SOSIOLOGI MEMAHAMI POLITIK DAN PEREKONOM

SOSIOLOGI: MEMAHAMI POLITIK DAN PEREKONOMIAN
GLOBAL

Disusun oleh:
Muhammad Lutfi Baidhowi

(07011281722095)

Dheannita Cikanaya

(07011381722131)

Vicko Pravintania

(07011381722132)

Putri Anjani Devanti

(07011381722133)

Feren Aulia Utari


(07011381722134)

Navita Khansa Victoria

(07011381722135)

Cantika Diva Ramadina

(07011381722136)

Dosen Pembimbing:
Veronica Verbi, S.Sos., M.Si.

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KOTA PALEMBANG
2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kita berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup yang kita jalani ini akan
selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia maupun alam akhirat.
Karena berkat rahmat-Nya pula laporan ini terselesaikan dengan baik ini untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sosiologi dengan judul makalah
“Sosiologi: Memahami Politik dan Perekonomian Global”.
Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Vieronica
Varbi S., S.Sos, M.Si. yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Serta orang tua dan teman-teman yang telah mendukung penulis
dalam bentuk, baik fisik maupun moril.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam segi materi maupun dalam
penyusunan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
yang penulis miliki. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun bagi seluruh pembaca, dalam upaya untuk menjadi lebih baik.
Demikianlah makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih.


Palembang, 10 November 2017
Penulis,

DAFTAR ISI

Keterangan
KATA PENGANTAR................................................................................

Hal
.
i

DAFTAR ISI...............................................................................................

ii

BAB I: PENDAHULUAN.........................................................................

1


1.1 Latar Belakang.........................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................

1

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................

2

BAB II: ISI.................................................................................................

3

2.1 Politik: Menetapkan Kepemimpinan.......................................

3


A. Kekuasaan, Wewenang, dan Kekerasan............................

3

B. Tipe Pemerintah.................................................................

5

C. Sistem Politik Amerika Serikat.........................................

6

D. Perspektif Sosiologi dalam Kepemimpinan......................

10

2.2 Perang dan Terorisme: Suatu Cara untuk
Mengimplementasikan Tujuan Politik.....................................

11


A. Perang................................................................................

11

B. Perang dan Dehumanisasi..................................................

13

C. Terorisme...........................................................................

13

2.3 Perekonomian: Pekerjaan dalam Kampung Global.................

14

A. Transformasi Sistem Ekonomi..........................................

14


B. Sistem Ekonomi Dunia......................................................

17

C. Kapitalisme dalam Perekonomian Global.........................

19

BAB III: PENUTUP..................................................................................

22

3.1
Simpulan...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................

22

23


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Setiap berbicara tentang politik dalam global, maka tak lengkap jika tidak

membahas ekonomi di dalamnya pula. Politik dan ekonomi merupakan elemen
penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan sehari-hari masyarakat tak akan lepas
dari kegiatan politik dan ekonomi. Dalam dunia yang lebih luas politik dan
ekonomi mampu memperngaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan
melibatkan berbagai organisasi pemerintahan, perusahaan, individu dan aktoraktor non pemerintah lainnya, transaksi ekonomi juga menjadi kegiatan utama.
Perkembangan politik dan ekonomi cukup signifikan, dan sangat terpangruh
terhadap tingkah laku manusia. Situasi global saat ini merupakan hasil dari
kebijakan yang diambil para elite politik maupun ekonomi dahulu. Lalu, saat ini
politik dan ekonomi dunia tidak bisa dipahami hanya melalui satu perspektif saja.
Kita perlu melihat politik dan ekonomi gobal dari berbagai sudut pandang agar
dapat memahami dengan baik. Pada pembahasan makalah ini, penulis menyajikan
berbagai konsep-konsep politik dan ekonomi global dengan judul “Sosiologi:

Memahami Politik dan Perekonomian Global”.
1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penulisan ini yaitu, sebagai berikut.
1.

Apa konsep-konsep kekuasaan, wewenang, dan kekerasan?

2.

Apa saja tipe pemerintah di dunia?

3.

Bagaimana sistem politik Amerika Serikat?

4.

Apa saja perspektif sosiologi dalam kepemimpinan?


5.

