Institusi-November 2008

VOLUME VI NOVEMBER 2008

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

D a ft a r I si
Dewan Adat Papua: UU Pornografi Hancurkan Pluralisme ------------------------------------

1


Dialektika RUU Pornografi dan Penyelesaiannya -------------------------------------------------

3

Meutia Hatta: UU Pornografi Tak Diskriminatif -----------------------------------------------------

5

Pasangan Fauzi-Mahyeldi Menangkan Pilkada Padang ----------------------------------------

6

Selesai, Penghitungan Suara Pilkada Taput -------------------------------------------------------

7

Pilgub Jatim Berpotensi Konflik ------------------------------------------------------------------------

8


Pilkada Perkuat Konsolidasi Demokrasi ------------------------------------------------------------- 10
PPP Serukan Waspadai Kecurangan Pilkada Jatim --------------------------------------------- 11
Pelaksanaan Pilkada Perlu Dievaluasi --------------------------------------------------------------- 12
Pengentasan Kemiskinan Prioritas Utama ---------------------------------------------------------- 13
Ambil BLT Disarankan Tak Serentak ----------------------------------------------------------------- 14
Tahapan Pemilu dalam Kondisi Bahaya ------------------------------------------------------------- 16
Uji Materi Berpeluang Disetujui------------------------------------------------------------------------- 18
DPD Berharap UU Susduk Disahkan ----------------------------------------------------------------- 20
Penyelenggaraan Pemilu, Kode Etik Mengecewakan ------------------------------------------- 21
Pemilu 2009 Penghitungan Cepat Tetap Diperlukan --------------------------------------------- 22
Pilkada Malut, MK Beri Waktu 14 Hari --------------------------------------------------------------- 23
Warga Sulut Turun ke Jalan Tolak UU Pornografi ------------------------------------------------ 24
UU Pornografi PDS: Bumerang bagi Pemerintah ------------------------------------------------- 26
RUU Pengadilan Tipikor Ditelantarkan --------------------------------------------------------------- 27
Berstatistik dalam Demokrasi --------------------------------------------------------------------------- 29
Hasil Pilgub Jatim Tak Bertentangan Dengan "Quick Count" ---------------------------------- 31
Pilkada Malut, MK Beri Waktu 14 Hari --------------------------------------------------------------- 32
UU Pornografi, MK Dorong Uji Materi ---------------------------------------------------------------- 33
UU Pornografi, Moralitas Pribadi, dan Demokrasi ------------------------------------------------ 34
Pilkada Jatim, Kaji Diminta Perbaiki Permohonan ------------------------------------------------ 37

Sengketa Pilkada Jatim Diputuskan Awal Desember -------------------------------------------- 39
RUU Perlindungan PRT Perlu Segera Disahkan -------------------------------------------------- 40
Pemilih Mengambang Berpotensi Golput------------------------------------------------------------ 41
Sengketa Pilkada Jatim, 21 Saksi Tak Buat Gentar Tim Karsa ------------------------------- 42
MK Jamin Tidak Ada Lobi Dalam Kasus Pilkada -------------------------------------------------- 44
Keputusan Pilgub Jatim Harus Independen -------------------------------------------------------- 45

Menhan: Sengketa Pilkada Dinamika Demokrasi ------------------------------------------------- 46
Otsus Papua Belum Sempurna ------------------------------------------------------------------------ 47
MK Tolak Empat Keberatan Hasil Pilkada ---------------------------------------------------------- 48
Penggantian Antarwaktu DPR Tidak Diskriminatif ------------------------------------------------ 49
Golput Pemilu 2009 Diperkirakan Capai 40 Persen ---------------------------------------------- 50
Pilkada Jatim, Rekaman Dugaan Kecurangan Diragukan -------------------------------------- 51
Permohonan Sengketa Pilkada Tiga Kabupaten Ditolak ---------------------------------------- 52
Menunggu Janji Kampanye di TengahTarikan Politik -------------------------------------------- 53
Perpu JPSK Perlu Segera Disahkan Jadi UU ------------------------------------------------------ 54
Pilkada Jatim, KPU Tunggu Putusan MK------------------------------------------------------------ 55
RUU KUHAP Harus Segera Disahkan --------------------------------------------------------------- 56
Tata Tertib MPR Tak Akan Dikaitkan Lembaga Lainnya ---------------------------------------- 57
KPU Daerah Khawatirkan Anggaran TPS ----------------------------------------------------------- 58

Pendekatan Kultural Lebih Cocok bagi Papua ----------------------------------------------------- 59
Syarat Hambat Demokrasi ------------------------------------------------------------------------------- 60
UU Harus Mencerminkan Nilai Pancasila ----------------------------------------------------------- 61
Berharap pada Suara Golput yang Tidak Jelas ---------------------------------------------------- 62
KPU Kuat Bisa Hindari Intervensi ---------------------------------------------------------------------- 64
Lonjakan Anggaran Jangan untuk Pemilu ----------------------------------------------------------- 65

Suara Pembaruan

Sabtu, 01 November 2008

D e w a n Ada t Pa pua : UU Por nogr a fi H a ncur k a n
Plur a lism e
[JAYAPURA] Ketua Pemerintahan Dewan Adat Papua (DAP), Fadhal Alhamid, menegaskan,
DAP menolak kehadiran Undang-Undang (UU) Pornografi. UU ini dianggap menghancurkan
pluralisme dan mencoba menyeragamkan Indonesia dalam satu kultur atau nilai.
"Masyarakat Papua cinta damai, pluralisme, dan keberagaman. UU itu tak pantas ada di
Papua. Kita mengecam adanya UU itu, dan dengan tegas menolak. Kita harus satu jalan
untuk mewujudkan penolakan secara tegas dengan melakukan uji materi ke MA," ujar
Fadhal, kepada SP, di Jayapura, Sabtu (1/11) pagi.

Ketua DPR Papua, Jhon Ibo, menegaskan, Indonesia adalah negara yang pluralis, baik
dalam agama maupun suku bangsa. "Sebagian masyarakat Papua masih telanjang.
Kehidupan mereka jangan kita tekan dengan undang-undang yang macam-macam," kata
Jhon Ibo.
"Orang banyak mengatakan tanpa Papua, Indonesia belum sempurna. Tapi, kini kebutuhan
Indonesia justru mengorbankan Papua. Pemerintah harus serius memperhatikan masalah ini,
" ucapnya.
Sementara itu, DPRD Sulawesi Utara (Sulut) menyatakan, kecewa dengan sikap DPR yang
tidak negarawan dan memaksakan persetujuan RUU Pornografi menjadi undang-undang.
Karena itu, DPRD Sulut mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi yang
diajukan berbagai elemen bangsa.
"Kami mengecam disetujuinya RUU itu dan akan melakukan aksi unjuk rasa ke DPR. Kami
akan mengajak semua provinsi yang menolak undang-undang itu, seperti Papua dan Bali, ke
Jakarta," tutur Ketua DPRD Sulut, Syarial Damapolii, kepada SP, di Manado, Jumat (31/10).
Anggota Fraksi Golkar DPRD Sulut itu mengatakan, desakan agar membatalkan, UU
Pornografi tersebut, karena UU ini tidak menghargai keberagaman dan juga budaya
Nusantara. "Kami akan mengumpulkan, ratusan ormas dan LSM dari berbagai daerah untuk
menggelar aksi penolakan ke Jakarta," katanya.
Penolakan serupa juga disampaikan Gubernur Sulut, Sinyo Sarundajang. Menurut Gubernur
Sulut, daerahnya menolak UU Pornografi ini, karena tidak menghargai budaya lokal. Tokoh

