4. BAB II RPJMD KUBAR 2011-2016 (NEW)-REVISI-3-NOV

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. KONDISI GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI 2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah

Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar. Luas Kabupaten Kutai Barat sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur. Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113048’49’’ sampai dengan 116032’43’’ Bujur Timur serta diantara 1031’05’’ Lintang Utara dan 1009’33’’ Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Malinau dan Negara Sarawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah serta Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu di wilayah utara, Kutai Barat juga berbatasan dengan Kabupaten Paser. Perbasatan Kutai Barat dengan Kabupaten paser dan Malinau dapat dikembangkan untuk pengembangan aktivitas ekonomi seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perdagangan, mengingat potensi dan akses Kutai Barat ke kedua daerah tersebut yang cukup besar di masa mendatang. Pengembangan kawasan perbatasan Kutai Barat dengan Kabupaten Paser dan Malinau sangat penting dan potensial untuk dilakukan melalui kerjasama antar pemerintah daerah dan pelaku usaha.

Dari aspek topografi Kabupaten Kutai Barat didominasi oleh lahan dengan topografi sangat curam (50,16%) dan curam (6,11%) dan selebihnya dengan kondisi datar, dan bergelombang. Wilayah dengan topografi pegunungan mencapai 1.586.552,08 hektar atau lebih dari 50% dari luas seluruhnya tersebut, berada di bagian Barat Laut Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan luas wilayah dengan topografi


(2)

datar hanya sebesar 10,35% atau 327.400,84 hektar dan terletak di bagian Tenggara Kabupaten Kutai Barat.

Gambar 2.1.

Peta Wilayah Kabupaten Kutai Barat

Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari. Terdapat 4 gunung di 4 kecamatan Kutai Barat dengan ketinggian 694 meter (Gunung Ketam, di Muara Pahu), 668 meter (Gunung Betring, di Kecamatan Barong Tongkok), 303 meter (Gunung Kedang Pahu, di Kecamatan Damai), serta 67 meter (Gunung Binting, di Kecamatan Melak). Selain pegunungan, Kutai Barat juga memiliki sungai-sungai besar sebanyak 6 sungai-sungai dengan panjang puluhan kilometer. Sungai yang terpendek adalah Sungai Alau sepanjang 32 km dan sungai terpanjang adalah Sungai Ninjah sepanjang 72 km.

Kutai Barat memiliki 21 kecamatan dengan 238 kampung/kelurahan. Kutai Barat menjadi daerah di Kalimantan Timur, yang memiliki persentase jumlah kampung terbanyak di daerah lembah atau daerah aliran sungai. Berdasarkan data BPS 2010, sebanyak 158 kampung/kelurahan atau 66,39% kampung di Kutai Barat berlokasi


(3)

di daerah aliran sungai, kemudian 64 kampung/kelurahan atau 26,89% kampung berlokasi di dataran, dan sisanya 16 kampung/kelurahan atau 6,72% kampung berlokasi di lereng pegunungan atau bukit. Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak). Besar-kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng.

Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan dengan jumlah kampung terbanyak yang berada di dataran yaitu 17 kampung dari 21 kampung, sedangkan Kecamatan Siluq Ngurai merupakan kecamatan dengan jumlah kampung terbanyak yang berlokasi di lembah/DAS yaitu 16 kampung. Beberapa kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di lembah/DAS adalah Penyinggahan, Muara Pahu, Siluq Ngurai, Long Hubung, Lahan, Long Bagun, Long Pahangai, dan Long Apari. Sementara itu kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di dataran semua adalah Sekolaq Darat. Dari aspek ketinggian di atas permukaan laut, terdapat 13 kampung (5,46%) yang memiliki ketinggian di atas 500m, 42 kampung (17,65%) antara 100-500m, 132 kampung (55,46%) antara 25-100, dan sisanya 51 kampung (21,43%) berada antara 0-25m. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah untuk jenis komoditi yang diusahakan masyarakat. Di samping itu kondisi geografi dan topografi juga membuat Kutai Barat memiliki keterbatasan dalam pengembangan perkotaan, akibat kondisi kemiringan lereng. Hampir setengah dari jumlah kampung/kelurahan tersebut atau tepatnya 109 kampung berlokasi di dalam dan di tepi hutan dan 129 (54,2%) lainnya terletak di luar kawasan hutan.

Dalam aspek klimatologi, unsur iklim yang utama adalah curah hujan, temperatur, kecepatan angin dan kelembapan udara. Iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim tropika humid yang ditandai dengan intensitas hujan yang tinggi dan nilai curah hujan yang besar. Daerah beriklim tropika humid tidak mempunyai batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Temperatur berkisar antara 220-300. Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Januari sedangkan temperatur maksimum terjadi antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus. Daerah beriklim seperti ini tidak mempunyai perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim angin barat hujan turun sekitar sekitar


(4)

bulan Agustus sampai bulan Maret, sedangkan pada musim timur hujan relatif kurang, hal ini terjadi pada sekitar bulan April sampai bulan September.

Gambar 2.2.

Grafik Rata-rata Curah Hujan per Tahun 2005-2009

0 100 200 300 400 500 600 700

Rata-rata Curah Hujan/Tahun

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010 2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah

Kabupaten Kutai Barat memiliki potensi dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, kehutanan, pertambangan, dan sektor pariwisata. Di bidang pertanian, subsektor yang memiliki potensi besar adalah tanaman padi dan palawija. Untuk tanaman palawija terutama adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Luas panen tanaman padi baik pada sawah maupun padi ladang sepanjang tahun 2009 mencapai 10.152 ha, terdiri dari 1.017 ha padi sawah dan 10.152 ha padi ladang. Sedangkan untuk produksi padi di Kabupaten Kutai Barat, tercatat produksi padi sawah sebesar 3.953 ton dan produksi padi ladang mencapai 29.065 ton, atau total produksi padi pada tahun 2009 mencapai 33.018 ton. Kecamatan yang memiliki potensi paling tinggi di bidang tanaman padi adalah Kecamatan Damai, dengan luas panen sebesar 1.472 ha dan untuk produksi tanaman padi-nya mampu mencapai 4.351 ton atau sekitar 13,18% dari total produksi tanaman padi di Kabupaten Kutai Barat.

Tabel 2.1.

Potensi Tanaman Palawija

Jenis Tanaman Produksi Hasil Per Ha.

2008 2009 2008 2009

Padi 32,764 33,018 26.70 29.56

Jagung 508 580 20.99 21.88

Ubi Kayu 13,048 22,012 140.00 220.00


(5)

Jenis Tanaman Produksi Hasil Per Ha.

2008 2009 2008 2009

Kedelai 20 14 11.76 11.50 Kacang Hijau 66 83 11.19 11.19 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Untuk jenis tanaman palawija, tanaman yang dikembangkan di Kabupaten Kutai Barat antara lain jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Tanaman palawija yang memiliki luas panen terbesar di Kabupaten Kutai Barat adalah tanaman ubi kayu yaitu dengan luas panen mencapai 1.002 ha dan produksi sebesar 22.012 ton. Dilihat dari hasil per hektar maka tanaman ubi kayu masih menempati posisi pertama yaitu dengan hasil per hektar sebesar 220,00 kw kemudian diikuti dengan tanaman ubi jalar dengan 90 kw.

Dari tanaman padi dan palawija di atas, hanya tanaman kacang tanah dan kedelai yang menunjukkan penurunan jumlah produksi dari 2008 ke 2009, sedangkan tanaman ubi kayu menunjukkan kenaikan yang sangat tinggi yaitu 68,70%. Kenaikan produksi per hektar dari tanaman ubi kayu tergolong sangat besar yaitu 57,14%. Kutai Barat merupakan pemasok ubi kayu terbesar di Kalimantan Timur setelah Kutai Kartanegara yaitu sebesar 17,51%. Sementara itu tanaman padi menunjukkan kenaikan yang relatif kecil yaitu 0,78%.

Lahan Perkebunan di Kabupaten Kutai Barat kebanyakan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman karet. Dari 40.935,15 ha luas perkebunan, 34.209,10 ha di antaranya atau sekitar 83,57% dari total luas areal tanaman perkebunan merupakan perkebunan karet. Hal ini membuat karet menjadi jenis tanaman perkebunan yang paling diandalkan di Kabupaten Kutai Barat. Produksi karet sendiri pada tahun 2009 sebesar 31.730,87 ton.

Tabel 2.2.A.

Potensi Tanaman Perkebunan

Jenis Tanaman Luas (ha) Produksi (ton)

Karet 34,209.10 31,730.87

Kelapa 1,280.00 18.01

Kelapa Sawit 750.00 43.24 Lain-lain 4,696.05 376.99

Jumlah 40,935.15 32,169.11


(6)

Kecamatan yang memiliki luas areal tanaman karet paling luas di Kabupaten Kutai Barat adalah Kecamatan Barong Tongkok dengan luas areal mencapai 7.728 ha dengan total produksi mencapai 7.429 ton. Selain itu, Kecamatan Manor Bulatn dan Sekolaq Darat juga merupakan dua kecamatan yang memiliki areal tanaman karet cukup luas, masing-masing 5.323 ha dan 4.721 ha. Namun, dari sisi produksinya, Kecamatan Linggang Bigung dengan luas 2.883 justru memiliki produksi yang lebih banyak, yaitu 4.574,43 ton dibandingkan dengan dua kecamatan sebelumnya. Kecamatan Sekolaq Darat menempati urutan ketiga dari jumlah produksi yaitu 3.388 ton, sedangkan Kecamatan Manor Bulatn dengan aeal yang lebih luas hanya memiliki produksi 1.955,5 ton.

Secara umum, peta potensi wilayah Kutai Barat di pertanian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2.B.

Potensi Wilayah di Bidang Pertanian

NO. JENIS KOMODITI SENTRA PRODUKSI

Tanaman Pangan

1. Padi Damai, Nyuatan, Bongan, Long Bagun, Barong Tongkok 2. Jagung Siluq Ngurai, Damai, Tering, Long Hubung, Barong Tongkok 3. Kedelai Bongan, Barong Tongkok,Long Iram,Laham,Long Hubung 4. Kacang Tanah Siluq Ngurai,Bongan,Barong Tongkok,LongIram,Damai 5. Ubi Kayu Damai,Nyuatan,Bongan,Siluq Ngurai,Jempang 6. Ubi Jalar Siluq Ngurai,Bongan,Damai,Nyuatan,Barong Tongkok

Tanaman Buah-buahan

1. Buah Naga Sekolaq Darat

4. Durian Barong Tongkok, Long Iram, Linggang Bigung, Nyuatan 5. Pisang Muara Pahu, Penyinggahan, Bongan

6. Langsat Manor Bulatn, Barong Tongkok

7. Jeruk Tering

8. Nanas Jempang,Damai, Barong Tongkok 9. Nangka/Cempedak Barong Tongkok, Linggang Bigung

Tanaman Hias

1. Anggrek Hitam Sekolaq Darat Tanaman Perkebunan

1. Kelapa Barong Tongkok, Bongan, Jempang, Melak, Penyinggahan, Long Iram 2. Kopi Barong Tongkok, Damai, Linggang Bigung


(7)

Sumber: Dinas Buntanakan Kutai Barat 2010

Potensi di bidang peternakan menunjukkan bahwa Kutai Barat memiliki keunggulan di bidang produksi daging. Pada tahun 2009 total produksi daging mencapai 260.936 kg yang berasal dari daging sapi, kerbau, kambing, dan babi. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 2,25% dibanding tahun 2008 yang mencapai 255.198 kg.

