Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008084 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada sembilan partisipan selama kurang lebih satu bulan, dalam menjelaskan gambaran persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga. Penyajian data hasil penelitian akan peneliti bagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisikan data demografi partisipan yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, tempat tinggal, pendidikan terakhir, dan lama bekerja.

Pada bagian kedua peneliti akan memaparkan hasil penelitian berupa hasil analisa tema yang mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam semi terstruktur dan catatan lapangan yang peneliti susun berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga.

Pada bagian ketiga peneliti akan mengulas hasil analisis data dalam konteks yang lebih luas. Hasil penelitian yang telah diperoleh akan peneliti bandingkan dengan teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya, yang memiliki keterkaitan dengan


(2)

penelitian ini. Peneliti juga membahas keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian yang terkait dengan persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga.

4.1. Karakteristik partisipan

Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah perawat ruang rawat inap Kepodang dan ruang rawat inap Dahlia Bawah Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 9 perawat, 4 perawat dari ruang rawat inap Kepodang dan 5 perawat dari ruang rawat inap Dahlia Bawah. Adapun karakteristik partisipan adalah sebagai berikut :


(3)

Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan No Inisial Umur

(Thn)

Jenis Kelamin

Suku Tempat Tinggal

Pendidikan Perawat

Lama Kerja

P1 R 36 P Jawa Salatiga D III 11 Thn

P2 Z 29 P Jawa Salatiga D III 5 Thn

P3 Y 29 P Jawa Salatiga D III 6 Thn

P4 H 35 L Jawa Salatiga S 1 10 Thn

P5 P 24 P Jawa Magelang D III 2 Thn

P6 H. J 34 L Jawa Salatiga D III 10 Thn

P7 Y 28 L Jawa Salatiga D III 3 Thn

P8 E 25 L Jawa Salatiga D III 1 Thn

P9 S 38 L Jawa Salatiga D III 11 Thn

Keterangan Tabel:

No : Nomor

P1,...,P9 : Partisipan 1 (satu) sampai dengan Partisan 9 (sembilan)

P : Perempuan/Wanita

L : Laki-laki

D III : Diploma III (Tiga)

S1 : Strata 1 (Satu)


(4)

Partisipan dalam penelitian ini, disarankan oleh masing-masing kepala ruangan baik itu ruang rawat inap Dahlia Bawah, maupun ruang rawat inap Kepodang. Semua perawat bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini sehingga mempermudah peneliti dalam proses pengambilan data. Selain itu, semua partisipan juga memiliki karakter ramah dan mudah bergaul sehingga meskipun peneliti adalah suku lain (Timor), namun peneliti dengan mudah dapat berinteraksi dengan para partisipan yang semuanya adalah suku Jawa.

4.2. Hasil Penelitian

Hasil penelitian berupa hasil analisa tema yang mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam semi terstruktur dan catatan lapangan yang peneliti susun berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator

bagi pasien dan keluarga.

Analisis tema yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini sesuai dengan langkah-langkah analisa menurut Colaizzi 1978 (Creswell, 2003). Langkah pertama dengan mengumpulkan data. Mengumpulkan


(5)

data dilakukan dengan metode wawancara secara

indepth interview. Jumlah wawancara dengan partisipan adalah 2 kali, dimana awal pertemuan peneliti melakukan wawancara awal, dan pertemuan kedua peneliti kembali untuk melengkapi data yang belum lengkap. Selama wawancara, terdapat interupsi dengan kedatangan keluarga pasien sehingga ada beberapa partisipan yang meminta untuk dilanjutkan beberapa menit kemudian. Dalam menjawab pertanyaan, beberapa partisipan menjawab dengan volume suara kecil, sehingga peneliti harus meminta partisipan untuk berbicara dengan volume suara lebih keras. Semua pernyataan partisipan direkam dengan menggunakan

handpone. Peneliti juga menggunakan catatan lapangan untuk menggambarkan situasi dan ekspresi partisipan saat peneliti melakukan wawancara.

Setelah data dikumpulkan dalam rekaman, peneliti mendengarkan secara berulang-ulang kemudian membuat transkrip ke dalam bentuk data tertulis secara verbatim. Selanjutnya hasil transkrip dicari statement

yang signifikan dengan memberi warna (bolt) pada kalimat yang bermakna yang berhubungan dengan


(6)

fenomena yang diteliti untuk mendapatkan makna serta gambaran tentang persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap statement yang signifikan tersebut, sehingga menghasilkan tema 1 (mengkategorikan). Hasil dari tema 1 kemudian dikelompokkan kemudian dianalisa untuk mendapatkan sub tema dari kelompok yang dikategorikan.

Dari hasil penelitian ini terdapat 3 tema utama dan sub tema yang menjawab tujuan khusus terkait dengan persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator

bagi pasien dan keluarga. Tujuan umum dari penelitian ini adalah peneliti ingin memperoleh gambaran persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan-Salatiga, sehingga melangkah dari tujuan umum tersebut diawali tujuan khusus yang pertama, peneliti ingin memperoleh gambaran persepsi perawat tantang makna peran perawat educator bagi pasien dan keluarga. Persepsi perawat tentang makna peran

educator mempengaruhi action/tindakan perawat dalam menjalankan peran educator bagi pasien dan keluarga.


(7)

Tujuan khusus kedua yang ingin diketahui oleh peneliti adalah bagaimana gambaran persepsi perawat tentang manfaat peran educator bagi pasien dan keluarga. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki perawat. Tujuan khusus ketiga adalah peneliti ingin memperoleh gambaran persepsi perawat terhadap pelaksanaan peran educator bagi pasien dan keluarga. Hal tersebut berhubungan dengan persiapan perawat ketika menjalankan peran educator, cara-cara yang dilakukan perawat dalam pemberian edukasi bagi pasien dan keluarga, respon pasien dan keluarga ketika perawat memberikan edukasi, hambatan dari pasien dan keluarga saat perawat memberikan edukasi, hambatan dari diri perawat dan teman sejawat ketika perawat memberikan edukasi bagi pasien dan keluarga, dan cara-cara yang dilakukan perawat dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut.


(8)

Tujuan Khusus 1: Memperoleh gambaran persepsi perawat tentang makna peran perawat educator bagi pasien dan keluarga

Persepsi perawat mengenai perannya sebagai

educator bagi pasien dan keluarga dalam ungkapan yang disampaikan partisipan adalah terdapatnya action

atau tindakan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga. Hal tersebut sesuai dengan tugas perawat educator yaitu memberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga berupa pendidikan kesehatan dan informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan proses perawatan pasien. Partisipan juga menjelaskan poin-poin yang disampaikan pada pasien dan keluarga adalah sebagai berikut: memberi pandangan tentang penyakit pasien, menjelaskan pencegahan penularan penyakit, menjelaskan cara minum obat, menjelaskan proses perawatan dirumah, menjelaskan jenis makanan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Partisipan juga menyampaikan bahwa dalam melakukan setiap tugas, perawat berkolaborasi dengan


(9)

tim kesehatan lainnya dalam hal ini dokter, gizi, laboratorium, farmasi, radiologi dan rekam medik. Salah satu partipan mengatakan bahwa untuk melakukan peran educator sikap empati harus dimiliki perawat. Semua ungkapan partisipan tersebut tergambar dalam tabel berikut:

Tabel 4.2.1 Tema 1 Action perawat educator bagi pasien dan keluarga

Kategori Sub Tema Tema

Memberikan pendidikan kesehatan

Tugas perawat

educator Action perawat educator bagi pasien dan keluarga Memberikan informasi-informasi

kesehatan yang berhubungan dengan proses perawatan pasien Menjelaskan pencegahan penularan

penyakit Poin-poin yang disampaikan perawat kepada pasien dan keluarga Menjelaskan cara minum obat

Menjelaskan proses perawatan dirumah

Menjelaskan jenis makanan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi Menjelaskan tindakan perawatan yang diberikan pada pasien

Empati Sikap perawat

Dokter, gizi, laboratorium, farmasi, radiologi, rekam medic

Kolaborasi tim kesehatan

Sub Tema 1.1 Tugas Perawat Educator

Partisipan merupakan perawat yang 24 jam malakukan interaksi dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat memiliki banyak peran dalam menjalani tugas mulianya. Salah satu


(10)

peran perawat adalah sebagai educator. Peran educator dapat tercapai dengan baik jika perawat memahami bagaimana menjalani tugas sebagai educator. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya pemahaman partisipan mengenai tugas perawat educator, hal ini terlihat dari pernyataan partisipan tentang tugas peran educator yaitu memberikan pendidikan kesehatan dan memberikan informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan proses perawatan pasien. Hal ini terlihat pada pernyataan seorang partisipan.