perempuan dari Minahasa, Angelica Tengker, menambahkan, UU Pornografi ini tidak
menghargai budaya lokal. UU Ini justru akan mematikan.
Dari Bandung dilaporkan, Koordinator Komunitas Jaringan Mitra Perempuan Kota Bandung
yang juga dosen hukum Universitas Katolik Parahyangan, Niken Savitri, menyatakan,
pengesahan UU Pornografi oleh DPR harus diikuti oleh keterbukaan dan pelaksanaan
konsep sensitif gender dari penegak hukum, serta masyarakat pada umumnya.
"Kita ada Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, tapi tidak
berjalan efektif karena penegak hukumnya tidak mengerti masalah gender," katanya.
Kurang Kerjaan
Kalangan masyarakat di kota Medan, mengaku kecewa dengan disahkan RUU Pornografi
oleh DPR. Direktur Eksekutif Bakumsu (Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera
Utara) Mangaliat Simarmata menilai, undang-undang ini dikhawatirkan menimbulkan
multitafsir. Karena larangan pornografi seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, maupun
pencabulan, sebenarnya telah diatur dalam KUHP.

Berkhas

1

Volume VI November 2008


Suara Pembaruan

Sabtu, 01 November 2008

Ketua Forum Masyarakat Sipil Sumatera Utara, Veryanto Sitohang, juga menilai, penerapan
undang-undang ini justru dikhawatirkan mengancam keberagaman dan saling menghormati
yang sudah terpelihara ratusan tahun.
"DPR itu kurang kerjaan. Seharusnya, DPR membahas masalah kesejahteraan rakyat, bukan
malah menghabiskan anggaran dana dari rakyat. UU Pornografi akan berimbas pada
hilangnya beberapa adat budaya di Indonesia," ujar Koordinator Wilayah Monitoring Politik
dan Hukum Indonesia Sumatera Utara (PMPHI-SU), Gandi Parapat. [154/136/153/151/AHS]

Berkhas

2

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan


Sabtu, 01 November 2008

D ia le k t ik a RUU Por nogr a fi da n Pe ny e le sa ia nny a
Oleh Filio Wiguna
Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai banyak budaya, agama, dan adatistiadat. Oleh karena itu, tidak dapat dipandang melalui satu kacamata saja dalam
menentukan berbagai kebijakan.
Keanekaragaman sudah sewajibnya kita pandang sebagai kekayaan budaya Indonesia, yang
merupakan satu wadah yang menampung budaya-budaya lain. Dengan hadirnya "jawara
jejadian", yaitu RUU Pornografi, masyarakat pada umumnya terjebak dalam kerangka berpikir
kontroversi semata terhadap RUU Pornografi.
Perlu ditekankan bahwa RUU Pornografi bukanlah solusi dari maraknya tindakan asusila,
karena dalam pengertian "porno" yang dicantumkan sudah multitafsir. Di sisi lain terkandung
standar moral yang dipaksakan bagi semua orang, di mana standar moral tersebut banyak
bertentangan dengan berbagai budaya dan memicu semakin banyaknya tindak kriminal yang
mengatasnamakan "sang penjaga" RUU tersebut.
Sebagai contoh, pemakaian busana yang dikatakan dapat memancing berahi kaum pria,
dikatakan porno; goyangan pinggul yang "menggoda" pria, dikatakan porno. Problemnya
adalah porno budayanya (sang pemakai baju) atau porno pola pikirnya (sang pria).
Manusia secara tidak langsung disamakan dengan binatang, yang tidak dapat

mengendalikan hawa nafsu. Kaum pria seolah-olah digambarkan sebagai pria yang langsung
ejakulasi begitu melihat belahan dada wanita ataupun paha wanita (edan bener). Sebegitu
hinakah makhluk yang mempunyai akal budi ini? Permasalahannya bukan pada yang
dibilang porno, tetapi memang dasarnya saja mesum, di mana pikiran mesum dan porno
menjadi kepenuhan dalam pikiran itu sendiri.
Ketidakmampuan dalam memanage diri, dilemparkan pada semua orang yang dinilai dapat
membangkitkan berahi sebagian orang. Lalu bagaimana dengan wanita yang merasa berahi
ketika melihat tubuh pria yang "ideal" menurutnya? Jika kita berkiblat pada konsep keadilan,
seharusnya para pria juga diobjekkan, tidak hanya wanita.
Sudah seharusnya, seluruh elemen masyarakat di Indonesia ini khususnya dalam
memandang pornografi umumnya, tidak hanya menekankan pada manajemen kalbu,
melainkan lebih menekankan pada manajemen syahwat.
Jika dilihat lebih dalam mengenai pergerakan RUU ini, maka dapat disimpulkan beberapa
poin, yaitu pertama, RUU Pornografi memuat degradasi nilai pada manusia (khususnya pria).
Pria di generalisasikan sebagai person yang harus menjadi acuan utama dalam berperilaku
bagi kaum wanita (di sini saya tidak membahas arti etimologis dari kata "wanita". Yang saya
maksud adalah sex). Di mana pria dikondisikan sebagi manusia dengan kegilaan libido.
Kedua, terdapat muatan politik menuju negara totaliter (hilangnya pluralitas). Ketiga, adanya
sebuah gerakan yang menginginkan pertukaran budaya Indonesia dengan budaya negara
atau bangsa lain. Keempat, wanita sebagai person yang harus mengontrol dirinya atas

"keindahan tubuhnya" (pria dikatakan sebagai korban wanita, maka dari itu wanitalah yang
bersalah).

Berkhas

3

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 01 November 2008

Alasan Melindungi Wanita
Mengacu pada problem RUU Pornografi, sang pendukung biasanya mengaitkan
permasalahan RUU ini sebagai perlindungan atas kaum wanita. Mereka berpatokan pada
salah satu ideologi yang mengatakan bahwa pemakaian "busana yang tertutup" dimaksudkan
agar wanita tidak diganggu. Sepintas terlihat tujuan RUU ini sangatlah baik, namun ada
keabsurdan yang fatal dalam konsep ini. Pertama, jika dikatakan "supaya wanita tidak
diganggu", seharusnya yang dilihat atau ditindak adalah si pengganggu, bukan wanitanya.