Bagaimana

konsep

perang

dan

terorisme

dalam

pengimplementasian tujuan politik?
6.

Bagaimana transformasi sistem perkonomian global?


7.

Apa saja jenis-jenis sistem ekonomi dunia?

8.

Bagaimana peran kapitalisme dalam perekonomian global?

kajian

1.3

Tujuan Penulisan
Adapun manfaat penulisan pada karya ini yaitu, sebagai berikut.
1.

Untuk mengetahui konsep-konsep kekuasaan, wewenang, dan
kekerasan.

2.

Untuk mendapatkan informasi mengenai tipe pemerintah di dunia.

3.

Untuk mengetahui sistem politik Amerika Serikat.

4.

Untuk mendapatkan informasi mengenai perspektif sosiologi dalam
kepemimpinan.

5.

Untuk mengetahui konsep perang dan terorisme dalam kajian
pengimplementasian tujuan politik.

6.

Untuk

mendapatkan

informasi

tentang

transformasi

sistem

perekonomian global.
7.

Untuk mengetahui jenis-jenis sistem ekonomi dunia.

8.

Untuk mendapatkan informasi tentang peran kapitalisme dalam
perekonomian global.

BAB II
ISI
2.1

Politik: Menetapkan Kepemimpinan
Agar tetap dapat berjalan, setiap masyarakat harus mempunyai suatu sistem

kepemimpinan. Beberapa orang harus mempunyai kekuasaan atas orang lain.
Marilah kita jajaki topik yang sedemikian signifikan dalam kehidupan kita ini.
A.

Kekuasaan, Wewenang, dan Kekerasan
Kekuasaan (power) adalah kemampuan untuk melaksanakan

keinginan kita, meskipun ditentang orang lain sebagai sesuatu yang sah
ataupun tidak sah. Kekuasaan yang sah disebut wewenang (authority) yaitu
kekuasaan yang dianggap benar oleh orang lain, sedangkan kekuasaan yang
tidak sah disebut paksaan (coercion) ialah kekuasaan yang tidak dianggap
orang sebagai suatu hal yang benar.
1)

Wewenang dan Kekerasan yang Sah
Pemerintah, yang juga dikenal sebagai negara (state), menguasai

monopoli penggunaan kekerasan secara sah. Apa yang diajukan oleh Max
Weber (1946, 1922/1968)–bahwa negara menguasai hak eksekutif atas
penggunaan kekerasan dan hak untuk menghukum siapa pun yang
menggunakan kekerasan–sangat penting bagi pemahaman kita mengenai
politik. Kita tidak dapat membunuh sesorang karena ia telah melakukan
sesuatu yang secara mutlak kita anggap sebagai suatu bentuk kejahatan yang
sangat kejam–tetapi negara dapat melakukannya.
Lantas, mengapa orang menerima kekuasaan sebagai hal yang sah?
Max Weber (1922/1968) mengidentifikasikan tiga sumber wewenang, yaitu
sebagai berikut.
a)

Wewenang Tradisional
Sepanjang sejarah, fondasi paling lazim bagi wewenang ialah tradisi.

Wewenang tradisional (traditional authority) didasarkan pada kebiasaan,
merupakan ciri kelompok kesukuan. Wewenang tradisional mengalami
kemunduran seiring berkembangnya industrialisasi, walaupun tidak hilang

sepenuhnya. Contoh wewenang tradisional seperti, kelahiran dalam suatu
keluarga tertentu yang mengharuskannya menjadi raja atau ratu atau kepala
suku karena rakyat setempat percaya bahwa ini merupakan cara yang paling
benar untuk menentukan siapa yang akan memerintah.
b)

Wewenang Rasional-Legal
Wewenang

rasional-legal

(rational-legal

authority)

terkadang

disebut sebagai wewenang birokratis, tidaklah didasarkan pada kebiasaan,
melainkan pada peraturan tertulis. Oleh karena itu, rasional-legal merujuk
pada hal-hal yang disepakati orang secara masuk akal dan dituliskan
menjadi hukum. Hal yang disepakati dapat bersifat sangat luas seperti hak
anggota masyarakat, atau bersifat sangat sempit seperti suatu kontrak antara
dua orang individu.
c)

