Institusi-Agustus 2008

VOLUME VI AGUSTUS 2008

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Daftar Isi
Hasil Pilkades Lagadar Kemungkinan Dibatalkan ------------------------------------------------

1


UU Pemilu Bertentangan dengan Kemerdekaan Pers -------------------------------------------

2

Menciptakan Pemerintahan yang Bersih ------------------------------------------------------------

3

Jangan Ada Kekerasan dalam Pilkada Riau--------------------------------------------------------

4

KPU Mimika Diminta Serahkan Hasil Pilkada ------------------------------------------------------

5

November, Putaran Kedua Pilkada Jatim -----------------------------------------------------------

6


Demokrasi Belum Dapat Memberikan Kesejahteraan -------------------------------------------

7

UU Pemda dan Pilkada Dipisah ------------------------------------------------------------------------

8

Pilkada Diusulkan Digabung ----------------------------------------------------------------------------

9

Bung Ciil dan Pilpres 2009------------------------------------------------------------------------------- 10
Pemerintah Berencana Terbitkan UU Pilkada------------------------------------------------------ 12
KPUD Mimika Diminta Gelar Rapat Pleno Hasil Pilkada ---------------------------------------- 13
Menekan golput dalam Pemilu 2009 ------------------------------------------------------------------ 14
PAN Tunggu UU Pemilu dalam Pencalonan Presiden------------------------------------------- 16
Dari Pilgub ke Pilwali Surabaya ------------------------------------------------------------------------ 17
Golput dan Memilih dengan Rasional ---------------------------------------------------------------- 19
Keabsahan Pilkada Digugat ----------------------------------------------------------------------------- 21

Korupsi Para Politikus ------------------------------------------------------------------------------------- 23
Sepakat Pilkada Aman------------------------------------------------------------------------------------ 25
Konsistensi & Citra Politik SBY ------------------------------------------------------------------------- 26
Globalisasi Pemiskinan ----------------------------------------------------------------------------------- 29
Suap DPR ---------------------------------------------------------------------------------------------------- 31
UU Nomor 39/2004 Perlu Disempurnakan ---------------------------------------------------------- 33
Dada Menang Telak di Pilkada Bandung ------------------------------------------------------------ 35
Pilgub Jatim: Gus Ipul Klaim Didukung Kiai Sepuh ----------------------------------------------- 36
Sosialisasi Dini Pemilih Cegah Golput --------------------------------------------------------------- 37
Jumlah DPT Pilkada Makassar 959.814 ------------------------------------------------------------- 38
Pilkada Kota Bandung Suara Dada Tak Terkejar ------------------------------------------------- 39
Kualitas Pemilu 2009 -------------------------------------------------------------------------------------- 40
Panwas Pilkada Ancam Bekukan Kegiatan --------------------------------------------------------- 42
Elite Parpol agar "Legowo" ------------------------------------------------------------------------------ 44
Otonomi Daerah Harus Diperkuat --------------------------------------------------------------------- 45
Masyarakat yang Memiskinkan! ------------------------------------------------------------------------ 46

Politik Kesetaraan ------------------------------------------------------------------------------------------ 48
Pelanggaran Konstitusi dan Parlemen "Tuyul'' 2009 --------------------------------------------- 51
UU Pemilu Timbulkan Konflik Parpol ----------------------------------------------------------------- 54

Golput dan Demokrasi “Kaum Penjahat” ------------------------------------------------------------ 55
Waktu Penyelenggaraan Pilkada Putaran II Fleksibel ------------------------------------------- 57
Delapan Pasang Kandidat Mulai Berkampanye --------------------------------------------------- 58
Dibutuhkan Perda Khusus ------------------------------------------------------------------------------- 59
Sikap Pembahasan RUU Tipikor Jadi Ukuran ----------------------------------------------------- 60
Pilgub Diprediksi 2 Putaran------------------------------------------------------------------------------ 61
Indonesia Belum Merdeka dari Kemiskinan -------------------------------------------------------- 63
Kebijakan Populis Tidak Mengurangi Kemiskinan ------------------------------------------------ 66
Penduduk Miskin Indonesia dalam Angka ---------------------------------------------------------- 68
"Conflict Governance" Pemilu -------------------------------------------------------------------------- 70
Paket UU Politik Buka Celah Gugatan --------------------------------------------------------------- 72
Pilkada Nabire Dilaksanakan 22 Oktober------------------------------------------------------------ 73
Entaskan Kemiskinan dengan Program Berkelanjutan ------------------------------------------ 74
Angka Golput Diprediksi Tinggi------------------------------------------------------------------------- 75
Kebijakan Otonomi Daerah Perlu Direkonstruksi-------------------------------------------------- 76
DPD Optimistis Amendemen UUD 1945 Setelah Pemilu --------------------------------------- 78
Hati-hati Selesaikan RUU Keistimewaan DIY ------------------------------------------------------ 79
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi ----------------------------------------------------- 81
Pilkada Kabupaten Bogor Sepi ------------------------------------------------------------------------- 83
PP Perizinan Segera Ditetapkan ----------------------------------------------------------------------- 85

Dana Otsus Redam Separatisme ---------------------------------------------------------------------- 86
Revisi Terbatas UU Pemilu ------------------------------------------------------------------------------ 87
Revisi UU Pemilu Tuntas Desember------------------------------------------------------------------ 89

Pikiran Rakyat

Jumat, 01 Agustus 2008

H a sil Pilk a de s La ga da r Ke m ungk ina n D iba t a lk a n
Jum'at, 01 Agustus 2008 , 09:56:00
SOREANG, (PRLM).- Hasil pemilihan kepala desa (pilkades) Desa Lagadar, Kec. Margaasih,
Kab. Bandung hampir pasti dibatalkan. Pasalnya, sebanyak tujuh dari sebelas anggota
Badan Perwakilan Desa (BPD) Lagadar, menolak mengakui hasil pilkades itu.
Demikian terungkap dalam pertemuan antara masyarakat dengan Komisi A DPRD Kab.
Bandung, Kamis (31/7). Pertemuan itu pun berjalan alot dan nyaris tidak menghasilkan apa
pun, karena Komisi A menyatakan tidak memiliki kewenangan apa pun untuk merestui atau
menggagalkan pilkades.
Pertemuan itu dihadiri oleh anggota masyarakat, anggota BPD, camat, panitia pemilihan,
panitia pengawas, dan anggota Komisi AS. Di dalam pertemuan itu terjadi saling lempar
tanggung jawab dalam menyikapi aspirasi masyarakat yang menolak hasil pilkades. Pihak