Hal ini sama seperti kasus seorang siswa SD yang sedang dalam perjalanan pulang dari
sekolahnya, membawa tas sekolah yang bagus.
Kemudian, datanglah sang pencopet mengambil paksa tas sekolah siswa tersebut.
Jika kita melihat dari sudut pandang RUU Pornografi, maka hal seperti ini dapat dikatakan
perumpamaan yang tepat. Dan jawaban dari RUU Pornografi atas perumpamaan tersebut
seharusnya adalah yang salah adalah siswa SD.
Kedua, permasalahan mengenai "agar wanita tidak diganggu", berarti yang bermasalah
adalah pria dengan libidonya, dan yang harus bertanggung jawab adalah wanita.
Belajar dari Kristus, hendaknya tidak melempar tanggung jawab kita sendiri kepada orang
lain. Kristus mengatakan bahwa, "Setiap orang yang memandang perempuan serta
"menginginkannya", sudah berzinah dengan dia dalam hatinya.
Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena
lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh
dicampakkan ke dalam neraka (Mat 5:28-29)."
Dengan demikian, saya menekankan bahwa RUU Pornografi memuat kekerasan struktural
dan sangat berbahaya. RUU Pornografi memicu perpecahan, bahkan memicu "gerakan
merdeka" dari daerah-daerah di luar Jakarta.
Perdebatan mengenai RUU tersebut, haruslah didasari dengan tujuan pencerahan atas
orang-orang yang hanyut dalam ideologi sempit. Yang terutama adalah menekankan
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa (berbeda tetapi satu, mengabdi tanpa
mendua), dengan satu asas, yaitu gotong royong.
Penulis adalah Pemerhati Sosial

Berkhas

4

Volume VI November 2008

Jurnal Nasional

Minggu, 02 November 2008

Nasional | Denpasar | Minggu, 02 Nov 2008 19:04:59 WIB

M e ut ia H a t t a : UU Por nogr a fi Ta k D isk r im ina t if
MENTERI Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono menegaskan UU
Pornografi merupakan upaya pemerintah melindungi warga negara dari perilaku buruk,
sehingga tidak akan ada tindakan diskriminatif terhadap agama dan budaya tertentu.
"Tujuan Undang-Undang Pornografi adalah untuk menjamin perempuan dan anak-anak dari
dampak perilaku yang tidak kita inginkan terjadi. Fokus UU ini sangat mulia," kata Meutia usai
membuka Konferensi Kartini Asia Network ke-2 di Sanur Bali, Minggu (2/11).
Ia mengatakan, dalam UU tersebut tidak ada unsur diskriminasi dan ancaman terhadap
budaya dan agama tertentu. Justru Undang-Undang itu akan menjamin budaya serta
kebhinekaan di Indonesia
"Undang-Undang yang telah disahkan DPR pada 30 Oktober itu nantinya akan menjadi
jaminan hukum. Saya minta warga jangan apriori dulu dengan UU tersebut, cermati dan baca
baik-baik," katanya.
Di Bali, beberapa waktu lalu terjadi berbagai aksi unjuk rasa untuk menentang RUU yang
akhirnya disetujui DPR untuk menjadi UU Pornografi.
Cermati
Terkait adanya kelompok yang menolak UU itu, khususnya dari gerakan perempuan, Meutia
Hatta berharap agar mereka kembali mempelajari dan mencermati setiap pasal dalam
undang-undang tersebut.
"Kalau sudah dicermati secara seksama definisi pornografi kan telah berubah dari rancangan
yang diajukan sebelumnya. Yang dulu itu rancangan UU anti pornografi, dan substansi terkait
kebebasan dan agama tertentu sudah tidak ada," ucapnya.
Dia mengatakan, untuk pemberlakuan UU tersebut nantinya akan diatur lebih lanjut melalui
peraturan pemerintah (PP) yang tetap mengacu atau tidak bertentangan terhadap UU
tersebut.
Meutia mempersilahkan kelompok yang tidak sepakat dengan UU pornografi ituk mengajukan
uji materi atau "judicial review" ke MK. Namun demikian, dia mengingatkan, undang-undang
ini justru merupakan upaya pemerintah yang harus didukung.
"Saya sudah katakan UU tersebut sudah tidak seperti yang dipikirkan warga masyarakat
sebelumnya, yakni akan merugikan kaum perempuan termasuk juga budaya yang telah
dianut dalam lingkungan masyarakat tertentu," kata Meutia. (Ant)

Berkhas

5

Volume VI November 2008

Jurnal Nasional

Minggu, 02 November 2008

Nusantara | Padang | Minggu, 02 Nov 2008 15:28:34 WIB

Pa sa nga n Fa uz i- M a hy e ldi M e na ngk a n Pilk a da
Pa da ng
PASANGAN calon walikota dan wakil walikota Fauzi Bahar-Mahyeldi Ansyarullah
memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Padang 2008-2013, setelah KPU
menyelenggarkan pleno rekapitulasi penghitungan suara, di Kantor Radio Republik Indonesia
(RRI) Padang, Sumbar, Minggu (2/11).
Ketua KPU Padang, Endang Mulyani, usai acara rekapitulasi hasil penghitungan suara dan
penetapan calon terpilih itu, mengatakan, perolehan suara pasangan Fauzi-Mahyeldi tercatat
156.339 suara atau 51,53 persen dari 303.381 total suara sah.
Selanjutnya disusul pasangan Yusman Kasim-Yul Akhyari Sastra memperoleh 66.825 suara
atau 22,03 persen. Pasangan Jasrial-Muchlis Sani memperolehan 46.777 suara atau 15,42
persen.
Pasangan Ibrahim-Murlis Muhammad memperoleh 17.032 suara atau 5,61 persen dan
pasangan Mudrika-Dahnil Aswad memperoleh 16.408 suara atau 5,41 persen.
"Suara yang tidak sah berdasarkan catatan KPU sebanyak 6.105 suara dari jumlah daftar
pemilih terdaftar tercatat 541.473 orang," katanya.
Jumlah suara tersebut berasal dari 11 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), 104 PPS dan
1.491 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Endang menjelaskan, jumlah pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilih berdasarkan DPT
untuk TPS dalam wilayah KPU Padang, tercatat laki-laki 137.159 orang dan perempuan
170.062 orang.
Sedangkan jumlah pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya berdasarkan DPT
adalah laki-laki 126.336 orang dan perempuan 105.651 orang.
Sementara itu, jumlah pemilih dari TPS lain di wilayah KPU Kota Padang, laki-laki sebanyak
1.221 orang dan perempuan 1.044 orang.
Endang menambahkan, jumlah surat suara yang rusak atau keliru dicoblos dari seluruh TPS
sebanyak 697 lembar dan surat suara tidak terpakai tercatat 243.506 lembar.
Sedangkan jumlah surat suara terpakai berisi suara sah dari seluruh TPS sebanyak 303.381
lembar dan surat suara terpakai berisi suara tidak sah tercatat 6.105 lembar. (Ant)

