bab ii kondisiumumkotabogor rpjmd

(1)

K

U

K

B

2.1. KONDISI GEOGRAFIS

Kota Bogor dengan luas 11.850 ha, terletak pada 106º 48’ Bujur Timur dan 6º 36’ Lintang Selatan, ± 56 Km Selatan dari Ibu Kota Jakarta dan ± 130 Km Barat Kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kota Bogor berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. b. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan

Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Barat: Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

Wilayah Administrasi Kota Bogor dibagi menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan, 750 RW dan 3.349 RT, sebagaimana tersaji dalam gambar 2.1.

Kota Bogor berada di ketinggian 190 – 330 mdpl, dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 2% sampai dengan > 40%, dengan luas menurut kemiringan lereng yakni 0 - 2%


(2)

(datar) seluas 1.763,94 ha, 2 - 15% (landai) seluas 8.091,27 ha, 15 - 25% (agak curam) seluas 1.109,89 ha, 25 - 40% (curam) seluas 764,96 ha, dan > 40% (sangat curam) seluas 119,94 ha.

Suhu udara rata-rata setiap bulannya 26 0 C, dan kelembaban udara kurang lebih 70%. Kota Bogor disebut Kota Hujan karena memiliki curah hujan rata-rata yang tinggi, yaitu berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun.

Kota Bogor memiliki struktur geologi aliran andesit seluas 2.719,61 ha, kipas aluvial seluas 3.249,98 ha, endapan seluas 1.372,68 ha, tufa seluas 3.395,17 ha, dan lanau breksi tufaan dan capili seluas 1.112,56 ha. Secara umum, Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpal). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi.

Tanah yang ada di seluruh wilayah Kota Bogor umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya halus hingga agak kasar, kecuali di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Tengah yang terdapat tanah yang bertekstur kasar.


(3)

Wilayah Kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dan anak-anak sungai, yang secara keseluruhan anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparigi, dan Sungai Cibalok) itu membentuk pola aliran pararel-subpararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Kota Bogor memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum.

Sumber air bagi Kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air. Kedalaman air tanah bervariasi sekitar 3 ─12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3 ─ 6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10 ─12 m. Kualitas air tanah di Kota Bogor terbilang cukup baik.

Sumberdaya alam lainnya berupa flora dan fauna juga ditemukan di Kota Bogor. Sejumlah tanaman tropis yang langka dapat ditemui di Kebun Raya Bogor yang dikenal memiliki koleksi tanaman tropis yang terlengkap di dunia. Selain itu, tanaman sayuran dan buah-buahan serta tanaman hias dan tanaman obat-obatan masih banyak diusahakan oleh masyarakat terutama di Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat.

Kawasan rawan bencana di Kota Bogor adalah kawasan yang sering mengalami bahaya longsor dan kawasan yang rawan banjir. Daerah yang sering longsor umumnya di sekitar tebing sungai, sedangkan daerah yang


(4)

rawan banjir hanya merupakan titik genangan yang tersebar pada beberapa kecamatan.

Gambar 2.1.


(5)

Kota Bogor mempunyai Kawasan Terbangun pada tahun 2005 dengan luas total 4.411,86 Ha atau sekitar


(6)

37,23% dari luas total Kota Bogor, yang berupa lahan perdagangan, permukiman, perumahan, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu. Kawasan terbangun tersebut didominasi oleh kawasan permukiman seluas 3.135,79 Ha (26,46%), yang didalamnya terdapat fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran. Sedangkan kawasan belum terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 Ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor, berupa situ, sungai, kolam, ruang terbuka hijau (RTH), tanah kosong Non RTH, dan lain-lain yang tidak teridentifikasi. Kawasan belum terbangun ini didominasi oleh RTH seluas 6.088,58 Ha atau 51,38%, yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota, lapangan olah raga, sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi.

Dengan kondisi geografis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di kawasan Jabodetabek, maka Kota Bogor mempunyai potensi yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI Jakarta, serta tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan yang cepat ini harus diiringi dengan upaya mempertahankan ruang terbuka hijau seluas 30% dari luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit drainase yang ada yang dapat menimbulkan banjir. Perkuatan kepada sempadan sungai maupun tebing yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana longsor juga penting untuk dilakukan.


(7)

2.2. KONDISI EKONOMI

2.2.1. Kondisi Makro Ekonomi

Keadaan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 untuk kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikan pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2.

Perkembagan PDRB Kota Bogor Tahun 2004 – 2008


(8)

Dengan melihat bahwa PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar Rp. 5.245.746,82 juta di tahun 2004 meningkat menjadi Rp. 10.089.943,96 juta di tahun 2008 dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan pun mengalami peningkatandari Rp. 3.361.438,93 juta pada tahun 2004 menjadi Rp. 4.252.821,78 juta di tahun 2008, maka hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini telah terjadi peningkatan riil yang walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi bukan hanya peningkatan yang disebabkan oleh harga yang jauh meningkat atau tingkat inflasi yang terjadi.

Gambar 2.3.

Perkembagan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Tahun 2004 – 2008


(9)

Sumber : Buku Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor 2008

Dari Gambar 2.3. terlihat bahwa pada tahun 2004 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan angka positif sebesar 25,93 persen, sebaliknya Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan hanya mencapai 6,10 persen. Hal ini seperti keadaan yang terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1998 yang mana kenaikan harga cukup tinggi tetapi produk riilnya justru mengalami penurunan dibandingkan tahun- tahun sebelumnya.

Terlihat pula bahwa setelah melalui masa krisis dan harga relatif meningkat dan stabil maka perlahan keadaan mulai membaik dan telah terjadi peningkatan produk riil di tahun 2008 jika dibandingkan keadaan pada tahun 2004.

Kota Bogor adalah kota perdagangan dan jasa yang ditunjukkan oleh besarnya komposisi sektor tersier terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Struktur perekonomian Kota Bogor merupakan struktur yang didominasi oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Industri Pengolahan (Sub Sektor Industri non-Migas) dan Sektor Angkutan dan Komunikasi atau dengan perkataan lain Sektor Tersier merupakan Sektor yang paling besar kontribusinya disusul Sektor Sekunder dan Sektor Primer. Pada tabel 2.1 tersaji data PDRB Kota Bogor atas dasar harga berlaku dan atas harga dasar konstan 2000 tahun 2007-2008.


(10)

Tabel 2.1.

PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007 – 2008 (Jutaan Rupiah)

Kod e Sek

tor

Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan

2007*) 2008**) 2007*) 2008**)

1 Pertanian 20.646,3

7 22.265,7 0 12.717,2 6 13.121,5 8

2 Pertambangan & Penggalian 178,07 192,14 118,31 120,53

3 Industri pengolahan 2.112.81

6,76 2.532.96 5,67 1.126.54 1,95 1.197.76 8,02

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

Industri Pengolahan 187.527, 43 214.413, 76 128.090, 57 136.829, 56

5 Bangunan 506.135,

84 575.020, 92 288.023, 99 299.804, 17

6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 3.435.86 8,81 3.955,08 0,82 1.205.11 1,94 1.267.51 8,19

7 Angkutan dan Komunikasi 1.044.48

6,10 1.338.78 8,63 394.451, 07 422.723, 25

8 Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan 863.501, 47 1.023.93 5,21 560.780, 48 602.517, 87

9 Jasa-jasa 386.874,

85 427.281, 09 296.907, 60 312.418, 61

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 8.558.0 35,70 10.089.9 43,96 4.012.7 43,17 4.252.8 21,78

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara


(11)

2.2.2. Laju Inflasi

Inflasi di Kota Bogor diukur berdasarkan Indeks harga Implisit, Indeks Harga Implisit adalah suatu indeks harga yang menggambarkan perbandingan antara nilai produk Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan. Jadi Indeks Harga Implisit mencerminkan tingkat Inflasi yang terjadi dalam suatu periode. Perubahan Indeks Harga Implisit dapat dianggap lebih menggambarkan tingkat inflasi yang menyeluruh dibandingkan dengan indikator inflasi lainnya seperti Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Sembilan Bahan Pokok. Hal ini disebabkan Indeks Harga Implisit sudah mewakili semua jenis harga yaitu Harga Konsumen, Harga Produsen, Harga Perdagangan Besar, Harga Eceran dan harga lainnya yang sesuai dengan berbagai jenis harga yang dipergunakan dalam penghitungan nilai produksi setiap Sektor, sebagaimana tertuang dalam tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2.

Indeks Harga Implisit PDRB Kota Bogor Tahun 2004-2008 (%)

S E K T O R Tahun

2004 2005 2006 2007 *)

2008 **) PRIMER

Pertanian

Pertambangan & Penggalian

132,92 132,98 126,86 141,20 141,27 133,97 155,36 150,58 141,99 162,24 162,35 150,51 169,59 168,40 159,41 SEKUNDER Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan 125,7 2 123,35 120,24 136,73 144, 73 145,7 8 127,9 162,1 4 155,4 4 136,8 181,9 3 187,5 5 146,4 203,2 8 211,4 3 156,4


(12)

TERSIER

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa

175,45 222,07 156,48 116,52

113,48

192,0 9 242,42 186,00 126,35

118,88

210,81 261,49 221,45 139,51

124,25

233,22 285,11 264,79 153,98

130,30

258,91 315,03 317,05 166,63

137,26

PDRB 156,06 173,5

8

191,89 213,27 237,33

*) angka perbaikan, **) angka sementara

Sumber Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor 2008

Pada Tabel 2.2 terlihat pada tahun 2008 telah terjadi Inflasi (Perubahan Indeks Harga Implisit) berbagai jenis produk sebesar 11,28 persen dan nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan inflasi tahun 2007 yaitu 11,14 persen. Sektor yang mengalami inflasi terbesar adalah Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 19,73 persen, sedangkan yang terendah adalah Sektor Pertanian yaitu sebesar 3,73 persen yang dipengaruhi oleh Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan sebesar 4,76 persen, Sub Sektor Tanaman Perkebunan sebesar -0,22 persen, Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar 0,001 persen dan sub sektor perikanan sebesar 3,04 persen.

2.2.3. Daya Beli Masyarakat

Indeks daya beli dihitung dari Indikator konsumsi perkapita dan dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000. Walaupun sejak tahun 2000 – 2007 telah terjadi peningkatan, indeks daya beli masih rendah dibandingkan indeks kesehatan dan pendidikan sebagaimana tertuang pada tabel 2.3 berikut:


(13)

Tabel 2.3.