“Itu memberikan pendidikan kesehatan buat pasien dan keluarga” (P3)

Ya itu Dek, informasi-informasi kesehatan yang belum diketahui, ya yang misalnya sudah diketahui pun kita bisa menjelaskan lagi, kita ingatkan lagi ke pasien dan keluarga pasien untuk proses perawatan si pasien.”

(P2)

Ungkapan diatas menggambarkan bahwa adanya pemahaman perawat tentang tugasnya sebagai educator bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu sudah selayaknya pasien dan keluarga mendapatkan hak atas informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan kondisi pasien dalam proses perawatan di rumah sakit. Informasi-informasi kesehatan dapat berupa poin-poin khusus yang disampaikan perawat kepada pasien dan keluarga.


(11)

Sub Tema 1.2 Poin-poin yang disampaikan perawat kepada pasien dan keluarga pasien

Poin-poin yang disampaikan perawat kepada pasien dan keluarga adalah perihal yang berhubungan dengan keadaan atau kondisi pasien, dalam hal proses penjelasan mengenai pencegahan terhadap penularan penyakit, cara minum obat, proses perawatan di rumah, jenis makanan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi, dan tindakan perawatan yang diberikan pada pasien. Hal tersebut tergambar dalam ungkapan salah satu partisipan.

Misalkan ada yang terkena penyakit menular ya kita memberi ceramah pada keluarga, apa yang harus diberikan di rumah, obat apa yang harus diminum, makan apa yang dilarang, makan apa yang diperbolehkan, juga tindakan-tindakan perawatan yang kita ngasih ke pasien ” (P4)

Hal tersebut dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dan keluarga dalam proses perawatan di rumah sakit hingga pada saat pasien akan pulang ke rumah.

Sub Tema 1.3 Sikap perawat

Sikap empati merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki perawat dalam menjalani setiap tugas dan peran perawat. Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu partisipan.


(12)

“Saya menjalankan pekerjaan saya sesuai dengan sikap empati(P9)

Sub Tema 1.4 Kolaborasi tim kesehatan

Dokter, gizi, laboratorium, farmasi, radiologi, dan rekam medik adalah bagian dari petugas kesehatan yang sering berkolaborasi dengan perawat. Perawat memiliki peran mandiri dalam hal tindakan - tindakan keperawatan, namun perawat juga memiliki peran kolaboratif dalam artian perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dalam menjalani setiap tugas dan perannya. Peneliti menemukan pernyataan partisipan yang menggambarkan adanya kolaborasi antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini diungkapkan oleh salah partisipan.

Kebanyakan kita berkolaborasi dengan dokter, misalnya kita melakukan tindakan medis sesuai advis dokter” (P5)

Selain itu untuk menjelaskan cara minum obat, kapan pasien harus dikontrol, misalnya pada pasien TB, biasanya perawat berkolaborasi dengan farmasi dan tim khusus dalam menangani pasien TB yaitu tim DOTS (Directly Observed Treatment Short Course). Tergambar dalam ungkapan salah satu partisipan.


(13)

“Disinikan kebanyakan TBC ya, nah untuk minum obatnya biasa itu sendiri, ada farmasi, ada tim DOTS sendiri dari klinik” (P4)

Untuk kolaborasi dengan gizi, perawat biasanya lebih sering menjelaskan tentang makanan yang boleh dikonsumsi pasien dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi pasien. Misalnya pada pasien DM, biasanya tim gizi telah mengatur porsi makanan, jenis makanan yang harus dikonsumsi pasien. Hal tersebut terungkap dari salah satu partisipan.

“Itu kan sebenarnya kalau DM kan lebih ke pengaruh makannya ya kalau disinikan udah ada bagian tersendiri, ada dari gizinya yang tiap hari ngasih itu” (P5)

Tujuan Khusus 2: Memperoleh gambaran persepsi perawat tentang manfaat peran educator bagi pasien dan keluarga

Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan adanya gambaran persepsi perawat tentang manfaat peran educator

bagi pasien dan keluarga. Semua ungkapan partisipan dipengaruhi oleh pengetahuan masing-masing partisipan tentang manfaat peran perawat educator. Persepsi partisipan mengenai manfaat peran educator adalah untuk memberi pengetahuan pada pasien dan keluarga, mencegah pencetus kambuhnya penyakit pasien, momotivasi pasien untuk sembuh,


(14)

dan sebagai bekal bagi pasien dan keluarga untuk proses rehabilitasi pasien di rumah. Semua manfaat peran educator

yang diungkapkan partisipan dipengaruhi oleh pemahaman partisipan mengenai peran perawat sebagai educator. Adanya

feedback dari pasien dan keluarga juga merupakan harapan perawat setelah perawat memberikan pendidikan kesehatan. Pasien dan keluarga yang awalnya tidak tahu dan akhirnya menjadi tahu; serta adanya perubahan perilaku hidup sehat pada pasien juga keluarga. Semua ungkapan partisipan tertera pada kolom berikut:

Tabel 4.2.2 Tema 2 Pengetahuan Tentang Manfaat Peran Perawat Educator

Kategori Sub Tema Tema

Memberi pengetahuan kepada pasien

dan keluarga Pemahaman

terhadap manfaat peran

educator

Pengetahuan tentang manfaat peran perawat

educator

Mencegah pencetus kekambuhan penyakit pasien

Motivasi bagi pasien untuk kesembuhan

Bekal bagi pasien dan keluarga untuk proses rehabilitasi pasien di rumah

Tidak tau menjadi tau Feedback

pasien dan keluarga Perubahan perilaku hidup sehat pada


(15)

Sub Tema 2.1 Pemahaman terhadap manfaat peran educator

Dari tabel diatas tergambar ungkapan partisipan terhadap pemahaman partisipan mengenai manfaat peran educator bagi pasien dan keluarga, salah satunya adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga. Hal ini terungkap dari salah satu partisipan.

Ya itu, kita memberi pengetahuan buat pasien dan keluarga” (P1)

Beberapa partisipan mengatakan bahwa manfaat peran

educator adalah untuk mencegah pencetus kekambuhan penyakit pasien.