Berkhas

6

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Senin, 03 November 2008

Se le sa i, Pe nghit unga n Sua r a Pilk a da Ta put

[MEDAN] Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara (Sumut)
telah menyelesaikan proses penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Taput,
Minggu (2/11). Namun, KPU setempat baru akan mengumumkan hasil penghitungan suara
pemilih ke publik tiga hari mendatang.
Sekretaris Daerah Taput Sanggam Hutagalung mengakui, KPU setempat seusai
penghitungan suara Minggu (2/10) sore, yang dihadiri Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih),
para saksi pasangan calon, telah sepakat untuk mengumumkan pemenang pilkada kepada
publik tiga hari mendatang.
"Hasil penghitungan suara itu juga diberikan kepada pasangan calon masing-masing.
Namun, saya sendiri tidak tahu apa hasilnya," ujarnya.
Sanggam menjelaskan, selama tiga hari tersebut sekaligus masa sanggah guna
mengakomodasi aspirasi pasangan calon peserta Pilkada Taput yang merasa keberatan atas
hasil perhitungan surat suara. Jika tidak ada sanggahan, mengacu pada hasil penghitungan
tersebut, KPU setempat mengacu hasil penghitungan tersebut baru akan segera menetapkan
pasangan calon pemenang Pilkada Taput.
"Jika ada keberatan, diberikan kesempatan melakukan sanggahan dan upaya hukum sesuai
prosedur dan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Sekadar diketahui, Pilkada Taput diikuti enam pasangan, yakni pasangan Torang
Lumbantobing -Bangkit Silaban, Samsul Sianturi - Frans Sihombing, Sanggam Hutapea Londut Silitonga, Roy Sinaga - Djunjung Hutauruk, Wastin Siregar - Swaloon Silitonga, dan
Edward Sihombing - Alpa Simanjuntak. Namun, empat pasang calon di antaranya, menolak
pelaksanaan pilkada dan akan menggugat KPU setempat karena pelaksanaan pilkada dinilai
banyak kecurangan.
Ketua Panwaslih Taput, Boriman Panggabean mengatakan, pihaknya menerima laporan
berbagai pelanggaran terkait pelaksanaan pilkada. [AHS/151]

Berkhas

7

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 05 November 2008

Pilgub Ja t im Be r pot e nsi Konflik
ANTARA/Saiful Bahri
Petugas tempat pemungutan suara (TPS) menunjukkan surat suara disaksikan dua orang
saksi dari masing-masing pasangan calon gubernur saat penghitungan surat suara pada
pemilihan gubernur Jawa Timur putaran kedua di TPS 02, Kelurahan Bugih, Pamekasan,
Madura, Jawa Timur, Selasa (4/11).
[SURABAYA] Hasil quick count (penghitungan cepat) lembaga survei yang memenangkan
Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Kaji) 50,44 persen atas Soekarwo-Saifullah Yusuf
(Karsa) yang meraih 49,56 persen dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim)
putaran dua, Selasa (4/11), berpotensi menimbulkan konflik.
Kerawanan paling tinggi ada di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), karena di sana
berpotensi terjadi penggelembungan suara untuk memenangkan pasangan tertentu. Bisa
terjadi, pasangan Kaji angkanya jauh lebih tinggi dibanding hasil penghitungan cepat, atau
sebaliknya Karsa yang kalah tipis hasil quick count, bisa merebut posisi teratas dan
memenangi Pilgub Jatim putaran dua.
Hal tersebut dikemukakan Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
(JPPR), Jeirry Sumampow, seusai menyaksikan hasil penghitungan cepat Lembaga Survei
Indonesia (LSI), di Surabaya, Selasa (5/11) sore.
Hasil penghitungan cepat lembaga ini menempatkan pasangan Kaji memperoleh 50,44
persen dan pasangan Karsa 49,56 persen. Hasil quick count Lingkaran Survei Indonesia
(LSI), Kaji mendapat 50,76 persen dan Karsa 49,24 persen.
Sementara itu, hasil Lembaga Survei Nasional dan Pusat Kebijakan dan Pembangunan
Strategis masing-masing 50,71 persen dan 50,83 persen untuk Kaji dan 49,29 persen serta
49,17 persen untuk Karsa. Sedangkan, penghitungan cepat Pusat Studi Hak Asasi Manusia,
Karsa unggul tipis 50,60 persen dan Kaji 49,40 persen.
Pasangan Kaji yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan 12 partai politik
(parpol) nonparlemen serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berhasil lolos ke
putaran II setelah pada pilgub putaran I berhasil meraup suara 4.223.089 (24,82 persen),
sedangkan pasangan Karsa yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai
Demokrat (PD) didukung Partai Keadilan Sejahtera mendapat 4.498.332 (26,44 persen).
Bisa Berubah
Hasil penghitungan cepat masih bisa berubah, karena tingkat kesalahan satu sampai dua
persen. Sedangkan, hasil quick count yang dilakukan lembaga-lembaga survei
perbedaaannya tipis, tidak sampai satu persen.
Menurut Jerry, karena di PPK berpotensi menimbulkan kerawanan, di antaranya berupa
penggelembungan suara, diharapkan para saksi tiap-tiap tim pemenangan Kaji dan Karsa,
melakukan pengawasan ketat di PPK.
Dalam penghitungan cepat tersebut, suara golongan putih (golput) dinilai masih tinggi
mencapai 47 persen dari total pemilih 29,2 juta suara lebih. Pada putaran pertama lalu,
jumlah golput 39 persen.
Tingginya angka golput, karena masyarakat sudah jenuh menggunakan hak pilihnya, tetapi
dianggap tidak ada perubahan kondisi yang ada di masyarakat.