Tabel 2.3.

Potensi Sumberdaya Peternakan Tahun

Sapi Kerbau Kambing Babi

Jumlah (ekor)

Produksi (Kg)

Jumlah (ekor)

Produksi (Kg)

Jumlah (ekor)

Produksi (Kg)

Jumlah (ekor)

Produksi (Kg) 2005 5,594 53,010 245 3,900 245 3,438 25,152 114,416 2006 5,666 54,664 296 5,928 296 4,012 29,607 130,375 2007 6,134 61,204 461 2,052 3,402 4,707 29,607 130,068 2008 6,749 79,738 476 3,120 3,712 4,827 31,539 167,513 2009 7,176 81,439 489 3,120 4,076 4,915 32,366 171,462 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Dari total produksi daging tahun 2009 tersebut, daging babi memiliki kontribusi sebesar 65,71% atau sebesar 171.462 kg. Hal ini tidak lepas dari populasi babi yang mencapai 32.336 ekor. Sementara itu urutan kedua adalah daging sapi yang mencapai 31,21% atau sebesar 81.439 kg dari 7.176 ekor sapi. Untuk daging dari unggas pada tahun 2009 mencapai 398.348 kg yang sebagian besar didominasi oleh ayam potong, yaitu 79,57% atau 316.972 kg.

Tabel 2.4.

Potensi Unggas dan Telur

Jenis Daging/Telur Jumlah

Ayam Buras 78,498

Ayam Potong 316,972

Itik 2,878

Jumlah Daging (kg) 398,348

Telur Ayam 186,568

Telur Itik 25,127

Jumlah Telur (unit) 211,695

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

4. Aren Muara Lawa, Damai, Manor Bulatn

5. Kapuk BarongTongkok, MuaraPahu, Manor Bulatn, Bongan, Long Iram 6. Kakao Linggang Bigung, Long Hubung, Long Iram, Tering


(8)

Kutai Barat juga memiliki potensi di bidang sektor perikanan, khususnya dari perairan umum. Hal ini tidak lepas dari kondisi geografis Kutai Barat yang sebagian wilayahnya terdiri dari sungai. Total produksi ikna tahun 2009 mencapai 1.391,2 ton dengan nilai lebih dari 26 milyar rupiah.

Gambar 2.3.

Grafik Potensi Produksi Perikanan

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Jenis ikan perairan umum memiliki produksi dan nilai terbesar, yaitu 903,7 ton dengan nilai 15,237 milyar. Jumlah ini merupakan sekitar 65% dari total produksi ikan. Produksi dan nilai ikan terkecil adalah ikan dari jenis kolam yang hanya mecapai 88,9 ton dengan nilai sekitar 2 milyar. Dengan demikian, Kutai Barat memiliki potensi besar di bidang perikanan khususnya perairan umum.

Dalam bidang kehutanan, Kutai Barat memiliki potensi dalam produksi kayu bundar. Produksi kayu bundar pada tahun 2009 mencapai 464.209,42 m3. Jenis kayu bundar yang dominan adalah meranti, kapur, kruing, dan bengkirai dengan jumlah produksi masing-masing adalah 282.040,08m3, 33.980,97m3, 33.885,49m3, dan 23.215,91m3. Jumlah produksi tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 70,43% dibanding tahun 2008 yang besarnya 272.377,08m3. Jumlah perusahaan kayu di Kutai Barat mencapai 26 dan menyebar cukup merata di beberapa kecamatan. Kecamatan Long Bagun memiliki jumlah terbanyak, yaitu 5 perusahaan. Dengan demikian, Kutai Barat memiliki potensi wilayah yang besar di bidang kehutanan, khususnya kayu

88.9

2,227,500

398.6

8,725,000

903.7

15,237,500

Produksi ikan (ton ) dan Nilai (Ribuan Rp)

Kolam Keramba Perairan Umum


(9)

Potensi lain Kutai Barat adalah potensi di bidang sumberdaya alam yang meliputi pertambangan dan pariwisata. Dalam hal pertambangan, Kutai Barat memiliki potensi di bidang pertambangan emas, perak, dan batu bara. Di bidang pariwisata, Kutai Barat memiliki potensi baik wisata alam maupun wisata budaya. Total jumlah obyek wisata di Kutai Barat mencapai 117, suatu jumlah yang sangat banyak untuk jumlah obyek wisata dalam satu daerah. Jumlah obyek wisata tersebut tersebar di seluruh kecamatan. Dari 117 obyek wisata tersebut, sebanyak 46 merupakan obyek wisata budaya dan 71 merupakan obyek wisata alam.

Tabel 2.5.

Jumlah Potensi Obyek Wisata per Kecamatan

Kecamatan Wisata Budaya Wisata Alam Jumlah

Long Apari 3 1 4

Long Pahangai 2 9 11

Long Bagun 1 9 10

Long Hubung 2 2 4

Long Iram - 4 4

Linggang Bigung 3 7 10

Barong Tongkok 3 3 6

Melak 1 5 6

Sekolaq Darat 1 3 4

Manor Bulatn 4 1 5

Tering 2 1 3

Damai 2 1 3

Nyuatan 2 5 7

Muara Lawa 1 7 8

Siluq Ngurai 2 - 2

Bongan 5 1 6

Bentian Besar 4 6 10

Jempang 4 1 5

Muara Pahu 1 1 2

Penyinggahan 1 1 2

Laham 2 3 5

Jumlah 46 71 117

Sumber: Dinas Budparpora 2010

Kecamatan Long Pahangai dan Long Bagun merupakan dua kecamatan dengan jumlah obyek wisata alam terbanyak, masing-masing 9 lokasi. Pariwisata di Kutai


(10)

Barat memiliki potensi dalam menarik wisatawan domestik dan manca negara. Pada tahun 2009 terdapat 6.742 wisatawan domestik dan 334 wisatawan asing yang berkunjung ke Kutai Barat.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana

Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu, dilihat dari banyaknya kampung/kelurahan yang terletak di DAS serta tingginya curah hujan, Kutai Barat juga tergolong rawan bencana alam banjir terlebih dengan kondisi hutan yang semakin buruk di mana banyak terjadi penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut terdapat sekitar 3.500 rumah di Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.

2.1.4. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kutai Barat berdasarkan Sensus Penduduk 2010 sebanyak 179.326 jiwa, terdiri dari 94.806 laki-laki dan 84.520 perempuan. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,28% dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 172.133 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2009 untuk tiap kecamatan, Kecamatan Barong Tongkok memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu 22.462. Beberapa kecamatan lain yang memiliki penduduk di atas 10.000 jiwa adalah berturu-turut dari yang terbesar adalah Kecamatan Linggang Bigung (14.186 jiwa), Melak (13.502 jiwa) dan Kecamatan Tering (10.637 jiwa). Kecamatan Laham merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil, yaitu 2.523. Dari sisi jenis kelamin, jumlah laki-laki di seluruh kecamatan lebih banyak dibanding perempuan dengan rasio jenis kelamin 1,121.

Dari tinjauan suku yang ada, penduduk Kutai Barat terdiri dari 16 suku yang didominasi oleh Suku dayak Tunjung, Dayak Benuaq, serta suku Kutai. Beberapa suku


(11)

dengan persentase yang kecil antara lain Suku Dayak Bukat, Dayak Luangan, serta Suku Batak.

Tabel 2.6.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

No. Nama Suku Persentase

1 Dayak Tunjung 24.2

2 Dayak Benuaq 19.9

3 Kutai 15.5

4 Jawa 10.7

5 Dayak Bahau 9.3

6 Banjar 4.5

7 Bugis 3.2

8 Dayak Kenyah 2.4

9 Dayak Bentian 2.3

10 Dayak Bakumpai 1.7

11 Dayak Penihing 1.7

12 Dayak Kayan 1.4

13 Dayak Seputan 0.6

14 Dayak Bukat 0.2

15 Dayak Luangan 0.2

16 Batak 0.2

Sumber: id.wikipedia,org

Gambar 2.4.

Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

Dayak Tunjung 25% Dayak Benuaq 20% Kutai 16% Jawa 11% Dayak Bahau 9% Banjar 5% Bugis 3% Dayak Kenyah 2% Dayak Bentian 2% Dayak Bakumpai 2% Dayak Penihing 2% Dayak Kayan 1% Dayak Seputan 1% Dayak Bukat 0% Dayak Luangan 0% Batak 0%


(12)

Suku dayak Tunjung memiliki persentase 24,2%, Suku Dayank Benuaq 19,9%, dan Suku Kutai 15,5%. Suku Dayak dari semua etnis mendominasi penduduk Kutai Barat. Suku di liau Kalimantan yang terbesar adalah Suku Jawa dengan persentase 10,7%.

Dari sisi agama, data tahun 2010 menunjukkan bahwa Agama Islam memiliki proporsi paling besar dengan jumlah sekitar 42% di Kutai Barat, kemudian Katholik dengan persentase sekitar 29% dan Kristen dengan persentase sekitar 28%.

Tabel 2.7.

Jumlah Pemeluk Agama di Kutai Barat

Agama Kutai Barat Kalimantan Timur Persentase

Di Kutai Barat Di Kalimantan Timur

Islam 74,681 3,111,402 41.645 2.40

Kristen 49,860 368,065 27.804 13.55

Katholik 52,805 148,521 29.446 35.55

Hindu 263 8,186 0.147 3.21

Budha 26 21,734 0.014 0.12

Konghucu 9 296 0.005 3.04

Lainnya 594 3,693 0.331 16.08

Sumber: Database SIAK Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kalimantan Timur 2010.

Gambar 2.5.