“Manfaate misale salah satu ne bisa mencegah pencetusnya asma” (P2)

“Manfaatnya biar pasien juga keluarga ngerti apa yang harus dilakukan untuk pencegahan mungkin biar cepet sembuh” (P8)

Salah satu partisipan mengatakan bahwa manfaat peran

educator adalah sebagai motivasi bagi pasien untuk proses kesembuhan. Hal tersebut terungkap sebagai berikut:


(16)

“Pasien merasa seneng, ia merasa termotivasi untuk sembuh” (P9)

Dari 9 partisipan, 1 partisipan mengatakan bahwa manfaat peran perawat educator adalah bekal bagi pasien dan keluarga untuk proses rehabilitasi pasien di rumah. Hal tersebut terungkap sebagai berikut:

“Ya otomatis untuk rehabilitasi dirinya, setelah pasien dari sini kan perlu persiapan lagi untuk di rumah” (P5)

Sub Tema 2.2 Feedback pasien dan keluarga

Feedback dari pasien dan keluarga tidak terlepas dari adanya pengetahuan yang diberikan perawat kepada pasien dan juga keluarga. Pasien dan keluarga yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, serta adanya perubahan perilaku hidup sehat. Selain itu pasien dan keluarga lebih dapat berhati-hati dalam setiap tindakan baik itu pencegahan maupun pengobatan. Hal ini tergambar dalam ungkapan partisipan.

“Pasien yang gak tau jadi tau, misalnya pasien hepatitis, nah itu kan bisa jaga-jaga, pencegahan nularnya gimana dan lainnya” (P3)

“Pasien atau keluarga menjadi tau, dari apa yang gak tau akhirnya tau ya” (P6).

Adanya perubahan perilaku pada pasien dan keluarga juga merupakan salah satu feedback setelah pasien dan keluarga


(17)

mendapatkan pengetahuan dari perawat. Hal ini terlihat pada pernyataan partisipan.

“Ya tujuannya agar lebih tau, dan ada perubahan perilaku sehat. Mungkin suaminya yang sakit, istrinya lebih hati-hati untuk mencegah kambuhnya sakit si suami. Misalnya hati-hati dalam hal makanan atau kesehariannya itu (P4)

Dari ungkapan-ungkapan semua partisipan diatas terlihat gambaran mengenai pengetahuan partisipan terhadap pemahaman tentang manfaat peran educator bagi pasien dan keluarga. Partisipan juga mengharapkan adanya feedback dari pasien dan keluarga meskipun dalam proses tersebut tidak ada evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan pedoman atau standart tertentu. Hal tersebut tidak terlepas dari bagaimana persepsi perawat terhadap pelaksanaan peran educator bagi pasien dan keluarga, yang tergambar pada tujuan khusus 3.

Tujuan Khusus 3: Memperoleh gambaran persepsi perawat mengenai pelaksanaan peran educator bagi pasien dan keluarga

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti adalah adanya ungkapan partisipan yang menyatakan bahwa adanya pelaksanaan peran educator bagi pasien dan keluarga. Hal ini tergambar dari adanya respon pasien dan keluarga ketika perawat menjalankan peran educator yaitu: pasien dan


(18)

keluarga merasa senang dan merasa diperhatikan, ada beberapa pasien yang awalnya menolak karena penyakitnya namun akhirnya dapat menerima, pasien dan keluarga dapat menerima informasi yang diberikan akan tetapi kadang pasien tidak mematuhi apa yang disarankan perawat.

Pelaksanaan peran educator juga tergambar dari cara penyampaian pendidikan kesehatan dan atau informasi kesehatan yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarga adalah secara spontan tanpa persiapan khusus misalnya saat melakukan injeksi atau perbeden, selain itu partisipan juga mengatakan bahwa perawat harus mengetahui terlebih dahulu jenis penyakit pasien sesuai diagnosa dokter, serta semua hasil pemeriksaan pasien yang berhubungan dengan hasil laboratorium pasien, ataupun hasil rontgen. Perawat juga menyampaikan informasi-informasi kesehatan saat pasien pertama kali masuk untuk rawat inap dan saat pasien akan kembali ke rumah.

Hambatan dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator juga merupakan gambaran ketika perawat menjalani peran educator. Hambatan-hambatan tersebut adalah sebagai berikut: adanya sumber daya manusia dalam hal ini pasien dan keluarga dengan tingkat pendidikan


(19)

rendah. Jenjang pendidikan pasien dan keluarga hanya sebatas sekolah dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak bersekolah. Selain itu adanya pemahaman yang berbeda-beda dari pasien dan keluarga serta adanya gangguan panca indera pada pasien lansia.

Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat sendiri dalam menjalani peran

educator. Kurangnya pengalaman yang dimiliki perawat, kurangnya motivasi, kurangnya waktu untuk penyampaian penkes secara detail, kurangnya saling pengertian dari teman perawat. Selain itu, ada juga perawat yang merasa marah dan jengkel ketika telah menjelaskan secara berulang-ulang dan pasien tidak mematuhi.

Perawat juga berusaha mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga serta diri perawat sendiri dan teman sejawat dengan cara : tetap sabar dan ramah; menjelaskan informasi-informasi kesehatan kepada pasien dan keluarga secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah (Jawa). Selain itu, perawat juga menjelaskan informasi-informasi kesehatan dengan melihat kondisi fisik pasien misalnya pada lansia dengan pendengaran yang telah berkurang, maka perawat akan menjelaskan kepada


(20)

keluarga. Perawat juga meminta bantuan dari teman perawat lain untuk membantu menjelaskan pada pasien dan keluarga ketika perawat tersebut sudah menjelaskan akan tetapi pasien dan keluarga tidak mengerti atau bahkan tidak mematuhi setiap apa yang telah disampaikan perawat. Semuanya tergambar pada tabel berikut:

Tabel 4.2.3 Tema 3 Pelaksanaan Peran Educator

Kategori Sub Tema Tema

Senang Respon pasien dan keluarga ketika perawat

menjalankan peran

educator

Pelaksanaan Peran

Educator

Merasa diperhatikan Menolak karena penyakitnya Tidak mematuhi

Spontan, tanpa persiapan

khusus Penyampaian

pendidikan kesehatan yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarga dilakukan secara spontan, dan atau disesuaikan dengan jenis penyakit pasien

Dengan persiapan

Dilakukan saat perdeb atau injeksi

Dilakukan saat pasien akan pulang ke rumah

Dilakukan saat pasien masuk Rumah Sakit

Tingkat pendidikan pasien dan keluarga yang rendah (SD, bahkan tidak bersekolah)

Hambatan dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator

Perbedaan pemahaman pada pasien dan keluarga

Gangguan panca indera Kurangnya pengalaman yang dimiliki perawat

Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat

Kurangnya motivasi

Kurangnya waktu untuk penyampaian penkes secara detail

Kurangnya saling pengertian dari teman perawat


(21)

Sabar dan tetap ramah Perawat bersikap sabar, ramah, menggunakan bahasa daerah, memperhatikan kondisi fisik pasien, dan meminta bantuan rekan perawat dalam mengatasi

kendala/hambatan dari pasien, keluarga dan orang lain

Menjelaskan secara rangkum Menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah (Jawa)

Memperhatikan kondisi fisik pasien

Meminta bantuan dari teman perawat lain untuk menjelaskan kepada pasien dan keluarga

Sub Tema 3.1 Respon pasien dan keluarga ketika perawat menjalankan peran educator

Adanya respon yang berbeda-beda dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator tergambar dari ungkapan beberapa partisipan. Pasien dan keluarga merasa senang dan merasa diperhatikan. Hal ini tergambar dari pernyataan beberapa partisipan.

Otomatisseneng, ya mereka merasa diperhatikan” (P3) “Pasien merasa seneng” (P9)

Selain itu ada juga respon lain dari pasien yaitu awalnya pasien menolak karena penyakit yang dialaminya akan tetapi setelah dirawat, akhirnya pasien dapat menerima kondisi yang dialaminya. Hal ini tergambar dalam ungkapan salah satu partisipan.


