PERANAN SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM MENIN

MA K A L A H
PE RA NA N S UPERV I S I PENDI DI KA N DA LA M MENI NGKA T KA N
PROF ES I ONA LI S ME GURU
E V I R OV IA T I

I. PE NDA HUL UA N
A . L atar Belakang
Peningkatan kualitas, terutama dalam bidang

pendidikan merupakan

suatu keharusan. J ika bangsa ingin maju dan mengejar ketertinggalan dalam
banyak bidang, maka solusinya tak lain adalah memajukan dan memprioritaskan
pendidikan yang berkualitas tinggi. Dengan pola pendidikan yang baik akan
dihasilkan sumber daya manusia (SDM) yang baik pula. SDM yang baik inilah
yang kelak akan menjadi pelopor dan pelaksana kemajuan bangsa ini di masa
yang akan datang.
K ualitas pendidikan yang baik, tidak hanya dinilai dari baik atau
tidaknya kurikulum yang berlaku.

K urikulum sebaik apapun, namun jika


pelaksanaannya tidak sesuai, tidak akan ada artinya. Selama ini, pemerintah
melalui kementrian Pendidikan Nasional (dahulu K ementrian Pendidikan dan
K ebudayaan), telah menerapkan banyak kurikulum yang selalu berganti-ganti.
Pada hakikatnya, konsep kurikulum yang diberlakukan adalah baik, yaitu selalu
mengacu pada kondisi ideal proses pendidikan. Namun di lapangan, ternyata
aplikasinya yang tidak seideal konsepnya. Hal ini dapat dilihat dari ketidaksiapan
guru dalam mengimplementasikan kurikulum yang disebabkan oleh kurangnya
profesionalisme guru, disamping sosialisasi kurikulum yang belum berjalan
lancar.
K urikulum T ingkat Satuan Pendidikan (K TSP), yang sekarang ini
berlaku memiliki konsep yang sangat baik.

Proses dan bahan pembelajaran

disesuaikan dengan kondisi ril di sekolah yang bersangkutan.

Namun

pertanyaannya, siapkah para guru di masing-masing sekolah menerjemahkan

kurikulum ke dalam silabus dan pada akhirnya mengimplementasikannya dalam

proses pembelajaran? J awabannya akan tidak memuaskan kita semua, jika guru
tidak memiliki sifat profesionalisme yang baik. Guru yang profesional akan dapat
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
K elemahan profesi guru ditandai dengan rendahnya tingkat kompetensi
professionalisme mereka.

Penguasaan mereka terhadap materi dan metode

pengajaran masih berada di bawah standar. A da dua hasil penelitian resmi yang
menunjukan kekurangmampuan guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil
penelitian Badan L itbang Depdikbud RI menyimpulkan bahwa kemampuan
membaca siswa kelas V I SD di Indonesia masih rendah. Bahwa 76,95% siswa
kelas V I SD tidak dapat menggunakan kamus.

Y ang mampu menggunakan

kamus hanya 5 % secara sistematis dan benar
Menurut Sahertian dan Sahertian (1992), usaha perbaikan dan

peningkatan kualitas mengajar guru dapat dilaksanakan melalui lembaga preservice education, in-service education maupun on service education.

Y ang

dimaksud pre-service education adalah pendidikan untuk calon guru di L embaga
Pendidikan tenaga K ependidikan (L PT K ), yang bertugas mempersiapkan
lulusannya untuk menjadi guru yang baik. Sedangkan yang dimaksud dengan inservice education adalah pendidikan dan pembinaan yang diberikan oleh lembaga
pendidikan bagi guru yang sudah mengajar dalam rangka peningkatan kualitas
dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Diantara yang termasuk kelompok ini
adalah kegiatan yang dapat direncanakan secara kontinyu yaitu supervisi
pendidikan.

Sedangkan on-service education mencakup pendidikan atau

pembinaan yang diberikan kepada guru untuk bidang studi tertentu di tempat
mereka mengajar.

B. Permasalahan
Dengan demikian supervisi pendidikan merupakan salah satu hal yang
harus dilakukan secara serius dalam rangka usaha perbaikan dan peningkatan

kualitas pendidikan.