Persentase Jumlah Pemeluk Agama di Kutai Barat

Namun, bila dilihat dari konteks Kalimantan Timur, jumlah penduduk Katholik di Kutai Barat menempati proprosi terbesar yaitu sekitar 36% sedangkan Islam hanya 2,4%. Hal ini menggambarkan bahwa pemeluk Katholik di kalimnatan Timur yang bertempat tinggal di Kutai Barat memiliki proporsi yang terbesar di banding daerah lain, sedangkan pemeluk Islam di Kalimantan Timur yang berdomisili di Kutai Barat

Islam, 41.65

Kristen, 27.80 Katholik,

29.45 Hindu,

0.15

Budha, 0.01 Konghucu, 0.01


(13)

memiliki proporsi yang terkecil. Total pemeluk Islam di Kalimantan Timur pada tahun 2010 mencapai lebih dari 3 juta jiwa, sedangkan pemeluk Katholik mencapai sekitar 368 ribu.

Tabel 2.8.

Jumlah Penduduk per Kecamatan

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

1 Bongan 4,604 3,963 8,567 1.162

2 Jempang 4,830 4,403 9,233 1.097

3 Penyinggahan 2,041 1,893 3,934 1.078

4 Muara Pahu 4,564 4,087 8,651 1.117

5 Muara Lawa 3,478 3,155 6,633 1.102

6 Damai 4,475 4,037 8,512 1.108

7 Barong Tongkok 11,775 10,687 22,462 1.102

8 Melak 7,085 6,417 13,502 1.104

9 Long Iram 3,922 3,471 7,393 1.130

10 Long Hubung 4,372 3,818 8,190 1.145

11 Long Bagun 4,735 4,131 8,866 1.146

12 Long Pahangai 2,493 2,260 4,753 1.103

13 Long Apari 2,281 2,033 4,314 1.122

14 Bentian Besar 1,621 1,378 2,999 1.176

15 Linggang Bigung 7,465 6,721 14,186 1.111

16 Siluq Ngurai 2,738 2,388 5,126 1.147

17 Nyuatan 2,898 2,493 5,391 1.162

18 Sekolaq Darat 4,311 3,895 8,026 1.107

19 Manor Bulatn 4,289 3,766 8,055 1.139

20 Tering 5,655 4,982 10,637 1.135

21 Laham 1,363 1,160 2,523 1.175

Jumlah 90,995 81,138 172,133 1.121

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Meskipun Barong Tongkok memiliki jumlah penduduk terbanyak, namun dari sisi kepadatan penduduk per km2, Kecamatan Sekolaq Darat memiliki tingkat kepadatan tertinggi yaitu 49,6 penduduk/km2, disusul kemudian Kecamatan Melak sebesar 46,9 penduduk/km2, dan Kecamatan Barong Tongkok sebesar 40,5 penduduk/km2. Jumlah rumah tangga di Kutai Barat pada tahun 2009 adalah 45.844. Sekolaq Darat juga memiliki kepadatan jumlah rumah tangga/km2 yang tertinggi, yaitu 14,11 yang berarti dalam setiap km2 terdapat sekitar 14 rumah. Tingkat kepadatan terkecil terdapat di Kecamatan Long Apari yaitu 0,31 yang berarti di setiap 10 km2 rata-rata terdapat hanya 3 rumah. Kecamatan Long Apari merupakan kecamatan terluas yaitu 5.490,7 km2 dan hanya memiliki 10 kampung/kelurahan.


(14)

Tabel 2.9.

Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk

Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Jumlah Desa Jumlah Rumah

Tangga

Kepadatan Jumlah Rumah

Tangga/Km2 Penduduk/Km

2

01. Bongan 2,274.40 16 2,313 1.02 3.77

02. Jempang 654.4 12 2,479 3.79 14.11

03. Penyinggahan 271.9 6 1,115 4.1 14.47

04. Muara Pahu 496.68 12 2,303 4.64 17.42

05. Muara Lawa 444.5 8 1,725 3.7 14.24

06. Damai 1,750.43 14 2,280 1.3 4.86

07. Barong Tongkok 492.21 21 5,970 10.76 40.5

08. Melak 287.87 6 3,560 12.37 46.9

09. Long Iram 1,462.01 11 2,032 1.39 5.06

10. Long Hubung 530.9 10 1,968 3.71 15.43

11. Long Bagun 4,971.20 11 2,220 4.47 17.83

12. Long Pahangai 3,420.40 13 1,252 0.37 1.39

13. Long Apari 5,490.70 10 1,070 0.31 1.24

14. Bentian Besar 886.4 9 858 0.97 3.38

15. Linggang Bigung 699.3 11 3,811 5.45 20.29

16. Siluq Ngurai 2,015.58 16 1,345 0.67 2.54

17. Nyuatan 1,740.70 10 1,442 0.83 3.1

18. Sekolaq Darat 165.46 7 2,334 14.11 49.6

19. Manor Bulatn 867.7 15 2,307 2.66 9.28

20. Tering 1,804.16 13 2,850 1.58 5.9

21. Laham 901.8 5 610 0.68 2.8

Kutai Barat 31,628.70 238 45,844 1.82 6.82

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Dari sisi pertumbuhan penduduk, selama 2005-2009 rata-rata pertumbuhan penduduk di Kutai Barat mencapai 1,59% per tahun. Kecamatan yang memiliki rata-rata pertumbuhan per tahun tertinggi adalah Kecamatan Melak, yaitu 8,97%. Kecamatan Sekolaq Darat juga memiliki rata-rata pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 8,72%. Beberapa kecamatan menunjunkkan tren penurunan pertumbuhan jumlah penduduk, seperti Kecamatan Bongan (-0,57%), Jempang (-2,6%), Muara Pahu 0,36%),Damai 0,77%), Long Iram 0,48%), Bentian Besar 1,78%), Siluq Ngurai (-0,17%), dan Manor Bulatn (-1,25%).

Berdasarkan kelompok usia, penduduk dengan usia 5-9 dan 10-14 memiliki proporsi yang terbesar, yaitu masing-masing 10,97% dan 10,96%. Sementara penduduk usia 75 tahun ke atas memiliki proporsi terkecil yaitu 1,39%. Kondisi ini menunjukkan bahwa dominasi anak-anak di Kutai Barat cukup besar. Usia tersebut adalah usia SD sampai SMP.


(15)

Gambar 2.6.

Grafik Komposisi Umur Penduduk

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Penduduk usia 0-4 tahun sendiri cukup banyak yaitu 9,6%. Dengan demikian, jumlah penduduk usia SMP ke bawah atau umur 0-14 tahun adalah 31,52%.

2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat pada tahun 2009 mencapai 6,89% dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat sejak 2006 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 misalnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,13% kemudian tahun 2007 dan 2008 masing-masing 6,45% dan 6,83%. Kondisi ini menggambarkan dinamika perekonomian Kutai Barat yang terus berkembang.

Perekonomian Kutai Barat sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, serta sektor bangunan. Hal tersebut nampak dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, selama 2005-2009 rata-rata memiliki kontribusi sebesar 49,76% bila dihitung atas dasar harga berlaku dan 50,87% bila dihitung atas dasar harga konstan. Dengan demikian peran sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kutai Barat sangat dominan. Demikian pula dengan peran sektor pertanian yang juga cukup besar, yaitu rata-rata 18,90% selama 2005-2009 dan sektor bangunan yang besarnya rata-rata 13,52%. Kontribusi sektor bangunan yang cukup tinggi ini menunjukkan besarnya

0 5,000 10,000 15,000 20,000 0 4 5 9 1 0 1 4 1 5 1 9 2 0 2 4 2 5 2 9 3 0 3 4 3 5 3 9 4 0 4 4 4 5 4 9 5 0 5 4 5 5 -5 9 6 0 6 4 6 5 6 9 7 0 7 4 7 5 K e A ta s


(16)

pembangunan prasarana fisik yang terjadi di Kutai Barat, baik berupa jalan, jembatan, gedung, maupun lainnya.

Tabel 2.10.

Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku ATAS DASAR HARGA KONSTAN

Lapangan Usaha

2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pertumbuhan Nilai (Jutaan

Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Pertanian 499,094.52 21.00 518,836.13 20.57 531,279.04 19.79 487,868.93 17.01 493447.72 16.10 -0.28 Pertambangan

dan Penggalian 1,177,978.94 49.58 1,232,640.86 48.88 1,286,564.33 47.93 1,451,724.52 50.62 1588428.21 51.81 7.76 Industri

Pengolahan 50,889.96 2.14 55,243.39 2.19 61,970.88 2.31 69,517.63 2.42 72165.14 2.35 9.12 Listrik, Gas,

dan Air Minum 6,482.86 0.27 6,323.25 0.25 6,362.98 0.24 7,452.72 0.26 7691.66 0.25 4.37 Bangunan 289,083.91 12.17 328,240.17 13.02 376,118.20 14.01 410,369.69 14.31 431003.54 14.06 10.50 Perdagangan,

Hotel, dan Restoran

178,226.49 7.50 191,391.40 7.59 211,569.70 7.88 220,463.05 7.69 230913.61 7.53 6.69 Pengangkutan

dan Komunikasi 33,656.53 1.42 37,399.29 1.48 40,479.44 1.51 44,905.87 1.57 55488.16 1.81 13.31 Keuangan,

Persewaan, dan Jasa Perusahaan

55,980.18 2.36 58,652.87 2.33 64,583.73 2.41 66,345.62 2.31 70262.27 2.29 5.85 Jasa-jasa 84,700.36 3.56 93,071.82 3.69 105,603.81 3.93 109,353.14 3.81 116214.01 3.79 8.23 PDRB 2,376,093.75 100 2,521,799.18 100 2,684,532.11 100 2,868,001.17 100 3,065,614.32 100 6.58 ATAS DASAR HARGA BERLAKU

Lapangan Usaha

2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pertumbuhan Nilai (Jutaan

Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Nilai (Jutaan Rp) (%)

Pertanian 607,297.26 18.87 665,965.69 18.51 735,273.76 18.48 780,880.07 15.69 803,440.92 14.58 7.25 Pertambangan

dan Penggalian 1,618,775.59 50.31 1,779,802.00 49.47 1,890,239.64 47.52 2,617,623.95 52.61 2,998,649.12 54.43 16.66 Industri

Pengolahan 57,241.72 1.78 63,138.52 1.75 73,691.62 1.85 86,008.60 1.73 90,744.54 1.65 12.21 Listrik, Gas,

dan Air Minum 6,824.35 0.21 6,916.62 0.19 7,302.53 0.18 8,915.79 0.18 9,621.38 0.17 8.97 Bangunan 549,219.77 17.07 651,872.13 18.12 761,068.37 19.13 883,588.55 17.76 933,870.69 16.95 14.19 Perdagangan,

Hotel, dan Restoran

182,951.28 5.69 208,305.39 5.79 238,573.64 6.00 298,810.83 6.01 332,131.62 6.03 16.08 Pengangkutan

dan Komunikasi 44,327.23 1.38 51,283.53 1.43 60,892.48 1.53 75,409.47 1.52 99,142.67 1.80 22.29 Keuangan,

Persewaan, dan Jasa Perusahaan

57,920.45 1.80 65,768.25 1.83 80,612.26 2.03 86,067.57 1.73 93,595.12 1.70 12.75 Jasa-jasa 92,998.13 2.89 104,757.47 2.91 130,254.60 3.27 138,582.86 2.79 147,697.67 2.68 12.26 PDRB 3,217,555.78 100 3,597,809.60 100 3,977,908.90 100 4,975,887.69 100 5,508,893.73 100 14.39 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010


(17)

Kontribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2005, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai 21%, namun pada tahun 2009 turun menjadi 16,1%. Demikian pula bila dihitung atas dasar harga berlaku menunjukkan penurunan dari 18,87% tahun 2005, menjadi 14,58% pada tahun 2009. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat pembangunan daerah, sehingga aktivitas di sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya, (3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi transformasi ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor pertanian ke sektor industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan perdagangan merupakan pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian.