panitia pemlihan dan panwas bersikukuh, bahwa pilkades itu berjalan sesuai aturan undangundang. Di pihak lain, masyarakat menuduh panitia dan panwas terlalu takut dalam menindak
pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu calon kepala desa.
Ketika Wakil Ketua Komisi A, Cep Iid Ishak Farid meminta pertimbangan Camat Margaasih,
Masykur, S.Ip. Sementara camat menyatakan tidak akan melantik kepala desa terpilih,
sebelum ada keputusan BPD Lagadar. Pun demikian ketika BPD dan Bagian Hukum Pemkab
Bandung dimintai pertimbangannya, mereka menyatakan sebelum ada pelantikan, maka
masalah pilkades Lagadar masih berada dalam kewenangan panitia pemilihan. Sedangkan
panitia dan panwaslu menyatakan, pilkades itu sudah sesuai aturan.
Sedangkan sebagian besar anggota BPD Lagadar menyatakan menolak hasil pilkades.
Karena itu mereka meminta rekomendasi DPRD Kab. Bandung untuk membatalkan dan
mengulang proses pilkades.
"Prosesnya sudah salah sejak awal. Sejak ujian yang dilakukan oleh Universitas Nurtanio,"
kata Wahidin, salah seorang anggota BPD.
Mendengar bahwa permasalahan muncul seusai ujian bagi bakal calon kades, yang
dilakukan oleh Universitas Nurtanio, Cep Iid mengusulkan agar dilakukan pertemuan lanjutan
antara DPRD Kab. Bandung, pihak-pihak terkait di Lagadar, dan Universitas Nurtanio.
Namun usulan itu ditolak oleh perwakilan warga, Ade Witarsa. Menurut dia, pertemuan yang
berkepanjangan tidak akan produktif, karena segala bukti pelanggaran pilkades sudah
lengkap. Ade juga mengatakan, secara de fakto BPD Lagadar sudah menolak hasil pilkades.
Pernyataan Ade itu didukung oleh anggota Komisi A, Asep Qomsuddin. Dia menyatakan, apa

yang terjadi di Lagadar, harus diselesaikan oleh perangkat desa yang ada. Apalagi, hasil
pilkades itu belum mendapat pengesahan dari pihak berwenang.
"Sesuai undang-undang, desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus masalah
rumah tangga mereka sendiri. Karena itu, menurut saya silahkan BPD membuat keputusan
tentang hasil pilkades itu," kata Asep.(A-132/A-124/A-147)***

Berkhas

1

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Jumat, 01 Agustus 2008

UU Pe m ilu Be r t e nt a nga n de nga n Ke m e r de k a a n Pe r s
[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, Pasal 99 Undang-Undang (UU)
No 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota (UU Pemilu Legislatif) bertentangan dengan semangat reformasi yang tidak

membreidel media massa. Para menteri terkait agar mempelajari pasal tersebut dan
memikirkan jalan keluar terbaik dan cepat dalam menyelesaikan masalah ini.
Presiden Yudhoyono menegaskan hal itu saat menerima peserta kongres Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (31/7). Pada saat itu Presiden
Yudhoyono didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menteri Komunikasi
dan Informatika M Nuh, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.
Presiden Yudhoyono mengemukakan hal itu menanggapi salah satu hasil kongres PWI di
Banda Aceh 28-29 Juli lalu. Peserta kongres PWI itu menolak isi undang-undang yang jelasjelas bertentangan dengan kemerdekaan pers, terutama mengajukan judicial review terhadap
Undang-Undang No 11/2008 tentang Pemilu Legislatif. [A-21]

Berkhas

2

Volume VI Agustus 2008

Republika

Sabtu, 02 Agustus 2008


2008-08-02 09:48:00

M e ncipt a k a n Pe m e r int a ha n y a ng Be r sih
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) menitikberatkan visi dan misinya untuk menciptakan
pemerintahan yang bersih. Roh partai itu begitu gamblang dituliskan dalam anggaran
dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai yang dipimpin oleh mantan menneg
pemberdayaan aparatur negara, Ryaas Rasyid, ini.
Kepedulian PDK terhadap pemerintahan yang bersih tampaknya tak lepas dari pengaruh kuat
yang diberikan Ryaas sebagai pendiri partai. Pakar dan pengamat otonomi daerah ini sudah
lama malang melintang di dunia pemerintahan. Selain sebagai pengajar di Institut Ilmu
Pemerintah, pria yang lahir di Gowa, Sulsel, pada 17 Desember 1949, ini juga pernah
ditunjuk Presiden SBY sebagai ketua tim pengkaji atau evaluasi terhadap Sekolah Tinggi
Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) ketika sedang dirundung banyak masalah.
Sesuai dengan asasnya, PDK menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan kemajemukan
serta prinsip-prinsip desentralisasi pemerintahan dan otonomi daerah. Karena itulah, partai ini
memosisikan dirinya sebagai partai tengah, yaitu partai yang memberi solusi bagi politik
aliran di Indonesia.
Didirikan pada 23 Juli 2002, awalnya PDK bernama Partai Persatuan Demokrasi
Kebangsaan (PPDK). Ryaas tak sendiri ketika membentuk partai ini. Ia bersama-sama
pengamat politik lainnya, Andi Malarangeng, mendeklarasikan partai yang kini berlambang

bintang merah yang terletak di antara padi dan kapas dalam lingkaran untaian rantai emas
ini. Andi, kini menjadi juru bicara kepresidenan dan beralih ke Partai Demokrat.
Pada Pemilu 2004, PPDK mampu meraih 1,16 persen suara sehingga memperoleh lima kursi
DPR. Dalam pilpres pada tahun yang sama, partai ini mendukung pasangan WirantoSolahudin Wahid. Namun, menghadapi Pemilu 2009 partai ini kemudian berganti nama.
Sesuai dengan hasil rapimnas pada Oktober 2007 di Jakarta, partai itu berubah nama
menjadi PDK. Berikut gambar logo partainya yang baru.n djo
Ketua Umum :Ryaas Rasyid
Sekjen
:Rapiuddin Hamarung
No Urut :20
Visi
Menghadirkan pemerintahan yang baik, membangun negara Indonesia seutuhnya demi
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, serta keadilan bagi setiap warga
masyarakat Indonesia.
Asas
Pembukaan UUD 1945.
Sifat
Terbuka bagi semua WNI yang menerima asas partai tanpa membedakan latar belakang
suku, agama, ras, jenis kelamin, dan golongan sosial.
(-)