Indeks Daya Beli per Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008

Kecamatan

Indeks Daya Beli

Bogor Selatan 58,94 Bogor Timur 66,94 Bogor Utara 67,33 Bogor Tengah 67,03 Bogor Barat 65,61 Tanah Sareal 67,03 Kota Bogor 65,55

Sumber : Buku Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor Tahun 2008

Sedangkan Kemampuan Daya Beli

Masyarakat/Purchasing Power Parity (PPP) diukur melalui konsumsi perkapita riil, kemampuan daya beli merupakan suatu alat ukur yang menggambarkan tingkat keberdayaan masyarakat didalam memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan konsumsi riilnya, tanpa memperhatikan asal atau sumber penerimaannya apakah berupa pemberian atau hasil pendapatannya.

Berdasarkan hasil Susenas diperoleh kemampuan daya beli masyarakat (PPP) tahun 2008 sebesar Rp. 643.650,

sehingga diperoleh indeks konsumsi per kapita Kota Bogor tahun 2008 yaitu 65,55 persen. Dilihat dari aspek pengeluaran per kapitanya, persentase terbesar dari pengeluaran per kapita sebulan penduduk Kota Bogor berada


(14)

pada kisaran golongan pengeluaran Rp. 300.000,- sampai Rp. 499.999,-. Dari jumlah penduduk kota Bogor sebesar 87,61 % termasuk dalam golongan pengeluaran lebih besar dari Rp. 300.000,-.

2.2.4. Perkembangan Nilai Ekspor Kota Bogor

Perkembangan realisasi ekspor dari tahun 2008 dari Kota Bogor yakni menjadi sebesar US$ 128.348.623,3. Dari komoditas ekspor untuk non migas yang relatif stabil adalah meubel akar, batu taman, relief table, tanaman hias, pakaian jadi, minuman diet, ikan hias, furniture, tekstil, bordiran, ban dan boneka. Dari segi nilai ekspor, komoditas terbesar adalah garmen sebesar US $ 69.972.739,29, komoditas ban dengan nilai sebesar US$ 38.262.210, komoditas furniture sebesar US$ 63.254.20, serta komoditas tekstil senilai US$ 6.524.320, sebagaimana tertuang pada gambar 2.4. Komoditas ini diusahakan oleh perusahaan-perusahaan besar yang mempunyai lisensi dari perusahaan asing.

Struktur ekspor tersebut menunjukkan bahwa peran utama masih berada pada pengusaha besar. Oleh karena itu pengembangan industri-industri kreatif lain yang bernilai ekspor dari usaha mikro kecil dan menengah, yang tetap menyerap tenaga kerja lokal Kota Bogor agar perputaran uang dapat beredar sebanyak mungkin di Kota Bogor.

Tantangan aspek ekspor di Kota Bogor adalah :

a. Peningkatan kualitas produk industri kecil sesuai dengan standar permintaan pasar


(15)

b. Peningkatan efisiensi dalam produksi industri kecil c. Peningkatan diversifikasi produk industri kecil d. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi e. Peningkatan pemasaran hasil-hasil UKM

f. Peningkatan pengawasan distribusi dan kualitas barang

Gambar 2.4.

Jumlah Realisasi Ekspor Non Migas Di Kota Bogor 2006 – 2008 (US $)

Sumber : Dinas Perindagkop Kota Bogor & Bogor Dalam Angka 2008

2.2.5. Kepariwisataan

Saat ini daya tarik utama kepariwisataan Kota Bogor adalah Kebun Raya Bogor yang menjadi icon Kota Bogor. Kebun Raya merupakan salah satu world heritage, yang menarik banyak kunjungan wisatawan baik lokal maupun


(16)

mancanegara, baik untuk menikmati keindahan, kesejukan taman maupun menambah pengetahuan tentang koleksi tanaman yang dimiliki Kebun Raya. Selama tahun 2008 tercatat 810.912 pengunjung, sebagaimana tertuang pada tabel 2.4 dan diperoleh hasil penjualan karcis sebesar Rp. 7.469.610.000. Pola yang terjadi adalah setelah mengunjungi Kebun Raya Bogor, wisatawan menikmati wisata kuliner yang tersebar di Kawasan Jalan Raya Pajajaran dan Jalan Suryakencana serta wisata belanja khususnya kerajinan tas di Kawasan Jalan Tajur dan Katulampa serta pakaian (factory outlet) di Kawasan Jalan Raya Pajajaran. Adanya atraksi baru yakni wisata air berupa waterboom yang dikembangkan oleh beberapa pengembang perumahan, juga menarik banyak pengunjung ke Kota Bogor.

Pola wisata ini merupakan peluang bagi masyarakat Kota Bogor untuk mengembangkan atraksi-atraksi lain yang dapat menarik wisatawan, sehingga Kota Bogor dapat menjadi one stop tourism. Atraksi baru yang dikembangkan diharapkan dapat memperpanjang waktu lebih lama tinggal. Atraksi tersebut seyogyanya melibatkan masyarakat lokal agar adanya penyerapan tenaga kerja yang mempunyai dampak multiplier bagi perekonomian Kota Bogor.

Wisata konvensi sudah mulai tumbuh yakni Kota Bogor menjadi tempat untuk rapat-rapat berbagai perusahaan atau instansi sehingga wisatawan tinggal lebih lama di Kota Bogor. Dukungan prasarana yang berkualitas seperti kualitas infrastruktur serta dekorasi kota merupakan daya tarik Kota Bogor. Selain itu attraction yang berupa daya


(17)

tarik alam, budaya dan buatan serta amenity berupa sarana pendukung seperti hotel, restoran, pelayanan rumah sakit, keamanan, perbankan yang telah dimiliki Kota Bogor perlu ditingkatkan kualitasnya.

Tantangan aspek pariwisata adalah :

a. Peningkatan promosi pariwisata melalui berbagai media b. Peningkatan kualitas pelaku pariwisata

c. Peningkatan sadar wisata masyarakat

d. Peningkatan fasilitasi pengembangan atraksi pariwisata

Tabel 2.4.

Data Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kota Bogor Tahun 2008

N

o Obyek Wisata

Jenis Wisatawa

n

JUMLA H 1. Kebun Raya Bogor Nusantara

797,34 4 Mancaneg

ara

13,56 8

Jumlah

810,9 12

2. Istana Bogor Nusantara

129,5 63 Mancaneg

ara

5 8

Jumlah

129,6 21

3. Prasasti Batutulis Nusantara

2 98 Mancaneg

ara

13

Jumlah

3 11

4.

Plaza Kapt

Muslihat Nusantara

167,7 68 Mancaneg -


(18)

N

o Obyek Wisata

Jenis Wisatawa n JUMLA H ara Jumlah 167,7 68

5. Museum Zoologi Nusantara

133,9 77 Mancaneg ara 31 6. Museum Etnobotani Nusantara 14,2 35 Jumlah 14,2 35

7. Museum PETA Nusantara

12,4 22 Jumlah 12,4 22 Mancaneg ara - Jumlah -

8. Situ Gede Nusantara

3,5 00 Mancaneg

ara -

Jumlah 3,5 00 Nusantara 1,267,8 50 JUMLAH Mancaneg ara 13,7 44 Jumlah 1,281,5 94

Sumber : Bogor Dalam Angka 2008

2.2.6. Kondisi Investasi

Perkembangan investasi di Kota Bogor ditunjukkan dengan perkembangan jumlah penerbitan tanda daftar perusahaan, pada tahun 2004 sampai dengan Mei 2008 telah terdaftar sebanyak 3.333 perusahaan. Dari jumlah tersebut,


(19)

sebanyak 44,64% didominasi oleh perusahaan perorangan, sedangkan koperasi hanya 2,04% saja, sebagaimana tertuang pada tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5.

Jumlah Penerbitan Tanda Daftar Perusahaan di Kota Bogor Tahun 2004 - 2008

N

o. Uraian

200 4

200

5 2006 20 07

20 08

Jumla h 1 Perusahaan Terbatas (PT) 114 148 157 258 118 795 2 Perusahaan Komanditer

(CV) 162 162 189 294 163 970 3 Perusahaan Perorangan

(PO) 227 361 298 415 187 1.488

4 Koperasi 12 14 15 21 6 68 5 Badan Usaha Lain - - 1 2 9 12

Jumlah 515 685 660 99

0 48

3 3.333

Sumber : Dinas Perindagkop Kota Bogor

Investasi perdagangan mengalami kenaikan dari 2004 sampai 2008 yakni rata-rata sebesar 19% seperti tertuang dalam Tabel 2.6. Namun, laju kenaikan per tahun, menurun dari 33% menjadi 4 %. Jumlah perusahaan perdagangan pun meningkat yang dilihat dari jumlah perusahaan yang mempunyai SIUP. Proporsi perusahaan perdagangan besar, menengah dan kecil masing-masing sebesasr 3,01%, 13,74% dan 83,25% .

Tabel 2.6.

Jumlah Perusahaan Perdagangan Berdasarkan SIUP,

Nilai Investasi dan Jumlah Tenaga Kerja di Kota Bogor Tahun 2004 – 2008


(20)

Tahun Perdagan gan Besar Perdagan gan Menengah Perdagan gan Kecil Investasi (Rp) Tenaga Kerja 2004 195 993 5.882 112.665.18

5.000 30.200 2005 222 1.067 6.419 149.890.28

5.000 33.900 2006 249 1.144 6.952 191.009.83

5.000 36.400 2007 284 1.216 7.467 210.400.000.000 39.132

2008 303 1.258 7.720 218.479.23

5.000 40.270

Sumber : Dinas Perindagkop Kota Bogor

Tabel 2.7.

Jumlah Perusahaan Perdagangan Berdasarkan

Penerbitan (SIUP) Di Kota Bogor Tahun 2002/2003 - 2008/2009

Jenis Perdaga ngan 2002 / 2003 2003 / 2004 2004 / 2005 2005 / 2006 2006 / 2007 2007 / 2008 2008 / 2009 Juml ah Perdagan

gan Besar 178 188 222 233 249 284 311 1,665 Perdagan

gan Menenga h

885 912 1,067 1,101 1,144 1,216 1,275 7,600

Perdagan

gan Kecil 4,766 5,114 6,419 6,683 6,952 7,467 7,874

45,27 5

Investasi di bidang perdagangan masih didominasi oleh perdagangan Besar bernilai Rp 46.480.000.000, sebanyak 311 perusahaan pada tahun 2008. Nilai investasi perdagangan kecil, baru mencapai Rp 34.796.285.000, sebanyak 7,874 perusahaan sebagaimana tertuang pada Tabel 2.7 diatas.