Dalam sektor pertanian, subsektor kehutanan dan subsektor tanaman perkebunan memegang peranan penting. Kontribusi sektor ini pada tahun 2009 masing-masing mencapai 5,65% dan 3,11%. Subsektor pertanian yang memiliki kontribusi konstan namun cenderung naik adalah subsektor perikanan dan peternakan. Dari tinjauan pertumbuhannya, pada tahun 2009 hanya subsektor kehutanan yang menunjukkan pertumbuhan negatif sedangkan subsektor lainnya tumbuh positif, namun tren pertumbuhan menurun. Sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan relatif konstan meski kecil yaitu 0,1%.

Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan penurunan kontribusi dari 2005-2007, namun mulai 2008-2009 menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pertambangan batubara, emas, dan perak merupakan jenis pertambangan yang utama. Meski demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak dapat diperbarui dan masih tingginya ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk mengembangkan sektor lain, seperti sektor industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya. Sektor industri pengolahan misalnya, menunjukkan kontribusi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Meski sempat mengalami penurunan kecil pada tahun 2008, namun sektor ini kembali naik


(18)

kontribusinya pada tahun 2009. Namun pertumbuhan sektor ini mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2009, yaitu dari 0,28% pada tahun 2008 menjadi hanya 0,09% pada tahun 2009. Sektor ini hanya meliputi subsektor batang kayu dan hasil hutan, sedangkan subsektor yang lain belum memiliki aktivitas ekonomi. Pengembangan subsektor lainnya sangat diperlukan agar ketergantungan terhadap satu subsektor saja dapat dihindari.

Bila menggunakan pendekatan 3 sektor utama yaitu primer, sekunder, dan tersier, akan terlihat bahwa di Kutai Barat mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran struktur ekonomi. Hal ini setidak-tidaknya terlihat dari 2 aspek, yaitu: (1) rata-rata pertumbuhan nilai output dan (2) rata-rata kontribusi sektoral.

Tabel 2.11.

PDRB Sektor Primer, Sekunder, Tersier

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Primer 1,677,073.46 1,751,476.99 1,817,843.37 1,939,593.45 2,081,875.93 5.55 Sekunder 346,456.73 389,806.81 444,452.06 487,340.04 510,860.34 10.20 Tersier 352,563.56 380,515.38 422,236.68 441,067.68 472,878.05 7.62 Total 2,376,093.75 2,521,799.18 2,684,532.11 2,868,001.17 3,065,614.32 6.58

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Primer 70.58 69.45 67.72 67.63 67.91 -0.96

Sekunder 14.58 15.46 16.56 16.99 16.66 3.40

Tersier 14.84 15.09 15.73 15.38 15.43 0.98

Total (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Dari sisi pertumbuhan nilai output, sektor sekunder menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun yang tertinggi, yaitu 10,2% sepanjang 2005-2009 yang dihitung dengan geometric mean. Sementara itu sektor primer menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,55%. Dari sisi kontribusinya, sektor primer menunjukkan kecenderungan yang menurun sementara sektor sekunder menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahun.

Bila dilihat dari sisi rata-rata pertumbuhan per tahun dengan menggunakan rata-rata geometrik, kontribusi sektor pertanian menunjukkan penurunan rata-rata sebesar 6,44% per tahun. Selain sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air minum juga menunjukkan penurunan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,07%. Sektor industri pengolahan bila kontribusinya dihitung atas dasar harga konstan menunjukkan


(19)

rata-rata pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 2,39% per tahun, namun bila dihitung dengan menggunakan harga berlaku, terjadi penurunan pertumbuhan rata-rata 1,91% per tahun. Hal ini menunjukkan fluktuasi harga untuk komoditi pada sektor industri pengolahan, meski dari sisi output menunjukkan kenaikan. Kondisi yang serupa juga terjadi pada sektor bangunan, di mana perhitungan harga konstan menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 3,68% per tahun, namun dari perhitungan harga berlaku menunjukkan penurunan sebesar 0,17% per tahun.

Tabel 2.12.

Kontribusi dan Pertumbuhan Kontribusi PDRB Lapangan

Usaha

2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Pertumbuhan

Kontribusi

Rata-rata Kontribusi

HK HB HK HB HK HB HK HB HK HB HK HB HK HB

Pertanian 21.00 18.87 20.57 18.51 19.79 18.48 17.01 15.69 16.10 14.58 -6.44 -6.24 18.90 17.23 Pertambangan

dan Penggalian 49.58 50.31 48.88 49.47 47.93 47.52 50.62 52.61 51.81 54.43 1.11 1.99 49.76 50.87 Industri

Pengolahan 2.14 1.78 2.19 1.75 2.31 1.85 2.42 1.73 2.35 1.65 2.39 -1.91 2.28 1.75 Listrik, Gas, dan

Air Minum 0.27 0.21 0.25 0.19 0.24 0.18 0.26 0.18 0.25 0.17 -2.07 -4.74 0.25 0.19 Bangunan 12.17 17.07 13.02 18.12 14.01 19.13 14.31 17.76 14.06 16.95 3.68 -0.17 13.51 17.81 Perdagangan,

Hotel, dan Restoran

7.50 5.69 7.59 5.79 7.88 6.00 7.69 6.01 7.53 6.03 0.11 1.48 7.64 5.90

Pengangkutan

dan Komunikasi 1.42 1.38 1.48 1.43 1.51 1.53 1.57 1.52 1.81 1.80 6.32 6.91 1.56 1.53 Keuangan,

Persewaan, dan Jasa

Perusahaan

2.36 1.80 2.33 1.83 2.41 2.03 2.31 1.73 2.29 1.70 -0.69 -1.44 2.34 1.82

Jasa-jasa 3.56 2.89 3.69 2.91 3.93 3.27 3.81 2.79 3.79 2.68 1.55 -1.86 3.76 2.91 PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Sektor yang rata-rata pertumbuhan kontribusi per tahun cukup besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Baik dari sisi perhitungan harga konstan maupun harga berlaku, sektor ini menunjukkan pertumbuhan kontribusi yang cukup besar dari tahun ke tahun, yaitu sekitar 6%.

Dengan demikian, perekonomian Kutai Barat memiliki beberapa sektor ekonomi yang dominan, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, sektor bangunan, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Bila pertumbuhan menunjukkan potensi ekonomi, maka sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa memiliki potensi untuk berkembang dengan baik.


(20)

2.2.1.2. Inflasi

Dalam pembangunan ekonomi, faktor stabilitas harga sangat penting untuk diamati dan diperhatikan karena fluktuasi harga sangat berpengaruh pada nilai barang dan jasa yang dihasilkan, serta berdampak pada daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu alat ukur untuk melihat stabilitas harga barang dan jasa secara umum. Inflasi di Kutai Barat dihitung dengan menggunakan informasi indeks harga, sedangkan informasi indeks harga dihitung dengan menggunakan pendekatan GDP deflator. Berdasarkan infromasi indeks harga yang dihitung dengan GDP deflator, pada tahun 2005, tingkat inflasi di Kutai Barat tergolong tinggi, yaitu 14,14%. Tingkat inflasi setinggi ini disebabkan terutama oleh kenaikan harga pada sektor jasa-jasa, sektor bangunan, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Tingkat inflasi sektor jasa-jasa pada tahun 2005 mencapai angka 13,81%, sektor bangunan mencapai 6,27% sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 7,98%.

Tabel 2.13.

Perkembangan Laju Inflasi Lapangan Usaha

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Pertumbuhan

Pertanian 3.62 5.49 7.82 15.65 1.73 -16.90 Pertambangan dan Penggalian 1.88 5.07 1.75 22.73 4.70 25.68 Industri Pengolahan 3.22 1.61 4.04 4.04 1.64 -15.59 Listrik, Gas, dan Air Minum -0.81 3.91 4.92 4.24 4.56 5.27

Bangunan 6.27 4.53 1.89 6.41 0.63 -43.68

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2.15 6.03 3.61 20.20 6.12 29.89 Pengangkutan dan Komunikasi 1.15 4.11 9.70 11.63 6.40 53.66 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7.98 8.38 11.31 3.93 2.68 -23.84 Jasa-jasa 13.81 2.51 9.58 2.75 0.29 -62.09

PDRB 14.14 5.36 3.86 17.09 3.58 -29.09

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Gambar 2.7.

Grafik Perkembangan Inflasi Lapangan Usaha per Tahun

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010 -5.00

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum


(21)

Sektor listrik, gas, dan air minum merupakan satu-satunya sektor yang justru mengalami deflasi. Tingginya inflasi di Kutai Barat dan kedua sektor ekonomi tersebut pada tahun 2005 antara lain disebabkan oleh bencana banjir yang melanda Kutai Barat. Pada tahun 2006, tingkat inflasi di Kutai Barat mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi hanya 5,36%. Penurunan yang sangat drastis tersebut dipicu oleh penurunan inflasi di sektor jasa-jasa dari 13,81% menjadi hanya 2,51%. Penurunan inflasi terus berlanjut hingga tahun 2007, namun mengalami kenaikan yang sangat tinggi pada tahun 2008 hingga mencapai 17,09%. Kenaikan yang sangat tinggi pada tahun 2008 tersebut terjadi terutama pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pertanian. Untuk sektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan menyumbang inflasi yang tertinggi yaitu Pada tahun 2009, tingkat inflasi kembali menunjukkan penurunan yang sangat drastis menjadi 3,58%. Tingkat inflasi di semua sektor mengalami penurunan dan penurunan terbesar terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, yaitu dari 22,73% menjadi 4,70%. Satu-satunya sektor yang pada tahun 2009 mengalami kenaikan tingkat inflasi adalah sektor listrik, gas, dan air minum. Untuk subsektor listrik dan gas,otoritas kebijakan ada pada pemerintah pusat.