Berkhas

3

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 02 Agustus 2008

Ja nga n Ada Ke k e r a sa n da la m Pilk a da Ria u
[PEKANBARU] Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto mengatakan, tugas utama
gubernur yang baru dilantik harus fokus menyiapkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) tanggal 22 September 2008. Jangan ada kekerasan dalam pelaksanaan Pilkada
Riau.
"Diharapkan pelaksanaan pilkada dapat berjalan demokratis. Meskipun masa tugas Gubernur
Riau berlangsung singkat, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian gubernur," kata
Mardiyanto, seusai melantik H Wan Abu Bakar sebagai Gubernur Riau definitif, di Pekanbaru,
Provinsi Riau, Kamis (31/7).
Wan Abu Bakar menjabat sebagai Gubernur Riau definitif sampai 21 November 2008
menggantikan Rusli Zainal yang mengajukan permohonan berhenti karena mengikuti Pilkada
Riau. Pelantikan yang berlangsung dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Provinsi Riau itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Riau, Djuharman Arifin.
Turut hadir antara lain mantan Mendagri Syarwan Hamid, serta pasangan gubernur/wakil
gubernur Riau yang akan maju dalam pilkada September 2008, yakni Rusli Zainal Mambang Mit yang populer disingkat dengan RZ - MM dan pasangan Chaidir - Suryadi
Khusaini yang akrab dipanggil CS.
Gubernur sebagai aparat pusat di daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan
dengan pemerintah pusat. Kalau ada kebijakan yang dianggap perlu, harus mendapat
persetujuan Mendagri. Masalah transparansi dalam melaksanakan pemerintahan dan
penanggulangan kemiskinan juga mendapat prioritas bagi gubernur Riau yang baru.
Pemerintah daerah perlu melakukan pembinaan dan pengawasan yang merupakan sistem
integral pemerintahan. [MUL/M-11]

Berkhas

4

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 02 Agustus 2008

KPU M im ik a D im int a Se r a hk a n H a sil Pilk a da
[JAYAPURA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mimika, Papua, diminta secepatnya
menyerahkan hasil putusan Pengadilan Tinggi (PT) Papua terkait sengketa pemilihan kepala
daerah (Pilkada) Mimika yang memenangkan dan Mengesahkan Hasil Penetapan KPU
setempat yang menyatakan pasangan Klemen Tinal-Muis menang.
Penegasan ini disampaikan Pemerhati Demokrasi di Tanah Papua, Markus Haluk menjawab
SP, Jumat (1/8), di Jayapura.
Permintaan itu dimaksudkan agar proses pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat lebih intensif dijalankan. Sesungguhnya Pilkada Mimika yang berlangsung
tanggal 19 Mei lalu dan diikuti empat pasang calon bupati, yakni Yan Yoteni-Paulus Pakage,
Hans Magal-Sutoyo, Klemen Tinal-Abdul Muis, dan Yopi Kilangin-Yohanis Felix dilakukan
secara demokratis.
Dengan diserahkannya hasil putusan PT Papua yang memperkuat putusan KPU Mimika oleh
KPU sendiri ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika, justru semakin baik.
Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 6/2005 yang menyatakan bahwa 3 hari
setelah KPU Kabupaten menerima hasil putusan sengketa pilkada, KPU sudah harus
menyerahkan hasil tersebut kepada DPRD agar ditetapkan untuk kemudian diteruskan
kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sehingga diterbitkan Surat Keputusan (SK)
Penetapan Bupati/Wakil Bupati terpilih agar segera dilantik oleh gubernur atas nama
Mendagri.
Dengan tidak konsistennya KPU Kabupaten Mimika tersebut, masyarakat dapat saja
mempertanyakan alasan belum diserahkannya hasil putusan pengadilan kepada DPRD
Mimika.
Dikatakan, bila dilihat dari sisi kewenangan sesungguhnya DPRD Mimika, dapat saja
menetapkan pasangan Klemen-Muis sebagai pemenang Pilkada Mimika dengan hasil
perolehan suara sebanyak 22.412 suara, mengalahkan perolehan suara pasangan Yopi
Kilangin-Yohanis Felix dengan perolehan suara 16.620 dan pasangan Hans Magal-Sutoyo
dengan perolehan suara 9.694 suara dan pasangan Yan Yoteni-Paulus Pakage, jika setelah
tiga hari KPU Kabupaten Mimika belum menyerahkan putusan pengadilan. [GAB/W-8]

Berkhas

5

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 02 Agustus 2008

N ov e m be r , Put a r a n Ke dua Pilk a da Ja t im

[SURABAYA] Pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) dan Khofifah Indar ParawansaMudjiono (Kaji), melaju ke putaran kedua pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jawa Timur
(Jatim). Hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, Jumat (1/8), tidak ada yang
mencapai 30 persen dari jumlah pemilih. Untuk sementara KPU menetapkan tanggal
pencoblosan pada 5 November mendatang.
Pasangan Karsa memperoleh 4.498.332 suara atau 26,43 persen dan pasangan Kaji
mengumpulkan 4.223.089 suara atau 24,82 persen. Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR) mendapat
suara 3.605.106 atau 21,18 persen. Soenarjo-Ali Maschan (Salam) mendapat suara
3.290.448 atau 19,34 persen, dan Achmady-Suhartono (Achsan) mendapat suara 1.397.291
atau 8,21 persen.
Hasil penghitungan secara manual KPU Jatim, tidak jauh berbeda dengan penghitungan
cepat yang dilakukan empat lembaga survei, beberapa jam setelah dilakukan pencoblosan.
Dengan demikian pasangan Karsa yang diusung Partai Demokrat dan Partai Amanat
Nasional akan bertarung lagi dengan pasangan Kaji yang diusung Partai Persatuan
Pembangunan dan 12 partai non-parlemen.
Karsa unggul di 18 kabupaten/kota, sedangkan Kaji, SR, dan Salam unggul di enam
kabupaten/kota. Dalam pilkada 23 Juli lalu, jumlah suara yang sah 17.014.266 juta.
Sedangkan total pemilih yang tercatat di KPU Jatim, 29 juta dari 37 juta lebih penduduk
daerah ini.
Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) putaran kedua akan dilaksanakan 60
hari setelah penetapan, pada Oktober mendatang.
Anggota KPU Jatim, Arief Budiman mengatakan, jika pada Oktober akan berbenturan dengan
agenda besar lain, yakni Hari Jadi Provinsi Jatim pada 12 Oktober. Kendala lain, proses
menuju putaran kedua bersamaan waktunya dengan bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri.
Pada Oktober juga ada pilkada empat kota di Jatim, meliputi Probolinggo, Kediri, Mojokerto
dan Madiun. Jika pada saat tersebut dipaksakan menjadi hari pemungutan suara putaran
kedua, dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih.
Konsultasi
KPU Jatim segera konsultasi kepada Mendagri, Mardiyanto, di Jakarta.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim, Fathorrasjid mengatakan, DPRD
siap menambah anggaran pilkada putaran kedua jika dianggap perlu. Sebelumnya, dewan
menetapkan anggaran Rp 225 miliar, namun KPU Jatim mengajukan anggaran sebesar Rp
240 miliar. DPRD akan meninjau kembali anggaran yang diajukan KPU untuk putaran kedua.
Sesuai dengan hasil perhitungan dari beberapa lembaga survei yang terlibat dalam Pilkada
Jatim, suara golongan putih (golput) tetap mendominasi perolehan suara yang dihitung
secara manual oleh KPU Jatim.
Ketua Pokja Pemilih dan Penghitungan Suara KPU Jatim, Arif Budiman yang dikonfirmasi,
Sabtu (2/8) pagi mengakui, suara golput dalam Pilkada Jatim 2008 cukup fantastis, karena
praktis tampil sebagai pemenang pertama, yakni 11.152.406 pemilih atau 38,37 persen
suara. [080/070]