(21)

Pedagang kaki lima tersebar di sekitar tempat-tempat ramai oleh pejalan kaki atau jalur angkutan kota seperti pada sejumlah jalan utama, sekitar pasar-pasar tradisional, terminal, jalur hijau dan stasiun. Pada tahun 2007, sebanyak 7.782 Pedagang Kaki Lima beroperasi di 51 titik lokasi di wilayah Kota Bogor sehingga menimbulkan masalah lalu lintas dan mengurangi keindahan kota. Pasar-pasar tradisional yang di sekitarnya terdapat pedagang kaki lima adalah Pasar Anyar, Pasar Bogor, Pasar Kemang, Pasar Gunung Batu, Pasar Pamoyanan, Pasar Mekarwangi, Pasar Bubulak.

2.3. KONDISI SOSIAL BUDAYA

2.3.1. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Bogor terus mengalami pertumbuhan sehingga menimbulkan tingkat kepadatan yang makin tinggi pula. Pertumbuhan rata-rata selama kurun waktu 11 tahun terakhir adalah 2,83 %. Angka pertumbuhan penduduk ini, dipengaruhi oleh faktor alamiah (kelahiran dan kematian) dan faktor migrasi masuk dan keluar (Tabel 2.8). Pertumbuhan tinggi terjadi di daerah-daerah perkembangan baru seperti di Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Tanah Sareal, dan Kecamatan Bogor Selatan. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Bogor Timur cenderung menurun, sedangkan di Kecamatan Bogor Tengah sangat rendah dan Kecamatan Bogor Barat stabil.


(22)

Tabel 2.8.

Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Bogor 1995 ─

2007

N

o Kecamatan

Pertumbuhan Penduduk (%)

1995 2000─ 2000 2006─ 1995 200─ 7 1 Bogor Utara 2,34 5,93 4,30 2 Bogor Barat 2,74 2,98 2,88 3 Bogor Timur 3,11 2,45 2,75 4 Bogor Selatan 2,14 3,90 3,10 5 Bogor Tengah 0,18 0,56 0,39 6 Tanah Sareal 1,59 4,88 3,38

Kota Bogor 1,99 3,52 2,83

Sumber : Hasil Analisis RTRW Tahun 2010-2029

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 adalah 942,204 jiwa, dengan luas wilayah 118,50 km2 kepadatan penduduk Kota Bogor Tahun 2008 adalah 7.951 jiwa/km2, dengan kategori kepadatan Rendah. Kecamatan Bogor Tengah merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 13.770 jiwa/km2. Sedangkan, kepadatan penduduk Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki kategori kepadatan Rendah sampai Sedang, sebagaimana tertuang pada tabel 2.9 berikut.

Tabel 2.9. Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota

Bogor 2008

No Kecamatan Jumlah Penduduk

Sebaran (% )

Kepadata n

Kategori Kepadata


(23)

Tabel 2.9. Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor 2008 (Jiwa) Penduduk (Jiwa/Km2 ) n 1 Bogor Utara 166,245 17.64 9,382 sedang 2 Bogor Barat 205,123 21.77 6,244 rendah 3 Bogor Timur 94,329 10.01 9,293 sedang 4 Bogor

Selatan 179,494 19.05 5,826 rendah 5 Bogor

Tengah 111,952.00 11.88 13,770 tinggi 6 Tanah Sareal 185,061 19.64 9,823 sedang

Kota Bogor 942.204 100.00 54.338

Sumber : Bogor Dalam Angka 2007 dan Hasil Analisis 2008.

Keterangan : Tinggi : > 12,000 jiwa/km2

Sedang : 8,000 ─ 12,000 jiwa/km2

Rendah : < 8,000 jiwa/km2

2.3.2. Pendidikan

Angka melek huruf (AMH) penduduk Kota Bogor sudah sangat baik dan terus mengalami peningkatan sebesar 98,92% pada tahun 2005 yang terus membaik pada tahun 2006, dan 2007 masing-masing menjadi 99,10 % serta 99,28 %.

Tabel 2.10.

Angka Melek Huruf (AMH) per Kecamatan di Kota Bogor

Tahun 2000 – 2007

Kecamatan 200 0 200 1 200 2 200 3 200

4 2005 2006 2007 1. Bogor Selatan 96,9 9 97 97,0 1 97,3 1 98,1 1 98,5 2 98,7 0 98,88 2. Bogor Timur 97,6 1 97,6 2 97,6 3 97,9 3 98,7 4 99,1 5 99,3 3 99,51 3. Bogor 97,1 97,1 97,1 97,4 98,2 98,6 98,8 99,02


(24)

Tabel 2.10.

Angka Melek Huruf (AMH) per Kecamatan di Kota Bogor

Tahun 2000 – 2007

Utara 2 3 4 4 5 6 4 4. Bogor Tengah 97,7 5 97,9 4 97,9 5 98,2 5 99,0 7 99,4 8 99,6 6 99,84 5. Bogor Barat 97,0 6 97,7 6 97,7 7 98,0 7 98,8 9 99,3 0 99,4 8 99,66 6. Tanah Sareal 97,3 8 97,0 7 97,0 8 97,3 8 98,1 9 98,6 0 98,7 8 98,96 Kota Bogor 97,3

8

97,3

9 97,4 97,7 98,5 1 98,9 2 99,1 99,2 8

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor tahun 2009

Pada tahun 2007 AMH di seluruh Kecamatan di Kota Bogor sudah lebih dari 99 persen. Penyebaran dalam kurun waktu tahun 2000 – 2007 adalah Kecamatan Bogor Tengah yakni 99,84 %, dan AMH terendah adalah Kecamatan Bogor Selatan.

Indikator yang digunakan untuk melihat pembangunan sektor pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Rata-rata Murni (APM), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Rasio Murid terhadap Sekolah(RMS), rasio murid terhadap kelas, dan rasio murid terhadap guru. APK untuk SD adalah 115,65, SMP adalah 104,92, dan SMA adalah 113,66. APM untuk SD adalah 86,54, SMP adalah 76,75, dan SMA adalah 78,34.

RLS pada tahun 2007 adalah 9.74 tahun meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini setara dengan SMA tahun pertama. Distribusi RLS antar kecamatan di kota


(25)

Bogor berbeda, sebagaimana tertuang pada tabel 2.11 berikut.

Tabel 2.11.

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) per Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2000 – 2007

Kecamatan 200 0 200 1 200 2 200 3 200 4 200 5 200 6 200 7 1. Bogor Selatan 8,56 8,67 8,73 8,74 8,78 8,80 8,83 8,85 2. Bogor Timur 9,43 9,55 9,62 9,63 9,67 9,70 9,73 9,76 3. Bogor Utara 9,73 9,85 9,92 9,93 9,97 10,0

0

10,0 3

10,0 6 4. Bogor Tengah 9,90 10,0

3 10,1 0 10,1 1 10,1 5 10,1 8 10,2 1 10,2 4 5. Bogor Barat 9,84 9,97 10,0

4 10,0 5 10,0 9 10,1 2 10,1 5 10,1 8 6. Tanah Sareal 9,06 9,18 9,24 9,25 9,29 9,31 9,34 9,37 Kota Bogor 9,4

1 9,53 9,60 9,61 9,65 9,68 9,71 9,74

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor tahun 2009

RMS diperoleh dengan membandingkan jumlah murid dengan jumlah sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu baik Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sebagaimana tertuang pada tabel 2.12. Hal ini menandakan bahwa tingkat kepadatan sekolah di Kota Bogor makin tinggi, sehingga upaya penanganannya lebih dipusatkan pada peningkatan daya tampung setiap sekolah.

Tabel 2.12.

Perkembangan Rasio Murid Terhadap Sekolah (RMS) Di Kota Bogor Tahun 2000 - 2007


(26)

. Tingkat 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 SD 25 7 29 9 36 5 31 9 32 5 32 8 32 9 33 0 SMP – UMUM 42 4 39 3 47 6 43 4 52 6 58 1 64 6 71 1 SMA-UMUM 69 2 65 8 78 9 75 5 58 8 50 7 57 0 58 5

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan tahun 2009

RMS di tiga jenjang menunjukkan perbedaan antar kecamatan. Jumlah murid tertinggi untuk tingkat SD berada di Kecamatan Tanah Sareal yaitu 376.50 dan terendah berada pada Kecamatan Bogor Barat yaitu 280.26. Untuk tingkat SMP tertinggi pada Kecamatan Tanah Sareal yaitu 1110.65 dan terendah Kecamatan Bogor Timur 311.64 dan untuk tingkat SMA tertinggi pada Kecamatan Bogor Utara 986.41 dan terendah di Kecamatan Bogor Selatan hanya 319.79 sebagaimana tertuang pada tabel 2.13 berikut.

Tabel 2.13.

Rasio Murid Terhadap Sekolah di Kota Bogor Tahun 2007

Kecamatan RMS SD RMS SMP RMS SMA

1. Bogor Selatan 348,54 515,85 319,79 2. Bogor Timur 306,12 311,64 669,72 3. Bogor Utara 293,65 629,34 986,41 4. Bogor Tengah 374,94 1060,04 557,61 5. Bogor Barat 280,26 638,49 524,29 6. Tanah Sareal 376,50 1110,65 452,18 Rata-Rata 330,00 711,00 585,00


(27)

Rasio murid terhadap guru digunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar serta untuk melihat tingkat mutu pengajaran di kelas, karena semakin tinggi nilai rasio ini berarti semakin kurang tingkat pengawasan atau perhatian guru terhadap murid, sehingga mutu pengajaran cenderung semakin rendah. Rasio murid dengan guru tahun 2007 untuk tingkat pendidikan SD ternyata paling besar berada di Kecamatan Tanah Sareal yaitu 31,01 yang berarti untuk setiap guru harus mengawasi 31 murid, dan rasio yang terkecil berada di Kecamatan Bogor Selatan yaitu 19,14 yang berarti setiap guru harus mengawasi 19 orang murid, sebagaimana tertuang pada tabel 2.14 berikut:

Tabel 2.14. Rasio Murid Terhadap Guru di

Kota Bogor Tahun 2007

Kecamatan RMG SD RMG SMP RMG SMA

1, Bogor

Selatan 26,79 8,28 13,43 2, Bogor Timur 31,01 12,87 10,37 3, Bogor Utara 19,14 7,90 11,32 4, Bogor

Tengah 29,12 16,06 14,38 5, Bogor Barat 29,23 18,01 19,42 6, Tanah Sareal 23,48 13,50 12,96

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor tahun 2009

Dari kualitas pengajar, latar belakang pendidikan guru untuk SD terbanyak adalah DII (51%), dan S1 Keguruan sebesar 17%. Kualitas guru layak mengajar sebanyak 72%,


(28)

semi layak mengajar sebesar 5% sedangkan tidak layak mengajar sebanyak 23%. Untuk jenjang SMP latar belakang pendidikan terbanyak adalah S1 Keguruan sebesar 51 % dan S2 sebanyak 1%. Kualitas guru layak mengajar sebanyak 61%, semi layak mengajar sebesar 21% sedangkan tidak layak mengajar sebanyak 18%. Untuk jenjang SMA latar belakang pendidikan terbanyak adalah S1 Keguruan sebesar 60 % dan S2 sebanyak 6%. Kualitas guru layak mengajar sebanyak 63%, semi layak mengajar sebesar 20% sedangkan tidak layak mengajar sebanyak 17% sebagaimana tertuang pada tabel 2.15 berikut:

Tabel 2.15.