Berkhas

8

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Rabu, 05 November 2008

Sementara itu, Khofifah dan Soekarwo, sama-sama mengatakan menunggu hasil
penghitungan manual yang dilakukan berjenjang mulai PPK, Komisi Pemilihan Umum (KPU)
38 kabupaten/ kota, dan hasil penghitungan resmi KPU Jatim.
Anggota KPU Jatim, Arif Budiman mengatakan, KPU Jatim, tidak terpengaruh dengan hasil
penghitungan cepat menggunakan metode ilmiah. Hasil sah berdasarkan penghitungan
manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat kecamatan, KPU kabupaten/kota sampai KPU
Provinsi Jatim.
Mulai Rabu (5/11), penghitungan secara manual dilakukan di tingkat PPK. Setelah tuntas
diteruskan ke KPU kabupaten/kota. KPU Jatim menargetkan rekapitulasi suara diumumkan
resmi sebelum 12 November mendatang.
Kedua tim sukses sama-sama mengklaim pasangannya menjadi pemenangnya. Ketua Tim
Pemenangan DPW PKS Jatim, Yusuf Rohana mengatakan, timnya melakukan penghitungan
cepat, hasilnya Karsa memperoleh 53 persen, sedangkan Kaji 47 persen.
Sementara Tim Sukses Kaji, yang juga melakukan quick count merilis hasilnya, Kaji unggul
dengan perolehan suara 55,02 persen, sedangkan Karsa mengumpulkan 44,98 persen
suara. [080/070]

Berkhas

9

Volume VI November 2008

Jurnal Nasional

Kamis, 06 November 2008

Politik - Hukum - Keamanan Jakarta | Kamis, 06 Nov 2008

Pilk a da Pe r k ua t Konsolida si D e m ok r a si
by : Friederich Batari
Dosen Ilmu Politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada) merupakan sejarah baru pada
dimensi politik lokal di Indonesia. Pilkada telah memantapkan konsolidasi demokrasi,
meskipun baru pada level prosedural.
"Pilkada harus ditempatkan sebagai jalan pembuka memperkuat konsolidasi demokrasi,"
ungkap Airlangga, salah satu pembicara diskusi bertajuk Pilkada Langsung dan Kerentanan
Lokal di gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (5/11) kemarin.
Pemerintahan lokal merupakan perpanjangan dari pemerintahan di tingkat pusat. Oleh
karena itu, pemerintahan daerah yang terbentuk dari hasil Pilkada diharapkan akan semakin
mendekatkan kekuasaan kepada warga negara.
Pilkada juga bisa sebgai jalan pembuka berlangsungnya proses partisipasi politik dari warga
negara untuk ikut mengelola urusan-urusan publik. Pilkada sebagai pintu masuk penataan
sistem politik dan konsolidasi demokrasi.
Baik dan buruknya pemerintahan menjadi hasil dari tindakan yang dilakukan oleh rakyat
sendiri melalui kebebasan dengan jaminan tanpa adanya intervensi dari luar untuk memilih
pemimpin dalam skala terendah. Dengan Pilkada, masyarakat bisa berperan aktif melakukan
kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara yang lebih luas.
Ia juga mengemukakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung
berlangsung sejak tanggal 1 Juni 2005 di Kutai Kartanegara. Setelah lima tahun lebih
penyelenggaraan Pilkada hingga Juli 2008, telah 398 kali Pilkada dilangsungkan dengan
segala dinamika yang menyertainya.
Keberhasilan konsolidasi demokrasi ditandai dengan keberhasilan pemilihan umum nasional
dan terutama dalam pemilihan kepala daerah. Pertama, keberhasilan menyelenggarakan
pemilihan umum secara regular (tiap lima tahun) dengan bebas, fair dan damai.
Kedua, baik dalam tataran perilaku, kebiasaan dan tindakan sebagian elit-elit politik,
organisasi dan masyarakat sipil meyakini demokrasi sebagai "the only game in town".
Ketiga, konstitusi dan perundang-undangan yang menjadi pilar penegak kehidupan
bernegara telah terbangun sejalan dengan dinamika proses demokratisasi. n

Berkhas

10

Volume VI November 2008

Jurnal Nasional

Kamis, 06 November 2008

Politik - Hukum - Keamanan Menuju PEMILU 2009 | Jakarta | Kamis, 06 Nov 2008

PPP Se r uk a n W a spa da i Ke cur a nga n Pilk a da Ja t im
by : Rhama Deny
PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) menyerukan partai dan massa pendukung
pasangan calon Gubernur Jawa Timur Khofifah-Mudjiono (Kaji) agar mengamankan
kemenangan dari kemungkinan adanya kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada).
''PPP meminta kepada jajaran partai, partai pendukung, maupun masyarakat untuk
mewaspadai kemungkinan penggelembungan suara. Kemungkinan terjadinya perubahanperubahan data di TPS-TPS,'' kata Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali, Rabu (5/11).
Mereka diminta merapatkan barisan mengantisipasi kemungkinan kecurangan.
Kemenangan yang tipis, menurut Suryadharma, juga rawan terhadap kemungkinan konflik.
Surya meminta semua pihak waspada agar tidak memicu ketidakpuasan masing-masing
pihak. ''Seluruh pendukung Kaji agar menjaga sportivitas, menjaga ketenangan masyarakat.
Jangan terpicu hal-hal yang mendorong konflik,'' ungkapnya.
Dia mengatakan akan terus memantau jaringan PPP di Jawa Timur. Selain itu, juga disiapkan
tim hukum untuk mengantisipasi persoalan hukum yang mungkin akan muncul.
Menurut Suryadharma, kemenangan pasangan Kaji sangat fantastis karena persiapan untuk
memenangkan Pilkada Jawa Timur dadakan. Berbeda dengan persiapan pasangan lainnya,
yang jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri.

Berkhas

11

Volume VI November 2008

Kompas

Kamis, 06 November 2008

kepala daerah

Pe la k sa na a n Pilk a da Pe r lu D ie va lua si
Kamis, 6 November 2008 | 00:24 WIB
Jakarta, Kompas - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada untuk pertama kalinya
di semua kabupaten/kota dan provinsi akan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya,
pelaksanaan pilkada perlu dievaluasi sehingga tujuan pilkada untuk menyejahterakan
masyarakat daerah, pengembangan demokrasi lokal, dan peningkatan partisipasi politik
masyarakat dapat lebih dirasakan.
Hal itu diungkapkan dosen ilmu politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi,
dalam diskusi ”Pengkajian Pengawasan Pilkada” di Jakarta hari Rabu (5/11).
Pengalaman sejumlah pemilihan kepala daerah menunjukkan pilkada justru menyebabkan
konflik berkepanjangan, hancurnya modal sosial berupa rasa saling percaya
antarmasyarakat, maupun perpecahan di kelompok masyarakat sipil.
Menurut Airlangga, berbagai pelanggaran pilkada secara kasatmata terlihat jelas, tetapi tak
ada sanksi apa pun bagi mereka yang melanggar aturan. Aturan pilkada yang ada justru
sering kali dimanipulasi pihak-pihak tertentu demi kepentingan kelompoknya sendiri. Kondisi
itu diperparah dengan belum netralnya birokrat.
Dari sisi ekonomi, kata Airlangga, pilkada menyedot anggaran publik cukup besar. Akibatnya,
banyak pos anggaran untuk kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD yang dikurangi
demi menopang biaya pilkada.
Sementara itu, peneliti senior Centre for Electoral Reform, Refly Harun, mengatakan,
pemerintah dan DPR cenderung membuat sistem pilkada yang seragam di seluruh
Indonesia. Sistem pilkada ini justru mengabaikan keunikan yang dimiliki setiap daerah.
Padahal, keunikan daerah itu justru ingin dikembangkan pada era otonomi daerah.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, mengatakan,
pelaksanaan pilkada merupakan loncatan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Setelah dikungkung dalam masa otoritarian selama hampir empat dekade, tiba-tiba
partisipasi masyarakat dalam politik mengalami lonjakan drastis.
Karena itu, persoalan yang muncul dalam pilkada selama ini merupakan persoalan dari
proses transisi demokrasi yang belum tuntas. (MZW)

