggung jawab, prestasi
yang diraih, dan pengakuan orang lain) dan motivasi ekstrinsik (imbalan,
kondisi kerja, dan hubungan kerja) terhadap kinerja bidan dalam pelayanan
KIA di Kota Binjai.
1.4. Hipotesis Penelitian
Motivasi berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam pelayanan KIA di Kota
Binjai.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada supervisor (Bidan Koordinator KIA Kota
Binjai), Supervisor (Bidan Koordinator KIA Puskesmas/Kecamatan) dan
Kepala Puskesmas.
2. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam implementasi
ilmu bidang administrasi dan kebijakan kesehatan.