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana supervisi

pendidikan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam usaha peningkatan

1

kualitas pendidikan.

Sebelumnya juga akan dibahas mengenai profil guru

profesional dan juga mengenai supervisi pendidikan.

2

II. PE MBA HA SA N
A . Profesi Guru, Guru Profesional dan Profesionalisme Guru
Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional,
utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia

melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian
kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif,
demokratis dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan
bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat.

Sertifikasi guru

mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini
tidak seperti membalik talapak tangan. K arena itu, perlu kerja keras dan sinergi
dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan
guru itu sendiri.
J abatan guru merupakan jabatan yang bersifat profesional.

Seorang

pekerja profesional dalam bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil
dan cakap dalam melakukan pekerjaannya. Seorang pekerja profesional dituntut
menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan
filosofis, pertimangan rasional dan memiliki sikap yang positif dalam
melaksanakan serta mengembangkan kualitas hasil karyanya. Menurut Samana

(1994), ciri-ciri pekerjaan yang berkualifikasi profesional diantaranya yaitu,
pertama, memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon pelakunya;
kedua, dituntut untuk memenuhi persyaratan kecakapan yang telah dibakukan
oleh pihak yang berwenang (misalnya oleh organisasi profesi, konsorsium atau
pemerintah); dan ketiga, mendapat pengakuan dari masyarakat maupun negara.
Sahertian dan Sahertian (1992) mengutip penegasan definisi profesi
mengajar yang dikemukakan oleh B.J Chandler dalam bukunya Education and
T eacher seperti berikut ini.

“Profesi mengajar adalah suatu jabatan yang

mempunyai kekhususan bahwa profesi itu memerlukan kelengkapan mengajar
atau keterampilan atau keduaduanya yang menggambarkan bahwa seseorang itu
dalam hal melaksanakan tugasnya”.

Sedangkan ciri mengajar sebagai suatu

profesi diantaranya adalah:
1. L ebih mementingkan layanan daripada kepentingan pribadi.


3

2. Mempunyai status yang tinggi.
3. Memiliki pengetahuan yang khusus.
4. Memiliki kegiatan intelektual.
5. Memiliki hak untuk memperoleh standar kualifikasi profesional.
6. Mempunyai etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.
Sementara itu, Wijaya dan Rusyan (1991) mengelompokkan kemampuan
seorang guru ke dalam tiga kategori.
1. K emampuan pribadi guru dalam proses belajar mengajar.
2. K emampuan sosial guru dalam proses belajar mengajar.
3. K emampuan profesional guru dalam proses belajar mengajar.
L ebih lanjut, mereka mendeskripsikan kemampuan pribadi seorang guru
adalah sebagai kemantapan dan integritas pribadi, peka terhadap perubahan dan
pembaruan, berpikir alternatif, adil, jujur dan objektif, berdisiplin dalam
melaksanakan tugas, ulet dan tekun bekerja, berusaha memperoleh hasil kerja
yang sebaik-baiknya, simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana
dalam bertindak, bersifat terbuka, kreatif dan berwibawa. Sedangkan kemampuan
sosial guru adalah terampil berkomunikasi dengan siswa, bersikap simpatik, dapat
bekerjasama dengan pihak-pihak lain serta pandai bergaul dengan kawan sekerja

dan mitra pendidikan. Namun yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan
profesional guru yang tidak dapat diperoleh dari pekerja di bidang lain
diantaranya adalah mampu menguasai bidang studinya, mampu mengelola
program belajar mengajar, termasuk memiliki bermacam-macam metode
pembelajaran, mampu mengelola kelas, mampu mengelola dan menggunakan
beragam media dan sumber belajar, mampu menilai prestasi belajar mengajar,
memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di
sekolah, menguasai metode berpikir, terampil memberikan bantuan dan
bimbingan kepada siswa, selalu meningkatkan kemampuan dalam menjalankan
misis profesional, memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan, mampu
menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran, mampu
memahami karakteristik siswa, mampu menyelenggarakan administrasi sekolah,
memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan, berani mengambil keputusan,

4

memahami kurikulum dan perkembangannya, mampu bekerja berencana dan
terprogram serta mampu menggunakan waktu secara tepat.
Sementara itu, Sahertian dan Sahertian (1992) mengemukakan 5 variabel
yang menunjukkan kualitas guru dalam mengajar.