(22)

Justru kalau pasien menolak itu sebelum dia ahh, kadang sebelum mau pulang misalnya tau, saya kok sakit TBC gitu, tapi kalau mau pulang ya udahdia bisa nrima” (P1)

Pasien dan keluarga juga dapat menerima informasi yang diberikan, akan tetapi kadang pasien tidak mematuhi apa yang disarankan perawat. Seperti yang tergambar dalam ungkapan partisipan.

Ya ada yang bisa menerima, ada juga yang gak nrima, denger sih mau Dek tapi masuk telinga kanan keluar telinga kiri” (P2)

“Ya banyak yang bisa menangkap, tapi banyak yang kadang yang mungkin ya itu SDM nya beda-beda jadi terkadang oh ge, oh ternyata saat dirawat gak sesuai dengan yang kita katakan”. (P5)

Sub Tema 3.2 Penyampaian pendidikan kesehatan yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarga dilakukan secara spontan, dan atau disesuaikan dengan jenis penyakit pasien

Partisipan menyatakan bahwa penyampaian penkes atau informasi-informasi kesehatan dilakukan adalah secara spontan tanpa harus melakukan persiapan khusus seperti pada pemberian penkes secara formal. Hal ini terungkap pada pernyataan partisipan.


(23)

Tidak ada persiapan khusus Dek, itu sudah aktifitas sehari-hari Dek jadinya spontan tanpa persiapan, kalau mau ngasih penkes di PKK atau kalau mau bimbing kaya gini ya harus ya Dek”. (P1)

“Tanpa persiapan, biasanya spontan Dek (P3)

Partisipan juga memberikan penkes atau informasi-informasi kesehatan saat melakukan tindakan perawatan medis misalnya saat injeksi atau perbeden. Hal ini tergambar pada pernyataan partisipan.

“Saat pagi-pagi perbed atau saat nyuntik, gak pake leaflet atau brosur Dek. biasanya langsung aja misale pasien DM itu makannya gimana, kita ingatin aja” (P2)

Selain itu partisipan mengatakan bahwa sebagai perawat harus melakukan persiapan dengan mengetahui terlebih dahulu jenis penyakit pasien sesuai diagnosa dokter, hasil pemeriksaan laboratorium pasien, ataupun hasil rontgen. Hal ini terungkap pada pernyataan partisipan.

Ya kan biasanya kita tau dari hasil-hasil itu laborat, rontgen. Kita perlu persiapannya itu, ya kalau kita tau langsung ngomong biasa, kalau belum ada hasilnya ya kita juga gak brani” (P4)

“Setelah kita tau jenis penyakit pasien terlebih dahulu dari diagnosa dokter” (P8)


(24)

Partisipan juga menyampaikan informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan kondisi pasien saat awal pasien dirawat dan saat pasien akan pulang ke rumah. Hal ini tergambar dalam ungkapan partisipan.

“Kalau pertama pasien masuk kan kita harus jelaskan pada pasien dan keluarga apa yang harus dilakukan, itu otomatis, atau saat pasien mau pulang.” (P5)

Sub Tema 3.3 Hambatan dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator

Partisipan menyatakan bahwa hambatan yang dialami ketika partisipan menjalani peran educator adalah terdapatnya sumber daya manusia (pasien dan keluarga) dengan tingkat pendidikan rendah. Tingkat pendidikan pasien dan keluarga hanya sebatas SD bahkan ada juga yang tidak tidak bersekolah, serta adanya perbedaan pemahaman antara pasien dan keluarga. Hal ini tergambar dalam pernyataan partisipan :

“Kendalanya ya mungkin dari latar belakang pasien dan keluarganya kalau disini rata-rata pasien jamkesmas itu mungkin berpengaruh dengan tingkat pendidikannya, pendidikannya rendah, atau bahkan SD saja gak lulus, bahkan gak sekolah juga ada, otomatis kalau diberi pengetahuan atau penkes itu ne mau menerima lumayan sulit, dan mungkin sering ngeyel untuk apa yang kita sampaikan itu. (P6)

“Tingkat pemahamannya Dek, ada yang dijelaskan gak mudeng-mudeng Dek, malah hambatane ke pasien dan


(25)

keluarga. Dulu pernah di bawah itu si pasien yang tua gak mudeng yang muda malah gini, gini mbak, gini mas ya juga ada, hehehhe” (P2)

Selain itu, gangguan panca indera juga merupakan hambatan dari pasien ketika perawat memberikan penkes atau informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan kondisi pasien. Hal ini diungkapkan oleh salah satu partisipan :

“Misalne pada lansia kan kadang pendengaranne udah gak bagus terus ada yang gak mudeng juga” (P2)

Sub Tema 3.4 Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat

Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat dalam menjalani peran

educator. Kurangnya pengalaman yang dimiliki perawat menjadi salah satu kendala bagi perawat sendiri dalam menyampaikan informasi-informasi kesehatan kepada pasien dan keluarga. Akan tetapi ini hanya dialami perawat saat awal melakukan pekerjaan di Rumah Sakit, setelah itu perawat sudah mampu beradaptasi dengan pekerjaannya. Hal ini tergambar dalam ungkapan partisipan :


(26)

Hmmm pernah ngalamin dulu waktu pertama kali kerja, mungkin karena pengalaman kurang ya pernah, tapi skarang yo gak lagi, udah biasa” (P7)

Kurangnya motivasi dan kurangnya waktu untuk penyampaian penkes secara detail juga merupakan salah satu hambatan bagi partisipan ketika memberikan penkes atau informasi-informasi kesehatan kepada pasien dan keluarga. Hal ini terungkap pada pernyataan pertisipan :

“Mungkin kurang motivasi diri sendiri ya, tapi itu tergantung pribadi lagi” (P5)

“Kurangnya waktu ya, tapi kadang sambil perbed ya kita ngasih. Soalnya seharusnya itu kan khusus misalnya pasien TB. Nah untuk penyuluhan pasien TB mau pulang itu harusnya dari pihak DOTS” (P1)

“Terus terang kalau disini memberikan penkes secara langsung atau khusus itu sangat kurang ya karena dengan jumlah pasien yang banyak jadi gak mungkin memberikan penkes secara detail, jadi saat kita berhadapan dengan pasien saat tindakan medis ya kita sambil memberikan penkes pada pasien tapi itu tidak detail.” (P6)

“Pasien yang banyak, kerja yang lebih, kita tidak memperhatikan detail satu persatu karena banyaknya pekerjaaan, gitu” (P9)

Selain itu, P9 juga menyatakan bahwa kurangnya saling pengertian dari teman perawat, juga merupakan tantangan


(27)

tersendiri bagi pertisipan. Hal ini tergambar pada pernyataan partisipan :

“Adanya rasa tidak peduli dengan pekerjaan lain yang tidak terselesaikan Contoh ya, kalo misale ada orang, misale saya sebagai wakil kepala ya, nah kan misale kan saya ingin menjelaskan ke pasien atau keluarga sambil perbed yo, tapi yang lainnya itu, ih kok antang ya malah ngomong to, taunya dia cuman ngobrol biasa aja, padahal itu satu tindakan penkes.” (P9)

Partisipan juga menyatakan bahwa kadang merasa marah dan jengkel ketika telah menjelaskan secara berulang-ulang dan pasien tidak mematuhi. Hal tersebut terungkap pada pernyataan partisipan :

Yo manusia juga punya batas kesabaran kadang yo kita merasa marah dan jengkel karena sudah dikasih tau malah gak patuh” (P4).

