Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga T1 802006107 BAB II

(1)

13 A. Kenakalan Remaja

1. Pengertian kenakalan remaja

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan dengan kata dasar nakal adalah perbuatan tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut. Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat mengganggu ketenangan orang lain atau tingkah laku yang melanggar norma kehidupan masyarakat. Definisi kenakalan remaja menurut para ahli, salah satunya adalah Kartono seorang ilmuan sosiologi mengemukakan pendapatnya bahwa kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala sosial pada remaja yang desebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial . Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk prilaku menyimpang. Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal (Santrock, 1999)

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja (Sarwono, 2000). Perilaku tersebut


(2)

akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya (Fuhrmann, 1990). Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma di sekitarnya (Simanjuntak, 1984). menurut White (Setyowati, 1999) adalah sebuah istilah hukum yang menunjuk pada remaja (biasanya dibawah usia 18 tahun) yang melakukan perbuatan kriminal atau penampilan variasi perilaku yang secara spesifik tidak termasuk dalam hukum kriminal seperti membolos, melanggar jam pelajaran, lari dari rumah, melakukan hubungan seks diluar nikah, menyalahgunakan alkohol dan obat terlarang.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja merupakan suatu bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak usia 18 tahun kebawah yang tidak dapat diterima di masyarakat karena melanggar norma yang ada dimasyarakat dan dapat merugikan diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya serta dapat menimbulkan tindak kriminal.

2. Tingkat kenakalan remaja

Gunarso (1988) mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak


(3)

diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka

keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit

(2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai sepera motor tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa ijin

(3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll.

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, telah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkhein (dalam Soerjono Soekanto, 1985). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batasan-batasan tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat


(4)

yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.

3. Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja:

(1) Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya

(2) Tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa delikuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari


(5)

berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

b. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing


(6)

tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

c. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.


(7)

d. Jenis kelamin

Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial dari pada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok geng diperkirakan 50 kali lipat daripada geng remaja perempuan.

e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.


(8)

f. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stres yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

g. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan


(9)

persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

h. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan. i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas


(10)

kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

4. Bentuk dan jenis kenakalan remaja

Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.


(11)

Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu: a. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain. b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain,

seperti merampas, mencuri, dan mencopet.

c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.

d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam. Dari beberapa beberapa uraian diatas dapat disimpulkan jenis kenakalan remaja yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: perilaku yang melawan status, perilaku yang tidak menimbulkan korban pihak orang selain, perilaku yang mengakibatkan korban fisik dan perilaku yang mengakibatkan korban materi (Jensen, dalam Sarwono, 2002).

B. Dukungan Sosial Orang Tua

1. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang


(12)

diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.


(13)

Rook (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok.

Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan Orang tua artinya ayah dan ibu. (Poerwadarmita, 1987). Sedangkan Menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya (Kartono, 1982). Orang tua juga memiliki peranan yang penting bagi setiap anak-anak mereka, bila orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang tua yang tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya. Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana dikemukakan,


(14)

berlangsung kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang orang tua terhadap anaknya tidak dapat dimanifestasikan dengan menyediakan sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan perhatian dan pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.” (Depdikbud, 1993).

Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal yang perlu di berikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana diungkapkan sebagai berikut:

1. Respek dan kebebasan pribadi.

2. Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik. 3. Hargai kemandiriannya.

4. Diskusikan tentang berbagai masalah.

5. Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian. 6. Anak-anak lain perlu di mengerti.

7. Beri contoh perkawinan yang bahagia. (Ahmadi Abu, 1991)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan dukungan sosial orang tua dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan akrab dengan individu yang menerima bantuan yaitu orang tua individu (ayah dan ibu), baik secara verbal maupun non-verbal


(15)

yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

2. Bentuk dan jenis dukungan sosial orang tua

Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999) membagi dukungan sosial kedalam lima bentuk. Yaitu :

a. Dukungan instrumental (tangible assisstance)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah.

b. Dukungan informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu, Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.


(16)

c. Dukungan emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

d. Dukungan pada harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat induividu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi. e. Dukungan dari kelompok sosial

Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib.

Smet (1994) dan Sarafino (1998) membedakan empat jenis dukungan sosial yaitu :

a) Dukungan emosional, mencakup ungkapan dan perilaku empati, afeksi, kepedulian, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan.