Dari tinjauan rata-rata pertumbuhan, sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan kenaikan tertinggi selama 5 tahun terakhir, yaitu 53,66%. Demikian pula dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang menunjukkan rata-rata kenaikan inflasi sebesar 29,89%, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 25,68%. Secara grafis, terlihat bahwa selama 5 tahun terakhir, inflasi tahun 2008 menunjukkan fluktuasi yang besar.

2.2.1.3. PDRB Per Kapita

PDRB dan inflasi di atas dapat menggambarkan kondisi perekonomian Kutai Barat secara umum, namun belum dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, dapat dilihat secara umum berdasarkan PDRN atau pendapatan per kapita, yaitu PDRB atau pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Meskipun barangkali ukuran ini memiliki kelemahan, namun setidak-tidaknya dapat memberikan gambaran perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro.


(22)

Berdasarkan perhitungan harga berlaku, pada tahun 2005 PDRB per kapita mencapai 19,24 juta sedangkan pendapatan per kapita (yaitu setelah dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak langsung) mencapai 14,82. Bila dihitung dengan harga kosntan, jumlah tersebut menjadi lebih kecil, yaitu 15,76 untuk PDRB per kapita dan 11,96 untuk pendapatan per kapita.

Tabel 2.14.

Perkembangan PDRB dan Pendapatan per Kapita Tahun

Harga Berlaku Harga Konstan

PDRB per kapita (Juta Rp)

Pendapatan Regional per kapita (Juta Rp)

PDRB per kapita (Juta Rp)

Pendapatan Regional per kapita (Juta Rp)

2005 19.24 14.82 15.76 11.96

2006 21.34 16.45 16.42 12.4

2007 23.42 18.10 17.22 12.98

2008 31.13 24.99 17.94 13.54

2009 34.05 27.52 18.95 14.33

Rata-rata pertumbuhan

per tahun (%) 15.34 16.73 4.72 4.62

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010

Perhitungan atas dasar harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan bahwa sejak 2005 hingga 2009, PDRB per kapita maupun pendapatan per kapita menunjukkan peningkatan. Dibandingkan tahun 2005, pendapatan per kapita tahun 2009 naik sebesar 1,86 kali lipat bila dihitung atas dasar harga berlaku, serta naik sebesar 1,2 kali lipat bila dihitung atas dasar harga kosntan. Rata-rata pertumbuhan per tahun juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sekitar 15% untuk harga berlaku dan sekitar 4,5% untuk harga konstan. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan tersebut disebabkan antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang cukup rendah.

2.2.1.4. Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan

Dari sisi distribusi pendapatan yang diukur menggunakan Indeks Gini menunjukkan bahwa kinerja distribusi pendapatan di Kutai Barat semakin menurun dalam arti tingkat ketimpangan semakin besar. Namun, angka tersebut masih dalam kelompok ketimpangan yang rendah karena di bawah 0,3. Pada tahun 2007, Indeks Gini Kutai Barat menunjukkan angka 0,2269, tahun 2008 meningkat menjadi 0,247 dan pada tahun 2009 Indeks Gini Kutai Barat menunjukkan angka 0,261.


(23)

Tabel 2.15.

Perbandingan Nilai Indeks Gini Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

Pasir 0.3185 0.283 0.266

Kutai Barat 0.2269 0.247 0.261

Kutai Kartanegara 0.2112 0.249 0.222

Kutai Timur 0.23 0.2041 0.235

Berau 0.2474 0.219 0.186

Malinau 0.2591 0.257 0.184

Bulungan 0.2587 0.288 0.275

Nunukan 0.2981 0.31 0.276

Penajam Paser Utara 0.2842 0.245 0.229

Balikpapan 0.1862 0.15 0.135

Samarinda 0.2489 0.189 0.151

Tarakan 0.2452 0.206 0.214

Bontang 0.2801 0.175 0.194

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kutai Barat membawa dampak pada peningkatan ketidakmerataan meski relatif sangat kecil. Data pembagian pendapatan yang dihitung dengan pendekatan Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2009, sebanyak 15,99% penduduk menikmati 40% bagian yang terendah dari pendapatan di Kutai Barat, dan 45,67% menikmati 20% bagian tertinggi dari pendapatan di Kutai Barat. Pengembangan sektor ekonomi yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi tingkat kesenjangan di Kutai Barat. Demikian pula dengan perluasan akses masyarakat dalam beraktivitas ekonomi serta akses ke pendanaan, akan terus diupayakan dalam rangka memperkecil tingkat ketimpangan yang ada.

2.2.1.5. Kemiskinan

Tujuan akhir dari pembangunan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dari berbagai aspek. Namun, seringkali pembangunan daerah termasuk di Kutai Barat mengalami berbagai tantangan dalam mewujudkan hal tersebut. Permasalahan yang seringkali muncul dalam pembangunan di berbagai daerah adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu muncul di setiap daerah termasuk negara dan setiap daerah akan selalu berusahan untuk mengatasi masalah tersebut. Kutai Barat pun menghadapi permasalahan yang sama dalam hal kemiskinan. Pada tahun 2005, jumlah penduduk miskin Kutai Barat mencapai 20.100 orang atau 13,25% dari jumlah seluruh penduduk. Namun, pada


(24)

tahun 2009 jumlah penduduk miskin baik secara absolut maupun secara relatif menunjukkan penurunan yang cukup besar, yaitu menjadi 14.300 atau 8,97% dari total jumlah penduduk.


(25)

Tabel 2.16.

Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Daerah

Kabupaten/Kota

2005 2008 2009 Naik/Turun

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

Persentase Penduduk

Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

Persentase Penduduk

Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

Persentase Penduduk

Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

Persentase Penduduk

Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Pasir 25.9 14.74 152,634 19.7 10.97 182,782 18.37 10.11 223,208 -7.53 -4.63 70,574 Kutai Barat 20.1 13.25 188,634 16.65 10.6 239,906 14.30 8.97 245,687 -5.8 -4.28 57,053 Kutai Kartanegara 73 14.72 177,088 48.16 9.29 247,848 42.48 8.03 248,209 -30.52 -6.69 71,121 Kutai Timur 26.6 15.08 196,261 24.76 13.2 257,155 22.89 11.88 273,021 -3.71 -3.2 76,760 Berau 11.3 7.44 202,660 9.63 5.81 259,227 10.13 5.9 279,428 -1.17 -1.54 76,768 Malinau 10.8 22.54 258,499 10.74 18.24 285,195 10.35 16.55 289,548 -0.45 -5.99 31,049 Bulungan 20.3 20.52 161,240 19.29 17.14 199,736 16.50 15.96 229,979 -3.8 -4.56 68,739 Nunukan 21.3 19.13 168,489 19.68 14.96 198,096 18.85 13.47 211,809 -2.45 -5.66 43,320 Penajam Paser

Utara 18.1 14.96 171,657 16.13 12.99 225,972 14.30 11.38 234,325 -3.8 -3.58 62,668 Balikpapan 17.3 3.96 154,450 17.57 3.49 251,490 18.44 3.58 281,245 1.14 -0.38 126,795 Samarinda 33.6 5.78 179,646 27.65 4.67 249,006 28.97 4.84 306,730 -4.63 -0.94 127,084 Tarakan 13.2 8.33 187,023 19.95 10.99 296,000 18.41 9.65 300,459 5.21 1.32 113,436 Bontang 7.6 6.23 167,486 9.54 7.26 240,748 9.03 6.66 285,402 1.43 0.43 117,916 Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010


(26)

Sepanjang 2005 hingga 2009, Kutai Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 5.800 orang atau 4,28%. Penurunan tingkat kemiskinan diikuti dengan kenaikan standar garis kemiskinan dari Rp188.634 per kapita per bulan pada tahun 2005 menjadi Rp245.687 per kapita per bulan pada tahun 2009. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di beberapa sektor seperti yang disebutkan di atas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran misalnya, menunjukkan dinamika yang cukup baik seiring dengan perkembangan perdagangan besar dan eceran. Pengurangan tingkat kemiskinan akan terus diupayakan melalui kegiatan ekonomi masyarakat seperti UBK, ADK, dan sebagainya uyang diharapkan mampu merangsang masyarakat untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh pengangguran, sehingga dampak pengangguran dan kemiskinan dapat menimbulkan tindak kejahatan, sehingga kejahatan berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

2.2.1.6. Kriminalitas

Angka kriminalitas total di Kutai Barat pada tahun 2009 mencapai 213. Dari jumlah tersebut, 142 di antaranya adalah kejahatan murni sehingga ukuran angka kejahatan (crime rate) sebesar 67%. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah daerah mengupayakan pengamanan swakarsa warga dalam rangka membantu kepolisian melalui optimalisasi Linmas di tingkat kampung dan kecamatan. Sebagian besar kejahatan adalah kasus pencurian dan kepemilikan senjata tajam. Jumlah anggota Linmas di Kutai Barat mencapai 2.230. Kecamatan Barong Tongkok memiliki anggota Linmas terbanyak karena memang memiliki jumlah penduduk terbanyak.

2.2.2. Kesejahteraan Masyarakat 2.2.2.1. Pendidikan

Peran pendidikan dalam pembangunan semakin diperkuat dengan adanya paradigma knowledge-based economy yang menegaskan arti penting pendidikan dalam pembangunan, pertama kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi semakin tampak dan penting, dan ketiga, penididikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi yang mendorong proses


(27)

transformasi struktural dalam jangka panjang. Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005)1 sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, di antaranya: (a) segi sasaran, pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi, (b) segi lingkungan, klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan prajabatan dan dalam jabatan, (c) segi jenjang pendidikan, jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar (basic education), pendidikan lanjutan, menengah, dan pendidikan tinggi, dan (d) pembidangan kerja, pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain.

Menurut Sulistyastuti (2007)2, untuk dapat mewujudkan MDGs bidang pendidikan tersebut tentu bukan perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Diperlukan suatu langkah-langkah kongkrit dalam bentuk kebijakan-kebijakan, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut tentu saja tidak hanya dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi juga perlu dukungan dari pemerintah daerah. Sebab, mengacu kepada Undang-Undang No. 22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerahlah yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pelayanan pendidikan dasar (SD dan SLTP). Dengan demikian, upaya pemerintah untuk dapat mencapai MDGs dalam bidang pendidikan harus juga melibatkan dukungan pemerintah daerah.

Keterlibatan pemerintah daerah dalam pendidikan secara jelas dinyatakan dalam UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No. 34 Taun 2004. Dalam pasal 13 UU No. 34/2004 ditegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam bidang pendidikan. Selanjutnya, dalam UU No.