Wewenang Karismatis
Wewenang karismatis (charismatic authority) adalah tipe wewenang

ketiga yang dibeberkan oleh Weber, biasanya wewenang ini muncul dari
pemimpin yang menarik atau berkarisma bagi orang lain karena percaya
bahwa orang tersebut dianggap telah tersentuh oleh Tuhan atau dianugerahi
kemampuan yang luar biasa oleh alam (Lipset 1993).
2)

Peralihan Wewenang
Peralihan wewenang secara teratur dari seorang pemimpin ke

pemimpin yang lain sangatlah penting bagi kestabilan sosial. Untuk
wewenang tradisional, orang mengetahui siapa yang akan mendapat giliran
berikut. Untuk wewenang rasional-legal, orang mungkin tidak mengetahui
siapa yang akan menjadi pemimpin berikut, namun mereka mengetahui
bagaimana orang tersebut akan terpilih. Namun, bagi wewenang karismatis
tidak memiliki peraturan ini karena wewenang karismatis lebih tidak stabil
dibandingkan wewenang tradisional dan rasional-legal, dikarenakan jika
terjadi peralihan kekuasaan akan memancing terjadinya perebutan
kekuasaan dan juga jika mereka menunjuk penerus, penerus yang baru

belum tentu dikagumi oleh para pengikut sebelumnya seperti mereka
mengagumi pemimpin sebelumnya.
B.

Tipe Pemerintah
Bagaimanakah perbedaan tipe pemerintah –kerajaan, demokrasi,

kediktatoran, dan oligarki– berbeda? Marilah kita membandingkan tipe-tipe
pemerintah yang ada di dunia.
1)

Kerajaan
Tipe pemerintah kerajaan (monarchy) adalah sebuah pemerintahan

yang dipimpin oleh raja atau ratu yang memiliki hak memerintah yang
diturunkan dalam keluarga. Sistem pemerintahan ini menjadi yang tertua di
dunia, dan juga biasanya pemimpinnya berkuasa sepanjang hayatnya.
Contohnya adalah sistem pada Kerajaan Thailand, yaitu Raja Bhumibol
Adulyadej yang meninggal dunia pada 13 Oktober 2016 digantikan oleh
anaknya yaitu Maha Vajiralongkorn.
2)

Demokrasi
Tipe kedua, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat,

dimana rakyat berperan aktif untuk melaksanakan atau menjalankan
pemerintahan, dan juga berperan aktif dalam menyampaikan pendapat demi
kemajuan bersama. Terdapat macam demokrasi yaitu demokrasi langsung
(direct democracy)–suku dan kota tersebut cukup kecil sehingga orang yang
memiliki hak pilih dapat berkumpul, menyatakan pendapat mereka, dan
kemudian memberikan suara secara terbuka– dan demokrasi representatif
(representative

democracy)–disebut

demokrasi

perwakilan

adalah

demokrasi yang prinsipnya sedikit orang akan mewakili banyak orang.
Contohnya, dalam pembuatan undang-undang diwakili oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, karena tidak mungkin seluruh rakyat ikut langsung
membuat undang-undang.–

3)

Kediktatoran dan Oligarki
Kediktatoran (dictatorship) adalah jika seorang individu merampas

kekuasaan dan kemudian mendiktekan keinginannya pada rakyat. Karena
kekuasaan yang terjadi biasanya menimbulkan perpecahan, terjadilah
Oligarki (oligarchy) yaitu suatu kelompok kecil merebut kekuasaan
pemerintahannya. Contohnya adalah perebutan kekuasaan yang kadangkadang terjadi di Amerika Tengah dan Selatan, dimana pimpinan tentara
merampas kekuasaan suatu negara.
C.