(17)

b) Dukungan penghargaan, mencakup ungkapan hormat positif, dorongan, dan persetujuan atas gagasan atau perasaan individu. Pemberian dukungan ini membantu individu melihat segi positif dalam dirinya yang berfungsi untuk menambah penghargaan dan kepercayaan diri saat mengalami tekanan.

c) Dukungan instrumental, mencakup bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan individu, seperti bantuan finansial atau pekerjaan pada saat mengalami stress.

d) Dukungan informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain, sehingga individu dapat mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya.

3. Komponen dukungan sosial orang tua

Weiss (dalam Cutrona dkk, 1986) membagi dukungan sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain, yaitu: guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Komponen-komponen itu sendiri dikelompokkan ke dalam 2 bentuk, yaitu instrumental support dan emotional support. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai


(18)

enam komponen dukungan sosial dari Weiss (dalam Cutrona, 1986):

a. Instrumental Support

1) Reliable alliance, merupakan pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.

2) Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu (Sarafino, 1997). b. Emotional Support

Yang termasuk di dalamnya yaitu : reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance.

1) Reassurance of worth

Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu (Cutrona, dkk., 1986). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya


(19)

memberikan pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik.

2) Attachment

Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona, dkk., 1986) yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.

3) Social Integration

Cutrona, dkk. (1986) dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.

4) Opportunity to provide nurturance

Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

Dari beberapa bentuk dukungan social orang tua dapat disimpulkan bahwa semuanya memiliki dampak positif bagi remaja. Jadi komponen dukungan sosial yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi : guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide nurturance, yang dikelompokkan ke dalam 2 bentuk, yaitu


(20)

instrumental support dan emotional support (Weiss, dalam Cutrona, 1986).

4. Sumber dukungan sosial

Menurut Rook dan Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002), ada dua sumber dukungan sosial yaitu :

a. Sumber natural. Dukungan sosial yang natural diterima remaja melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal.

b. Sumber artifisial Sementara itu yang dimaksud dengan dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer remaja, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak pada:

1) Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya

2) tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.


(21)

3) Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

4) Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

5) Sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam. 6) Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas

dari bebas dan label psikologis.

5. Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan sosial Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan remaja sehingga remaja tersebut dapat merasakan kenyamanan secara fisik dan psikologis. Menurut Ganster (dalam Pamangsah, 2008) faktor yang mempengaruhi dukungan sosial pada remja meliputi :

a. Dukungan keluarga.

Keluarga merupakan tempat pertumbuhan perkembangan seseorang. Kebutuhan fisik dan psikologis mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga sehingga keluarga termasuk kelompok terdekat individu. Remaja sebagai anggota kelompok


(22)

akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tenpat bercerita dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami masalah. b. Dukungan teman bergaul.

Orang yang bergaul membutuhkan dukungan moral dari teman bergaulnya. Bentuknya kualitas kerjasama, kehangatan berteman, dan rasa saling membutuhkan dan mempercayai serta kebanggan menjadi anggota kelompok.

c. Dukungan masyarakat atau lingkungan sekitar.

Masyarakat yang mendukung, menerima dan menyukai serta mengerti kelebihan dan kekurangan remaja, biasanya akan memberikan motivasi dalam pemenuhan kebutuhannya. Dukungan sosial dari masyarakat akan membuat individu menjadi lancar dan percaya diri dalam proses sosialisasi.

6. Fungsi dan pengaruh dukungan sosial

Dalam Sarason (1987) dikatakan bahwa individu dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, serta memiliki pandangan yang lebih positif terhadap kehidupan dibandingkan individu dengan dukungan sosial yang rendah. Sebaliknya, dukungan sosial yang rendah berhubungan dengan locus of control yang eksternal,


(23)

ketidakpuasan hidup dan adanya hambatan-hambatan dalam melakukan tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari.

House (dalam Quick & Quick, 1984) membagi fungsi dukungan sosial ke dalam 3 bagian, yaitu :

a) Dukungan sosial dapat mempengaruhi stres kerja secara langsung dengan mengubah tuntutan atau mengubah respon terhadap tuntutan.

b) Dukungan sosial juga dapat mempengaruhi keadaan jasmani individu dengan meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis.

c) Dukungan sosial dapat menghalangi atau menahan efek negatif dari stres kerja terhadap kesehatan individu.