1U ar Tirtarahardja da S. L. La Sulo 200 .”Pe ga tar Pe didika ”. Edisi Revisi. Ri eka Cipta: Jakarta. 2Dyah Ratih Sulistyastuti 200 .”Pe ba gu a Pe didika da MDGs di I do esia: Sebuah Refleksi Kritis”. Jur al Kepe duduka I do esia. Vol. II No. 2.


(28)

20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pertama, pemerintah daerah harus menyelenggarakan program wajib belajar gratis untuk sekolah dasar,

kedua, memberikan layanan, kemudahan, bimbingan, dan bantuan yang menjamin mutu pendidikan, ketiga, memfasilitasi adanya pendidik dan tenaga kependidikan, dan keempat, menyediakan pendanaan untuk pendidikan, dan kelima, melakukan evaluasi dan pengawasan.

Perhatian pemerintah termasuk pemerintah daerah secara lebih jauh dalam pendidikan bukanlah semata-semata adanya kegiatan belajar-mengajar secara formal di sebuah sekolah, namun harus mempertimbangkan kualitas proses dan output. Kualitas proses pendidikan diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk berbagai standar yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan, baik yang menyangkut prasarana, sarana, dan lulusan. Standar prasarana misalnya tertuang dalam Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2007, standar tentang tenaga pendidik diatur dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007, kemudian standar penyelenggaraan diatur dalam Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2007, serta masih banyak berbagai peraturan perundangan lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak dapat diartikan secara fisik saja, namun juga harus memenuhi berbagai standar yang diperlukan sehingga output yang ada dapat terukur.

Pada tahun 2009, berdasarkan data Kutai Barat Dalam Angka 2010 yang dikeluarkan oleh BPS Kutai Barat, jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat mencapai 172.133 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66.362 merupakan penduduk usia sekolah (5-24 tahun) dan dari jumlah penduduk usia sekolah tersebut, sebanyak 34.825 merupakan murid SD sampai dengan SMA.

Tinjauan dari sisi tingkat partisipasi sekolah menunjukkan bahwa pada tahun 2009 jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas yang bersekolah mencapai 38.999 atau 25,12%. Jumlah ini meningkat sedikit dibandingkan tahun 2004 sebesar 24,01%.


(29)

Tabel 2.17.

Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas

Status 2004 (%) 2009 (%)

Tidak/belum pernah bersekolah 19,180 13.59 13,756 8.86

Masih bersekolah 33,897 24.01 38,999 25.12

Tidak bersekolah lagi 88,088 62.40 102,485 66.02

Jumlah 141,165 100 155,240 100

Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2004 dan 2010

Jumlah yang tidak/belum sekolah pada tahun 2009 mencapai 8,86% sedangkan angka yang tidak bersekolah lagi mencapai 66,02%. Apabila dirinci berdasarkan penduduk usia sekolah, pada tahun 2009 jumlah penduduk yang TK dan SD yang tidak bersekolah lagi mencapai 0%. Hal ini menunjukkan keberhasilan pemerintah daerah dalam menjalankan program wajib belajar 6 tahun.

Tabel 2.18.

Penduduk Usia Sekolah dan Tingkat Partisipasi Sekolah Kelompok

Umur

Tidak/Belum Pernah Bersekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi

2004 (%) 2009 (%) 2004 (%) 2009 (%) 2004 (%) 2009 (%)

5-6 6,145 85.47 5,103 89.92 773 2.28 2,779 7.15 70 0.34 - - 7-12 767 10.67 215 3.79 20,184 59.54 21,935 56.45 70 0.34 - - 13-15 - - 143 2.52 7,341 21.66 8,381 21.57 1,185 5.67 729 4.53 16-18 - - - - 4,341 12.81 4,972 12.80 3,490 16.70 2,975 18.50 19-24 278 3.87 214 3.77 1,259 3.71 790 2.03 16,079 76.96 12,374 76.96 Jumlah 7,190 100 5,675 100 33,898 100 38,857 100 20,894 100 16,078 100 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2004 dan 2010

Penduduk dengan status tidak bersekolah lagi yang terbesar adalah usia 19-24 tahun, yaitu usia pendidikan tinggi, yang pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 76,96%. Kondisi ini tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun 2004. Pola partisipasi sekolah di Kutai Barat sepanjang 2004-2009 terlihat tidak mengalami perubahan untuk semua kelompok umur.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah tahun 2009 menunjukkan bahwa sebagian besar alasan penduduk tidak/belum bersekolah serta tidak bersekolah lagi adalah karena faktor biaya (38,19%), karena bekerja atau mencari nafkah sebesar 11,36% dan karena faktor menikah atau mengurus rumah tangga sebesar 10,72%.

Sementara usia SMP/sederajat yang tidak bersekolah lagi mencapai 4,53% dan SMA/sederajat mencapai 18,5% . Hal tersebut mengandung arti bahwa persentase penduduk usia SMA/sederajat yang tidak bersekolah di SMA/sederajat masih cukup


(30)

tinggi. Dengan kata lain, cukup besar penduduk usia SMP/sederajat yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat.

Kinerja tingkat literasi yang diukur dari angka melek huruf menunjukkan peningkatan sekalipun kecil. Peningkatan yang siginifikan terjadi dari 2004 ke 2007. Mulai 2007 peningkatan tersebut mulai relatif kecil. Dari 2007 ke 2008 bahkan tidak menunjukkan peningkatan sedangkan 2008 ke 2009 meningkat sebesar 0,48%. Namun di bandingkan dengan daerah lain, kinerja angka melek huruf Kutai Barat cukup baik. Tahun 2009 misalnya, Kutai Barat masuk peringkat ke 7 se Kalimantan Timur.

Tabel 2.19.

Perbandingan Angka Melek Huruf Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2004 2007 2008 2009

Paser 92 94.61 94.61 95.22

Kutai Barat 88.3 95.49 95.49 95.97

Kutai Kartanegara 95.8 96.41 96.41 96.87

Kutai Timur 93.2 95.48 95.48 95.89

Berau 93.2 94.82 95.48 96.05

Malinau 89.8 92.33 92.33 92.65

Bulungan 92.9 93.58 95.5 95.51

Nunukan 92.9 93.3 93.3 93.41

Penajam Paser Utara 91.3 93.8 94.46 94.47

Balikpapan 97.7 97.98 98.32 98.35

Samarinda 96.2 96.95 97.23 97.91

Tarakan 97.5 97.89 97.89 97.9

Bontang 98.1 98.1 98.34 98.35

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Dari sisi lamanya sekolah di Kutai Barat juga menunjukkan perkembangan yang baik, khususnya dari 2008 ke 2009. Namun bila dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan Timur, kinerja lamanya sekolah di Kutai Barat masih menempati peringkat ke-8.

Tabel 2.20.

Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

Paser 7.38 7.61 7.8

Kutai Barat 7.75 7.75 7.86

Kutai Kartanegara 8.3 8.3 8.38

Kutai Timur 7.57 7.61 7.7

Berau 7.83 7.86 8.03

Malinau 7.61 7.61 7.75

Bulungan 7.58 7.72 7.88


(31)

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009

Penajam Paser Utara 7.53 7.57 7.6

Balikpapan 9.83 10.3 10.08

Samarinda 9.72 9.73 9.77

Tarakan 9.78 9.3 9.37

Bontang 9.83 9.97 10.07

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Untuk meningkatkan kinerja rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, perlu menyusun program yang diarahkan pada peningkatan kualifikasi guru terutama dalam pengembangan metodologi pengajaran. Upaya ini sudah dilakukan oleh pemerintah Kab. Kutai Barat dalam berbagai bentuk seperti pelatihan, kursus, lokakarya, studi banding, dan bentuk yang lainnya. Namun kegiatan tersebut memang akan optimal apabila disusun secara terstruktur dengan sasaran dan target yang lebih jelas.

2.2.2.2. Kesehatan

Aspek kesejahteraan yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah aspek kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat memiliki dimensi karena berkaitan langsung dengan masyarakat. Pembangunan bidang kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan, kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.

Visi Pembangunan Kesehatan Nasional mewujudkan ”Indonesia Sehat 2010” dengan misi ”Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat”. Sejalan dengan visi tersebut, maka Dinas Kesehatan berupaya mengawal berbagai pihak terutama komponen yang terlibat langsung dalam pembangunan kesehatan Kabupaten Kutai Barat untuk menuju: “Terwujudnya Masyarakat Kutai Barat yang Sehat dan Berbudaya Hidup

Sehat”, serta mengupayakan terlaksananya pelayanan prima pada institusi pelayanan kesehatan yang didukung oleh tenaga kesehatan. Pada awalnya, pelayanan prima pada masyarakat masih belum dapat dilaksanakan secara optimal mengingat keterbatasan sarana peralatan kesehatan, kualitas SDM yang masih jauh dari profesional serta masih belum dilaksanakan dan dipahaminya SPM dan SOP yang ada. Namun sejalan dengan visi tersebut diatas maka Pemerintah Kabupaten Kutai Barat berupaya untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, serta


(32)

mengupayakan terlaksananya pelayanan prima pada institusi pelayanan kesehatan, yang mencakup 1 Rumah Sakit Umum Daerah, 23 Puskesmas (18 di antaranya Puskesmas Rawat Inap), 92 Puskesmas Pembantu, 3 unit Puskesmas Keliling roda empat, 12 unit Puskesmas Keliling Air (speed boat), 10 unit Puskesmas Keliling Air (ces) dan 2 unit Mobil Dinas Kesehatan, 1 unit Puskesmas Terapung K/M Mook Manaar Bulatn. Disamping itu tercakup pula 13 Balai Pengobatan, 11 Apotik dan 16 Toko Obat serta 284 Posyandu yang dikelompokkan menjadi 4 strata yaitu Posyandu mandiri, Posyandu Purnama,Posyandu Madya,Posyandu Madya dan Posyandu yang ada di Kutai Barat ada Posyandu yaitu Posyandu Mandiri sebanyak 3 unit,Posyandu Purnama sebanyak 282 unit.

Untuk mendukung pelayanan dalam sektor kesehatan maka di Kabupaten Kutai Barat telah tersedia SDM sebanyak 672 orang baik berupa tenaga medis maupun paramedis yang meliputi : 42 Dokter Umum, 5 Dokter Spesialis, 10 Dokter Gigi, 422 Perawat, 102 Bidan, 35 Ahli Kesehatan Masyarakat, 5 Apoteker, 22 Ahli Gizi, 6 Analis Laboratorium, 5 Ahli Rontgen, dan 18 Ahli Penyehatan Lingkungan.