Sub Tema 3.5 Perawat bersikap sabar, ramah, menggunakan bahasa daerah, memperhatikan kondisi fisik pasien, dan meminta bantuan rekan perawat dalam mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga, serta teman sejawat

Dalam menghadapi berbagai kendala baik yang datang dari pasien, keluarga, juga teman sejawat tidak menjadi halangan untuk perawat menjalani peran sebagai educator dalam hal


(28)

menyampaikan penkes dan informasi-informasi kesehatan. Adapun cara mengatasi berbagai kendala yang dihadapi partisipan adalah dengan memiliki sikap sabar dan tetap ramah. Hal ini tergambar pada pernyataan partisipan :

Ya tetep jelaskan, tetep sabar” (P1)

“Yang penting gimana cara kita bicara, terus kan perawat dituntut untuk ramah ya” (P3)

Partisipan juga mengatakan bahwa tetap berusaha menjelaskan informasi-informasi kesehatan secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan menggunakan bahasa daerah (Jawa). Hal ini tergambar pada ungkapan partisipan :

“Ya kita nyampaikan sesederhana mungkin, kita bisa mengetahui mungkin tingkat kepahamannya, jadi kita tidak menyampaikan informasi tersebut sesuai dengan teoritis githu ya, tapi sederhana, dengan menggunakan bahasa daerah” (P6)

Selain itu, partisipan juga menjelaskan informasi-informasi kesehatan dengan melihat kondisi fisik pasien misalnya pada lansia dengan pendengaran yang telah berkurang, maka perawat akan menjelaskan kepada keluarga.


(29)

“Maksudnya jelaskannya pelan-pelan kadang kan pendengarannya kurang bagus, jelaskan ke pasien gak mudeng-mudeng yo kita ngasih tau pelan-pelang atau ngasih tau ke keluarga misale gula darahnya tinggi yo kita kasih tau gulanya dikurangi, makanan yang dimakan dari sini saja jangan dari luar” (P4)

Partisipan juga meminta bantuan dari teman perawat lain untuk membantu menjelaskan pada pasien dan keluarga ketika partisipan sudah menjelaskan akan tetapi pasien dan keluarga tidak mengerti atau bahkan tidak mematuhi setiap apa yang telah disampaikan. Hal ini tergambar dalam ungkapan partisipan.

“Biasanya yo manggil temen trus ngomong bareng-bareng” (P7)

Dari ungkapan partisipan diatas, menggambarkan bahwa dalam menjalani setiap tugas dan peran perawat

educator, meskipun banyak kendala atau hambatan yang dialami, namun perawat tetap berusaha mencari jalan keluar dengan meminta bantuan bantuan dari orang atau teman sejawat, tanpa harus bekerja sendiri.


(30)

4.3. Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan membahas hasil penelitian yang telah diperoleh dan membandingkan dengan teori-teori yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Peneliti juga membahas keterbatasan penelitian yang terkait dengan persepsi perawat mengenai perannya sebagai educator bagi pasien dan keluarga.

A. Interpretasi Hasil Penelitian

1. Action perawat educator bagi pasien dan keluarga Berdasarkan hasil penelitian terhadap sembilan partisipan, didapatkan empat sub tema yang terkait dengan

action perawat educator bagi pasien dan keluarga, yaitu tugas perawat educator, poin-poin yang disampaikan perawat kepada pasien dan keluarga, sikap perawat dan kolaborasi tim kesehatan. Peneliti mendapatkan bahwa setiap sub tema yang ada, dipengaruhi oleh beragam persepsi dari semua partisipan. Semua partisipan memahami makna tugas perawat educator yang digambarkan dengan perawat memberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga berupa pendidikan kesehatan dan informasi-informasi kesehatan yang berhubungan dengan keadaan pasien dan proses perawatan pasien. Hal


(31)

tersebut tergambar dalam pernyataan partisipan pada sub tema 1.1 mengenai tugas perawat educator. Menurut Doheny (1982) tugas perawat educator atau sebagai pendidik bagi pasien dan keluarga adalah memberi dan meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan keperawatan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan mengenai tugas perawat educator. P1 mengatakan bahwa tugas perawat

educator adalah memberi pengetahuan kepada pasien dan keluarga, sedangkan P3 dan P5 menyatakan bahwa tugas perawat educator memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga. P2 lebih menjelaskan tentang informasi-informasi kesehatan yang diberikan kepada pasien juga keluarga, yang berhubungan dengan proses perawatan pasien. Sedangkan P4 lebih menjelaskan poin-poin yang disampaikan perawat pada pasien dan keluarga. Poin-poin tersebut adalah pencegahan kekambuhan penyakit dan proses tindakan perawatan yang diberikan kepada pasien.

Penjelasan mengenai gejala penyakit dan tindakan keperawatan yang diberikan menurut Doheny merupakan poin-poin penting yang diberikan perawat kepada pasien


(32)

dan keluarga. Selain itu menurut hasil Lokakarya Keperawatan Nasional 1983 menyatakan bahwa poin yang disampaikan perawat adalah untuk pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, serta memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. (P4) juga menjelaskan poin-poin yang disampaikan pada pasien dan keluarga adalah sebagai berikut: memberi pandangan tentang penyakit pasien, menjelaskan pencegahan penularan penyakit, menjelaskan cara minum obat, menjelaskan proses perawatan dirumah, menjelaskan jenis makanan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi. Hal tersebut merupakan upaya tindakan yang dilakukan perawat untuk proses pencegahan kekambuhan penyakit, bahkan untuk proses pemulihan dan perawatan yang dilakukan kepada pasien.

Sikap empati merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki perawat dalam menjalani setiap tindakan keperawatan. Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu partisipan (P9). Ini sangat menarik, karena menurut Eko Prasetyo (2004), empati adalah sikap profesional yang harus dimiliki perawat saat melakukan setiap tindakan perawatan. Sikap empati yang dimiliki perawat akan


(33)

memberi kenyamanan dan ketenangan tersendiri bagi keluarga juga pasien saat menjalani perawatan.

Dalam melakukan setiap tugas dan peran sebagai seorang perawat, perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan pada pasien. (Potter & Perry, 2005). Pada penelitian ini, partisipan (P5) juga menyampaikan bahwa dalam melakukan setiap tindakan perawatan, perawat kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya misalnya dokter. Hal tersebut menggambarkan bahwa perawat memahami kewajibannya dalam berkolaborasi dengan tim tenaga medis, atau tenaga kesehatan lainnya yang terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan dan keperawatan pada pasien juga keluarga. Partisipan (P4) juga menjelaskan mengenai kolaborasi perawat dengan tim DOTS atau tim khusus yang menangani penyakit TBC. Selain itu perawat juga berkolaborasi dengan gizi dalam hal diit pasien, perawat berkolaborasi dengan farmasi dalam hal pemberian obat. Semua yang diungkapkan partisipan berhubungan dengan teori menurut Potter & Perry (2005).