Berkhas

6

Volume VI Agustus 2008

Kompas

Senin, 04 Agustus 2008

D e m ok r a si Be lum D a pa t M e m be r ik a n Ke se j a ht e r a a n
Senin, 4 Agustus 2008 | 00:23 WIB
Semarang, Kompas - Demokrasi yang saat ini berlaku di Indonesia hanya berhasil pada
tataran proses dan masih belum mampu memberikan manfaat yang substantif, yaitu
membaiknya kesejahteraan rakyat.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Diponegoro (Undip), Semarang, Warsito pada Temu Akbar Alumni dan Dies Natalis Ke-42
FISIP Undip, Minggu (3/8) di Semarang, Jawa Tengah. Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X juga menghadiri acara itu.
Oleh karena demokrasi belum mampu menyejahterakan rakyat, lanjut Warsito, terjadi
fenomena menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan. ”Hal itu bisa dilihat dari semakin tingginya angka golongan putih (golput atau
orang yang sengaja tak menggunakan hak pilihnya) dalam pemilihan kepala daerah,” ucap
Warsito.
Jika terus seperti itu, Warsito menuturkan, dalam proses demokrasi yang terus berkembang
di Indonesia, dimungkinkan untuk memunculkan sikap apatis dari rakyat. Bahkan, bisa
memicu naiknya penguasa yang bersikap otoritarian.
Sejak reformasi bergulir, Warsito menambahkan, hingga kini Indonesia belum memiliki sistem
nilai penyelenggaraan pemerintahan yang mapan. ”Nilai lama mulai dilepaskan, tetapi nilai
baru belum terbentuk,” tuturnya.
Strategi kebudayaan
Sebaliknya, Sultan HB X menegaskan, tidak ada jalan lain untuk membangun sebuah kultur
demokratis di Indonesia selain dengan menggelar strategi kebudayaan. ”Konkretnya,
membangun sistem pendidikan yang menjadi prinsip kemandirian dan nalar publik sebagai
pijakan konseptual,” kata dia.
Sistem pendidikan ini, lanjut Sultan HB X, berfokus pada penciptaan individu yang otonom
dan kritis dalam daya pertimbangan. ”Otonom di sini bukan berarti egosentris dari
pemerintahan yang ada,” ucapnya.
Menurut Sultan, dalam kehidupan politik sehari-hari, biaya dan manfaat tidak selalu hadir
dalam bentuk fisik dan material, tetapi juga dapat diurai dalam bentuk nilai simbolik, seperti
kepercayaan, stabilitas, solidaritas, serta loyalitas.
Sultan HB X juga menuturkan, kondisi negara sekarang ini membutuhkan prioritas untuk
dilakukan perbaikan pada aspek seperti penyediaan pangan, pendidikan, dan kesehatan.
”Hal itu adalah faktor utama untuk membangun bangsa,” ucapnya. Tanpa itu, rakyat bisa
semakin tak percaya pada demokrasi. (ilo)

Berkhas

7

Volume VI Agustus 2008

Kompas

Senin, 04 Agustus 2008

UU Pe m da da n Pilk a da D ipisa h
8 5 Ke pa la D a e r a h Aj uk a n Pe ngundur a n D ir i
Senin, 4 Agustus 2008 | 00:22 WIB
Bandung, Kompas - Departemen Dalam Negeri menyiapkan pemisahan aturan mengenai
pemerintahan daerah atau pemda dan pemilihan kepala daerah atau pilkada langsung. Saat
ini, keduanya masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Direktur Pejabat Negara Departemen Dalam Negeri Sapto Supono, Sabtu (2/8) di Bandung,
mengatakan, diharapkan pemisahan aturan pilkada dan pemda bisa selesai tahun 2009.
”Mudah-mudahan bisa masuk dalam program legislasi nasional,” katanya dalam Sosialisasi
UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32/2004 dan Peraturan
Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2008.
Usulan pemisahan aturan pilkada dan pemda merupakan wacana lama. UU No 32/2004
dinilai tidak terlalu rinci mengatur mengenai pilkada sehingga untuk pilkada diusulkan ada UU
tersendiri.
Sapto mengatakan, ada salah satu usulan yang akan masuk dalam rancangan UU pilkada,
yakni mengenai gugatan hukum pada proses pencalonan kepala daerah. Dalam pilkada yang
berlangsung sejak tahun 2005, ada dua hal yang menjadi sumber masalah, yaitu data pemilih
yang kurang akurat dan proses pencalonan kepala daerah.
Untuk itu, Sapto melanjutkan, ada usulan dalam proses pencalonan kepala daerah diberikan
kesempatan bagi semua pihak untuk mengajukan gugatan hukum. ”Jika Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sudah menetapkan calon kepala daerah, lalu ada yang merasakan tak adil atau
ada masalah internal parpol yang mengajukan calon, diberikan kesempatan untuk
mengajukan gugatan. Pengadilan harus secepatnya mengambil keputusan,” ujar dia.
Selain itu, menurut Sapto, masih banyak usulan lain untuk pengaturan pilkada yang saat ini
masih dikaji Depdagri.
85 kepala daerah
Terkait dengan pilkada, saat ini tercatat 85 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
mengajukan pengunduran diri karena akan mencalonkan diri lagi. Dari sejumlah itu, 72
kepala daerah di antaranya sudah mendapat persetujuan pemberhentian dari jabatannya
yang ditandatangani Mendagri Mardiyanto. Mereka yang sudah mendapatkan surat
keputusan pemberhentian sebagai kepala daerah harus meninggalkan fasilitas jabatannya.
Kepala Pusat Penerangan Depdagri Saut Situmorang mengungkapkan, pengunduran diri
incumbent (pejabat bertahan) yang akan mencalonkan diri dalam pilkada untuk menghindari
penyalahgunaan wewenang dan fasilitas selama masa tahapan pilkada berlangsung. ”Selain
itu, juga untuk menjamin netralitas pegawai negeri sipil, yang mungkin akan bingung bila
kepala daerah dan wakilnya maju dalam pilkada,” ujar dia.
Hal itu diatur dalam UU No 12/2008, yang diturunkan dengan PP No 49/2008 tentang
Perubahan atas PP No 6/2005 tentang Pilkada. PP No 49/2008 disahkan Presiden pada 4
Juli 2008.
Selain mengatur pengunduran diri incumbent, PP No 49/2008 juga melarang penjabat kepala
daerah atau wakil kepala daerah melakukan kebijakan. Pasal 132 A PP No 49/2008
menyebutkan beberapa larangan bagi penjabat kepala daerah, seperti dilarang melakukan
mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, serta
membuat pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya. (sie)