Data Pokok Pendidikan Kota Bogor Tahun Ajaran 2007/2008

N

o Variabel SD MI

SD + MI SMP MT s SLT P+ MTs SM A SM K MA SM + MA

1 Guru Menurut

Ijazah (GI) :

SMA Keguruan 529 62 591 75 26 101 17 31 11 59

SMA Non Keguruan 217 94 311 69 31 100 17 28 2 47

D-1 55 15 162 21 183 12 16 1 29 70

D-II 2.01

5 134 132 39 171 26 26 8 60

2.14 9

D-III Keguruan 89 13 102 257 22 279 95 191 3 289

D-III Non Keguruan 53 7 60 142 12 154 61 93 10 164

S-I Keguruan 678 70 748 1.38

6 212

1.59 8

1.0

94 979 201

2.27 4

S-I Non. Keguruan 147 13 160 382 133 515 281 410 73 764

S-2 7 0 26 7 33 44 48 4 96 7

2 Kelayakan

Mengajar (GL) : Guru Layak

Mengajar 774 83 857

1.66 9 241 1.91 0 1.1 38 1.0 27 205 2.37 0 Semi Layak

Mengajar 200 20 220 524 145 669 281 410 73 764

Tidak Layak Mengajar

2.81

6 305 3.121 438 117 555 228 385 35 648

3 Mengulang 1.85

8 130 1.988 54 143 197 91 28 208 327

Putus Sekolah 102 26 128 277 59 336 130 204 21 355


(29)

N

o Variabel SD MI

SD + MI SMP MT s SLT P+ MTs SM A SM K MA SM + MA

47 8 84 19 03 22 71 78

4 Rata-rata NEM

Lulusan 6,31 5,6 2 6,02 6,1 2 4,8 9 5,1 0 5,0 6

5 Angka Mengulang 1,87 1,6

5 1,86 0,44

2,7 9 1,43 1,1 9 0,3 7 29, 37 20,7 6

6 Angka Putus

Sekolah 0,10 0,3 3 0,12 22,5 6 38, 39 24,3 3 1,7 0 2,7 8 2,9 6 2,25

7 Angka Lulusan 95,9

0 94,

94 95,84 100

72, 80 97,0 5 93, 51 99, 29 100 97,0 2 Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor tahun 2009

Tantangan aspek pendidikan adalah :

a. Peningkatan penyelenggaraan wajib belajar 12 tahun (gratis)

b. Peningkatan kualitas sarana prasarana pendidikan termasuk daya tampung sekolah

c. Peningkatan mutu kurikulum dan kualitas sekolah d. Peningkatan kualitas peserta didik

e. Peningkatan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat miskin

f. Peningkatan kualitas dan profesionalisme tenaga pengajar

g. Peningkatan sarana prasarana perpustakaan

h. Peningkatan link and match sekolah kejuruan dengan dunia usaha

2.3.3. Kesehatan

Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat dijadikan gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian


(30)

keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survai dan penelitian.

Gambaran perkembangan terakhir mengenai data kematian bayi di Kota Bogor dapat dilihat dari Gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5.

Jumlah Kasus Kematian Bayi dari tahun 2000 - 2008

Gambar diatas menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi selama 9 tahun mengalami naik turun, pada tahun 2005 jumlah kematian bayi paling rendah sebanyak 16 kasus yang tercatat, tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan yang sangat tajam, kematian bayi menjadi 57 kasus dan pada tahun 2008 terjadi 95 kasus kematian bayi. Jumlah Kematian bayi setiap tahun diperoleh dari laporan kematian yang didapatkan baik dari masyarakat maupun pelayanan kesehatan. Pada tabel 2.16 dan tabel 2.17 berikut tertuang


(31)

data distribusi kematian bayi menurut penyebab kematian tahun 2008 dan data kematian bayi menurut penyebab di Kota Bogor Tahun 2004-2008

Tabel 2.16.

Distribusi Kematian Bayi menurut Penyebab Kematian Tahun 2008

N

o Penyebab Jumlah %

1 BBLR 26 27,37 2 Asfiksia 22 23,16 3 Tetanus 1 1,05 4 Ispa 4 4,21 5 Diare 2 2,11 6 Infeksi 6 6,32 7 Mslh Laktasi 1 1,05 8 Lain-lain 33 34,74

Total 95

Sumber : Kesga tahun 2008

Tabel 2.17.

Kematian Ibu menurut Penyebab Kematian 2004 - 2008

PENYEBAB

Tahun 20

04 200

5 2006 2007 2008 Eklamsia

Berat

1 2 5 2 2

Perdarahan 1 0 5 2 1 Ruptura Uteri 0 0 0 0 0 Sakit Jantung 0 0 2 0 0 Kelainan

Darah

0 0 0 0 0

Atonia Uteri 0 0 0 0 0 Partus lama 0 2 0 0 0


(32)

Infeksi 0 2 1 1 2 Dehidrasi 0 0 0 0 0 Emboli air

ketuban

0 0 1 0 0

Lain-Lain 0 4 0 2 3

JUMLAH 2 10 14 7 8

Sumber : Laporan Audit Maternal Puskesmas, tahun 2004 - 2008

Dari sepuluh penyakit utama yang ditemukan di Puskesmas, ISPA merupakan penyakit dengan persentasi tertinggi yaitu sebesar 41,99% dibandingkan penyakit lainnya. Jika dilihat menurut kelompok umur maka penyakit ini juga merupakan penyakit dengan persentase tertinggi di kota Bogor pada tahun 2008, sebagaimana tertuang pada tabel 2.18 berikut:

Tabel 2.18.

Sepuluh Penyakit Utama Yang dirawat Jalan di Puskesmas Untuk Golongan Umur 5 – 64 Tahun Di Kota Bogor 2008

N

o Nama Penyakit %

1 Hipertensi Primer (Esensial) 20,4 2 Penyakit infeksi saluran Pernafasan Atas Akut tidak spesifik 17,8

3 Myalgia 10,6

4 Tukak Lambung 9,1

5 Penyakit Gusi dan Periodontal 9,0

6 Sakit Kepala 1,0

7 Penyakit pulpa dan jaringan Periapikal 1,0 8 Gastroduodenitis tidak spesifik 6,4 9 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 6,2 1

0 Influenza 5,7

Jumlah 100,

0


(33)

Berdasarkan tabel 2.18 diatas menunjukan bahwa penyakit utama pada kelompok umur 5 – 64 tahun adalah Hipertensi (20,4%). Hal ini mungkin karena hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh faktor umur dan gaya hidup yang kurang sehat seperti makanan dan aktifitas olah raga.

Incident Rate DBD kota Bogor selama tahun 2008 yaitu sebesar 0,14. Artinya ada sebanyak 1.344 jiwa dari 955.788 penduduk Kota Bogor terjangkit DBD. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Barat (22.2 %) sebagaimana tersaji pada gambar 2.6. Hal ini mungkin berkaitan dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk dan masih rendahnya kesadaran penduduk tentang kebersihan lingkungan, sehingga pengendalian vektor belum dapat dilakukan dengan baik.

Pada tahun 2008 kasus DBD sebanyak 1344 jiwa yang meninggal sebanyak 9 orang hal ini menurun dibandingkan pada tahun 2007 sebanyak 10 orang dari 1807 kasus. Hal ini menunjukkan adanya upaya – upaya untuk mengurangi berjangkitnya demam berdarah di masyarakat seperti melakukan PSN dan selalu menjaga kebersihan lingkungan.

Gambar 2.6.

Distribusi Penderita Demam Berdarah Dengue menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008


(34)

Gambar 2.7.

Prevalensi Gizi Kurang dan Buruk pada Balita menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2004 - 2008


(35)

Sumber: Seksi Gizi ,Bid.Kesga, Dinas Kesehatan Kota Bogor 2008

Berdasarkan Gambar 2.7 di atas diketahui bahwa persentase balita gizi kurang selama empat tahun terakhir terus mengalami penurunan. Sedangkan persentase gizi buruk relatif stabil. Balita dengan status gizi buruk seringkali menderita penyakit lain yang dapat memperburuk status gizinya seperti penyakit TBC. Jika dibandingkan dengan prevalensi gizi buruk di Jawa Barat maka di kota Bogor pada tahun 2008 prevalensinya lebih tinggi yaitu sebesar 0,43%. (Profil kesehatan Jawa Barat Tahun 2006 prevalensi gizi buruk sebesar 1,08%).


(36)

Gambar 2.8.

Distribusi Status Gizi Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008

Sumber : Seksi gizi ,tahun 2008

Pada gambar 2.8 di atas terlihat bahwa masih banyaknya kasus gizi buruk di Kota Bogor, tertinggi di kecamatan Bogor Selatan sebanyak 0,54% diikuti kecamatan Bogor Tengah 0,50% dan yang paling sedikit di kecamatan Tanah sareal 0,12%. Kasus gizi kurang pada balita sebanyak 6,02%, terbanyak ditemukan di kecamatan Bogor Timur sebanyak 7,51% , kemudian di kecamatan Bogor Barat 6,77% dan yang paling sedikit ditemukan di kecamatan Tanah Sareal 4,43% Sedangkan jumlah balita gizi baik terbanyak di kecamatan Bogor timur sebanyak 77,52%, kemudian di kecamatan Bogor Barat 75,11% dan balita gizi baik paling sedikit di kecamatan Bogor Selatan sebanyak 54,79%.


(37)

Sarana dan prasarana sanitasi belum mampu menopang kesehatan masyarakat Kota Bogor secara keseluruhan. Jamban memiliki peranan cukup signifikan dalam kesehatan masyarakat. Rumah yang memiliki jamban keluarga hanya 74,13%. Ini berarti masih sangat banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai pengganti jamban. Rumah yang memiliki sarana air bersih adalah 91,43%. Upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat masih perlu mendapat perhatian pada dua hal tersebut.

Program promosi kesehatan lainnya yang dilaksanakan Pemerintah Kota Bogor adalah bekerjasama dengan LSM yakni Plan Indonesia melalui kegiatan FRESH (Focussing Resources on Effective School Heatlh) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas PHBS di sekolah melalui suatu pendekatan “Anak untuk Anak” atau Sekolah Ramah Anak.