C. Remaja Tengah

1. Pengertian remaja tengah

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolensence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.


(24)

2. Batasan-batasan usia remaja

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006).

Peneliti menetapkan dalam penelitian ini subjek yang dipakai adalah remaja pertengahan yang masih berusia 15 sampai 18 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Monks (1999).

3. Ciri-ciri remaja tengah

Menurut Kartono (1990), Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja


(25)

awal maka pada rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

Sedangkan masa perkembangan remaja menurut Wong (2004) yaitu sebagai berikut :

a) Mencari identitas diri

b) Timbulnya keinginan untuk kencan c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak e) Berkhayal tentang aktifitas seks

4. Perkembangan remaja tengah a. Perkembangan emosional

1) “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan

-pernyataan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.

2) Banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru.

3) Remaja usia ini sering melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri


(26)

dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan atau jabatan tertentu. Dwi (2012).

b. Perkembangan fisik

Pertumbuhan pubertas pada tahapan ini sudah sempurna, disisi lain pertumbuhan fisik pada perempuan mulai melambat akan tetapi pada remaja laki-laki terus berlanjut.

c. Perkembangan kognitif

Kemampuan berfikir terus meningkat, sudah mulai mampu menetapkan sebuah tujuan, tertarik pada hal-hal yang lebih rasional dan mulai berfikir tentang makna sebuah kehidupan

d. Perkembangan sosial-emosional

Pada periode ini, remaja mulai melibatkan diri secara intens dalam sebuah kegiatan yang ia senangi, mengalami perubahan dari harapan yang tinggi tetapi dengan konsep diri yang kurang. Body Image terus berlanjut, kecenderungan untuk jauh dari orang tua semakin meningkat dan semakin ingin bebas dari orang tua, pengaruh teman sebaya juga masih sangat kuat, issu popularitas bisa mejadi sangat penting dalam periode ini, perasaan cinta dan gairah pada lawan jenis semakin meningkat. Manjilala (2012).


(27)

5. Karakteristik remaja

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek: a. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung

pesat, proporsiukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang.

b. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

c. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

d. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

e. Perilaku kognitif

1) Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas,


(28)

2) Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat,

3) Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.

f. Moralitas

1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

2) Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilakusehari-hari oleh para pendukungnya.

3) Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

g. Perilaku Keagamaan

1) Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

2) Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

3) Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.


(29)

h. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian

1) Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

2) Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira, atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.

3) Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannya.

4) Kecenderungan kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius) meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.

D. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Orang tua adalah orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan pendidiakn anaknya (Habullah, 2001). Sebagai orang tua harus dapat membantu dan mendukung terhadap segala usaha yang dilakukan oleh anak, dengan memberikan dukungan sosial terhadap anaknya. Dukungan sosial orang tua merupakan


(30)

dukungan atau bantuan yang berasal dari orang tua baik secara verbal maupun non-verbal yang berupa informasi, tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

Willis (2002) menyatakan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja adalah kurangnya dukungan yang diberikan oleh keluarga. Remaja yang mendapat dukungan sosial dari orang tua, remaja akan merasa bahwa dirinya disayangi, diperhatikan, dibutuhkan. Selain itu remaja kan merasa yakin dengan kemampuan yang remaja miliki serta remaja merasa tenang karena akan ada seseorang yang dapat menolongnya ketika ia mengalami kesulitan dalam kehidupannya.

Ada dua bentuk dukungan sosial yang harus diberikan orang tua kepada remaja untuk dapat mengatasi kenakalan remaja yang diakibatkan tekanan yang dialami oleh remaja.

Pertama adalah instrumental support yang terdiri dari, reliable alliance. Guidance atau bimbingan dari orang tua diberikan oleh orang tua agar anak dapat terarah dengan baik, tidak terjerumus dengan hal-hal yang negatif ketika remaja mengalami suatu masasah yang sulit. Orang tua dapat memberikan feeedback kepada remaja atas apa yang dilakukan oleh remaja, sehingga ketika remaja salah dalam melakukan suatu tindakan hal itu tidak terulang kembali dan remaja akan melakukan hal yang lebih baik. Selain itu reliabel alliance dengan orang tua memberikan bantuan


(31)

kepada remaja ketika remaja membutuhkan. Hal ini akan membuat remaja tenang, karena ada orang yang dapat diandalkan ketika ia mengalami tekanan dalam hidupnya.