(34)

2. Pengetahuan terhadap manfaat peran educator

Pengetahuan tentang manfaat peran educator bagi pasien dan keluarga dari 9 partisipan diketahui tentang pemahaman terhadap manfaat peran educator serta

feedback pasien dan keluarga. Sub tema tersebut peneliti temukan karena adanya beragam persepsi partisipan mengenai manfaat peran educator. Pada pemahaman tentang manfaat peran educator, perawat mengetahui tentang memberi pengetahuan kepada pasien dan keluarga hal ini diungkapkan oleh P1, sedangkan empat partisipan (P2, P3, P4, P8) mengatakan bahwa manfaat peran

educator adalah untuk mencegah pencetus kekambuhan penyakit pasien, satu partisipan (P9) mengatakan bahwa sebagai motivasi bagi pasien untuk kesembuhan, satu partisipan (P5) mengatakan bahwa sebagai bekal bagi pasien dan keluarga untuk proses rehabilitasi pasien di rumah. Menurut Smitt (1889); Bell (1986) (Bastable, 2002), manfaat peran educator adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga, khususnya adalah suatu proses membantu orang mempelajari perilaku yang ada kaitannya dengan kesehatan sehingga ia (pasien dan keluarga) dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehatan yang optimum dan


(35)

kemandirian dalam perawatan diri. Teori tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh P1 bahwa manfaat peran

educator adalah untuk memberi pengetahuan berupa penkes pada pasien dan keluarga, meskipun dalam penjelasannya, P1 tidak menjelaskan secara detail menurut teori Bastable. Selain itu, Bastable juga menyatakan bahwa 80% semua kebutuhan kesehatan akan ditanggung oleh pasien di rumah. Hal ini berhubungan dengan pernyataan P5 yang menyatakan bahwa manfaat peran educator

adalah sebagai bekal bagi rehabilitasi pasien di rumah. Pernyataan P9 bahwa manfaat peran educator adalah sebagai motivasi bagi kesembuhan pasien tidak sesuai dengan teori menurut Bastable. Namun hal ini sangat menarik, karena secara langsung partisipan berperan dalam memberikan motivasi untuk proses kesembuhan pasien. Partisipan menyadari bahwa support dari orang lain sangat penting untuk kesembuhan pasien.

Partisipan satu, enam dan tujuh juga menjelaskan bahwa manfaat peran educator adalah untuk penambahan pengetahuan bagi pasien dan keluarga. Baik itu mengenai pencegahan penularan penyakit, juga adanya perubahan perilaku hidup sehat pada pasien juga keluarga. Hal


(36)

tersebut berhubungan dengan feedback pasien dan keluarga, yang merupakan harapan perawat setelah perawat memberikan pendidikan kesehatan. Pasien dan keluarga yang awalnya tidak tahu dan akhirnya menjadi tahu, serta diharapkan adanya perubahan perilaku hidup sehat pada pasien juga keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan peran perawat menurut Potter (2005) bahwa manfaat peran educator ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Selain itu, menurut Suliha (2002), manfaat pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku individu, maupun kelompok menuju hal-hal positif secara terencana melalui proses belajar. Pernyataan semua partisipan diatas sesuai dengan teori menurut Potter dan Suliha.

3. Pelaksanaan Peran Educator

Pelaksanaan peran educator dari 9 partisipan diketahui tentang respon pasien dan keluarga, cara penyampaian penkes dan atau informasi-informasi kesehatan yang dilakukan perawat, hambatan dari pasien dan keluarga


(37)

ketika perawat menjalani peran educator, hambatan dari diri perawat dan teman sejawat, serta perawat bersikap sabar, ramah, menggunakan bahasa daerah, memperhatikan kondisi fisik pasien, dan meminta bantuan rekan perawat dalam mengatasi hambatan dari pasien dan keluarga, serta teman sejawat.

Respon pasien dan keluarga ketika perawat menjalankan peran educator yaitu pasien dan keluarga merasa senang dan merasa diperhatikan, ada beberapa pasien yang awalnya menolak karena penyakitnya namun akhirnya dapat menerima, pasien dan keluarga dapat menerima informasi yang diberikan akan tetapi kadang pasien tidak mematuhi apa yang disarankan perawat. Hal tersebut sesuai dengan salah satu penelitian yang dilakukan di negara USA oleh Zam A. dan Keung (2004), mereka mengatakan bahwa respon pasien saat menerima edukasi dan informasi-informasi kesehatan saat perawataan adalah beragam. Ada pasien yang akan merasa senang dan merasa nyaman, selain itu informasi tersebut akan mengatasi kecemasan pasien saat menjalani perawatan. Ada pasien yang setelah menerima informasi mengenai kondisinya atau penyakit yang dialaminya pasien


(38)

tersebut awalnya akan marah (anger) dan menolak namun akhirnya akan menerima keadaannya, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak. Selain itu, ada pasien yang tidak patuh dengan saran yang diberikan perawat untuk dilakukan. Hal tersebut dipengaruhi oleh motivasi dan perilaku pasien. Semua ungkapan partisipan yang sesuai dengan pernyataan Zam A. dan Keung tergambar pada sub tema 3.1 mengenai respon pasien dan keluarga ketika perawat menjalankan peran educator. P4 & P8 mengatakan bahwa pasien dan keluarga merasa senang dan memperhatikan karena mendapatkan informasi. Sedangkan P6 & P7 mengatakan bahwa respon pasien dan keluarga bermacam-macam. Banyak yang menerima, banyak juga yang menolak, menolak dalam artian bahwa tidak mematuhi apa yang seharusnya dilakukan.

Pelaksanaan peran educator juga tergambar dari cara penyampaian penkes atau informasi-informasi kesehatan yang dilakukan perawat adalah secara spontan tanpa persiapan khusus misalnya saat melakukan injeksi atau perbeden, selain itu perawat harus melakukan persiapan dengan mengetahui terlebih dahulu jenis penyakit pasien sesuai diagnosa dokter, hasil laboratorium pasien, ataupun


(39)

hasil rontgen. Perawat juga menyampaikan informasi-informasi kesehatan saat pasien pertama kali masuk untuk rawat inap dan saat pasien akan kembali ke rumah. Ungkapan-ungkapan partisipan dapat dilihat pada sub tema 3.2 mengenai cara penyampaian penkes dan atau informasi-informasi Kesehatan yang dilakukan perawat. Menurut hasil penelitian di Amerika, Health Health Service Medical Corporation Inc (Bastable. 2002) yang menyatakan bahwa hanya seperlima dari 1500 perawat yang melakukan persiapan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Persiapan sebelum memberikan pendidikan kesehatan sangat membantu kelancaran kerja perawat (Bastable. 2002). Hal ini sesuai dengan pengalaman salah seorang partisipan (P4), dia mengatakan bahwa sebelum memberi informasi pada pasien, dia harus mengetahui terlebih dahulu hasil laboratorium, dan informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan keadaan pasien. Selain itu, perawat secara spontan memberikan penkes saat injeksi atau perbeden dikarenakan oleh kurangnya waktu, dan banyaknya tugas perawat hal ini tidak dengan teori menurut Bastable (2002). Untuk ketiga partisipan (P6, P7,


(40)

& P9) memberikan pernyataan yang berbeda-beda. P6 menjawab pertanyaan namun tidak sesuai dengan pertanyaan peneliti, dan tidak sesuai dengan teori Bastable. P7 menyatakan bahwa cara penyampaian penkes biasanya langsung pada tindakan perawatan sesuai dengan kondisi pasien misalnya pasien sesak napas, partisipan langsung malakukan tindakan posisi tirah baring dengan kepala yang lebih tinggi, dan pemberian O2. P8 menyatakan bahwa cara penyampaian penkes secara khusus sesuai perencanaan tidak ada sama sekali, namun semuanya didasarkan pada rasa simpati dan empati. Ungkapan P7 dan P8 juga tidak sesuai dengan teori menurut Bastable. Akan tetapi hal ini menarik karena adanya pemahaman kreatif yang diungkapkan oleh partisipan.