Sejak tahun 2004 Pemerintah Kota Bogor menaruh perhatian khusus tentang bahaya merokok dalam upaya mewujudkan PHBS di masyarakat. Dalam implementasinya Pemerintah Kota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tanggal 21 Desember 2009.

Pemerintah Kota Bogor telah memberikan penghargaan penerapan KTR terbaik terhadap Mall Ekalokasari, SMAN 4, RS Salak, dan Harian Radar Bogor. Atas penerapan KTR di Kota Bogor, pada tahun 2006 Walikota Bogor mendapatkan penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala sebagai instansi pelopor pelaksana KTR di


(38)

Kota Bogor dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kota Bogor kini menjadi salah satu model penerapan KTR tingkat Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

Tantangan aspek kesehatan adalah :

a. Peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan pada masyarakat miskin

b. Peningkatan pencegahan terhadap penyakit menular dan tidak menular

c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta layanan kesehatan

d. Peningkatan kesehatan ibu dan anak

e. Peningkatan peran serta masyarakan dalam kesehatan f. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam ber-KB

g. Peningkatan keterjangkauan masyarakat dalam mendapatkan alat kontrasepsi

2.3.4. Keagamaan

Jumlah terbesar penganut agama di Kota Bogor adalah Agama Islam sebanyak 92.76 % yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 jumlah penduduk yang beragama Islam adalah 729,083 jiwa. Penganut Agama Katolik terbanyak berada pada Kecamatan Bogor Timur (6,782 jiwa), Protestan terbanyak berada di Kecamatan Bogor Tengah (5,137 jiwa), Hindu terbanyak berada di Kecamatan Bogor Utara (1,329 jiwa) sedangkan Budha terbanyak berada di Kecamatan Bogor Tengah (1,989 jiwa). Jumlah penduduk menurut agama di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 2.9.


(39)

Gambar 2.9.

Jumlah Penduduk berdasarkan Agama di Kota Bogor 2008

Sumber: Bogor Dalam Angka 2008

2.3.5. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dapat diindikasikan oleh banyaknya penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Pada tahun 2008, banyaknya PMKS berdasarkan pendataan adalah 26.957 orang tersebar di 6 kecamatan. PMKS terbanyak terdapat di Kecamatan Tanah Sareal yaitu sebanyak 7.278 orang atau 27%, sedangkan jumlah PMKS paling sedikit terdapat di Kecamatan Bogor Tengah yaitu


(40)

sebanyak 2.523 orang atau 9,36%. Di tingkat Kelurahan PMKS terbanyak terdapat di Kelurahan Sukasari (Kecamatan Bogor Timur) yaitu sebanyak 1.250 orang atau 4,64% dan Kelurahan Balumbang Jaya sebanyak 1.046 orang atau 3,88%, sedangkan jumlah PMKS terendah terdapat di Kelurahan Tegallega sebanyak 41 orang atau 0,15% sebagaimana tercantum pada tabel 2.19 dan gambar 2.10. Jenis PMKS terbanyak adalah keluarga fakir miskin (52,02%). Kemudian disusul oleh wanita rawan sosial ekonomi, dan lanjut usia terlantar. Ketiga jenis PMKS inilah yang akan menjadi sasaran intervensi program kesejahteraan sosial di Kota Bogor.

Tabel 2.19.

Jenis PMKS Tahun 2008

Kode Jenis PMKS Persenta

se F18 Keluarga fakir miskin 52.02

F7 Wanita rawan social ekonomi 14.85 F9 Lanjut usia terlantar 8.30 F19 Keluraga berumah tidak layak huni 4.75 F2 Anak terlantar 4.62 F11 Penyandang cacat 4.27 F22 Masyarakat tinggal di daerah rawan

bencana 3.12

F5 Anak jalanan 1.96 F6 Anak cacat 1.81 F12 Penyandang cacat bekas penderita 1.22 F1 Anak balita terlandar 0.70

F14 Pengemis 0.40

F16 Bekas narapidana 0.37 F20 Keluarga bermasalahan social psikologis 0.37 F23 Korban bencana alam 0.36 F17 Korban penyalahgunaan napza 0.35 F13 Tuna susila 0.34 F27 Keluarga rentan 0.31 F4 Anak nakal 0.24


(41)

Kode Jenis PMKS Persenta se F15 Gelandangan 0.11

F3 Anak yang menjadi korban tindak kekerasan 0.09 F8 Wanita korban tindak kekerasan

diperlakukan salah 0.06 F21 Komunitas adapt terpencil 0.05 F26 Penyandang HIV/AIDS 0.01 F25 Pekerja migrant 0.00 F24 Korban bencana social 0.00 F10 Lanjut usia korban tindak kekeraasn 0.00

Sumber : Disnakersos Kota Bogor

Gambar 2.10.

Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Kota Bogor Tahun 2008


(42)

1 9 0 1 ,2 4 6 2

3 64 5

2 8 4 8 8 4 ,0 0 4 1 7 2 ,2 3 8 -1 ,1 5 2 3 3 0 9

2 109

2

9 101

9 5 1 4 ,0 2 3 1 ,2 8 1 9 9 1 3 8 4 2 9 7

- - 2 84

-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 F 1 F 2 F 3 F 4 F 5 F 6 F 7 F 8 F 9 F 1 0 F 1 1 F 1 2 F 1 3 F 1 4 F 1 5 F 1 6 F 1 7 F 1 8 F 1 9 F 2 0 F 2 1 F 2 2 F 2 3 F 2 4 F 2 5 F 2 6 F 2 7

Sumber : Disnakersos Kota Bogor

Tantangan aspek kesejahteraan sosial meliputi :

a. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pekerja sosial dalam penanganan PMKS

b. Peningkatan ketersediaan sarana penanganan PMKS c. Peningkatan pengawasan PMKS

d. Peningkatan pembinaan organisasi/lembaga keagamaan

2.3.6. Ketenagakerjaan

TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) yang merupakan ukuran produktivitas penduduk pada Tahun 2008 mencapai 55,83 %. Angka ini memberi gambaran bahwa setiap orang menanggung lebih dari dua orang termasuk dirinya. Peningkatan TPAK hanya dapat dilakukan bila angka


(43)

pengangguran yang direpresentasikan sebagai pencari kerja dapat ditekan dengan menyediakan lapangan kerja baru. Pada tabel 2.20 berikut tertuang data perkiraan indikator utama ketenaga kerjaan Kota Bogor.

Tabel 2.20

Perkiraan Indikator Utama Ketenagakerjaan Kota Bogor Tahun 2006 - 2008

Indikator Utama Tahun

2006 2007 2008 1. Penduduk Usia Kerja (PUK)

619,4 43

635,1 69

651,2 93

2. Angkatan Kerja (AK)

345,7 50

354,6 00

363,6 22

a. Bekerja

333,1 87

341,6 95

350,3 79

b. Mencari Pekerjaan

12,56 3

12,90 5

13,24 3

3. Bukan Angkatan Kerja (BAK)

273,6 93

280,5 69

287,6 71 4. Tingkat Pengangguran (%) 3.63 3.64 3.64 5. Tingkat Partisaipasi Angkatan Kerja (TPAK) (%) 55.82 55.83 55.83

Sumber : Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor

Sebagian besar (sekitar 80,00 %) pencari kerja di antaranya berpendidikan SMA ke bawah seperti yang tertuang pada tabel 2.21. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang perlu disediakan haruslah yang sesuai dengan tingkat pendidikan mereka dan tidak menuntut keterampilan tinggi.


(44)

Tabel 2.21

Perkiraan Angkatan Kerja menurut Tingkat Pendidikan Kota Bogor Tahun 2006 – 2008

Tingkat Pendidikan Tahun

2006 2007 2008 1. Tdk/Blm Tamat Sekolah

27,66 0 27,48 2 27,27 2

2. Sekolah Dasar (SD)

104,0 71 106,3 80 108,1 78 3. SLTP 57,74 0 59,57 3 61,45 2 4. SLTA 109,9 49 113,1 17 116,3 59 5. Diploma/Akademi 19,70 8 20,56 7 21,81 7 6. Universitas 26,62 3 27,48 2 28,54 4 Jumlah 345,7 51 354,6 01 363,6 22

Sumber : Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor

Berdasarkan data Tahun 2007, lapangan usaha yang terbanyak menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa, perdagangan. Kedua sektor lapangan usaha ini menyerap sekitar 56,97 % tenaga kerja. Industri pengolahan merupakan lapangan usaha yang menempati urutan ke-3 dalam penyerapan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Namun, dengan visi menjadikan Kota Bogor sebagai kota jasa dan arah kebijakan yang menyertainya, daya serap tenaga kerja bagi sektor ini dapat dan perlu dikembangkan dalam mendukung jasa dan pariwisata.


(45)

2.22 Lapangan Kerja Kota Bogor Tahun 2006 - 2008

Tingkat Pendidikan Tahun

2006 2007 2008

Pertanian 11,095 11,344 11,598 Industri Pengolahan 43,914 46,163 47,792 Perdagangan, Hotel dan restoran 60,207 63,145 66,572 Jasa - jasa 124,545 128,477 133,074 Lain - lain 93,426 92,565 91,344 Jumlah 333,187 341,694 350,380 Sumber : Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor

Tantangan aspek ketenagakerjaan adalah : a. Peningkatan pelayanan ketenagakerjaan terpadu b. Peningkatan sistem informasi ketenagakerjaan

c. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelaksana ketenagakerjaan dan pelatihan

d. Peningkatan link and match dengan penyedia pasar kerja dan perusahaan

e. Peningkatan pengawasan penerapan K3 di lingkungan industri

f. Peningkatan hubungan industrial

2.3.7. Kemiskinan

Kemiskinan masih menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Bogor. Kriteria penetapan keluarga miskin yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

a. Aspek Fisik :

1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2/ orang.

2) Lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah /bambu /kayu murahan.


(46)

3) Dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4) Tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak berasal dari listrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindungi /sungai/ air hujan.

b. Aspek Pendidikan :

Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya sampai Sekolah Dasar (SD) /tidak tamat SD /tidak sekolah.

c. Aspek Ekonomi :

1) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

2) Tidak pernah atau hanya sekali dalam seminggu mengkonsumsi daging/susu/ayam.

3) Tidak pernah atau hanya sekali dalam setahun membeli pakaian baru untuk setiap anggota rumah tangga

4) Sekali atau dua kali dalam sehari makan untuk setiap anggota rumah tangga.

5) Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 Ha per buruh/ tani /nelayan/ buruh bangunan /buruh perkebunan


(47)

/pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000/bulan.

6) Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal sebesar Rp. 500.000 (seperti sepeda motor, emas, ternak, atau pun barang modal lainnya).

7) Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas/poliklinik.

Apabila memenuhi 9 dari 14 kriteria tersebut maka dikategorikan sebagai keluarga miskin. Berikut jumlah KK Miskin. Adapun jumlah KK miskin dalam kurun waktu tahun 2006 - 2007 terjadi peningkatan sebanyak 3.854 KK atau setara 11% sebagaimana tercantum pada tabel 2.23.

Tabel 2.23

Jumlah KK Miskin di Kota Bogor

Tah un

Jumlah KK Miskin

% KK Miskin 199

9 32.101 20,33 200

0 31.657 19,50

200

1 28.703 17,57 200

2 20.956 12,37

200


(48)

Tah un

Jumlah KK Miskin

% KK Miskin 200

4 21.914 11,77 200

5 39.162 21,03

200

6 41.398 21,30 200

7 43.749 20.30

200

8 42.328 21,35

Sumber : Bogor Dalam Angka Tahun 2008

Adapun penyebab terjadinya kemiskinan di Kota Bogor antara lain :

a. Tidak memiliki atau kurang modal untuk berusaha dan/atau mengembangkan usaha. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap modal karena kurangnya informasi dan tidak memenuhi ketentuan untuk meminjam modal. Keterbatasan akibat akses informasi disebabkan kurangnya sosialisasi yang ditunjukkan langsung kepada masyarakat miskin. Kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin membatasi akses modal. Penyaluran dana kepada masyarakat miskin masih dianggap memiliki resiko tinggi dalam pengembalian.

b. Tidak adanya dan kurangnya kesempatan kerja dan berusaha. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan dan keterbatasan lapangan usaha serta pertumbuhan investasi yang relatif stagnan. Berbagai kebijakan yang mengarah pada upaya Kota Bogor sebagai kota


(49)

perdagangan dan jasa ditandai dengan dibangunnya berbagai Pusat Perbelanjaan yang diharapkan memberikan efek berganda kepada perkembangan usaha mikro dan sektor informal. Namun hal tersebut belum optimal karena mutu sumberdaya masyarakat miskin yang ada relatif rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

c. Banyaknya tanggungan keluarga. Hal ini berdampak pada besarnya pengeluaran sehingga tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. Pendapatan yang diperoleh hanya cukup bahkan kurang dalam memenuhi kebutuhan pokok. Banyaknya tanggungan tersebut disebabkan oleh (1) ketidaksepahaman tentang pola keluarga kecil, (2) pemahaman “banyak anak banyak rejeki”, (3) ketidakmampuan pengadaan alat kontrasepsi, (4) anak dianggap sebagai faktor produksi sehingga orang tua cenderung memanfaatkan anak untuk bekerja dengan pendapatan rendah, sedangkan orang tuanya tidak bekerja dan tinggal di rumah.

d. Rendahnya kreativitas, inovasi, dan etos kerja. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sumberdaya karena rendahnya pendidikan dan motivasi untuk memperbaiki dan mengubah kondisi kehidupan, sehingga terkesan pasrah atas kondisi yang ada.

e. Kurang memiliki keterampilan dan atau kemampuan untuk berusaha. Hal ini juga disebabkan oleh tidak diperolehnya informasi dan akses untuk memperoleh keterampilan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah daerah maupun organisasi non pemerintah sebagai akibat kurangnya sosialisasi yang transparan.


(50)

f. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan baik karena krisis ekonomi, kehilangan pekerjaan, (PHK), bencana alam, dan musibah. Kerentanan tersebut sebagai dampak dari kondisi yang dihadapi, yaitu pendapatan rendah sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi goncangan yang terjadi.

g. Kecilnya alokasi anggaran terhadap program/kegiatan untuk masyarakat miskin karena terbatasnya anggaran belanja daerah dan kurang fleksibelnya alokasi anggaran terhadap pagu anggaran SKPD.

h. Tingkat pendidikan rendah sehingga SDM yang dibutuhkan oleh dunia usaha tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat miskin untuk memperoleh kesempatan kerja. i. Budaya malas, ingin hidup enak tanpa jerih payah (etos

kerja rendah), hal ini terkait dengan asumsi kemiskinan sebagai suatu nasib dan juga gengsi. Ada fenomena yang kurang bagus di Kota Bogor yakni adanya semboyan biar tekor asal ke sohor.

j. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya alam.

k. Adanya kegiatan yang berbau kemalasan namun insentif tinggi di masyarakat Kota Bogor seperti Pengemis,

Ngamen, Calo (pemalak sopir angkot) dan sebagainya. Sektor ini menjadi pesaing untuk pekerjaan bagi kaum miskin yang ingin bekerja secara benar.

l. Kota Bogor sebagai kota perdagangan dan jasa yang terus berkembang mengakibatkan banyaknya pendatang dari luar kota yang memanfaatkan kesempatan usaha yang ada.


(51)

m. Kebijakan pemerintah dalam bidang pengelolaan lingkungan belum memadai.

n. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, disebabkan kekurang pahaman masyarakat terhadap manfaat lingkungan dan kualitas kehidupan yang dapat menunjang ekonomi dan kesehatan masyarakat. Selain itu, budaya hidup tidak sehat seperti buang hajat di kali/kebun, buang sampah sembarangan, kurangnya pemeliharaan prasarana dan sarana yang ada dan lain-lain merupakan faktor penyebab lingkungan yang kurang sehat.

2.4. KONDISI SARANA, PRASARANA DAN PENATAAN RUANG

2.4.1. Prasarana Kota

a. Transportasi

Pergerakan transportasi lokal di Kota Bogor ditopang oleh jaringan jalan kota sepanjang 783,412 km, dengan kondisi baik sekali 255,046 km, kondisi baik 428,222 km, kondisi sedang 79,976 km dan kondisi buruk 20.168 km, sebagaimana tertuang dalam gambar 2.11. Jaringan jalan ini ditunjang oleh jalan lingkungan sepanjang 749,213 km dan jalan nasional sepanjang 34,199 km. Jaringan ini dilengkapi dengan 3 terminal angkutan umum, yaitu : terminal Baranangsiang (Tipe A), terminal Bubulak dan terminal Merdeka (Tipe C).


(52)

Moda angkutan yang melayani pergerakan penduduk terdiri atas kendaraan pribadi, angkutan perkotaan, angkutan kota dan angkutan kereta api. Untuk non kendaraan pribadi, pada tahun 2008 angkutan perkotaan (AKDP) terdiri atas 10 trayek dengan 4.827 kendaraan, angkutan Kota (Angkot) terdiri atas 23 trayek, dengan 3.414 kendaraan (Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Tahun 2008).

Lalu-lintas penumpang kereta api Stasiun Bogor jumlah tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan jumlah penumpang sekitar 11,874.281 orang dengan rata-rata jarak/penumpang sebanyak 47,9 orang. Kapasitas stasiun yang ada (Stasiun Bogor) yang saat ini menjadi satu-satunya stasiun yang menjadi titik awal dan akhir penumpang dari seluruh penjuru Kota Bogor sudah tidak memadai.

Kinerja jalan sudah semakin tidak memadai. Pada tahun 2006, kecepatan rata-rata kendaraan hanya 20,70 km per jam, yang ditunjang dengan tingkat pelayanan jalan (V/C Ratio) rata-ratanya cukup tinggi, yaitu 0,75, bahkan di beberapa ruas jalan mempunyai VC Ratio di atas 0,9 yaitu 0,92 sampai 0,95. B, sebagaimana tersaji dalam tabel 2.24 dan tabel 2.25.

Tabel 2.24. Kinerja Jaringan Jalan di Kota Bogor Tahun


(53)

No Indikator Nilai Keterangan 1 Total Panjang Perjalanan (km) 6.571.584

2 Total Waktu Perjalanan (jam) 317.538 3 Kecepatan Rata-Rata (Km/Jam) 20,70

4 V/C Ratio Rata-Rata 0,75 LOS = D

Sumber : RUJTJK Kota Bogor, Tahun 2006.

Tabel 2.25. Ruas Jalan Kota Bogor yang Perlu Mendapatkan

Penanganan Tahun 2006

A Node B Node Nama Ruas Jalan VC Ratio DN 2006 166 172 Pajajaran 0,94 175 196 Surya Kencana 0,95 179 201 Lawang Saketeng 0,92 218 234 Kapten Muslihat 0,94 259 260 RE Abdullah 0,95 287 289 P. Ashogiri 0,93

Sumber : RUJTJK Kota Bogor, Tahun 2006.

Gambar 2.11.


(54)

(55)

Kota Bogor mempunyai kaitan pergerakan dengan kabupaten dan daerah sekitarnya, sehingga dihadapkan pada masalah transportasi di wilayah perbatasan antara lain :

1) Masih banyaknya trayek angkutan kota AKDP yang memasuki pusat kota, yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.

2) Pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan yang terletak/sejajar dengan garis batas dan/atau sebagai penghubung kota dan kabupaten (khusus jembatan).

3) ROW/lebar jalan yang tidak sama diperbatasan menyebabkan/berpotensi menyebabkan kemacetan.

4) Terminal - terminal perbatasan seperti terminal Ciawi dan terminal Laladon dan kebutuhan terminal lainnya, sebagai titik akhir dan awal angkutan kota. Terminal Bubulak merupakan salah satu realisasi program Kota Bogor untuk menempatkan simpul-simpul pergantian antarmoda di wilayah perbatasan agar mengurangi beban lalu lintas di dalam. Namun pada perkembangannya, Kabupaten Bogor membangun Terminal Laladon yang berdekatan (kurang lebih 1,5 km) dengan Terminal Bubulak yang mengakibatkan tumpang - tindihnya fungsi terminal. Akibatnya pengaturan lintasan trayek - trayek baik Kota maupun Kabupaten tidak harmonis, sebagai contoh dalam satu trayek


(56)

terdapat pembagian antara yang memasuki terminal Bubulak dan terminal Laladon.

5) Sinkronisasi pembangunan, pemeliharaan, drainase, lebar jalan/ROW, street furniture, sarana prasarana, dan garis sempadan.

6) Kurangnya jalur alternatif antar wilayah yang melintasi Kota Bogor menyebabkan kemacetan dan menurunnya kualitas jaringan jalan. Saat ini jumlah kendaraan yang melintas semakin tinggi, dengan demikian dibutuhkan jalur alternatif atau jalur lingkar Bogor Selatan-Barat (inner ring road) agar seminimal mungkin jalur regional melintas wilayah Kota Bogor. Selain itu inner ring road itu untuk mengurangi beban lalu lintas.