Berkhas

12

Volume VI November 2008

Kompas

Kamis, 06 November 2008

Nusantara Kilas | Biak | Kamis, 06 Nov 2008

Pe nge nt a sa n Ke m isk ina n Pr ior it a s Ut a m a
KEMISKINAN di pedesaan merupakan masalah pokok nasional dan daerah yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda sehingga menjadi prioritas utama dalam
pelaksanaan kesejahteraan. Hal itu ditekankan oleh Penjabat Bupati Biak, Frans R
Kristantus, ketika memberikan apresiasi dalam kegiatan Pelatihan Program Pengembangan
Usaha Agribisnis Pedesaan di daerah itu, Rabu (5/11).
Menurutnya Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan merupakan bentuk fasilitas
bantuan modal usaha untuk mengembangkan kegiatan agribisnis di pedesaan yang
disalurkan langsung kepada petani melalui wadah Gabungan Kelompok Tani yang
merupakan kelembagaan tani di pedesaan.
Ia juga berharap kepada ketua dan pengurus Gapoktan penerima program PUAP tahun 2008
di daerah itu untuk mampu mengelola dan memanfaatkan dana tersebut dengan baik
sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha tani dan agribisnisnya.
"Mengingat selama ini usaha yang dikelola masyarakat belum berjalan baik, sehingga
dengan adanya pelatihan ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas usaha tani dan
agribisnis di daerah kita ini, jangan kalah dengan di Jawa sana," kata Frans.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Biak Numfor pada tahun 2007, jumlah
penduduk yang masuk dalam kategori penduduk miskin tercatat 75 ribu jiwa. Sekitar 40
persen dari jumlah tersebut, berada di pedesaan dengan mata pencaharian utama di sektor
pertanian, sedangkan sisanya sektor perikanan. n Opin

Berkhas

13

Volume VI November 2008

Kompas

Jumat, 07 November 2008

Am bil BLT D isa r a nk a n Ta k Se r e nt a k
Jumat, 7 November 2008 | 01:48 WIB
Palembang, Kompas - PT Pos Indonesia Kantor Besar Kota Palembang akan menyalurkan
bantuan langsung tunai atau BLT Verifikasi mulai Senin (10/11). Mengingat pembayaran BLT
ini berlaku sampai akhir Desember 2008, segenap penerima bantuan diimbau untuk tidak
berbondong-bondong, berdesakan, dan berebut dalam mengambil BLT tersebut.
Imbauan ini disampaikan oleh Kepala Kantor Pos Besar Kota Palembang Gustap Marpaung
dan Humas Kantor Pos Besar Wahyu Suardhana, Kamis (6/11) di Palembang.
Gustap mengatakan, imbauan itu perlu dikemukakan dengan melihat pengalaman pencairan
yang lalu, yakni sebagian besar warga penerima BLT masih saja berbondong-bondong,
berdesakan, bahkan berebut saat mengambilnya di kantor pos.
Hal itu, lanjut dia, selain merugikan para penerima bantuan sendiri karena mereka harus lelah
antre sambil berdiri selama berjam-jam, juga merepotkan petugas pos karena harus bekerja
ekstra.
”Jadi, sekali lagi warga diminta untuk tidak datang berbondong-bondong karena batas waktu
pencairan masih lama sampai akhir Desember 2008,” kata Gustap.
Empat wilayah
Pada 10 November 2008, kantor pos akan mencairkan dana BLT kepada 8.571 rumah
tangga sasaran (RTS) di empat kabupaten/kota, yakni Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir,
Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Kota Palembang. Di Kota Palembang, penerima bantuan ini
mencapai 3.635 RTS.
Setiap RTS akan menerima Rp 700.000 dengan asumsi pembayaran selama tujuh bulan.
Untuk itu, PT Pos Indonesia sudah menyiapkan dana sebesar Rp 5,999 miliar.
”Kartu BLT-nya akan segera diserahkan kepada penerima melalui lurah dan camat. BLT
Verikasi ini terbit karena faktor kepindahan, meninggal, atau tidak berhak,” katanya.
Berdasarkan data PT Pos Indonesia, jumlah penerima BLT Verifikasi ini meliputi 3.635 RTS
di Kota Palembang, 3.075 RTS untuk Kabupaten Ogan Ilir, 288 RTS untuk Kabupaten Ogan
Komering Ilir, 732 RTS di Kabupaten Banyuasin, dan 841 RTS di Kabupaten Musi Banyuasin.
Waspada calo
Selain itu, Gustap juga mengingatkan para penerima BLT Verifikasi agar waspada terhadap
calo. Dalam pembayaran BLT beberapa waktu lalu, pihak kantor pos juga sempat
menangkap beberapa orang calo.
”Calo ini sangat meresahkan. Salah satu alasan mengapa warga tetap berbondong-bondong
ya karena pengaruh calo ini. Para calo selalu bilang bahwa BLT akan hangus jika tidak
diambil sehari. Padahal kan tidak,” katanya.
Dalam pembayaran BLT Verifikasi ini, Kantor Pos Besar Kota Palembang menyiapkan lima
loket yang semuanya ada di kantor Jalan Merdeka Nomor 5, Palembang. Secara teknis,
pembayaran akan dimulai pada pukul 07.30 sampai 16.00. Batas waktunya sampai akhir
Desember 2008.

Berkhas

14

Volume VI November 2008

Kompas

Jumat, 07 November 2008

Sedangkan di luar Kota Palembang, PT Pos Indonesia menyiapkan lebih dari 20 kantor pos
cabang di empat kabupaten (OKI,OI, Muba, dan Banyuasin) sebagai tempat pembayaran.
”Untuk mengambil BLT Verifikasi, syaratnya tidak diwakilkan, membawa bukti diri seperti KTP
atau KK,” ucapnya. (ONI)