Hambatan dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator juga merupakan gambaran ketika perawat menjalani peran educator dimana adanya sumber daya manusia dalam hal ini pasien dan keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pasien dan keluarga hanya menamatkan sekolah dasar (SD) bahkan ada yang tidak bersekolah. Hal ini terungkap pada pernyataan-pernyataan partisipan dalam sub tema 3.3 mengenai


(41)

hambatan dari pasien dan keluarga ketika perawat menjalani peran educator. Menurut Bastable (2002), tingkat pendidikan yang rendah pada pasien dan keluarga merupakan beberapa alasan yang menurunkan motivasi dan menghambat proses pembelajaran. Hal ini secara otomatis menjadi rintangan yang menghambat kemampuan pasien dan keluarga untuk memperoleh informasi-informasi penting yang patut diperoleh. Terdapat dua partisipan (P3 & P4) yang menyatakan bahwa menurut pribadi mereka tidak ada hambatan dari pasien dan keluarga Hal ini sangat tidak sesuai dengan teori Bastable (2002) yang menjelaskan berbagai hambatan pendidikan kesehatan dari pasien dan keluarga. P1 menyatakan bahwa ada hambatan dari pihak keluarga saja, dimana keluarga berulangkali bertanya pada perawat meskipun perawat sudah menjelaskan sebelumnya. Berbeda dengan P5, partisipan ini menjawab pertanyaan peneliti dengan membandingkan ruangan jaga perawat dengan ruangan jaga perawat lain, dimana partisipan tersebut melihat tingkat pendidikan dan ekonomi pasien yang tinggi di ruangan kelas I, II atau VIP, penerimaan edukasinya akan lebih mudah, sedangkan pasien di bangsal dengan tingkat pendidikan dan ekonomi


(42)

rendah akan lebih sulit dalam penerimaan edukasi dari perawat. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori menurut Bastable (2002), akan tetapi ini menarik, karena partisipan mengungkapkan pemahamannya berdasarkan pengalaman yang dialaminya. P7 menyatakan bahwa saat menjelaskan pada pasien dan pasien tidak juga mengerti, hal tersebut mungkin berhubungan dengan kondisi fisik pasien (lansia) dengan pendengaran berkurang, maka perawat akan menjelaskan pada keluarga. Hal ini sesuai dengan teori menurut Bastable (2002) yang mengatakan bahwa salah satu hambatan dari pasien adalah menurunnya fungsi tubuh (panca indra). P8 menyatakan bahwa ada hambatan namun sebagai perawat harus sabar dan tetap belajar. Hal tersebut menggambarkan bahwa adanya kesadaran dari perawat sendiri mengenai hambatan yang dialami dan pemahaman perawat mengenai menyikapi hambatan tersebut dengan sikap sabar dan tetap belajar. Sedangkan P9 menyatakan bahwa dengan jumlah pasien yang sangat banyak, dan beban pekerjaan yang lebih membuat perawat tidak memperhatikan detail pasien satu persatu. Hal ini sesuai dengan teori (Bastable, 2002) yang menyatakan hambatan dari perawat antara lain perawat tidak siap


(43)

memberikan pendidikan kesehatan. Ketidaksiapan ini dapat diakibatkan karena keterbatasan waktu.

Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat sendiri dalam menjalani peran educator. Kurangnya pengalaman yang dimiliki perawat, kurangnya motivasi, kurangnya waktu untuk penyampaian penkes secara detail, kurangnya saling pengertian dari teman perawat. Selain itu, ada juga perawat yang merasa marah dan jengkel ketika telah menjelaskan secara berulang-ulang dan pasien tidak mematuhi. Semua pernyataan tersebut terdapat dalam ungkapan-ungkapan partisipan pada sub tema 3.4 mengenai hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat sendiri dalam menjalani peran educator. Menurut Bastable (2002) motivasi untuk menjalankan peran

educator merupakan faktor utama untuk menentukan keberhasilan upaya mendidik. pengajaran yang dilakukan perawat kadang merupakan prioritas yang rendah karena sifat asuhan keperawatan yang berorientasi pada tugas sebagai care giver. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya motivasi perawat dalam menjalankan peran


(44)

merupakan faktor utama yang selalu ada. Pasien yang sangat parah hanya dirawat dalam waktu singkat; jadwal dan tanggungjawab perawat sangat menuntut; Akan tetapi perawat harus tau cara penggunaan pendekatan yang singkat, efisien dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staff dengan memakai metode dan peralatan instruksional saat pemulangan. Bastable (2002) menjelaskan mengenai hambatan yang sering dialami perawat saat menjalankan peran educator namun, perawat juga harus mengerti cara mengatasi hambatan tersebut. Dalam pernyataan beberapa partisipan, mereka menyatakan bahwa untuk mengatasi kondisi waktu yang singkat maka penkes dilakukan secara spontan. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Bastable.

Selain itu Bastable menyatakan bahwa karakter pribadi perawat pendidik memainkan peran penting dalam menentukan interaksi dan hasil pemberian penkes. karakter sabar dan saling pengertian antara tenaga kesehatan dan pasien, serta jalur komunikasi harus diperkuat diantara berbagai jenis pemberi perawatan kesehatan. Hal-hal inilah yang sering dilupakan perawat, sehingga sering terjadi


(45)

sendiri. Hal-hal yang diungkapkan partisipan penelitian sangat berkaitan erat dengan yang pernyataan-pernyataan Bastable. Dua partisipan penelitian (P2 & P8) tidak menjelaskan secara detail masalah berupa kendala yang dialami, mereka hanya menyatakan bahwa tidak ada hambatan, karena selama ini, mereka meminta bantuan pada teman perawat lainnya ketika ada masalah. Hal ini tidak sesuai dengan teori Bastable, yang mengatakan bahwa ada kendala dari perawat sendiri dan teman sejawat saat perawat menjalani peran educator.

Perawat juga berusaha mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga serta diri perawat sendiri dan orang lain dengan cara memiliki sikap sabar, tetap ramah (P2) menjelaskan informasi-informasi kesehatan secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah/Jawa (P6), tetap memperhatikan kondisi fisik pasien. Perawat juga meminta bantuan dari teman perawat lain untuk membantu menjelaskan pada pasien dan keluarga ketika perawat tersebut sudah menjelaskan akan tetapi pasien dan keluarga tidak mengerti atau bahkan tidak mematuhi setiap apa yang telah disampaikan perawat (P7). Hal ini sesuai dengan pernyataan-pernyataan


(46)

partisipan pada sub. tema 3.5 mengenai cara mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga serta diri perawat sendiri dan orang lain.

Perawat memiliki inisiatif untuk mengatasi setiap hambatan yang ada dengan cara perawat sendiri. Perawat bersikap sabar dan tetap ramah, hal ini menggambarkan bahwa adanya kesadaran dari perawat sendiri mengenai hambatan yang dialami dan pemahaman perawat mengenai menyikapi hambatan/kendala tersebut.

Menurut Bastable (2002) komunikasi merupakan hal penting bagi seorang perawat, semuanya akan mempengaruhi kualitas pendidikan kesehatan yang diberikan oleh seorang perawat kepada pasien dan keluarga. Partisipan mengatakan bahwa dalam mengatasi kendala dari pasien dan keluarga dengan tingkat pendidikan rendah maka perawat akan menjelaskan informasi-informasi kesehatan secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah/Jawa.

Perawat dalam memberikan penkes dan atau informasi kesehatan harus memperhatikan kondisi pasien dan


(47)

keluarga hal ini sesuai dengan ungkapan Bastable (2002) bahwa salah satu hambatan dari pasien adalah gangguan panca indera, oleh karena itu perawat harus tetap memperhatikan kondisi pasien saat memberikan penkes dan atau informasi kesehatan.

B. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:

1. Wawancara yang dilakukan pada saat jam kerja perawat, mempengaruhi keleluasan dalam pelaksanaan penelitian. Meskipun awalnya peneliti telah melakukan kontrak waktu sebelumnya, akan tetapi dalam pelaksanaan penelitian ada beberapa interupsi yang dilakukan partisipan untuk kebutuhan pelayanan pada pasien dan keluarga.