K elima variabel tersebut

adalah:
1. Bekerja dengan siswa secara individual.
2. Persiapan dan perencanaan mengajar.
3. Pendayagunaan alat pelajaran (media dan sumber belajar).
4. Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar.
5. K epemimpinan yang aktif.
Guru yang bermutu dan profesional menjadi tuntutan masyarakat, dan
selama ini guru sudah memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Guru
bermutu dan profesional menjadi dambaan anak didiknya, untuk dapat
membentuk guru bermutu dan profesional sangat tergantung kepada banyak hal.
Di antaranya dari guru itu sendiri, dari pemerintah yang memberikan perhatian
khusus terhadap kesejahteraannya, dari masyarakat yang harus memberi
kepercayaan dan jangan selalu dicerca karena selama ini sudah memberikan yang
terbaik kepada anak bangsa ini, dari orang tua/wali murid itu sendiri, berikan
waktu kepada sekolah untuk jangka tertentu selalu berkomunikasi dengan pihak
sekolah, dan jangan menerima secara sepihak dari anak-anaknya tentang kondisi
sekolahnya.

Mengajar adalah suatu profesi. Dan guru sebagai pengajar semestinya
mengakui dan mencintai profesinya.

J abatan guru yang bersifat profesional

bersifat generik, artinya menuntut peningkatan kecakapan keguruan secara
berkesinambungan. Integritas diri dan dan kecakapan seorang guru selalu perlu
dirumbuhkan serta diperkembangkan, baik atas inisiatif sendiri maupun karena
dorongan dan bantuan dari pihak lain yang ikut bertanggung jawab terhadap
mualitas guru. Secar garis besar dapat disimpulkan tentang gambaran atau citra
seorang guru yang bermutu, yaitu pribadi dewasa yang mempersiapkan diri secara
khusus melalui lembaga pendidikan guru (L PTK ), agar dengan keahliannya
mampu mengajar sekaligus mendidik siswanya agar menjadi warga negara yang

5

baik, berilmu, produktif, berjiwa sosial, sehat dan mampu berperan aktif dalam
peningkatan sumber daya manusia.
Oleh sebab itu, L PT K /FK IP harus lebih dapat meningkatkan fungsi dan
perannya di dalam menghasilkan calon guru yang bermutu dan profesional,

sehingga terlahir guru-guru yang memiliki kompetensi dari semua aspek,
pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional sebagaimana yang dipersyaratkan
oleh UU. Menurut Ishak (2008), dengan adanya persyaratan profesionalisme guru
ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang
profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan
berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk
membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan
profesi secara berkesinambungan.

B. Supervisi Pendidikan
Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah kepuasan kerja, supervisi pendidikan dan komitmen.

K epuasan kerja

diartikan sebagai cerminan sikap dan perasaan dari individu terhadap
pekerjaannya, atau keadaan emosional menyenangkan dan tidak menyenangkan
para pegawai memandang pekerjaan mereka. K epuasan kerja yang tinggi sangat
diperlukan dalam setiap usaha kerjasama guru untuk mencapai tujuan sekolah.
T etapi sebaliknya dengan guru yang memiliki kepuasan kerja yang rendah akan
sangat sulit mencapai hasil yang baik.
Selain faktor kepuasan kerja, supervisi pendidikan juga merupakan
faktor penting dalam peningkatan profesionalime guru.

Supervisi pendidikan

adalah usaha memberikan layanan kepada guru-guru baik secara individual
maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran (Sahertian, 2000).
Peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, perlu
secara terus menerus mendapatkan perhatian dari penanggung jawab sistem
pendidikan. Supervisi pendidikan ini memberikan bantuan kepada guru dalam
merencanakan dan melaksanakan peningkatan profesional para guru dengan
memanfaatkan sumber yang tersedia (Soetjipto, 2004).