Kedua adalah emotional support yang terdiri dari reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Dukungan emosi atau emosional support dari orang tua sangat penting untuk remaja dalam menghadapi tekanan-tekanan yang terjadi dalam kehidupannya.

Reassurance of worth adalah bentuk penghargaan atau pengakuan orang tua kepada remaja. Remaja akan merasa dirinya dihargai dan diterima oleh keluarganya ketika remaja mendapat sebuah pengakuan dan penghargaan dari orang tua nya.

Attachment merupakan kelekatan orang tua dengan remaja.dukungan ini dapat berupa ekspresi-ekspresi kasih sayang ketika remaja merasakan sedih maupun senang. Selain itu ketika remaja merasakan kedekatan dengan orang tua, ia akan merasa aman dan terlindungi oleh keluarganya. Remaja yang mendapat hal ini ia akan merasa nyaman, disayangi, dan diperhatikan oleh orang tuanya sehingga remaja dapat bersikap positif dalam menghadapi suatu tekanan. Kelekatan orang tua dan anak yang aman mempresepsikan perilaku sosial yang positif, intimasi dan emosi yang sehat pada masa remaja (Eva, 2011)


(32)

Social lntegration atau kesamaan minat dengan orang tua dengan sering bersama-sama melakukan hal yang sama dengan orang tua itu sangat penting, karena hal ini dapat membuat remaja dapat meluangkan bakat dengan pemantauan orang tua sehingga remaja tidak meluangkan minatnya ditempat-tempat yang salah. Orang tua juga dapat melihat perkembangan remaja.

Opportunity to provide nurturance merupakan perasaan bahwa remaja dibutuhkan oleh orangtua, hal ini juga sangatlah penting bagi remaja karena ketika remaja merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan dipercaya oleh orang tua untuk membantu pekerjaan rumah atau dipercaya untuk memberikan pendapat dalam sebuah diskusi keluarga hal ini akan membuat remaja lebih merasa percaya diri ketika remaja menghadapi suatu kesulitan.

Uraian diatas juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutia (2009), menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan kecenderungan kenakalan remaja.

E. Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas maka dapat ditarik hipotesis adanya hubungan yang negatif antara dukungan sosial orang tua dengan kecenderungan kenakalan remaja. Semakin tinggi dukungan sosial orang tua yang


(33)

diterima oleh remaja maka semakin rendah kecenderungan kenakalan pada remaja. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial orangtua yang diterima oleh remaja semakin tinggi kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku kenakalan remaja.

Ha = ada hubungan hubungan negatif yang signifikan antara

dukungan sosial orangtua dengan kecenderungan kenakalan remaja

H0 = tidak ada hubungan hubungan negatif yang signifikan

antara dukungan sosial orangtua dengan kecenderungan kenakalan remaja


(1)

2) Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat,

3) Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.

f. Moralitas

1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

2) Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilakusehari-hari oleh para pendukungnya.

3) Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

g. Perilaku Keagamaan

1) Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

2) Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

3) Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.


(2)

h. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian

1) Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

2) Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira, atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.

3) Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannya.

4) Kecenderungan kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius) meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.

D. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja

Orang tua adalah orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan pendidiakn anaknya (Habullah, 2001). Sebagai orang tua harus dapat membantu dan mendukung terhadap segala usaha yang dilakukan oleh anak, dengan memberikan dukungan sosial terhadap anaknya. Dukungan sosial orang tua merupakan


(3)

dukungan atau bantuan yang berasal dari orang tua baik secara verbal maupun non-verbal yang berupa informasi, tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

Willis (2002) menyatakan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja adalah kurangnya dukungan yang diberikan oleh keluarga. Remaja yang mendapat dukungan sosial dari orang tua, remaja akan merasa bahwa dirinya disayangi, diperhatikan, dibutuhkan. Selain itu remaja kan merasa yakin dengan kemampuan yang remaja miliki serta remaja merasa tenang karena akan ada seseorang yang dapat menolongnya ketika ia mengalami kesulitan dalam kehidupannya.

Ada dua bentuk dukungan sosial yang harus diberikan orang tua kepada remaja untuk dapat mengatasi kenakalan remaja yang diakibatkan tekanan yang dialami oleh remaja.