2.2.2.3. Ketenagakerjaan

Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan ketenagakerjaan. Melalui pendidikan diharapkan kualitas SDM di Kutai Barat semakin meningkat sehingga kualitas tenaga kerja akan mampu secara nyata mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Menurut kriteria BPS, penduduk secara umum terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2009 mencapai 90.554. Jumlah ini meningkat sebesar 3,54% dibanding tahun 2008 yang jumlahnya 87.452. Dari sisi jenis kelamin, antara 2008 dan 2009 tidak menunjukkan perubahan yang berarti.

Tabel 2.21.

Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Daerah Golongan

Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah 15-19 2,580 1,406 3,986 528 3,458 3,986 2,207 1,888 4,095 497 3,598 4,095 20-24 6,240 3,653 9,893 913 8,980 9,893 5,320 3,002 8,322 1,003 7,319 8,322 25-29 8,224 4,206 12,430 648 11,782 12,430 8,239 3,910 12,149 655 11,494 12,149 30-34 8,878 4,704 13,582 873 12,709 13,582 9,343 5,319 14,662 929 13,733 14,662


(33)

Golongan Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah 35-39 8,062 3,418 11,480 394 11,086 11,480 8,320 5,593 13,913 1,222 12,691 13,913 40-44 6,610 3,601 10,211 661 9,550 10,211 6,766 3,135 9,901 166 9,735 9,901 45-49 5,147 3,233 8,380 620 7,760 8,380 5,010 3,015 8,025 915 7,110 8,025 50-54 2,982 2,371 5,353 460 4,893 5,353 3,300 2,457 5,757 249 5,508 5,757 55-59 2,745 2,006 4,751 99 4,652 4,751 3,868 1,841 5,709 336 5,373 5,709 60-64 2,255 1,534 3,789 99 3,690 3,789 1,610 1,243 2,853 0 2,853 2,853 2,745 852 3,597 125 3,472 3,597 3,666 1,502 5,168 134 5,034 5,168 Jumlah 56,468 30,984 87,452 5,420 82,032 87,452 57,649 32,905 90,554 6,106 84,448 90,554

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

Sebagian besar angkatan kerja berusia antara 25-39 tahun yaitu 42,87% pada tahun 2008 dan naik menjadi 44,97% pada tahun 2009. Dari sisi geografis, sekitar 93% angkatan kerja berada di wilayah pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di pedesaan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mengantisipasi konsentrasi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan. Untuk itu, diperlukan berbagai program pembangunan yang berorientasi pada masyarakat kampung, khususnya pengembangan aktivitas ekonomi rakyat.

Dari angkatan kerja di atas, jumlah angkatan kerja yang berstatus pengangguran mencapai 5.975 atau 6,83% pada tahun 2008, dan 6.670 atau 7,36% pada tahun 2009 dihitung dari jumlah angkatan kerja.

Tabel 2.22.

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Umur dan Daerah Golongan

Umur

2008 2009

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah 15-19 419 749 1,168 310 858 1,168 687 340 1,027 103 924 1,027 20-24 1,516 657 2,173 109 2,064 2,173 760 680 1,440 103 1,337 1,440 25-29 492 348 840 0 840 840 1,212 364 1,576 79 1,497 1,576

30-34 410 174 584 0 584 584 368 380 748 65 683 748

35-39 450 88 538 0 538 538 440 190 630 0 630 630

40-44 270 88 358 0 358 358 528 0 528 0 528 528

45-49 0 0 0 0 0 0 144 0 144 0 144 144

50-54 0 0 0 0 0 0 144 90 234 0 234 234

55-59 0 118 118 0 118 118 230 113 343 0 343 343

60-64 196 0 196 0 196 196 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 3,753 2,222 5,975 419 5,556 5,975 4,513 2,157 6,670 350 6,320 6,670

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

Tingkat pengangguran di daerah pedesaan mencapai lebih dari 90% pada tahun 2008 dan 2009. Dari sisi jenis kelamin, tingkat pengangguran masih didominasi oleh laki-laki, bahkan pada tahun 2009 laki-laki yang berstatus pengangguran mencapai


(34)

lebih dari 50%. Pada tahun 2008 usia pengangguran didominasi oleh umur 15-24 tahun sedangkan pada tahun 2009 umur 15-29 tahun. Usia tersebut merupakan usia sekolah dan hal ini mengindikasikan cukup banyak lulusan SD yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, usia SMP ke jenjang SMA, dan usia SMA yang tidak menempuh studi lanjut ke perguruan tinggi.

Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta BPS menunjukkan bahwa di Kutai Barat pengangguran didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SD ke bawah serta SMA umum. Dari jumlah pengangguran, penduduk yang berpendidikan paling tinggi SD mencapai 56,1%, SMP mencapai 12,62%, dan SMA umum mencapai 23,36% pada tahun 2008. Pada tahun 2009, pengangguran yang berpendidikan paling tinggi SD turun menjadi 28,63%, SMP naik menjadi 16,36%, dan yang berpendidikan SMA naik menjadi 40,07%.

Tabel 2.23.

Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan 2008 Jumlah 2009 Jumlah

Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan

SD 310 3,042 3,352 0 1,910 1,910

SMTP 0 754 754 182 909 1,091

SMTA Umum 109 1,287 1,396 65 2,608 2,673

SMTA Kejuruan 0 227 227 103 575 678

Diploma I/II/III/Akademi 0 246 246 0 72 72

Universitas 0 0 0 0 246 246

Jumlah 419 5,556 5,975 350 6,320 6,670

Sumber: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan - www.depnakertrans.go.id

Penurunan yang sangat drastis terjadi pada penduduk yang berijazah diploma, dari 4,11% pada tahun 2008 menjadi hanya 1% pada tahun 2009. Kondisi ini menjadikan pentingnya Kutai Barat untuk: (1) mengembangkan konsep link and match

antara pendidikan dengan dunia kerja, (2) mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada keterampilan praktik agar lulusan lebih siap bekerja atau berwirausaha, (3) mengembangkan berbagai pendidikan informal yang beorientasi pada kebutuhan Kutai Barat.

Bila dikaitkan dengan lapangan usaha, lebih dari 50% penduduk bekerja di sektor pertanian dan yang paling kecil adalah tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, dan air minum.


(1)

Jenis konsumsi non makanan yang terbesar adalah untuk perumahan (22,89%) dan aneka barang dan jasa (7,78%) sedangkan yang terkecil adalah pengeluaran untuk pajak dan asuransi (0,74%). Pola konsumsi ini secara umum belum mengalami perubahan dibanding tahun 2007.

Tabel 2.56.

Jenis Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

Jenis Pengeluaran 2007 2009

Perumahan 21.89 22.89

Aneka Barang dan Jasa 7.8 7.78

Biaya Pendidikan 1.46 2.55

Biaya Kesehatan 1.33 1.46

Pakaian dan Alas Kaki 2.15 2.11

Barang Tahan Lama 1.44 3.27

Pajak dan Asuransi 0.44 0.74

Keperluan Pesta 1.26 1.41

Sumber: Suseda Kutai Barat 2009

Secara keseluruhan, dari sisi kesejahteraan menunjukkan posisi daya saing Kutai Barat dibandingkan dengan daerah lain cukup baik. Misal dari indikator lain seperti angka harapan hidup yang besarnya 70,08 menempati peringkat ke 9 di Kalimantan Timur. Untuk indikator angka melek huruf masuk peringkat 7 dengan nilai 95,97. Meski angka sebesar ini bukan termasuk yang terbaik, namun bila dibandingkan dengan tahun 2004, kemajuan Kutai Barat termasuk yang paling cepat karena mampu memperbesar indeks angka melek huruf sebear 7,67% dari 2004-2009, sementara daerah lain dalam rentang waktu yang sama hanya berkisar 1-2%.

Indikator kesejahteraan sosial yang lain juga menunjukkan posisi yang tidak jauh berbeda dalam arti, posisi daya saing Kutai Barat dibandingkan dengan daerah lain dalam hal kesejahteraan sosial dapat dikatakan cukup tinggi, yaitu berkisar antara urutan 7-9 dari seluruh daerah di Kalimantan Timur. Sebagai daerah yang tergolong baru, kondisi ini menunjukkan kinerja yang cukup baik.


(2)

Tabel 2.57.

Perbandingan Beberapa Indikator Sosial Kesejahteraan Antar Daerah

Kabupaten/Kota AHH AMH IPM RLS DPLN

Pasir 72.74 95.22 73.99 7.8 66.38

Kutai Barat 70.08 95.97 72.66 7.86 43.95

Kutai Kartanegara 67.85 96.87 72.54 8.38 78.18

Kutai Timur 68.43 95.89 71.27 7.7 31.25

Berau 69.66 96.05 73.17 8.03 35.92

Malinau 68.22 92.65 72.36 7.75 19.39

Bulungan 72.73 95.51 74.67 7.88 62.07

Nunukan 71.3 93.41 73.38 7.45 8.72

Penajem Paser Utara 71.32 94.47 73.18 7.6 97.87

Balikpapan 71.95 98.35 77.49 10.08 100

Samarinda 71.01 97.91 76.45 9.77 100

Tarakan 71.55 97.9 76.32 9.37 100

Bontang 72.26 98.35 76.32 10.07 86.67

AHH=Angka Harapan Hidup AMH=Angka Melek Huruf

IPM=Indeks Pembangunan Manusia RLS=Rata-rata Lama Sekolah

DPLN=Proporsi Desa Menggunakan Listrik PLN

Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2010

Tingginya kinerja kesejahteraan sosial di atas pada prinsipnya menggambarkan kondisi hasil pembangunan selama ini. Oleh karena itu semakin tinggi indikator kesejahteraan sosial menggambarkan bahwa taraf kehidupan masyarakat secara makro semakin membaik.

2.4.2. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur 2.4.2.1. Daya Saing Infrastruktur

Kutai Barat secara bertahap dan kontinyu terus berupaya memperbaiki kuantitas dan kualitas wilayah atau infrastruktur. Pembangunan jalan misalnya, terus berkembang dan menujukkan peningkatan yang signifikan. Jalan Kabupaten dan Provinsi yang diaspal menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti jalan Provinsi dari 430 km di tahun 2006 menjadi 563 km pada tahun 2010. Demikian pula dengan jalan Kabupaten dari 109 km di tahun 2006 menjadi 189,95 km di tahun 2010. Upaya memperbaiki jalan yang mampu menghubungkan antar wilayah terus dijalankan, yang pada tahap awal ini telah dilakukan pengerasan dengan batu dari 198 km menjadi 331,95 km. Hal ini akan mempermudah akses transportasi dan distribusi barang/jasa antar wilayah sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.