Berkhas

8

Volume VI Agustus 2008

Republika

Senin, 04 Agustus 2008

2008-08-04 11:27:00

Pilk a da D iusulk a n D iga bung
Biaya dihemat bila pemilihan pilkada gubernur, bupati, dan wali kota digabung.
BANDUNG -- Departemen Dalam Negeri telah memulai pembahasan untuk menggulirkan
revisi menyeluruh undang-undang pemerintahan daerah (UU Pemda). Selain pemisahan
topik pemilihan kepala daerah menjadi RUU tersendiri, usulan yang kuat mengemuka adalah
mengenai penyatuan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah tingkat provinsi dan
kabupaten kota.
''Integrasi pemilihan gubernur dan bupati atau wali kota ini akan menghasilkan penghematan
yang besar sekali,'' kata Direktur Pejabat Negara pada Direktorat Jendral Otonomi Daerah
Departemen Dalam Negeri, Sapto Supono, di Bandung, Sabtu (3/8). Penghematan, kata dia,
tak hanya dari sisi waktu karena hilangnya perulangan tahapan pilkada, tapi juga dari jumlah
nominal dana pembiayaannya.
Menurut Sapto, dari sisi nominal bila pikada digabung, maka terjadi penghematan biaya yang
sangat besar. ''Bayangkan saja berapa biaya untuk Jawa Barat? Provinsi ini terdata memiliki
26 kabupaten kota. Dengan adanya integrasi pilkada itu, maka akan dilakukan satu kali
pilkada saja untuk memilih sekalgus gubernur, bupati, atau wali kota.''
Dalam revisi menyeluruh UU Pemda, lanjut Sapto, yang paling menonjol adalah
dikeluarkannya topik pilkada dari undang-undang itu, menjadi RUU tersendiri. Di situ, kata
dia, akan diakomodasi aturan untuk mengantisipasi temuan permasalahan mengenai
sengketa pada pilkada yang kebanyakan bermula dari proses pencalonan yang tak mulus.
''Di revisi menyeluruh nanti, kami akan masukkan usulan pemberian ruang untuk gugatan
tahapan pencalonan ini. Jadi setelah tahap penetapan peserta pemilu kepala daerah, maka
nanti akan diberikan waktu tiga hari untuk mengajukan gugatan,'' kata Sapto. Apalagi, kata
dia, memang sengketa calon di pilkada itu biasanya sudah mulai sejak dari internal partai.
Selain soal gugatan ini, kata Sapto, juga akan dimasukkan aturan yang lebih rinci mengenai
daftar pemilih sementara (DPS). ''Selain itu juga akan diatur mengenai soal kampanye dan
lain-lain.''Revisi menyeluruh UU Pemda, kata Sapto, merupakan langkah lanjut dari revisi
terbatas UU tersebut yang melahirkan UU Nomor 12 tahun 2008. ''Belum semua hal
terakomodasi dalam revisi terbatas kemarin itu,'' kata Sapto. Sapto lebih lanjut menyatakan,
pemerintah memang telah menargetkan revisi menyeluruh UU Pemda ini dapat masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009. Saat ini, kata dia, sudah mulai ada berbagai
pembahasan terkait dengan rencana tersebut.
Penghematan biaya
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Denny Indrayana,
mengatakan, mendukung usulan integrasi pilkada. Menurutnya, dampak penggabungan itu
tak hanya akan mewujudkan penyederhanaan jumlah pilkada dan penghematan biaya, tetapi
juga akan berimbas pada peningkatan kinerja daerah. ''Apalagi semua tahu, rutinitas pemilu
dan pilkada itu kini sudah sangat mempengaruhi kinerja daerah,'' katanya. Menurut Denny,
dari sisi jumlah, jika pilkada gubernur kemudian dapat diintegrasikan dengan pilkada bupati
dan wali kota, maka nantinya selama lima tahun di Indonesia hanya akan ada 35 pemilu saja
saja. Yaitu, satu pemilu legislatif, satu pemilu presiden, dan 33 pemilu kepala daerah.
''Bila semua itu digabung maka memang penghematan biaya dapat dengan signifikan akan
segera terlihat,'' katanya.
Namun, ujar Denny, dampak lain yang tak kalah penting dari penggabungan pilkada tersebut
adalah terwujudnya sinergi kinerja pemerintahan secara lebih harmonis lagi.''Kami harap
integrasi pilkada nantinya jangan dilakukan di tengah-tengah. Sebab, bila itu dilakukan maka
berarti harus mulai lagi dari awal. Apalagi, koordinasi persiapan pemenangan pemilu kepala
daerah itu memang dapat memecah konsentrasi penyelenggaraan pemerintahan daerah,''
tandas Denny Indrayana. Ann (-)

Berkhas

9

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Senin, 04 Agutsus 2008

Bung Ciil da n Pilpr e s 2 0 0 9
Christianto Wibisono
Bung Ciil (Dr Syahrir) meninggal dalam usia 63 tahun, dan merupakan generasi terempas
yang menurut Om Tjian (Rosihan Anwar) dalam obituari di Kompas 28/7/2008 tidak sempat
membuktikan teori dan idealismenya dalam kejahatan struktural sebagai menteri. Ia
meninggal masih dalam status anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Selama 32 tahun
rezim Soeharto telah menghasilkan generasi terhempas, suatu populasi elite Indonesia yang
sebenarnya mempunyai kualitas dan kapabilitas intelektual dan berwawasan, tapi
dimubazirkan oleh Orde Baru. Karena itu, sekarang ini muncul generasi tergesa, kesusu dan
kebelet mau langsung terjun dalam perlombaan ke puncak kekuasaan dengan mengorbitkan
diri sendiri sebagai cawapres dan capres. Sebagian sudah melontarkan pekik perang seperti
suku Indian, capres sebaliknya berusia balita (bawah limapuluh tahun) dan capres seperti
Megawati dan incumbent SBY-JK dianggap sudah tua karena ber- kepala 6.
Perdebatan capres dengan demikian menjadi masalah vulgar atau primordial. Soal suku
Jawa non -Jawa, sipil militer sudah berangsur tergeser, tapi wacana bahwa presiden harus
dari generasi kebelet dan tidak memberi kesempatan lagi bagi generasi terhempas untuk
berperan. Salah sendiri kenapa dulu di zaman Soeharto tidak masuk jadi antek atau kroni
supaya masuk kabinet. Tetapi, Soeharto juga tidak gampang mengganti menteri, sehingga
yang jadi menteri ya itu itu juga, jarang sekali rotasi menteri zaman Soeharto.
Elite Indonesia dengan demikian mempunyai banyak generasi terhempas yang tidak sempat
mengabdikan diri dalam jajaran struktural seperti Syahrir. Tetapi, di belakang mereka muncul
generasi tergesa yang sudah tidak sabar dan tidak mau disuruh menunggu 5 tahun lagi. PKS
mengadakah konvensi capres balita, tokoh muda seperti Fazrul Rahman dan Rizal
Mallarangeng ngebut mengorbitkan diri. Yusril Ihza Mahendra sudah melewati usia balita,
mengaku kepada Tempo tidak punya dana jorjoran seperti Rizal. Tetapi, cerdik
memanfaatkan peluang publik, ikut debat dan tampil di media tanpa perlu merogoh kocek
untuk iklan.
Generasi tergesa sebetulnya secara teknokratis sudah berada di puncak kekuasaan seperti
Sri Mulyani sebagai "economic czarina". Sri Mulyani mempunyai bakat dan peluang untuk
menjadi wanita presiden RI yang tidak mengandalkan kharisma dinasti proklamator,
berkualitas, mandiri menaiki jenjang sebagai negarawan. Kalau masalah ekonomi menjadi isu
penting maka Sri Mulyani mestinya masuk dalam daftar capres atau cawapres berbagai versi.
Tetapi, performa dan dampak kenaikan BBM memang bisa mengakibatkan popularitas
incumbent berkurang termasuk anggota kabinet, apalagi menteri keuangan yang dianggap
chief architect dari kebijakan ekonomi pemerintah.
Wapres Jusuf Kalla dalam kutipan media mutakhir menyatakan bahwa status quo kelanjutan
duet incumbent merupakan pilihan yang terbaik. Memang majunya duet SBY-JK merupakan
alternatif teraman bagi keduanya, tetapi jika Partai Demokrat tetap hanya partai menengah
yang lebih kecil dari Golkar tentu secara fatsoen agak lucu kalau Ketua Umum partai
pemenang pemilu hanya jadi wapres. Ini akan mirip anomali ketika PDI-P menang pemilu
1999, namun Megawati disalip oleh Gus Dur di tikungan memakai "mobil" Poros Tengah.
"Status Quo"
Yang misterius adalah kenapa SBY tidak memperkuat Demokrat secara all out agar muncul
sebagai partai terbesar, sehingga SBY tidak perlu kikuk, rikuh dan "takut" terhadap parpol
besar yang mendikte presiden terpilih. Agenda SBY mestinya memperkuat Partai Demokrat
dengan merekrut caleg yang berkualitas menjadi motor dan crew untuk memenangkan
secara simultan, baik pileg maupun pilpres 2009.