Berkhas

15

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 08 November 2008

Ta ha pa n Pe m ilu da la m Kondisi Ba ha y a

[JAKARTA] Tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 memasuki fase bahaya.
Kondisi ini disebabkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak siap
menyelenggarakan pemilu, jadwal tahapan yang disusun banyak yang molor, dan tidak
berkualitas. Ditambah lagi, perjalanan komisioner ke luar negeri yang menunjukkan mereka
tidak memiliki kepekaan.
Sedianya, awal Desember nanti, KPU akan dipanggil oleh DPR untuk mengetahui sejauh
mana perkembangan tahapan pelaksanaan pemilu dan evaluasi kinerja mereka. Hal itu
terungkap dalam diskusi tentang persiapan pemilu di Jakarta, Jumat (7/11), dengan
pembicara Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) Hadar N Gumay, mantan
anggota KPU, Mulyana W Kusumah, anggota Komisi II DPR, Agus Purnomo dan anggota
KPU Syamsulbahri.
Menurut Hadar, masalah yang kerap terjadi adalah pelanggaran terhadap jadwal yang
disusun KPU, koordinasi kurang di antara para anggota, prioritas kerja tidak jelas, dan tidak
ada transparansi dalam penyusunan peraturan yang dibuat KPU. Komisioner juga dinilai
lamban dalam menyusun peraturan yang disiapkan.
Berdasarkan situs KPU, peraturan yang dipublikasikan KPU memang baru 25 peraturan,
meski menurut Ketua KPU, Abdul Hafiz, dari 48 peraturan yang direncanakan hanya tinggal
tiga peraturan yang belum diselesaikan. "Tahapan Pemilu sedang dalam bahaya.
Penyelenggara pemilu sangat tidak sensitif terhadap keadaan ini. Peraturan yang seharusnya
sudah diselesaikan, belum selesai," kata Hadar.
Menurutnya, perjalanan ke luar negeri, terutama ke Amerika Serikat untuk memantau
pelaksanaan Pemilu AS, dinilai menunjukkan komisioner KPU tidak peka. Seperti diketahui,
tiga komisioner KPU berangkat ke AS selama delapan hari untuk melihat pelaksanaan
Pemilu AS, yakni Abdul Aziz, Andi Nurpati, dan Sri Nuryanti. Mereka berangkat atas
undangan KPU AS. "Perjalanan delapan hari itu adalah waktu yang sangat panjang. Padahal,
tidak ada relevansi pemilu AS dengan pemilu di Indonesia," ujarnya.
Ia pun merekomendasikan agar Komisi II DPR dan Presiden memanggil anggota KPU untuk
mengingatkan mereka agar bekerja lebih keras dan fokus dalam mempersiapkan
pelaksanaan Pemilu 2009.
KPU juga diminta untuk memperbaiki kinerja dengan cara mengurangi kegiatan yang tidak
terkait langsung dengan penyelenggaran Pemilu 2009. Pemerintah dan DPR harus
mendesak KPU agar lebih membuka diri terhadap aspirasi masyarakat.
Partisipasi
Mulyana mengingatkan KPU bahwa berdasarkan pengalaman pelaksanaan pemilihan kepala
daerah (pilkada), partisipasi pemilih sangat rendah. Potensi rendahnya partisipasi pemilih
pada Pemilu 2009, katanya, patut diwaspadai KPU dan itu sudah terlihat dari minimnya
tanggapan masyarakat atas daftar calon sementara, daftar calon tetap, dan saat
pengumuman daftar pemilih sementara.
Sedangkan, Agus Purnomo menegaskan DPR memang akan memanggil anggota KPU pada
awal Desember 2008 untuk mengetahui perkembangan tahapan pemilu. Ia menilai,
kemampuan memosisikan diri dengan pemerintah memang rendah. Hal itu disebabkan pada
saat pengambilalihan kasus Maluku Utara oleh pemerintah. Setelah kasus itu, KPU sangat
berhati-hati.

Berkhas

16

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 08 November 2008

Menanggapi hal tersebut, Syamsulbahri mengakui komisioner dan Sekretariat KPU memang
masih menemui sejumlah kendala. Syamsul tidak banyak memberi komentar terkait sorotan
publik terhadap kinerja KPU, namun ia mengatakan masukan-masukan tersebut akan dibawa
dalam rapat pleno lembaga itu. [L-10]

Berkhas

17

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 08 November 2008

UU Pilpr e s
Uj i M a t e r i Be r pe lua ng D ise t uj ui
SP/Charles Ulag
Ketua Pansus RUU Pilpres DPR, Ferry Mursyidan Baldan (kiri), bersama Direktur Eksekutif
CIDES, Syahganda Nainggolan (tengah), dan Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putrasiddin
tampil sebagai pembicara dalam diskusi "Calon Presiden Terhadang UU Pilpres, Judicial
Review Untuk Demokrasi" di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Jumat (7/11).
[JAKARTA] Peluang menang bagi para pemohon uji materi Undang-Undang Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai cukup besar.
Sebab, beberapa pasal yang ada dalam UU yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) itu melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pandangan itu disampaikan pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonusa Esa
Unggul, Irman Putra Sidin dalam diskusi bertajuk "Calon Presiden Terhadang UU Pemilihan
Presiden, judicial review (uji materi) untuk Demokrasi" di Jakarta, Jumat (7/11).
"Pasal yang membatasi syarat pengajuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden
(cawapres) sebesar 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara pemilu legislatif, sangat
bertentangan dengan UUD 1945. Jadi, kalau pasal itu diuji materi, sangat mungkin diterima
MK," katanya.
Dikatakan, konstitusi Indonesia tidak membatasi parpol atau gabungan parpol dalam
mengajukan capres dan cawapres. Pasal 6A Ayat 2, UUD 1945 menyebutkan presiden dan
wapres diajukan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu, tanpa memberi batasan angka
atau persentase.
"UU Pilpres yang memberi batasan angka bagi pengajuan capres dan cawapres, jelas
membatasi setiap warga negara untuk maju dalam pencalonan. Ini sangat mereduksi
konstitusi," ujarnya.
MK, lanjut Irman, dalam putusannya, pernah memenangkan kasus yang mirip dengan kasus
UU Pilpres ini, yakni menyangkut Pasal 50 UU MK yang membatasi kewenangan lembaga
itu. UU itu menyebutkan, MK tidak diberi hak menguji UU yang diundangkan setelah
perubahan pertama UUD 1945. MK kemudian menguji materi pasal tersebut.
Setelah dicermati, UUD 1945 ternyata sama sekali tidak mengatur soal pembatasan itu.
"Akhirnya, MK dalam keputusannya menolak Pasal 50 UU MK, karena dinilai mereduksi
konstitusi," ujarnya.
Keinginan Parpol
Irman melihat UU Pilpres dibuat lebih untuk mengakomodasikan keinginan parpol besar,
seperti Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Namun, dua
parpol itu nilai terlalu percaya diri dengan syarat yang amat ketat tersebut.
"Kelihatannya, sangat sulit ada partai yang bisa meraih kemenangan di atas 20 persen kursi
atau 25 persen suara pada Pemilu Legislatif 2009. Artinya, kalau parpol besar tidak bisa
penuhi syarat itu pada pemilu legislatif, mereka pun akhirnya bisa ikut-ikutan ribut dan
mendukung uji materi," katanya.
Mantan Ketua Pansus RUU Pilpres, Ferry Mursyidan Baldan kembali mengingatkan bahwa
penetapan syarat pengajuan capres dan cawapres dalam UU Pilpres mempertimbangkan
aspek untuk mendorong koalisi parpol. "Jadi, pasal ini tidak mereduksi konstitusi," ujarnya.