Tantangan aspek transportasi adalah :

1) Peningkatan perencanaan sistem transportasi Kota Bogor

2) Peningkatan kualitas rekayasa lalulintas

3) Peningkatan kualitas dan kuantitas rambu lalulintas

4) Peningkatan pelayanan terminal Baranangsiang 5) Perintisan terminal perbatasan

6) Pengendalian angkutan kota dan pengembangan angkutan massal

7) Peningkatan kualitas pengelolaan parkir 8) Peningkatan pengujian kendaraan


(57)

b. Air Bersih

Kota Bogor merupakan wilayah dengan kandungan air yang cukup karena memiliki curah hujan tinggi yang didukung oleh jenis tanah dan kondisi morfologi kawasan yang dapat menyimpan cadangan air yang banyak. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sebagian besar masyarakat memanfaatkan air tanah dan air permukaan. Cara pengambilan air tanah dilakukan melalui sumur gali, pompa tangan dan pompa artesis. Pengambilan air permukaan dilakukan dengan memanfaatkan mata air, sungai dan situ. Pelayanan air bersih di Kota Bogor baru mencapai 47,99 % dari seluruh penduduk kota, sisanya memanfaatkan air dari sumur gali 21,22 %, sumur pompa 17,93 %, PAH (751 KK), air perpipaan (2.638 KK), air sungai 0,33 %, dan lain-lain (9.831 KK), sebagaimana tersaji pada tabel 2.26 berikut:

Tabel 2.26.

Persentse Rumah Tangga menurut

Kecamatan dan Sumber Air Minum Tahun 2008 K e c a m a ta n A ir k e m a s a n b e r m e rk A ir i s i u la n g L e d in g m e te r a n L e d in g e c e r a n S u m u r b o r /p o m p a S u m u r t e r li n d u n g S u m u r t a k t e r li n d u n g M a ta a ir t e r li n d u n g M a ta a ir t a k te r li n d u n g A ir s u n g a i Ju m la h Bogor Selatan 6,25 1,7 9 41, 96 2,6 8 16,0 7 12, 50 1,7 9 12, 50 4,4 6 0,0 0 100, 00 Bogor Timur 3,13 3,1 3 23, 44 0,0 0 34,3 8 28, 13 0,0 0 3,1 3 4,6 9 0,0 0 100, 00


(58)

Bogor Utara 10,7 1 7,1 4 35, 71 0,0 0 28,5 7 14, 29 1,7 9 0,8 9 0,0 0 0,8 9 100, 00 Bogor Tengah 1,56 6,2 5 68, 75 0,0 0 10,9 4 6,2 5 0,0 0 6,2 5 0,0 0 0,0 0 100, 00 Bogor Barat 0,00 0,6 9 27, 08 0,6

9 4,17

34, 72 0,0 0 29, 17 2,7 8 0,6 9 100, 00 Tanah Sareal 9,82 8,0 4 31, 25 2,6 8 21,4 3 24, 11 2,6 8 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100, 00 Kota Bogor 5,4 3 4, 28 36, 18 1, 15 17, 93 21, 22 1,1 5 10, 36 1,9 7 0, 33 100, 00

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah Kota Bogor Tahun 2009

Data teknis kapasitas air baku yang dimanfaatkan oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dapat dilihat dalam Tabel 2.27 berikut ini.

Tabel 2.27.

Sumber Air Baku untuk Sistem Perpipaan Kota Bogor N o Sumber Kapasitas terpasang produksi (L/dt) Debit Minimum (L/dt) Tahun 2009 Estimasi s/d

2029 1 Mata air Tangkil 142 120 2 Mata air Bantar

kambing 163 143

3 Mata Air kota batu 65 53 4 Cisadane (IPA

Cipaku) 300 600

5 Cisadane (IPA


(59)

6 Palasari 50 90 7 Ciliwung (IPA

Katulampa) - 600

8 Cisadane (IPA

Bubulak) - 600

Total 1,720 4,606

Sumber : Data PDAM Tirta Pakuan Tahun 2009

Dari segi jangkauan pelayanan, tingkat pelayanan Air minum oleh PDAM Tirta Pakuan melalui sambungan langsung (SR) pada tahun 2008 sebesar 98,72% mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2007 yang hanya sebesar 98,66 % sebagaimana tertuang pada tabel 2.28 berikut.

Tantangan aspek air bersih adalah :

1) Peningkatan kualitas dan jangkauan air minum non PDAM

2) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber air baku PDAM

3) Peningkatan jangkauan layanan air minum PDAM 4) Peningkatan sumber pendanaan non APBD Kota

Bogor

5) Peningkatan kerjasama dengan Kabupaten Bogor tentang konservasi sumberdaya air yang berlokasi di Kabupaten Bogor yang menjadi sumber air baku PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor

Tabel 2.28. Rekapitulasi Kebutuhan Air Minum Kota Bogor

N

O DESKRIPSI

SATU AN

EKSISTING 2007 2008 A Jumlah Penduduk Kota Bogor Jiwa 905,1 931,01


(60)

Tabel 2.28. Rekapitulasi Kebutuhan Air Minum Kota Bogor N O DESKRIPSI SATU AN EKSISTING 32 6 1. Jumlah Penduduk Daerah Pelayanan % 100 100

Jiwa 905,1 32 931,01 6 KK 181,0 26 186,20 3 B Target Pelayanan Air Minum

1. Jumlah Penduduk yang Menjadi Target

Pelayanan PDAM %

46.91 % 47.99 % Jiwa 424,6 34 446,77 4

Jumlah Pelanggan SR

74,98

8 79,585 Raihan Pelanggan SR 2,065 4,597 2. Tingkat Pelayanan Air Minum Oleh

a. Melalui Sambungan Langsung (SR) %

98.66 %

98.72 % (Standar konsumsi air 25 m3/bulan=166

Loh) jiwa 418,9 34 441,07 4 L/dt 804.8 95 847.43 4 b. Melalui Sambungan Hidran Umum (HU) % 1.34% 1.28% (Standar Konsumsi 30/l/o/h) Jiwa 5,700 5,700 L/dt 2 2 C KEBUTUHAN AIR MINUM

1. Kebutuhan Air Domestik L/dt 807 849 2. Kebutuhan Air Non Domestik (Asumsi

25%QD) L/dt 202 212

3. Kebutuhan Air Total L/dt 1009 1062 4. Tingkat Kebocoran %

L/dt 5. Kebutuhan Air Rata-Rata L/dt L/hari

D PELAYANAN AIR MINUM NON PDAM %

12.95 %

Sumber : PDAM Kota Bogor Tahun 2009

Tabel 2.29. Data Target Layanan PDAM Tirta Pakuan Kota

Bogor Periode 2010 sd 2014


(61)

Total Jumlah Penduduk 985,3 52 1,013, 866 1,043, 318 1,073, 742 1,105, 172 Pertumbuhan Penduduk 2.80

% 2.81% 2.82% 2.83% 2.84% Jumlah Orang/SR 5 5 5 5 5 Tambahan SR/tahun 9,000 9,000 12,000 12,500 12,500

Total SR/tahun 95,58 7 104,58 7 116,58 7 129,08 7 141,58 7 Jumlah Penduduk Terlayani/tahun 522,7 11 565,69 0 622,99 5 682,68 8 742,38 1 Cakupan Pelayanan 53.05 % 55.80 % 59.71 % 63.58 % 67.17 %

Sumber : PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2009

c. Air Limbah

Kondisi penanganan air limbah pada saat ini di Kota Bogor adalah sebagai berikut:

1) Air dari dapur, mandi, dan cuci:

a) On-site Disposal System, seperti dibuang langsung ke pekarangan rumah, tanpa menggunakan saluran.

b) Imperfect Sewerage System, yaitu dengan menggunakan saluran (sewerage system). 2) Sistem Terpusat (on-site).

a) Kotoran manusia:

b) On-site Disposal System, yang meliputi penggunaan cubluk dan septic tank.

3) Sistem Terpusat (off-site).

Dengan jumlah 37,741 septic tank yang dimiliki rumah di Kota Bogor pada Tahun 2008, jumlah terbanyak berada di Kecamatan Bogor Barat dengan hanya 15,580 unit septic tank dari 37,037 unit rumah


(62)

yang berarti hanya 36,52 % saja. Namun, Kecamatan Bogor Tengah lebih menghawatirkan karena hanya 3,92 % saja yang memiliki septic tank di rumahnya dengan jumlah 561 unit septic tank dari sekitar 17,546 unit rumah.(sumber : Profil Kesehatan tahun 2008)

Kota Bogor hanya memiliki satu buah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang terletak di Kelurahan Tegalgundil, melayani sistem terpusat untuk kelurahan Bantarjati Kecamatan Bogor Utara.

Pada saat ini, di sebagian besar wilayah Kota Bogor, saluran air kotor masih bercampur dengan saluran drainase (sistem campuran) dalam bentuk saluran terbuka. Saluran tertutup untuk limbah domestik maupun non-domestik masih sangat terbatas. Sistem pembuangan, baik setempat maupun terpusat, masih menghadapi permasalahan teknis dan nonteknis dalam operasi pengelolaannya, karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sarana yang ada.

Tabel 2.30. Persentase Rumah Tangga menurut

Kecamatan dan Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun 2008

Kecamatan

Fasilitas Tempat Buang Air

Besar Juml

ah Sen

diri

Bersa ma

Umu m

Tidak ada


(63)

6

Bogor Timur

85,9

4 4,69 0,00 9,38 100

Bogor Utara

91,9

6 5,36 0,00 2,68 100

Bogor Tengah 73,4

4 18,75 4,69 3,13 100

Bogor Barat

75,6

9 11,81 12,5

0 0,00 100

Tanah Sareal

89,2

9 3,57 0,89 6,25 100

Kota Bogor

82,7

3 8,39 4,61 4,28

100,0 0

Sumber : Bogor dalam Angka tahun 2008

Tabel 2.31. Persentase Rumah Tangga menurut

Kecamatan dan Jenis Kloset Tahun 2008

Kecamata n

Jenis Kloset

Juml ah Leher

angsa

Plengse ngan

Cemplung/cu bluk

Tidak pakai Bogor

Selatan 84,62 8,65 0,00 6,73 100 Bogor

Timur 96,55 3,45 0,00 0,00 100 Bogor Utara 100,00 0,00 0,00 0,00 100 Bogor

Tengah 95,16 4,84 0,00 0,00 100 Bogor Barat 87,50 0,00 5,56 6,94 100 Tanah

Sareal 94,29 1,90 3,81 0,00 100

Kota Bogor 92,27 2,75 2,06 2,92

100,0 0

Sumber : Bogor dalam Angka tahun 2008

Tantangan aspek air limbah adalah :

1) Pengembangan pengelolaan air limbah yang terintegrasi dengan sistem off site


(64)

d. Jaringan Listrik

Pelayanan dan pengelolaan energi listrik ditangani oleh PT. PLN (Persero) Cabang Bogor dengan jangkauan pelayanan hampir seluruhnya telah terlayani. Jumlah pelanggan listrik tercatat paling banyak mencapai jumlah 170.480 pelanggan pada Tahun 2008, dengan jumlah pelanggan terbanyak berasal dari Kecamatan Bogor Barat yaitu sebanyak 35.833 pelanggan.