Berkhas

10

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Senin, 04 Agutsus 2008

Politik di Indonesia telanjur menjadi arena para primadona dan gladiator yang berslogan
bertempur sampai salah satu mati. Jadi, sulit muncul kompromi yang sifatnya lintas manusia,
demi kepentingan nasional. Koalisi PDI-P Golkar misalnya akan merupakan paket terkuat
dengan gentleman agreement, pemenang pertama menjadi presiden dan pemenang kedua
jadi wapres.
Kalau dua partai ini berkoalisi dengan duet Mega-Kalla atau Kalla -Mega, bila duet SBY-JK
cerai, maka akan tercipta pemerintahan koalisi yang kuat. Partai Demokrat dan PKS akan
menjadi oposisi atau ikut bergabung dalam koalisi PDI-P, Golkar sebagai mitra junior.
Skenario status quo SBY- JK hanya mungkin bila Golkar tidak menjadi pemenang pertama
dan Partai Demokrat tidak terlalu merosot perolehannya atau bisa melejit dalam pileg. Elite
sudah mulai memakai skenario seandainya alternatif yang bisa muncul , yaitu status quo
penerusan duet incumbent., tampilnya koaliasi baru Mega-Kalla atau Kalla- Mega, tergantung
posisi pemenang partai, atau duet baru bila konvensi Golkar menghormati pola rekrutmen
Obama. Bisa muncul Sultan Hamengku Buwono - Fadel Mu- hammad mengakomodasi
generasi terhempas, dan generasi tergesa.
Seandainya status quo cerai, maka SBY perlu Demokrat yang kuat untuk bisa bargaining
dengan mitra koalisi. Artinya, bila duet incumbent retak dan Golkar direformasi, peluang
Sultan Hamengkubuwono untuk muncul adalah yang terkuat menurut survei kader Golkar.
Politik Indonesia memang masih ditentukan oleh figur dan soal program menjadi sekunder.
Tetapi, akan menjadi isu utama bila menyangkut hajat hidup orang banyak seperti soal
ekonomi yang bisa menentukan jatuh bangunnya seorang presiden.
Tantangan masa depan ialah bagaimana Indonesia bisa berdiri tegak di tengah Kebangkitan
Asia tahap II sebagai diproyeksikan oleh Prof Dr Kishore Mahbubani Dekan LKY School of
Public Policy dalam Presidential Lecture Kamis 31 Juli di Istana Merdeka.berjudul Indonesia :
Between Asian Revival And Global Crisis.
Acara ini merupakan peningkatan program Global Nexus Institute (GNI) mengundang penulis
buku The New Asian Hemisphere itu untuk menguraikan tesisnya tentang 7 rahasia sukses
Kebangkitan Asia.
Dalam kaitan dengan pilpres 2009, Global Nexus Institute akan menggelar Formasi 2009,
suatu program pengembangan informasi tentang kriteria kapabilitas, kualitas dan karakter
para capres. Ikuti kegiatan Formasi dalam program QTV acara Christianto Wibisono Formasi
2009. Kita tidak bisa membiarkan kepresidenan ditentukan secara tergesa-gesa oleh
generasi balita atau dijadikan sasaran frustrasi generasi terhempas yang sedang meredup.
Presiden harus berkualitas, berkarakter dan kompeten dalam memimpin Indonesia sesuai
harkat martabat sebagai bangsa terbesar ke empat sedunia.
Sebetulnya, ketika tahun 2007 Bung Ciil diangkat menjadi Wantimpres, secara berkelakar
saya bilang "Ciil , you sudah jadi Wantimpres, saya mau meneruskan estafet Ketua Umum
PIB. Lalu saya mendeklarasikan agar tahun 2009 nanti SBY berpasangan dengan Anda, dan
kemudian Partai Demokrat dan PIB merger, untuk dijadikan mobil balap Formula I ngebut
menuju 2009".
Bung Ciil ketawa saja dan dia bilang "kalau you (Christianto Wibisono) lontarkan ide SBY-Ciil
pasti bakal digebuk dulu oleh lawan politik. Masih terlalu pagi (2007) jadi sabar saja lihat situasi". Selamat jalan Bung Ciil, kesabaran Anda telah terjawab dengan lolosnya PIB ikut
dalam balapan 2009. Empati saya untuk Kartini, Pandu dan Gita. Untuk memberdayakan
PIB, maka kita harus merangkul golput, kelompok favorit anda sejak zaman Soe Hok-gie
dalam suatu wadah Formasi (Forum Masyarakat Independen) yang saya awali dengan
program QTV Formasi 2009.
Penulis adalah pengamat politik nasional dan internasional

