KERAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusa sp.) DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA KELURAHAN MANGGA DUA

Ecogreen Vol. 3 No. 1, April 2017
Halaman 9 – 16
ISSN 2407 - 9049

KERAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusa sp.) DI KAWASAN
TAHURA NIPA-NIPA KELURAHAN MANGGA DUA
Nurhayati Hadjar*, Niken Pujirahayu, Eko Fitriono
Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo
*Email : nurexdelaforest@gmail.com

ABSTRAK
Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-nipa memiliki kekayaan jenis yang perlu di eksplore, penelitian ini
mencoba mengidentifikasi keragaman jenis-jenis bambu yang terdapat pada Kawasan Tahura Nipa-Nipa
Kelurahan Mangga Dua. Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu ditunjuk
secara langsung spot-spot keberadaan bambu. Luas kawasan Tahura kelurahan mangga dua sebesar 40 Ha,
jumlah sampel yang diambil sebanyak 50 plot yang berukuran 20 m x 20 m. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada Kawasan Tahura Nipa-nipa kelurahan mangga Dua terdapat 3 marga bambu yaitu Gigantochloa,
Bambusa dan Dendrocalamus yang terdiri dari jenis-jenis bambu Ater (Gigantochloa atter), bambu Apus
(Gigantochloa apus), bambu Cina (Bambusa multiplex Lour.), bambu Betung (Dendrocalamus asper), dan bambu
Kuning (Bambusa vulgaris). Jenis bambu yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi adalah bambu Ater
(Gigantochloa atter) dengan jumlah INP sebesar 162.99%. Sedangkan yang terendah adalah bambu Betung

(Dendrocalamus asper) 19.69%. Keanekaragaman jenis bambu di kawasan Tahura Nipa-Nipa Kelurahan Mangga
Dua masih tergolong rendah yaitu 0.548.
Kata kunci : Jenis Bambu, Indeks Nilai Penting (INP) Bambu, Keanekaragaman Bambu, Tahura Nipa-Nipa.

PENDAHULUAN
Taman
Hutan
Raya
Nipa-Nipa
merupakan salah satu dari sekian banyak
Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) di
Indonesia. Menurut Indriyanto (2010) tahura
merupakan salah satu kawasan pelestarian
untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang
alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli,
yang
dimanfaatkan
untuk
kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan
rekreasi. Kawasan Tahura Nipa-Nipa yang
secara administrasi terletak di Kota Kendari
dan di Kabupaten Konawe yang memiliki
banyak potensi vegetasi di dalamnya. Salah
satunya tumbuhan bambu, bambu merupakan
salah satu hasil hutan non kayu yang banyak
tumbuh di hutan terbuka dan daerah yang
bebas dari genangan air. Dengan sistem
perakaran yang banyak ,kuat dan luas bambu
mempunyai fungsi dalam mencegah erosi,
tanah longsor dan banjir selain itu jenis
tumbuhan ini memiliki pola hidup yang cepat
tumbuh, berdaur pendek, dan harganya relatif
lebih murah dibandingkan kayu.
Indonesia diperkirakan memiliki 157
jenis bambu yang merupakan lebih dari 10%
jenis bambu di dunia. Diantara jenis-jenis
bambu tersebut, 50% di antaranya merupakan


jenis bambu endemik dan lebih dari 50 %
merupakan jenis bamboo yang
telah
dimanfaatkan oleh penduduk dan sangat
berpotensi untuk dikembangkan (Widjaja dan
Karsono, 2004).
Berdasarkan data di atas dapat
dipastikan bahwa bambu merupakan sumber
daya yang sangat melimpah dan memiliki
keanekaragaman yang cukup tinggi.Namun,
kenyataan yang terjadi adalah tidak semua jenis
bambu dikenal oleh masyarakat dengan baik
(Widjaja, 2001).
Jenis-jenis bambu yang terdapat pada
kawasan Mangga Dua Tahura Nipa-Nipa belum
banyak diketahui oleh masyarakat umum
maupun masyarakat sekitar kawasan. Hal ini
karena minimnya informasi maupun referensi
bagi masyarakat maupun pihak terkait. Maka
perlu dilakukannya penelitian identifikasi ini

untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan
bambu. Sehingga diharapkan dari hasil
penelitian ini dapat memberikan data dan
informasi tentang bambu di Tahura Nipa-nipa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober sampai Desember 2015 di kawasan
Tahura Nipa-Nipa Kelurahan Mangga Dua, Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.

Keragaman Jenis Bambu di Tahura Nipa-Nipa – Nurhayati Hadjar et al.

Bahan yang digunakan yaitu : Tali raffia,
Buku panduan Identifikasi bambu, tally sheet
dan alat yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain: Parang, meteran roll, kamera
digital, alat tulis menulis, dan mistar ukur.
Langkah pertama yang dilakukan adalah
melakukan observasi lapangan. Selanjutnya
melakukan penjelajahan di daerah sasaran

penelitian.
Pengambilan titik sampling dilakukan
secara purposive sampling yaitu lokasi sampel
ditentukan secara sengaja dimana area yang
akan dijadikan unit sampel adalah batas sungai
(baseline). Selanjutnya, dalam penentuan desain
sampelnya yaitu menggunakan metode garis
berpetak yang diletakkan secara acak pada
areal penelitian, dengan luas Kelurahan Mangga
Dua 40 Ha. Dengan arah sepanjang sungai
menuju puncak bukit. Menurut Boon dan
Tideman (1950 yang dikutip oleh Soerianegara
dan Indrawan, 1978) untuk kelompok hutan
yang luasnya 1.000 ha atau lebih intensitas
sampling yang digunakan sebaiknya 2 %,
sementara itu jika kurang dari 1.000 ha maka

intensitas sampling sebaiknya digunakan 5 % –
10 %. Berdasarkan ketentuan di atas maka
digunakan intensitas sampling 5% dikarenakan

luas dari Kelurahan Mangga Dua kurang lebih
40 Ha.
a. Intensitas Sampling (IS) yang digunakan :
5%
b. Sampel Luas areal Penelitian : 40 Ha x 5% =
2 Ha ( 20.000 m2 )
c. Luas plot pengamatan 20 m x 20 m = 400 m2
d. Jumlah petak sampel yang digunakan yaitu
20.000
400