Tabel 2.32. Jumlah Pelanggan Listrik dan Daya

Tersambung menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008

N

o Kecamatan

Jumlah Langganan

Daya Tersambung 1 Bogor Selatan 34,580 32,387,551 2 Bogor Timur 16,932 23,743,271 3 Bogor Utara 29,403 25,612,646 4 Bogor Tengah 23,004 50,527,466 5 Bogor Barat 35,833 28,448,908 6 Tanah Sareal 30,728 22,811,799 170,480 183,531,641

Sumber : Kota Bogor Dalam Angka, Tahun 2008

Jumlah gardu listrik terbanyak tersebar di Kecamatan Bogor Barat sebanyak 111 unit gardu pada Tahun 2008 diikuti dengan 92 gardu di Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Bogor Selatan, serta 92 unit gardu di Kecamatan Bogor Tengah dan 88 unit gardu di Kecamatan Tanah Sareal. Jumlah terkecil berada di kawasan Kecamatan Bogor Timur hanya dengan 64 unit gardu listrik .


(65)

e. Telekomunikasi

Media telekomunikasi yang umumnya digunakan di Kota Bogor adalah telepon, telex, dan faksimili, dimana segala pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana telekomunikasi tersebut baik dari segi kualitas maupun jumlah sambungannya, harus disediakan oleh PT Telkom yang merupakan salah satu badan usaha milik negara yang bergerak dalam pelayanan jasa telekomunikasi. Pada tabel 2.33 tersaji data persentase jumlah rumah tangga yang memiliki telepon rumah menurut kecamatan tahun 2008.

Tabel 2.33.

Persentse Jumlah Rumah Tangga yang

Memiliki Telepon Rumah menurut Kecamatan Tahun 2008

Kecamatan Apakah RT ini ada telepon rumah

Ya (%) Tidak (%)

010 Bogor Selatan 23,21 76,79 020 Bogor Timur 17,19 82,81 030 Bogor Utara 41,07 58,93 040 Bogor Tengah 31,25 68,75 050 Bogor Barat 29,17 70,83 060 Tanah Sareal 41,07 58,93 Kota Bogor 31,41 68,59

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah Kota Bogor Tahun 2009

Kota Bogor saat ini memiliki infrastruktur telekomunikasi yang menggunakan kabel maupun


(66)

nirkabel. Salah satu telekomunikasi yang berkembang sangat pesat adalah layanan telekomunikasi seluler, baik yang berbasis GSM maupun CDMA. Infrastruktur pendukung telekomunikasi seluler ini adalah menara. Dari hasil survai menara eksisting yang ada di Kota Bogor, teridentifikasi ada sembilan (9) operator dan masing – masing memiliki infrastruktur telekomunikasi berupa BTS (Base Transceiver Station), baik dalam bentuk site green field (GF) maupun roof top (RT) sebagaimana tertuang pada tabel 2.34 dan tabel 2.35 berikut.

Tabel 2.34. Jumlah Sebaram Tower berdasarkan Tipe Site

Tahun 2008

No Tipe Site Total

1 Tower Green Field 144 2 Tower/Pole Roof Top 108

Total 252

Sumber : Master Plan Tower Telekomunikasi Tahun 2009

Tabel 2.35. Jumlah Sebaran Tower Green Field Tahun 2008

berdasarkan Tower Owner

No Tower Owner Total

1 INDONESIAN TOWER 5

2 INDOSAT 38

3 KOMET 1

4 LINTAS SARANA KOMUNIKASI 1

5 NTS 1


(1)

luas total 543.330 m². TPU terbanyak terdapat di Kecamatan Bogor Selatan (Tabel 2.45).

Tantangan pemakaman umum adalah :

1) Peningkatan kualitas areal pemakaman di TPU Kayumanis dan Mulyaharja

2) Peningkatan kualitas pendataan dalam pengelolaan pemakaman

Tabel 2.45.

Luas dan Banyaknya Makam menurut Lokasi di Kota Bogor Tahun 2008

Sumber : Bogor Dalam Angka 2008

N o Kecamata n Kelurahan Nama TPU Peruntuk kan Luas (m²) Jumla h Maka m 1 Bogor Selatan

1. Cipaku TPU Cipaku TPU Kristen/Kat olik 21.8 1.416 2. Genteng TPU Gn. Gadung Lama TPU Hindu/Bud ha 360 2.893 3. Empang TPU

Dreded TPU Muslim 64.81 5 5.277 2 Tanah Sareal 1. Kebon Pedes TPU Blender TPU Muslim 66.71 5 5.557 2. Kayu

Manis * * 30 *

3 Bogor


(2)

*Belum Ada Data

h. Fasilitas Penunjang BBM

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Bogor terdapat di semua kecamatan yang berjumlah 24 unit. SPBU terbanyak terdapat di kecamatan Bogor Utara sebanyak 6 unit menyusul kecamatan Tanah Sareal 5 unit SPBU dan kecamatan Bogor Barat sebanyak 6 unit. Sedangkan kecamatan yang memiliki SPBU paling sedikit adalah kecamatan Bogor Tengah sebanyak 1 unit dan kecamatan Bogor Selatan yang masing-masing memiliki sebanyak 2 unit dan kecamatan Bogor Timur 4 unit.

i. Fasilitas Parkir

Fasilitas parkir Kota Bogor yang berada di tepi jalan berjumlah 105 lokasi yang berada di 56 ruas jalan. Sedangkan lokasi parkir yang berada di jalan yang rawan macet berjumlah 9 titik di 6 ruas jalan. Lokasi Parkir khusus di Kota Bogor berada di 6 ruas jalan dengan 7 titik lokasi parkir. Waktu pelayanan Parkir Kota Bogor rata-rata hari Senin – Minggu dan mulai jam 7 pagi sampai jam 16.00 sore.

j. Kawasan Kumuh

Di Kota Bogor, berdasarkan pendataan tahun 2008, terdapat 33 lokasi permukiman kumuh atau seluas 78,45 Ha. Kumuh terbanyak berada di Kecamatan Bogor Utara seluas 39,74 Ha, sedangkan yang sedikit


(3)

memiliki kawasan kumuh adalah Kecamatan Bogor Selatan seluas 13,84 Ha.

Tantangan perumahan dan permukiman adalah : 1) Peningkatan penyediaan rumah yang layak huni

bagi masyarakat berpenghasilan rendah

2) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman padat dan kumuh

3) Peningkatan kemampuan teknis dan administrasi pelaksanaan pembangunan

4) Mengembalikan fungsi bantaran sungai

5) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana permukiman

6) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana dan prasarana permukiman

2.5. KONDISI PEMERINTAHAN UMUM

2.5.1. Organisasi Perangkat Daerah

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, struktur organisasi perangkat daerah di Kota Bogor terdiri dari :

a. Sekretariat Daerah

b. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah c. Inspektorat

d. Dinas-dinas, terdiri dari :

1) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga 2) Dinas Kesehatan

3) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 5) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata


(4)

6) Dinas Bina Marga dan Pengairan 7) Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

8) Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi 9) Dinas Pertanian

10) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

11) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

e. Badan – badan, terdiri dari :

1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2) Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan 3) Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

4) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana

f. Kantor-kantor, terdiri dari :

1) Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah

2) Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat 3) Kantor Lingkungan Hidup

4) Kantor Ketahanan Pangan g. Satuan Polisi Pamong Praja h. Kecamatan :

1) Kecamatan Bogor Utara 2) Kecamatan Bogor Selatan 3) Kecamatan Bogor Timur 4) Kecamatan Bogor Barat 5) Kecamatan Bogor Tengah 6) Kecamatan Tanah Sareal. i. Kelurahan (68 kelurahan)


(5)

Potensi organisasi kemasyarakatan sebagai mitra kerja Pemkot Bogor dalam melaksanakan berbagai programnya yaitu berbentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT). Selain itu, khusus dalam upaya mensejahterakan masyarakat dilakukan dalam bentuk Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM).

Adapun lembaga kemasyarakatan tersebut: LPM berjumlah 68 (setiap kelurahan), RW berjumlah 750 buah, RT berjumlah 3349 buah, dan BKM berjumlah 68 buah. Untuk ormas di Kota Bogor berjumlah 153 organisasi, LSM berjumlah 42 organisasi, yayasan berjumlah 44 organisasi dan organisasi keagamaan berjumlah 25 organisasi. Sedangkan organisasi profesi di Kota Bogor di bidang pendidikan sebanyak 23 organisasi, bidang kesehatan sebanyak 7 organisasi, bidang komunikasi sebanyak 4 organisasi dan bidang usaha sebanyak 15 organisasi.

2.5.3. Kerjasama

Dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan kemudahan menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah kota Bogor melakukan kerja sama dengan berbagai pihak baik lokal, antar daerah, maupun pihak luar negeri. Bentuk kerja sama itu dilakukan dengan pihak perseorangan, lembaga swasta, lembaga perguruan tinggi. Kerja sama yang telah dilakukan sampai dengan tahun 2007 berjumlah 52 buah.

Kerjasama luar negeri yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bogor tersebut meliputi Kerjasama Sister


(6)

City antara Kota Bogor dengan Saint Louis County, Missouri, Amerika Serikat dilakukan berdasarkan MoU between The Government of the City of Bogor, The Province of West Java, The Republic of Indonesia and St. Louis County, Missouri, United State of America Concerning Sister City pada tanggal 12 September 2005 di Saint Louis. Bidang yang dikerjasamakan, yaitu:

a. Bidang pendidikan, telah terjalin kerjasama sister school antara University of Missouri-Saint Louis (UMSL) dengan SMA Regina Pacis dan SMA Negeri 1 Bogor. UMSL memberikan keringanan biaya bagi pelajar SMA Regina Pacis dan SMA Negeri 1 yang kuliah di UMSL sebesar 70%.

b. Bidang riset, telah terjadi komunikasi yang intens antara Kebun Raya Bogor dengan Missouri Botanical Garden dalam pertukaran benih, pertukaran buletin, dan pengiriman peneliti ke Missouri.

Yang diharapkan dari kerjasama sister city ini adalah adanya bentuk kemitraan komunitas, baik di bidang pendidikan, ekonomi/bisnis, sosial, pariwisata seni budaya, dan bidang lainnya.