Berkhas

11

Volume VI Agustus 2008

Suara Pembaruan

Senin, 04 Agustus 2008

Pe m e r int a h Be r e nca na Te r bit k a n UU Pilk a da
[BANDUNG] Pemerintah berencana memecah Undang-Undang (UU) 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi dua, yaitu UU tentang Pemerintahan Daerah dan UU tentang
Pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Rencana itu diharapkan bisa terwujud pada 2009.
Hal itu ditegaskan Direktur Pejabat Negara, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah,
Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Sapto Supono dalam lokakarya sosialisasi UU
12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah di
Bandung, Sabtu (2/8).
Rencana pemecahan UU 32/2004 itu sudah lama. Bahkan, rencana semula akan dipecah
menjadi tiga, yakni UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Pilkada, dan UU
Pemerintahan Desa. Tiga UU itu selama ini disatukan, sehingga tidak terlalu terinci.
Terkait pengaturan pilkada, Sapto menjelaskan, salah satu usulan yang akan masuk dalam
rancangan UU Pilkada adalah masalah gugatan hukum pada proses pencalonan kepala
daerah.
Dalam pilkada yang sudah berlangsung sejak 2005, yang menjadi sumber masalah adalah
data pemilih yang kurang akurat dan proses pencalonan kepala daerah.
Juru Bicara Depdagri, Satu Situmorang mengatakan saat ini sudah ada 85 kepala
daerah/wakil kepala daerah yang mengundurkan diri karena maju lagi dalam pilkada.
Sebanyak 72 di antaranya sudah disetujui Mendagri Mardiyanto dan 13 lagi akan disetujui
pada Senin (4/8) atau Selasa (5/8).
Pengunduran diri itu penting. Selain untuk mencegah penyalahgunaan fasilitas negara,
pemanfaatan birokrasi dalam memenangkan pilkada, menciptakan pilkada yang jujur, juga
untuk tetap menjaga netralitas pegawai negeri sipil. [A-21]

Berkhas

12

Volume VI Agustus 2008

Jurnal Nasional

Selasa, 05 Agustus 2008

Nusantara | Jayapura | Selasa, 05 Agt 2008 19:41:32 WIB

KPUD M im ik a D im int a Ge la r Ra pa t Ple no H a sil
Pilk a da
KOMISI Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua diminta
menggelar rapat pleno penetapan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil
Bupati setempat periode 2008-2013 setelah Pengadilan Tinggi Papua memenangkan
pasangan Klemen Tinal dan Abdul Muis.
Hal itu disampaikan anggota KPUD Provinsi Papua, Hasjim Sangaji di Kantor KPUD Papua di
Jayapura, Selasa (5/8) perihal berlarut-larutnya proses penetapan hasil Pilkada Mimika.
Sangaji mengatakan, Pilkada Bupati/Wakil Bupati Mimika yang berlangsung Maret 2008 di
Timika diikuti tiga pasangan dimana pasangan Klemens Tinal ( Calon Bupati) dan H.Abdul
Muis (Calon Wakil Bupati) meraih suara terbanyak menyisihkan pasangan Yoppy Kilangin
dan pasangan Hans Magal.
Namun, dalam Pilkada Mimika itu terjadi sengketa sehingga pasangan Yoppy KilanginHelyanan menggugat KPUD Mimika ke Pengadilan Tinggi Papua di Jayapura.
Pengadilan Tinggi Papua memenangkan KPUD Mimika tetapi hasil keputusan Pengadilan
Tinggi Papua itu sampai saat ini belum ditindaklanjuti KPUD Mimika.
Dikatakannya, untuk menindak lanjuti proses pelantikan pasangan terpilih Tinnal-Muis), maka
KPUD Provinsi Papua sudah mendesak KPUD Mimika untuk menggelar rapat pleno sesuai
dengan hasil perolehan suara yang diputuskan di Pengadilan Tinggi Papua.
Dia juga meminta KPUD Mimika agar secepatnya setelah melakukan pleno menyerahkan
hasil pleno kepada DPRD agar DPRD Mimika memproses SK pelantikan dari Mendagri
melalui Gubernur Provinsi Papua.
"Seluruh komponen pemerintah, lembaga agama, pemuda, perempuan, adat dan komponen
lainnya harus menerima keputusan Pengadilan Tinggi sehingga pelantikan pasangan
bupati/wakil bupati yang telah dipilih langsung rakyat itu dapat segera dilakukan di Timika,
ibuota Kabupaten Mimika," katanya. (Ant)

Berkhas

13

Volume VI Agustus 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 06 Agustus 2008

M e ne k a n golput da la m Pe m ilu 2 0 0 9
Dalam setiap pesta demokrasi di Indonesia, apakah itu pemilihan kepala daerah atau
pemilihan umum, kita mengenal kelompok atau individu yang tidak mengambil bagian dalam
pemungutan suara. Mereka ini kita kenal dengan istilah golongan putih (golput).
Golput telah menjadi masalah klasik dan universal dalam kehidupan politik. Pembicaraan
tentang ini selalu menjadi berita menarik menjelang pemilu di negara mana pun.
Di Indonesia, istilah golput dalam peta politik pertama kali muncul pada 1971 terhadap
mereka yang tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih. Mereka yang tidak mengambil
bagian tersebut oleh undang-undang tidak dapat dikenakan sanksi.
Artinya secara hukum memang tidak ada satu kekuatan apa pun yang dapat menghalanghalangi seseorang untuk bersikap golput atau tidak menggunakan hak pilihnya. Dengan
demikian tidak ada justifikasi bahwa golput sebagai sikap yang bertentangan dengan undangundang dan menghancurkan tatanan demokrasi di Indonesia.
Meskipun golput merupakan konsekuensi logis dari kebebasan masyarakat untuk memilih
atau tidak memilih. Namun, yang menjadi persoalan adalah, tentu saja dengan semakin
tingginya angka golput maka semakin rendah nilai legitimasi pemimpin yang dihasilkan. Oleh
karena itu, untuk menghilangkan golput barangkali perlu dikaji lebih dalam kenapa sampai
muncul orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya sebagai wujud dari hak
kedaulatan yang ada pada dirinya.
Memasuki Pemilu 2009, wacana golput kembali mengemuka di hadapan kita. Banyak pihak
memperkirakan angka golput pada Pemilu 2009 tidak terelakkan, alias akan meningkat tajam.
Peningkatan itu seiring dengan semakin tingginya pengkhianatan pemimpin dan wakil rakyat
terhadap konstituante. Betapa tidak, pemilu yang digelar selama ini cenderung tidak
menghasilkan perubahan sebagaimana harapan rakyat. Pemilu hanya membuang-buang
waktu, energi dan biaya saja.
Lihat saja, setelah pemilu usai, rakyat dipertontonkan dengan kelakuan buruk para pejabat,
elite politik, dan wakil rakyat. Mereka banyak tersangkut kasus korupsi, bahkan yang lebih
menjijikkan mereka juga terlibat perbuatan asusila atau perbuatan tidak bermoral. Perbuatan
tersebut sangat tidak pantas dilakukan oleh wakil rakyat. Karena mereka adalah orang-orang
terhormat, yang seharusnya memberikan contoh teladan pada rakyat.
Fenomena ini membuat rakyat kecewa. Sehingga, akhirnya mereka tidak lagi percaya
kepada wakil rakyat dan partai politik yang ada. Masyarakat merasa wakil rakyat belum
mampu membawa makna yang cukup berarti dalam menyalurkan aspirasinya.
Selalu lamban
Hal itu ditambah lagi dengan tidak seriusnya wakil rakyat dalam sidang-sidang membahas
agenda penting bangsa. Akibatnya, Dewan selalu lamban dalam merespons suatu masalah.
Lihat saja kasus Lapindo dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Wakil rakyat sangat lamban meresponsnya, padahal rakyat terus saja berharap wakil rakyat
akan memperjuangkan nasib rakyat. Dari kondisi ini, rakyat menganggap bahwa pelaksanaan
pemilu tidak ada gunanya, hanya membuang energi dan waktu saja.