Upaya-upaya untuk

6

menumbuhkan dan meningkatkan komitmen guru terhadap organisisi tempat guru
bekerja menjadi sangat relevan, karena guru adalah asset berharga bagi organisasi
sekolah. T anpa komitmen yang tinggi dari seluruh guru, maka upaya untuk
meningkatkan profesionalisme guru dan usaha untuk menghadapi tantangan
global tidak akan menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Menurut

Suwantikno (2007),

Supervisi

adalah bantuan dalam

pengembangan situasi belajar-mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik.
Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang
diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru. Tujuan supervisi harus
dikomunikasikan dan dipahami oleh semua pihak. Supervisi harus terencana
dengan baik, membangun dan demokratis. Guru harus diberi informasi tentang
tujuan supervisi
Sedangkan tujuan supervisi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu kinerja guru, dengan cara:
 Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran
sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
 Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami
keadaan dan kebutuhan siswanya.
 Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam
satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling
menghargai satu dengan lainnya.
 Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan
prestasi belajar siswa.
 Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian
dan alat pengajaran.
 Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat
membantu guru dalam pengajaran.
 Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk
reposisi guru.
2. Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana
dengan baik.

7

3. Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada
untuk

dikelola

dan

dimanfaatkan

dengan

baik

sehingga

mampu

mengoptimalkan keberhasilan siswa.
4.

Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung
terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai
prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.

5.

Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang
tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas
pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.
Salah satu faktor kelemahan dan penyebab kegagalan sekolah dalam

menerapkkan kurikum dan mewujudkan sekolah efektif adalah lemahnya
supervisi. K etika semua komponen sekolah memiliki kewenangan atau otonomi
untuk melakukan apa saja sesuai dengan tanggungjawabnya, mereka sering lupa
untuk melakukan supervisi atau memperoleh supervisi.
Guru merasa memiliki otonomi untuk melakukan apa saja tanpa merasa
perlu supervisi yang mereka anggap intervensi dari kepala sekolah, pengawas,
dinas pendidikan atau yayasan sekolah. K epala sekolah yang merasa memiliki
otonomi melakukan apa saja dalam lingkup sekolah tanpa merasa perlu
melakukan atau memperoleh supervisi. Demikian juga pengawas dan yayasan,
juga merasa bahwa guru atau kepala sekolah telah memiliki otonomi dan dianggap
tahu apa yang harus dilakukan, sehingga, pengawas seringkali melaksanakan
supervisi hanya untuk memenuhi tugas semata.
Dalam konteks inilah hadirnya supervisor yang handal termasuk
pengawas dalam menjalankan supervisi benar-benar diharapkan dan merupakan
suatu keharusan. J ika terjadi penyimpangan atau pelanggaran, hambatan, kendala
atau permasalahan, serta hal-hal lain terutama yang terkait dengan pembelajaran,
maka dengan adanya supervisi hal itu dapat diantisipasi dan segera dapat diatasi.
Supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari serangkaian
kegiatan pengelolaan (manajemen), termasuk manajemen pendidikan dan
manajemen pembelajaran.

K egiatan supervisi merupakan salah satu kegiatan

yang sangat penting dan berarti dalam upaya mengetahui suatu program dan

8

kegiatan. Berhasil tidaknya suatu kegiatan dalam suatu organisasi dapat dilihat
dari kinerja yang dihasilkannya. Hal yang sama juga berlaku di dunia pendidikan,
berhasil atau tidaknya satuan pendidikan (sekolah) juga dapat dilihat dari kinerja
sekolah tersebut.
Salah satu indikator sekolah yang berhasil apabila sekolah tersebut dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan efektif, baik di tingkat
kelas (kualitas pembelajaran) maupun di tingkat sekolah (kualitas pengelolaan
sekolah). Untuk membantu keberhasilan sekolah dan untuk menjamin sekolah
melaksanakan aktivitasnya yang sesuai standar, diperlukan supervisi secara
periodik dan berkesinambungan dengan perencanaan dan arah yang jelas.
A gar dapat melaksanakan supervisi dengan efektif, pengawas harus
memahami prinsip-prinsip dalam melaksanakan supervisi. Dalam Buku Pedoman
Pelaksanaan Supervisi yang diterbitkan oleh Ditjend Dikdasmen (1994)
disebutkan bahwa ada empat prinsip dalam melaksanakan supervisi, yaitu: (1)
ilmiah (scientific); (2) demokrasi; (3) K ooperatif; (4) K onstruktif dan K reatif.
Pertama, ilmiah.