10

= 50 petak

Selanjutnya
pada
tempat
dimana
ditemukan bambu dilakukan kegiatan sebagai

berikut:
a. Pengamatan terhadap morfologi dan
habitat dari jenis-jenis bambu yang
ditemukan, kemudian dicatat dalam tally
sheet yang telah disediakan untuk semua
parameter seperti nama jenis, nama lokal,
morfologi, kelimpahan dan lain-lain.
b. Setelah itu jenis bambu yang ditemukan di
dalam petak kemudian didokumentasikan
dengan kamera dalam bentuk rumpun
bambu dan disketsa berdasarkan bagianbagiannya.
c. Kegiatan selanjutnya yaitu pembuatan
spesimen herbarium untuk setiap jenis
bambu yang ditemukan di lokasi
penelitian. Dimana setiap spesimen bambu
yang dibuat dapat mewakili seluruh bagian
tumbuhan tersebut seperti rebung,
pelepah, bentuk percabangan, daun, dan
bunga (bila ditemukan).
Variabel yang diamati dalam penelitian

ini adalah jenis dan tingkat keanekaragaman.
Variabel
jenis
dilakukan
dengan
mengamati indicator morfologis bamboo
meliputi : Batang, daun, pelepah, percabangan,
bunga dan rebung/tunas.
Keanekaragaman
jenis
Bambu
menunjukan seberapa banyak individu bambu
yang tersebar dikawasan Mangga Dua Tahura
Nipa-Nipa. Keanekaragman jenis ditentukan
oleh beberapa komponen Meliputi:
a. Jumlah individu, yaitu jumlah individu yang
diketemukan pada suatu jenis yang
ditemukan dalam petak contoh yang
digunakan dalam pengamatan
b. jumlah jenis, jumlah diketemukan suatu

jenis dalam petak contoh yang digunakan
dalam pengamatan
c. Luas petak, yaitu luas petak contoh yang
digunakan dalam pengamatan.
Data yang diperoleh di lapangan
ditabulasi untuk menghitung besaran dari
variabel
jenis
dan
variabel
tingkat
keanekaragaman jenis meliputi: kerapatan,
kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif,
indeks dominansi, dan indeks nilai penting
serta
variabel
indeks
keanekaragaman
Shannon-Wiener.


Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 9 - 16

Sehingga indeks nilai penting dapat
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
berdasarkan (Cutris dan Mcintoch dalam
Soeryanegara dan Indrawan, 1998). sebagai
berikut :
INP = Kerapatan Relatif (KR) + Frekuensi Relatif
(FR) + Dominansi Relatif (DR)

Dua mencapai 317,274 Ha. Memiliki Ketinggian
mencapai 93-172 m dpl dengan kondisi
topografi landai dan sangat curam. Suhunya
berkisar antara 200- 300C, dengan kondisi
vegetasi yang cukup rapat, pada saat musim
hujan kelembabannya mencapai 89%. (BPS,
Kota Kendari dalam angka 2015).


Keanekaragaman jenis bambu dihitung
berdasarkan Indeks Shanon sebagai berikut :
Shanon-Wiener dalam indriyanto (2006).

Jenis dan Karakteristik Bambu di Kawasan
Tahura Nipa-Nipa Kelurahan Mangga Dua
Berdasarkan hasil identifikasi serta
pencatatan jenis bambu yang ada di lokasi
penelitian, maka dapat dilihat adanya 5 jenis
bambu serta karakteristik morfologi dari
masing-masing jenis bambu yang ditemukan.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pencatatan jenis bambu yang terdapat pada
Kawasan Tahura Nipa-Nipa kelurahan Mangga
Dua, ditemukan bahwa jumlah jenis bambu
yang terdapat di dalam kawasan tersebut
sebanyak 5jenis yang tergolong dalam 3 marga,
yaitu marga Gigantochloa yang terdiri dari dua
jenis, marga Bambusa dua jenis, dan marga
Dendrocalamus satu jenis. Dari Kelima jenis
bambu tersebut diantaranya yaitu Bambu Ater
(Gigantochloa atter ). dengan 24 jumlah
rumpun, Bambu Apus (Gigantohloa apus Kurz)
dengan 15 jumlah rumpun, Bambu Cina
(Bambusa multiplex Lour.) dengan 4 rumpun,
Bambu Betung (Dendrocalamus asper ) dengan
3 jumlah rumpun dan Bambu Kuning (Bambusa
Vulgaris) dengan 4 jumlah rumpun. Hal ini
mengindikasikan bahwa jenis Bambu Ater
(Gigantochloa atter ). Lebih banyak tumbuh
didalam kawasan Tahura Nipa-Nipa kelurahan
Mangga Dua dibandingkan dengan jenis bambu
lainnya.
Tabel 2. menunjukan perbedaan ciri
morfologi dari masing-masing jenis bambu
yang ada di Kawasan Tahura Nipa-nipa
Kelurahan Mangga Dua, mulai dari perbedaan
bentuk batang, pelepah. Serta daun.

H’ = -Σ[(ni/N) Ln (ni/N)]
Keterangan :
H’
= Indeks Shanon-Wiener
ni
= Nilai penting dari tiap spesies
N
= Total nilai penting
Tabel

1.

Nilai H
H’< 1
1