Berkhas

14

Volume VI Agustus 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 06 Agustus 2008

Mencermati hal di atas, maka setidaknya secara umum ada beberapa faktor yang cukup
signifikan memengaruhi mengapa angka golput cenderung tinggi dalam setiap pesta pemilu.
Pertama, dengan kesadarannya sendiri memang tidak ingin menggunakan hak pilihnya
disebabkan beberapa kemungkinan, seperti rasa tidak percaya kepada sistem pemilu. Bagi
masyarakat, pelaksanaan pemilu di Indonesia dinilai masih sekadar pesta demokrasi yang
tidak akan membawa perubahan apa-apa dalam kehidupan politik selanjutnya.
Kedua, ketidakpercayaan kepada kontestan (partai poltik). Mereka menganggap bahwa tidak
ada figur andalan yang dapat mewakili aspirasi mereka. Ini dibuktikan dengan beberapa kali
penyelenggaraan pemilu. Para pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tidak dapat berfungsi
mengemban aspirasi politik mereka.
Kondisi kehidupan politik yang lebih baik setelah pelaksanaan pemilu ternyata tidak
berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Malah yang muncul justru konflik
berkepanjangan antarelite politik atau parpol pemenang pemilu.
Keputusan seseorang untuk menjadi golput pada dasarnya diambil setelah mengkaji
berbagai alasan yang ada. Bagi masyarakat, buat apa memilih jika wakil rakyat tidak
memberikan kepuasan. Buat apa menyalurkan hak pilih apabila pemilu dinilai tidak bermakna
bagi mereka. Alasan ini seharusnya dapat dijadikan suatu pemikiran oleh wakil rakyat atau
elite politik agar ke depan tidak mengecewakan rakyat.
Masalahnya adalah bagaimana para elite politik negeri ini mampu meyakinkan masyarakat
bahwa lembaga perwakilan rakyat bisa berperan secara jujur dan wajar dalam upaya
menyuarakan kepentingan rakyat.
Akhirnya, diperlukan kesadaran semua elite politik, baik yang ada dipemerintahan, di
kepengurusan partai, di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun yang paling penting di
lembaga perwakilan untuk menegaskan bahwa golput tidak boleh terus terjadi dalam setiap
pesta demokrasi.
Semua elite politik hendaknya belajar dari pemilu yang sudah lewat. Memahami bahwa
golput adalah instrumen politik rakyat untuk melakukan kritik. Kritik yang disampaikan melalui
golput hendaknya mampu dijadikan bahan renungan, sehingga golput dapat ditekan pada
Pemilu 2009.
Untuk itu, menyambut Pemilu 2009, yang harus dilakukan oleh semua elite politik adalah;
hendaknya secara terus-menerus menyosialisasikan pemahaman pentingnya pemilu sebagai
bagian dari demokrasi.
Untuk menekan golput, semua elite politik dibantu seluruh elemen masyarakat apakah itu
mahasiswa, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya harus bekerja
keras melakukan sosialisasi pemilu.
Sejatinya, semua pemilih potensial dipastikan sudah terdaftar dalam setiap daerah pemilihan.
Karena, bagaimana pun pemilu merupakan bagian terpenting dari kehidupan politik di
Indonesia. Adalah kewajiban kita untuk mengamalkannya. Karena, dengan pemilu kita dapat
menentukan arah, cita-cita, dan masa depan bangsa ini. Semoga.
Oleh Oksidelfa Yanto
Bekerja pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta

Berkhas

15

Volume VI Agustus 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 06 Agustus 2008

PAN Tunggu UU Pe m ilu da la m Pe nca lona n Pr e side n
Rabu, 6 Agustus 2008 | 00:57 WIB
Jambi, Kompas - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Soetrisno
Bachir menegaskan, nama calon presiden dari partai yang dipimpinnya akan diumumkan
setelah Undang-Undang Pemilu (2009) selesai dibuat. Walaupun dia sudah didukung
mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah PAN, pendeklarasian capres saat ini, menurut Soetrisno,
tidak tepat.
”PAN (Partai Amanat Nasional) belum waktunya mendeklarasikan nama capres (calon
presiden) kepada masyarakat. Selain karena UU (undang-undang) Pemilu belum selesai,
masih ada suasana yang belum cair, belum satu hati, dalam tubuh PAN,” ujar Soetrisno saat
membuka Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Barisan Muda Penegak Amanat Nasional
(BM-PAN) di Jambi, Selasa (5/8).
Pengusungan Ketua Umum PAN Amien Rais pada Pemilihan Presiden 2004, katanya
memberi contoh, merupakan suatu pengalaman berharga. Hal itu dilakukan terlalu dini dan
tidak diiringi langkah-langkah antisipasi sehingga perolehan suara menjadi kecil.
Soetrisno berpendapat, saat ini PAN harus terlebih dahulu berkonsentrasi memenangkan
Pemilu 2009. PAN, katanya, menargetkan perolehan 100 kursi legislatif di tingkat nasional.
Secara terpisah, Ketua DPP BM-PAN Azwar Jaya mengatakan, rapimnas kali ini bertujuan
mempertajam hasil Rapat Kerja Nasional PAN di Surabaya, yakni menghasilkan nama dan
kriteria kader terbaik PAN yang akan diusung menjadi capres.
”Nama-nama yang berkembang saat ini antara lain Amien Rais, Soetrisno Bachir, dan Zulkifli
Nurdin (Ketua DPW PAN Jambi yang juga Gubernur Jambi). Namun, bisa juga yang akan
dihasilkan hanya berupa kriteria kader terbaik PAN,” ujarnya. (ITA)

Berkhas

16

Volume VI Agustus 2008

Kompas

Kamis, 07 Agustus 2008

D a r i Pilgub k e Pilw a li Sur a ba ya
Kamis, 7 Agustus 2008 | 13:39 WIB
Oleh:Mochamad Toha
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jatim Sutjipto dan Ridwan Hisjam, yang
diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gube