Supervisi harus memenuhi prinsip ilmiah, artinya

bahwa supervisi hendaknya dilakukan secara (a) sistematis, teratur, terprogram,
dan berkesinambungan; (b) objektif berdasarkan pada data/informasi yang
sebenarnya; (c) menggunakan instrumen yang dapat memperoleh data/informasi
yang akurat, dapat dianalisis dan dapat mengukur ataupun menilai proses
pembelajaran.
K edua, demokrasi.

Bahwa dalam melaksanakan kegiatan supervisi,

seorang supervisor hendaknya melaksanakan tugasnya dengan asas musyawarah,
memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta menghargai dan sanggup menerima
pendapat orang lain.
K etiga, kooperatif. Dalam melaksanakan kegiatan supervisi, supervisor
hendaknya dapat mengembangkan usaha bersama untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang lebih baik.
K eempat, konstruktif dan kreatif.

Dalam melaksanakan supervisi,

supervisor hendaknya dapat membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk
terlibat aktif dalam menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik.

9

Selain itu dapat ditambahkan pula bahwa supervisi harus memiliki tujuan
dan indikator yang jelas. T ujuan dan indikator yang jelas merupakan prinsip dasar
yang harus ada dalam melaksanakan supervisi. Seorang pengawas tidak akan
mungkin melaksanakan kegiatan supervisi apabila tidak memiliki tujuan yang
jelas.

Target atau tujuan yang hendak dicapai termasuk indikatornya, harus

dinyatakan secara jelas.

Blandford memberikan prinsip-prinsip dalam

penyusunan target atau tujuan yang disingkat dalam akronim SMA RT ES:
Specific, Manageable, A ppropriate, Realistic, Time-constrained, Informative,
Evaluated, Stimulating.
Selanjutnya, siapa sajakah yang berhak dan berkewajiban melakukan
supervisi atau yang disebut supervisor itu?

Menurut keputusan Menteri

pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, termasuk kategori supervisor
dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas
ditingkat kabupaten/kota, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
Salah satu tugas pengawas dengan perincian sebagai berikut:
”Mengendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian,
penggunaan alat perlengkapan dan penilaian agar sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundangan yang berlaku.”
Pada rambu-rambu penilaian kinerja kepala sekolah (SD), Dirjen
Dikdasmen tahun 2000 sebagai berikut:
1) K emampuan menyusun program supervisi pendidikan
2) K emampuan melaksanakan program supervisi pendidikan
3) K emampuan memanfaatkan hasil supervisi
Pada dasarnya tugas pokok kepala sekolah adalah menilai dan membina
penyelenggaraan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain salah satu tugas
kepala sekolah sebagai pembinaan yang dilakukan memberikan arahan,
bimbingan, contoh dalam proses pembelajaran di sekolah. Berarti bahwa kepala
sekolah

merupakan

supervisor

yang

bertugas

melaksanakan

supervisi

pembelajaran.
Supervisi

klinis

termasuk

bagian

dari

supervisi

pengajaran.

Perbedaannya dengan supervisi yang lain adalah prosedur pelaksanaannya

10

ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi dalam proses
pembelajaran dan kemudian langsung diusahan perbaikan kekurangan dan
kelemahan tersebut.
Menurut Waliman (2001), supervisi klinis diberlakukan bagi guru-guru
yang merasa memiliki kekurangan dalam melaksanakan tugasnya.