(3)

Pada tahun 2006 jumlah pasar umum yang ada di Kabupaten Kutai Barat berjumlah 17 pasar yang berpusat pada 17 Kecamatan yang konsentrasi jumlah penduduknya lebih banyak, dan pada tahun 2010 perkembangan pasar umum bertambah menjadi 24 pasar yang berpusat pada 17 Kecamatan, sehingga perkembangan pasar umum tahun 2006 dibandingkan pada tahun 2010 meningkat 29,17 % dan setiap tahun meningkat 7,29 %. Kondisi menunjukkan bahwa dinamika perekonomian di Kutai Barat berkembang cukup pesat terutama untuk sektor perdagangan kecil dan eceran.

2.4.2.2. Daya Saing Sumber Daya Alam

Kutai Barat memiliki sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan, khususnya dalam bidang pertambangan dan pertanian. Bidang pertambangan masih memungkinkan untuk dikembangkan dan bidang ini menguasai sekitar 50% PDRB di Kutai Barat, melalui tambang batu bara yang tergolong besar di Kalimantan Timur. Dari sektor pertanian, Kutai Barat merupakan penghasil karet dan kelapa sawit yang terkemuka di Kalimantan Timur. Demikian pula dengan hasil hutan terutama kayu meranti yang mampu memberikan kontribusi besar bagi Kutai Barat. Pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada investor di bidang perkebunan tersebut karena masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

Tabel 2.58. Perhitungan Nilai LQ

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Pertanian 3.12678 3.0418 2.92738 2.58891 2.49207 2.83539

Pertambangan dan Penggalian 1.29999 1.26636 1.23041 1.28744 1.27532 1.2719 Industri Pengolahan 0.05903 0.06369 0.07109 0.07579 0.07897 0.06971 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.94376 0.84023 0.76854 0.83827 0.7838 0.83492

Bangunan 4.15769 4.23901 4.12769 4.11118 3.80146 4.08741

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.07081 0.98139 0.95364 0.94292 0.89512 0.96878 Pengangkutan dan Komunikasi 0.31618 0.3083 0.29361 0.29618 0.32633 0.30812 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.02068 0.94838 0.86329 0.7928 0.74324 0.87368

Jasa-jasa 1.91963 1.96569 2.03844 1.92393 1.85947 1.94143

Sumber: PDRB Kutai Barat 2009

Di sisi lain, sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang memiliki keunggulan di Kutai Barat. Hal ini nampak dari nilai

location quotient (LQ) yang lebih besar dari 1, yaitu 2,83 untuk sektor pertanian dan 1,27 untuk sektor pertambangan dan penggalian. Nilai LQ yang lebih besar dari 1 tersebut menunjukkan bahwa kedua sektor memiliki keunggulan komparatif dalam arti


(4)

mampu memenuhi kebutuhan dalam dan luar daerah, bahkan LQ sektor pertanian yang hampir 3 tersebut memiliki arti bahwa Kutai Barat merupakan salah satu pusat pertanian di Kalimantan Timur. Sektor pertanian yang memiliki potensi besar adalah tanaman pangan yaitu padi, palawija, sayur, dan buah-buahan. Untuk perkebunan, terdapat tiga sektor potensial yaitu karet, kelapa sawit, dan kakao. Kutai Barat juga memiliki potensi dalam hal peternakan dan perikanan. Sektor peternakan yang potensial adalah terutama peternakan sapi dan babi.

Dengan luasnya daerah Kutai Barat, terdapat 45% yang masih memungkinkan dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, lokasi tersebut terutama di kecamatan Long Hubung, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian, Melak, Jempang, Penyinggahan dan Bongan.

2.4.3. Iklim Investasi

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, maka dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu dilakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu.

Investasi di usaha mikro, kecil dan menengah berkembang cukup baik. Industri kecil yang terdiri dari industri formal dan non formal pada tahun 2006 berjumlah 9.773 meningkat menjadi 10.746 pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan rata-rata pertahun 2,5%. penyerapan tenaga kerja juga mengalami peningkatan dari 24.091 orang pada tahun 2006, menjadi 27.722 orang pada tahun 2010 atau peningkatan rata-rata 3,75% per tahun. Industri menengah besar yang pada tahun 2006 berjumlah 138


(5)

unit menjadi 166 unit tahun 2010 atau meningkat 5% rata-rata per tahun, penyerapan tenaga kerja meningkat dari 63.763 orang pada tahun 2006 menjadi 71.506 orang tahun 2010 atau meningkat rata-rata pertahun sebesar 3 %.

Dengan iklim investasi yang kondusif, dinamika perekonomian masyarakat akan berkembang dengan pesat. Kebijakan penyederhanaan yang lebih sederhana dan terpadu akan mendorong akses masyarakat dalam berinvestasi dan berusaha, baik dari dalam maupun luar daerah Kutai Barat, akan meningkat.

Selain debirokratisasi perijinan, kondisi Kutai Barat kondusif untuk

berinvestasi. Angka gangguan kriminalitas relatif kecil yaitu rata-rata sekitar

10 per tahun selama 2006-2010. Tingkat kriminalitas tahun 2009 sebesar 214

dan sebagian besar merupakan kasus yang tidak tergolong besar, sehingga

secara umum kondisi Kutai Barat aman untuk melakukan berbagai aktivitas.

Demikian juga dengan kasus unjuk rasa yang sepanjang 2006-2010 rata-rata

terdapat 1 kali unjuk rasa.

2.4.4. Sumberdaya Manusia

Angkatan kerja Kutai Barat berjumlah 90.554 pada tahun 2009, dan sebagian besar berusia 25-39 tahun. Jumlah tersebut merupakan potensi besar dalam hal supply

tenaga kerja. Rasio ketergantungan tahun 2009 mencapai 51,93. Hampir 60% penduduk bekerja, dan dari yang bekerja sebagain besar (sekitar 63%) bekerja di sektor pertanian. Tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 62,23 dan tingkat partisipasi tenaga kerja 4,17. Dari sisi ketersediaan tenaga kerja, upah, dan keterampilan, SDM Kutai Barat memiliki daya saing yang cukup baik. Jumlah tenaga kerja dengan rentang usia yang masih produktif tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Tingkat upah mereka pun cukup kompetitif, yang dapat dilihat dari UMK. Di samping itu pemerintah memiliki komitmen dan program yang sistematis dalam pembinanaan calon tenaga kerja melalui pelatihan dan BLK. Hal ini menjadikan Kutai Barat memiliki posisi daya saing yang cukup baik dibandingkan dengan daerah lain.


(6)

2.5. KONDISI UMUM HASIL PEMBANGUNAN BERDASARKAN INDIKATOR AGREGAT Tabel 2.59.

Kondisi Umum Hasil Pembangunan Berdasarkan Indikator Agregat

No Aspek/Fokus/Bidang/Urusan Indiaktor Kinerja Pemb. Daerah

Satuan /Ket.

Capaian Kinerja

Standar Inter pretasi 2006 2007 2008 2009 2010

1 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan

Ekonomi

1.1.1. Pertumbuhan PDRB % 6,13 6,45 6,83 6,89

1.1.2. Laju Inflasi % 5,36 3,86 17,09 3,58

1.1.3. PDRB per Kapita Rp(Juta) 16,42 17,22 17,94 18,95

1.1.4. Indeks Gini - 0,227 0,247 0,261

1.1.5. Tingkat kemiskinan % 14,04 10,6 8,97

1.2. Kesejahteraan Masyarakat 1.2.1. Pendidikan

1.2.1.1. Angka Melek Huruf % 95,49 95,49 95,97

1.2.1.2. APM SD 83,29 87,02 87,54 87,96 89,08

1.2.1.3. APM SMP 81,75 82,42 83,88 84,21 84,86

1.2.1.4. APM SMA 72,10 75,80 76,81 77,92 79,04

1.2.1.5. APK SD 90,20 92,18 93,39 96,43 97,99

1.2.1.6. APK SMP 82,30 83,42 85,56 97,25 97,72

1.2.1.7. APK SMA 79,90 81,32 81,78 82,68 84,29

1.2.1.8. Angka Kelulusan SD 98,40 98,04 100 97,64 100 1.2.1.9. Angka Kelulusan SMP 82,30 99,02 98,76 86,81 99,63 1.2.1.10 Angka Kelulusan SMA 92,04 98,55 96,74 92,33 93,63 1.2.1.11 Angka Melanjutkan SD 91,75 93,48 95,56 96,34 98,38 1.2.1.12 Angka Melanjutkan SMP 93,59 94,50 95,43 95,61 97,32 1.2.1.13 Angka Putus Sekolah SD 0,37 0,39 0,30 0,30 0,30 1.2.1.14 Angka Putus Sekolah SMP 0,69 0,79 0,24 0,23 0,23 1.2.1.15 Angka Putus Sekolah SMA 0,88 0,55 0,33 1,42 0,38 1.2.1.16 Indeks Pembangunan Manusia 70,5 71,93 72,16 72,60 72,89 1.2.2. Kesehatan

1.2.2.1 Usia Harapan Hidup 69,50 69,70 69,89 70,08 70,20 1.2.2.2 Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan 56,40 57,90 63,42 73,34 75,23 1.2.2.3 Posyandu Purnama Mandiri 24,20 38,10 43,60 67,20 68,20

1.2.2.4 Jumlah Apotik 1 4 6 11 11

1.2.2.5 Rasio Dokter Per-100.000 Penduduk 12,75 16,1 28,51 33,11 30,79 1.2.2.6 Pemakaian Tempat Tidur (Bed

Occupation Rate/BOR) 12,27 38,36 48,3 67,2 67,40

1.2.2.7 Jumlah Puskesmas 19 21 23 23 23

1.2.2.8 Jumlah Puskesmas Pembantu 56 60 77 88 92

1.2.2.9 Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kh

11 4 4 5 5

1.2.2.10 Angka Kematian Bayi (AKB) per

1000 kh 55 65 38 34 41

1.2.2.11 Angka Kematian Balita (AKABA)

per 1000 kh 10 8 11 9 7

1.2.2.12 Balita Gizi Kurang % 14 7,8 7,8 7,8 7,7

1.2.2.13 Balita Gizi Buruk 2 13,7 13,7 13,7 1,13

1.2.2.14 Balita Gizi Buruk ditangani 52 67 71 57,9 50,7

1.2.2.15 Balita Gizi Baik 84 64,4 64,4 64,4 81,7

1.2.2.16 Balita Gizi Lebih 1 14,1 14,1 14,1 4,0

1.2.3. Ketenagakerjaan

1.2.3.1. TPAK 68,48 70,02 71,01

1.2.3.2. Dependency Ratio 48,78 57,12 57,45 51,93 1.2.3.3. Angkatan Kerja Ribuan 78,35 87,45 80,77