Berkhas

18

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Sabtu, 08 November 2008

Menurutnya, perdebatan tentang penetapan syarat pengajuan capres dan cawapres dalam
pembahasan UU Pilpres terfokus pada tiga hal, yaitu apakah pilpres akan dilaksanakan dua
putaran, mengajukan calon sebanyak-banyaknya, atau mendorong koalisi.
Perdebatan itu akhirnya banyak mengerucut pada pandangan bahwa dalam pilpres tidak
mungkin ada partai yang memajukan calon sendiri. Parpol harus berkoalisi untuk meraih
kemenangan.
"Tapi, kalau ada parpol atau kelompok dalam masyarakat hendak mengajukan uji materi,
silakan saja. Ini merupakan tradisi baik di alam demokrasi," katanya. [J-11]

Berkhas

19

Volume VI November 2008

Kompas

Senin, 10 November 2008

POLITIK

D PD Be r ha r a p UU Susduk D isa hk a n
Senin, 10 November 2008 | 03:00 WIB
BANDUNG, KOMPAS - Penguatan peran Dewan Perwakilan Daerah diharapkan dapat
tercapai dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Wakil Ketua DPD Irman Gusman, Sabtu (8/11) di Bandung, Jawa Barat, seusai
rapat kerja Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan media massa,
dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Susduk yang sedang digodok DPR, ada sejumlah
usulan yang memungkinkan penguatan peran DPD. ”Antara lain, keikutsertaan DPD dalam
pembahasan RUU menjadi UU,” katanya.
Menurut catatan sekretariat DPD, lanjut Irman, sampai dengan Juli 2008 DPD telah
menghasilkan 154 keputusan yang terdiri dari 10 usulan RUU, 38 hasil pengawasan, dan 23
pertimbangan yang terkait APBN.
Irman berpendapat, penguatan peran DPD harus segera direalisasikan mengingat Indonesia
telah memasuki era otonomi daerah. ”DPD sebagai perwakilan teritorial di era otonomi
seharusnya berkedudukan sejajar dan berbagi peran secara efektif dengan DPR, yang
merupakan perwakilan konstituen,” katanya.
Dalam kaitan itu, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, Ida Fauziah, mengatakan,
DPR pada dasarnya tidak ingin terlalu kuat dan dominan ketimbang DPD. Karena itu, dia
sangat mendukung adanya cetak biru mengenai susunan dan pembagian peran parlemen
yang lebih jelas.
Siti Zuhro, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berpendapat seperti itu.
”Terbentuknya UU Susduk yang secara jelas memayungi pembagian peran antara DPR dan
DPD memungkinkan kedua lembaga tersebut berjalan lebih baik. Namun, pembagian peran
jangan lantas menjadikan keduanya terpisah sama sekali dan tidak saling peduli,” ujarnya,
seraya menambahkan, dukungan daerah dan elemen masyarakat yang ada di daerah
pemilihan DPD pun perlu ditingkatkan dalam rangka pengesahan RUU Susduk. (REK)

Berkhas

20

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Senin, 10 November 2008

Pe nye le ngga r a a n Pe m ilu, Kode Et ik M e nge ce w a k a n
[JAKARTA] Kode etik Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang dikeluarkan bersama oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai
mengecewakan. Kode etik tersebut memang memuat pasal-pasal sanksi, tetapi tidak bisa
ditegakkan karena tidak memiliki efek jera.
Pandangan itu disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
(JPPR), Jeirry Sumampow, kepada SP di Jakarta, Senin (10/11). Menurutnya, dalam
pemberian sanksi yang diatur di dalam kode etik itu dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan,
sementara kriteria pembentukannya tidak diatur dengan terperinci di dalam kode etik
tersebut.
"Dewan Kehormatan bekerja berdasarkan aturan. Kriteria pembentukannya yang tidak ada.
Bagaimana mereka bekerja, kalau dasarnya tidak dibuat oleh KPU," kata Jeirry. Pasal 21
Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu itu disebutkan penegakkan kode etik sebagaimana
dimaksud dalam peraturan itu dilakukan oleh Dewan Kehormatan KPU, Dewan Kehormatan
KPU Provinsi dan Dewan Kehormatan Bawaslu.
Dewan kehormatan itu bertujuan memeriksa pengaduan dan atau laporan adanya dugaan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU provinsi, dibentuk Dewan
Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc.
Namun, menurut Jeirry, dalam pasal-pasal yang dituangkan pada kode etik tersebut sulit
diterapkan KPU. Misalnya, Pasal 14 huruf (b) disebutkan membuka akses publik mengenai
informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang diambil sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
KPU sangat sulit memberikan informasi ke publik, bahkan di situs KPU, peraturan yang
dibuat lembaga itu masih sedikit yang tercantum. Selain itu, pada huruf (i) disebutkan
merespons kritik dan pernyataan publik secara arif dan bijaksana, juga dinilai tidak jelas.[L10]

Berkhas

21

Volume VI November 2008

Suara Pembaruan

Selasa, 11 November 2008

Pe m ilu 2 0 0 9 Pe nghit unga n Ce pa t Te t a p D ipe r luk a n
[JAKARTA] Penghitungan cepat dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 sangat
diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi terkini terkait pemenang
pemilu, baik legislatif maupun presiden. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta
tidak membatasi lembaga survei atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat.
Apalagi, menurut peraturan perundang-undangan memang penghitungan cepat itu
diperbolehkan, meski ada koridor yang harus diikuti. Di samping itu, penghitungan cepat yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut dapat menjadi penyeimbang, sehingga KPU tidak
bermain dengan data dan angka-angka.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional, Umar S Bakry kepada SP
di Jakarta, Kamis (13/11). Pasal 245 ayat (1) UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR,
DPD, dan DPRD disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi pemilu,
pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dan penghitungan
cepat hasil Pemilu, wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.
Sementara itu, pada Ayat (3) disebutkan bahwa pengumuman hasil penghitungan cepat
hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara.
Menurut Umar, sepanjang ketentuan yang dikeluarkan oleh KPU tidak membatasi kebebasan
berekspresi, dan penghitungan cepat tidak masalah.
"Penghitungan cepat itu untuk menjawab rasa haus masyarakat untuk mengetahui hasil
penghitungan suara. Kalau mau menunggu KPU, bisa dua hingga tiga minggu ke depan baru
diketahui hasilnya. Kalau penghitungan cepat dapat diketahui dalam waktu beberapa jam,"
katanya.
Kredibilitas
Untuk negara demokrasi, seperti Indonesia, seleksi alam yang bekerja untuk menguji
kredibilitas lembaga survei harus dibiarkan dalam melakukan penghitungan cepat maupun
survei. "Proses kebebasan memperoleh informasi itu harus dihormati oleh KPU," ujarnya.
Ia juga menilai KPU tidak bisa me