Untuk

memperbaikinya tidak cukup dilakukan satu atau dua kali supervisi, melainkan
dibutuhkan serentetan supervisi untuk memperbaiki satu persatu kelemahannya.
Pelaksanaan supervisi klinis menurut Waliman (2001), mengemukakan
ciri-ciri supervisi klinis sebagai berikut:
1. Bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau
instruksi.
2. K esepakatan antara guru dan supervisor tentang apa yang dikaji dan jenis
ketrampilan yang paling penting (diskusi guru dengan supervisor).
3. Instrumen dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dengan
supervisor.
4. Guru melakukan persiapan dengan aspek kelemahan-kelemahan yang akan
diperbaiki. Bila perlu berlatih di luar sekolah.
5. Pelaksanaannya seperti dalam teknik observasi kelas.
6. Balikan diberikan dengan segera dan bersifat obyektif.
7. Guru hendaknya dapat menganalisa penampilannya.
8. Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau
mengarahkan.
9. Supervisor dan guru dalam keadaan suasana intim dan terbuka.
10. Supervisi dapat digunakan untuk membentuk atau peningkatan dan perbaikan
ketrampilan pembelajaran.

C . Peranan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme
Guru
Posisi serta peran guru dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah
merupakan ujung tombak, bahkan bersifat menentukan isi kurikulum de facto
(kurikulum operasional dan eksperimensial) karena guru yang menerjemahkan

11

kurikulum dan mengorganisasi pesan pengajaran bagi siswanya. Berdasarkan
pada pola nilai yang dihayatinya, visi keilmuannya (bidang keguruan dan bidang
studi), dan dengan kecakapan keguruannya (didaktis-metodis), guru mengolah
serta mengatur kembali isi kurikulum formal menjadi program atau satuan
pelajaran yang merangsang belajar siswanya. Dalam kondisi negatif, apabila
mutu pribadi, keilmuan dan kecakapan keguruan dari seorang guru itu jelek maka
pasti akan merusak atau peling tidak menghambat proses dan hasil belajar siswa.
Oleh sebab itu perlu terus dilakukan pengevaluasian dan peningkatan kualitas
guru yang terus menerus (dalam bahasa Total Quality Management disebut
Continuous Improvement) salah satunya dengan pelaksanaan supervisi pendidikan
yang terencana dan terprogram.
Meningkatnya proses pembelajaran dan hasil belajar siswa sebagai tujuan
pembinaan pendidikan di satuan pendidikan, dimulai dan diakhiri di dalam kelas.
Mengetahui

berbagai kelemahan/kekurangan dan kebutuhan guru untuk

meningkatkan kemampuannya, dimulai dengan mengobservasi (menggunakan
lembaran observasi yang tepat) penampilan guru di depan kelas.
Mengikuti usaha guru untuk meningkatkan proses pembelajaran,
dilakukan pula dengan mengobservasi kegiatan dalam kelas secara teratur dan
kontinu. Mengetahui keberhasilan siswa dalam meningkatkan belajarnya, juga
adalah hasil observasi kegiatan dalam kelas. Dengan demikian, akan dapat lebih
mudah memilih teknik maupun metode yang efektif dalam upaya pembinaan
selanjutnya dan dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
K arena itu, perlu disadari pentingnya kunjungan kelas yang dilakukan
sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam rangka pembinaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Di samping itu, supervisor
(kepala sekolah maupun pengawas sekolah) harus benar-benar memahami dan
mengetahui fungsi kunjungan kelas. J uga terampil dalam melakukan kedua jenis
kunjungan kelas sesuai tujuannya dan prosedur maupun ketentuan yang berlaku
masing-masing, serta bersedia menyediakan waktu secara khusus untuk
melakukannya.

12

Tujuan pendidikan di satuan pendidikan adalah hasil belajar siswa. Hal
ini dapat diperoleh melalui proses pembelajaran yang efektif.