2. Saat wawancara, sebagian partisipan mempunyai intonasi suara rendah. Hal ini diantisipasi dengan memperhatikan letak alat perekam, dan permintaan pada partisipan untuk berbicara lebih keras. Selain itu saat wawancara beberapa partisipan berbicara dengan


(48)

intonasi suara cepat, sehingga sulit saat peneliti membuat verbatim.

3. Penelitian yang dilakukan peneliti adalah pengalaman pertama, sehingga dalam pelaksanaan penelitian kualitatif ini masih banyak kekurangan yang dialami peneliti sendiri, seharusnya masih banyak data yang bisa tergali lebih dalam lagi.

4. Kurangnya sumber referensi dan hasil penelitian terlebih dahulu yang terkait dengan persepsi perawat mengenai peran educator, sehingga pada pembahasan, peneliti hanya menggunakan sedikit referensi.


(1)

memberikan pendidikan kesehatan. Ketidaksiapan ini dapat diakibatkan karena keterbatasan waktu.

Hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat sendiri dalam menjalani peran educator. Kurangnya pengalaman yang dimiliki perawat, kurangnya motivasi, kurangnya waktu untuk penyampaian penkes secara detail, kurangnya saling pengertian dari teman perawat. Selain itu, ada juga perawat yang merasa marah dan jengkel ketika telah menjelaskan secara berulang-ulang dan pasien tidak mematuhi. Semua pernyataan tersebut terdapat dalam ungkapan-ungkapan partisipan pada sub tema 3.4 mengenai hambatan dari diri perawat dan teman sejawat juga menjadi tantangan bagi perawat sendiri dalam menjalani peran educator. Menurut Bastable (2002) motivasi untuk menjalankan peran educator merupakan faktor utama untuk menentukan keberhasilan upaya mendidik. pengajaran yang dilakukan perawat kadang merupakan prioritas yang rendah karena sifat asuhan keperawatan yang berorientasi pada tugas sebagai care giver. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya motivasi perawat dalam menjalankan peran educator. Kurangnya waktu untuk memberi edukasi


(2)

merupakan faktor utama yang selalu ada. Pasien yang sangat parah hanya dirawat dalam waktu singkat; jadwal dan tanggungjawab perawat sangat menuntut; Akan tetapi perawat harus tau cara penggunaan pendekatan yang singkat, efisien dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staff dengan memakai metode dan peralatan instruksional saat pemulangan. Bastable (2002) menjelaskan mengenai hambatan yang sering dialami perawat saat menjalankan peran educator namun, perawat juga harus mengerti cara mengatasi hambatan tersebut. Dalam pernyataan beberapa partisipan, mereka menyatakan bahwa untuk mengatasi kondisi waktu yang singkat maka penkes dilakukan secara spontan. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Bastable.

Selain itu Bastable menyatakan bahwa karakter pribadi perawat pendidik memainkan peran penting dalam menentukan interaksi dan hasil pemberian penkes. karakter sabar dan saling pengertian antara tenaga kesehatan dan pasien, serta jalur komunikasi harus diperkuat diantara berbagai jenis pemberi perawatan kesehatan. Hal-hal inilah yang sering dilupakan perawat, sehingga sering terjadi misscomunication dan emosi yang timbul dari perawat


(3)

sendiri. Hal-hal yang diungkapkan partisipan penelitian sangat berkaitan erat dengan yang pernyataan-pernyataan Bastable. Dua partisipan penelitian (P2 & P8) tidak menjelaskan secara detail masalah berupa kendala yang dialami, mereka hanya menyatakan bahwa tidak ada hambatan, karena selama ini, mereka meminta bantuan pada teman perawat lainnya ketika ada masalah. Hal ini tidak sesuai dengan teori Bastable, yang mengatakan bahwa ada kendala dari perawat sendiri dan teman sejawat saat perawat menjalani peran educator.

Perawat juga berusaha mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga serta diri perawat sendiri dan orang lain dengan cara memiliki sikap sabar, tetap ramah (P2) menjelaskan informasi-informasi kesehatan secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah/Jawa (P6), tetap memperhatikan kondisi fisik pasien. Perawat juga meminta bantuan dari teman perawat lain untuk membantu menjelaskan pada pasien dan keluarga ketika perawat tersebut sudah menjelaskan akan tetapi pasien dan keluarga tidak mengerti atau bahkan tidak mematuhi setiap apa yang telah disampaikan perawat (P7). Hal ini sesuai dengan pernyataan-pernyataan


(4)

partisipan pada sub. tema 3.5 mengenai cara mengatasi kendala/hambatan dari pasien dan keluarga serta diri perawat sendiri dan orang lain.

Perawat memiliki inisiatif untuk mengatasi setiap hambatan yang ada dengan cara perawat sendiri. Perawat bersikap sabar dan tetap ramah, hal ini menggambarkan bahwa adanya kesadaran dari perawat sendiri mengenai hambatan yang dialami dan pemahaman perawat mengenai menyikapi hambatan/kendala tersebut.

Menurut Bastable (2002) komunikasi merupakan hal penting bagi seorang perawat, semuanya akan mempengaruhi kualitas pendidikan kesehatan yang diberikan oleh seorang perawat kepada pasien dan keluarga. Partisipan mengatakan bahwa dalam mengatasi kendala dari pasien dan keluarga dengan tingkat pendidikan rendah maka perawat akan menjelaskan informasi-informasi kesehatan secara rangkum dengan menggunakan kata-kata sederhana dan bahasa daerah/Jawa.

Perawat dalam memberikan penkes dan atau informasi kesehatan harus memperhatikan kondisi pasien dan


(5)

keluarga hal ini sesuai dengan ungkapan Bastable (2002) bahwa salah satu hambatan dari pasien adalah gangguan panca indera, oleh karena itu perawat harus tetap memperhatikan kondisi pasien saat memberikan penkes dan atau informasi kesehatan.

B. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:

1. Wawancara yang dilakukan pada saat jam kerja perawat, mempengaruhi keleluasan dalam pelaksanaan penelitian. Meskipun awalnya peneliti telah melakukan kontrak waktu sebelumnya, akan tetapi dalam pelaksanaan penelitian ada beberapa interupsi yang dilakukan partisipan untuk kebutuhan pelayanan pada pasien dan keluarga.

2. Saat wawancara, sebagian partisipan mempunyai intonasi suara rendah. Hal ini diantisipasi dengan memperhatikan letak alat perekam, dan permintaan pada partisipan untuk berbicara lebih keras. Selain itu saat wawancara beberapa partisipan berbicara dengan


(6)

intonasi suara cepat, sehingga sulit saat peneliti membuat verbatim.

3. Penelitian yang dilakukan peneliti adalah pengalaman pertama, sehingga dalam pelaksanaan penelitian kualitatif ini masih banyak kekurangan yang dialami peneliti sendiri, seharusnya masih banyak data yang bisa tergali lebih dalam lagi.

4. Kurangnya sumber referensi dan hasil penelitian terlebih dahulu yang terkait dengan persepsi perawat mengenai peran educator, sehingga pada pembahasan, peneliti hanya menggunakan sedikit referensi.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Caring” Perawat pada Pasien Kanker Paru dipandang Dari Pengan Keluarga di RS Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga T1 462009019 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008084 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008084 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462008084 BAB V

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator Bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Respon Kedukaan Pasien Saat Terdiagnosa HIV Positif di Rumah Sakit Paru Dr Ario Wirawan Salatiga T1 462009004 BAB IV

0 0 25

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab MDR (Multi Drugs Resistance) pada Pasien TB di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga T1 BAB IV

0 0 37

T1 Abstract Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Perawat dan Keluarga dalam Pemberian Asupan Nutrisi Cairan pada Pasien Penderita DBD di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan, Salatiga

0 0 2