Pertama adalah instrumental support yang terdiri dari, reliable alliance. Guidance atau bimbingan dari orang tua diberikan oleh orang tua agar anak dapat terarah dengan baik, tidak terjerumus dengan hal-hal yang negatif ketika remaja mengalami suatu masasah yang sulit. Orang tua dapat memberikan feeedback kepada remaja atas apa yang dilakukan oleh remaja, sehingga ketika remaja salah dalam melakukan suatu tindakan hal itu tidak terulang kembali dan remaja akan melakukan hal yang lebih baik. Selain itu reliabel alliance dengan orang tua memberikan bantuan


(4)

kepada remaja ketika remaja membutuhkan. Hal ini akan membuat remaja tenang, karena ada orang yang dapat diandalkan ketika ia mengalami tekanan dalam hidupnya.

Kedua adalah emotional support yang terdiri dari reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Dukungan emosi atau emosional support dari orang tua sangat penting untuk remaja dalam menghadapi tekanan-tekanan yang terjadi dalam kehidupannya.

Reassurance of worth adalah bentuk penghargaan atau pengakuan orang tua kepada remaja. Remaja akan merasa dirinya dihargai dan diterima oleh keluarganya ketika remaja mendapat sebuah pengakuan dan penghargaan dari orang tua nya.

Attachment merupakan kelekatan orang tua dengan remaja.dukungan ini dapat berupa ekspresi-ekspresi kasih sayang ketika remaja merasakan sedih maupun senang. Selain itu ketika remaja merasakan kedekatan dengan orang tua, ia akan merasa aman dan terlindungi oleh keluarganya. Remaja yang mendapat hal ini ia akan merasa nyaman, disayangi, dan diperhatikan oleh orang tuanya sehingga remaja dapat bersikap positif dalam menghadapi suatu tekanan. Kelekatan orang tua dan anak yang aman mempresepsikan perilaku sosial yang positif, intimasi dan emosi yang sehat pada masa remaja (Eva, 2011)


(5)

Social lntegration atau kesamaan minat dengan orang tua dengan sering bersama-sama melakukan hal yang sama dengan orang tua itu sangat penting, karena hal ini dapat membuat remaja dapat meluangkan bakat dengan pemantauan orang tua sehingga remaja tidak meluangkan minatnya ditempat-tempat yang salah. Orang tua juga dapat melihat perkembangan remaja.

Opportunity to provide nurturance merupakan perasaan bahwa remaja dibutuhkan oleh orangtua, hal ini juga sangatlah penting bagi remaja karena ketika remaja merasa bahwa dirinya dibutuhkan dan dipercaya oleh orang tua untuk membantu pekerjaan rumah atau dipercaya untuk memberikan pendapat dalam sebuah diskusi keluarga hal ini akan membuat remaja lebih merasa percaya diri ketika remaja menghadapi suatu kesulitan.

Uraian diatas juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutia (2009), menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan kecenderungan kenakalan remaja.

E. Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas maka dapat ditarik hipotesis adanya hubungan yang negatif antara dukungan sosial orang tua dengan kecenderungan kenakalan remaja. Semakin tinggi dukungan sosial orang tua yang


(6)

diterima oleh remaja maka semakin rendah kecenderungan kenakalan pada remaja. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial orangtua yang diterima oleh remaja semakin tinggi kecenderungan remaja untuk melakukan perilaku kenakalan remaja.

Ha = ada hubungan hubungan negatif yang signifikan antara

dukungan sosial orangtua dengan kecenderungan kenakalan remaja

H0 = tidak ada hubungan hubungan negatif yang signifikan

antara dukungan sosial orangtua dengan kecenderungan kenakalan remaja


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Agresivitas Remaja RW 5 Ngentak Salatiga T1 132009006 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga T1 802006107 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga T1 802006107 BAB IV

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga T1 802006107 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Dukungan Sosial Orangtua dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja Tengah Siswa SMA Theresiana Salatiga

0 1 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja sebagai Prediktor Identitas Diri Siswa SMA Kristen 1 Salatiga

0 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja sebagai Prediktor Identitas Diri Siswa SMA Kristen 1 Salatiga T2 832009002 BAB II

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja sebagai Prediktor Identitas Diri Siswa SMA Kristen 1 Salatiga

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kematangan Emosi pada Siswa SMA Theresiana Salatiga T1 132008055 BAB II

0 0 12