Proses ini

dimungkinkan dengan adanya situasi pembelajaran yang memadai, yaitu situasi
fisik yang memadai/lengkap dan situasi sosial-emosional yang memungkinkan.
Semuanya itu dapat diciptakan apabila kemampuan profesional guru yang baik.
Dari kemampuan profesional guru sampai hasil belajar siswa, harus
diawasi oleh kepala sekolah. Diperiksa untuk mengetahui keadaan sebenarnya,
apa yang sudah sesuai dan apa yang belum sesuai dengan yang direncanakan serta
menemukan segala kekurangan maupun kebutuhan guru. Selanjutnya yang sangat
diperlukan dan penting sebagai tindak lanjutnya adalah berupaya melakukan
perbaikan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Mengadakan koreksi dan perbaikan situasi pembelajaran dalam kelas,
perbaikan proses pembelajaran sampai dengan meningkatnya kualitas/hasil belajar
siswa yang lebih baik, merupakan tugas langsung guru bersangkutan. Usaha
supervisor (kepala sekolah maupun pengawas sekolah) untuk memperbaiki dan
meningkatkan

semua

itu,

dilakukan

melalui

guru

(sebagai

tujuan

intermedear/perantara). Membantu guru, usaha untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru merupakan pembinaan pendidikan oleh supervisor yang
merupakan bidang tugas dan fungsinya.
Pembinaan yang sangat diperlukan adalah yang lebih bersifat konsultatif
(pertemuan pribadi) yaitu memberikan dorongan/motivasi, saran/petunjuk, dan
bimbingan/bantuan yang bersifat direktif (mengarahkan). Dengan dibantu dan
ditingkatkan kemampuan guru, maka guru bersangkutan akan lebih mampu
memperbaiki dan meningkatkan situasi serta proses pembelajaran di kelas maupun
hasil belajar siswa.
Sesuai tujuan masing-masing, terdapat berbagai teknik maupun metode
pembinaan pendidikan.

Untuk mengidentifikasi kelemahan/kekurangan dan

kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas mengajar dapat dilakukan, antara lain
pertama, kunjungan kelas yaitu untuk memperoleh informasi/data kongkrit
tentang penampilan guru di kelas.

K edua, pertemuan pribadi dengan guru

13

bersangkutan untuk

memperoleh data tambahan dan membantu guru

bersangkutan, menemukan dan menyadari sendiri kebutuhannya.
Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas
mengajar dapat dilakukan dengan: Pertemuan pribadi (konsultatif), supervisor
bersangkutan dapat menyarankan/memberi petunjuk, mendorong/memotivasi,
membimbing/membantu dan memberi contoh yang berkaitan dengan cara
mengajar yang dapat diterima guru dan sesuai situasi dan kemampuan guru;
Demonstrasi mengajar oleh seorang yang dinilai ahli dan dapat diikuti serentak
oleh guru yang memerlukan tambahan pengalaman/pengetahuan; Inter class visit
dan inter school visit, saling mengunjungi antarguru yang sedang mengajar di
kelas dalam satuan pendidikan, atau antarsekolah dengan sekolah lain; Diskusi,
rapat antarguru yang mengajar mata pelajaran sama.
Untuk meningkatkan proses pembelajaran diperlukan teknik bimbingan
dan pengarahan dalam mengaplikasikan hasil peningkatan guru di depan kelas.
Dapat dilakukan dengan: Pertemuan pribadi, supervisor dapat memberikan
dorongan dan saran praktis bagaimana menerapkan kemampuan guru dalam
penampilannya di depan kelas; Inter class visit dan inter school visit, dalam
rangka pertukaran pengalaman penampilan di depan kelas; Diskusi, rapat
antarguru yang berkepentingan untuk membahas pengalaman mereka dalam
penampilan di depan kelas.
Dalam menggunakan teknik tersebut harus lebih dahulu menguasai
caranya sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. K arena itu, apabila teknik
tersebut dapat dilakukan secara efektif dan teratur, kemungkinan besar kualitas
peserta didik dapat meningkat melalui peningkatan kualitas mengajar guru yang
tidak memerlukan dana yang besar.

Tetapi yang sangat diperlukan adalah

kemauan sesuai bidang fungsi, wewenang, tugas, dan tanggungjawab masingmasing. J uga sangat tergantung pada pelaksanaan kebijakan teknis K epala Dinas
Pendidikan

kabupaten/kota

bupati/walikota

selaku

setempat,

pemegang

sebagai
kewenangan

perpanjangan
dan

tangan

tanggungjawab

penyelenggaraan pendidikan.

14

Peningkatan profesional bertujuan meningkatkan kemampuan guru
dalam melaksanakan tugas mengajar, baik pengetahuan, keterampilan maupun
sikap profesionalnya. Dengan perkataan lain, agar guru/petugas tetap bergairah
mengefektifkan kemampuan profesioanalnya dan tetap berusaha menjadi guru
yang kreatif dan produktif. Hal ini dapat dicapai dengan mengikutsertakan guru
dalam pengambilan keputusan, mengadakan tukar pikiran secara bebas dan
memberikan kesempatan untuk mengemukakan ide. K eterlibatan aktif dalam
usaha menangani berbagai masalah profesional sangat besar artinya dalam
pembinaan.
Peningkatan kemampuan profesional ini, harus dimulai dengan
menanamkan sikap ‘kemauan atau ingin belajar’ pada guru. Guru sendiri perlu
terdorong oleh kemampuan untuk meningkatkan diri sendiri dalam profesinya.
Dengan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, diharapkan
membuat guru dapat bekerja sesuai yang diharapkan.
Dalam bidang profesi keguruan yang diharapkan dapat ditingkatkan
adalah: Penguasaan lebih baik daripada materi mata pelajaran yang diajarkannya;
Mengetahui dan terampil melaksanakan metode yang lebih tinggi keefektivannya
(skenario pembelajaran); L ebih cakap dalam menciptakan situasi pembelajaran
yang mendorong siswa lebih aktif (termasuk teknik melakukan pertanyaan kepada
siswa); Lebih mampu berinteraksi antara guru dengan siswa pada waktu
mengajar; A lat pelajaran yang digunakan dan cara menggunakannya; Gaya
mengajar guru; Cara membantu siswa yang mengalami kesulitan menerima materi
pelajaran.

15

III. K E SIMPUL A N

Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan hal-hal
berikut ini:
1. Guru profesional adalah guru yang memiliki kemampuan profesi, kemampuan
pribadi dan kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar.
2. Supervisi merupakan layanan bantuan dalam pengembangan situasi belajarmengajar dengan tujuan memperoleh kondisi pembelajaran dan hasil belajar
yang lebih baik.
3. Untuk meningkatkan proses pembelajaran diperlukan teknik bimbingan dan
pengarahan dalam bentuk supervisi pendidikan dengan sasaran peningkatan
performa guru di kelas.
4. Peningkatan profesionalisme guru melalui supervisi pendidikan merupakan
kegiatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
tugas mengajar sebagai tugas utamanya, baik pengetahuan, keterampilan
maupun sikap profesionalnya.

16

DA F T A R PUST A K A

A nonim. 1994. Buku Pedoman Pelaksanaan Supervisi. Direktorat J enderal
Pendidikan Dasar Menengah.
Ishak, I. 2008. Persyaratan Profesionalisme Guru. A rtikel. Riau Pos 2 Maret
2008. http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/
Purwanto, M.N. 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Penerbit CV Remadja K arya.

Bandung,

Sahertian Piet A , 2000, Konsep Dasar dan T eknik : Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. J akarta, Rineka Cipta.
Sahertian, P.A . dan Sahertian I.A . 1992. Supervisi Pendidikan, dalam Rangka
in-service E ducation. J akarta, Penerbit Rineka Cipta.
Samana, A .
1994.
Profesionalisme Keguruan.
Pengembangannya. Y ogyakarta, Penerbit K anisius.

Kompetensi

dan

Soetjipto dkk, 2004. Profesi Keguruan. Rineka Cipta, J akarta
Suwantikno, T. 2007. Supervisi Guru. A rtikel. Didownload pada tanggal 22
A pril 2008 di http://tikkysuwantikno.wordpress.com/2007/12/19/supervisiguru/
Waliman, I. 2001. Supervisi Klinis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah).
Bandung, Dinas Pendidikan Provinsi J awa Barat
Wijaya, C dan A .T. Rusyan. 1991. Kemampuan dasar Guru dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

17