Sistem Politik Amerika Serikat
Dalam sistem politik Amerika Serikaat ini kita akan membahas dua

partai poltik terbesar di Amerika Serikat, pola pemberian suara, serta peran
para pelobi dan komite aksi politik (Political Action Committee: PAC).
1)

Partai Politik
Setelah Amerika Serikat berdiri, muncul banyak partai politik. Namun

pada perang saudara terdapat hanya dua partai yang mendominasi politik
Amerika, yaitu partai Demokrat yang menurut publik terkait atas kelas
pekerja dan partai Republik yang terkait atas kelas yang lebih kaya. Setiap
partai yang mengajukan calon dan akan melakukan pemilihan umum harus
menentukan calon mana yang mewakili partai mereka lalu setiap calon
berkampanye.
Meskipun orang-orang Demokrat dan Republik mewakili falsafah
dasar yang berbeda, tiap partai mengoperasionalisasikan falsafah tersebut
secara luas, seorang Demokrat yang konservatif akan sukar dibedakan
dengan seorang Republik yang liberal. Namun mereka yang tergolong
ekstrim akan mudah dikenali, orang akan mendukung perundang-undangan
yang mengalihkan penghasilan orang kaya ke yang lebih miskin atau yang
mengendalikan upah, kondisi kerja, dan persaingan. Orang yang sangat
Republik, di lain pihak, akan menolak perundang-undangan semacam itu.
Mereka yang terpilih menjadi anggota kongres dapat melintasi partai,
artinya beberapa anggota partai Demokrat dapat saja memberikan suara
untuk rancangan perundang-undangan yang diusulkan oleh orang Republik

ataupun sebaliknya. Ini terjadi karena pemegang jabatan memang
mendukung falsafah partai mereka, namun bukan

berarti mereka akan

mendukung operasionalisasi falsafah tersebut secara spesifik. Dengan
demikian, apabila yang dibahas ialah suatu rancangan undang-undang
tertentu, seperti kenaikan upah minimum oleh partai Republik dan menurut
salah satu anggota partai tersebut tidak adil maka mereka boleh menentang
rancangan tersebut dan apa bila menurut salah satu anggota partai Demokrat
bahwa rancangan tersebut sesuai maka dia boleh menyatakan setuju dengan
rancangan undang-undang tersebut.
Terlepas dari perbedaan dan pertikaian kedua partai tersebut, orang
Demokrat dan orang Republik memiliki persamaan kepentingan. Partai
Demokrat dan partai Republik akan mendukung dasar-dasar falsafah politik
Amerika Serikat dengan tegas, seperti pendidikan umum yang cuma-cuma,
militer yang kuat, kebebasan beragama, berbicara dan berkumpul, serta
kapitalisme.
2)

Pola Pemberian Suara
Dari tahun ke tahun Amerika Serikat memiliki pola suara yang

konsisten. Pemberian suara meningkat seiring dengan meningkatnya
pendidikan. Peluang lulusan perguruan tinggi untuk memberikan suara ialah
dua kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak lulus sekolah
menengah ke atas. Pekerjaan dan penghasilan juga memberikan pengaruh
yang sangat signifikan.
Orang yang berpenghasilan 50.000 dolar setahun berpeluang dua kali
lebih besar untuk memberikan suara dibandingkan mereka yang
berpenghasilan kurang dari 10.000 dolar. Lalu perlu diketahui bahwa
peluang perempuan untuk memberikan suara agak lebih tinggi dari pada laki
laki karena di Amerika Serikat juga populasi perempuan agak lebih banyak
dari pada laki-laki. Dalam pemberian suara di Amerika Serikat juga
memiliki macam macam asal pemberian suara.
a)

Integrasi Sosial

Di dalam perpolitikan Amerika Serikat juga tidak luput dari ras dan
etnis. Mereka yang paling berpeluang memberikan suara adalah orang kulit
putih yang lebih tua, berpendidikan, kaya dan memiliki pekerjaan. Mereka
yang paling tidak berpeluang untuk memberikan suara adalah orang
Amerika Latin yang lebih muda, miskin, berpendidikan rendah, dan tidak
bekerja. Dari kasus ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa semakin
seseorang merasakan bahwa mereka mempunyai kepentingan dalam sistem
politik, semakin mungkin mereka memberikan suara.Mereka memiliki
banyak hal yang ingin dilindungi, dan mereka merasa bahwa pemberian
suara dapat memberikan perbedaan. Sebenarnya orang yang memperoleh
imbalan dari sistem politik dan ekonomi merasa lebih terintegrasi secara
sosial. Mereka memberikan suara karena mereka mengapresiasikan bahwa
pemilihan umum berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan dan
masyarakat tempat mereka dan anak-anak mereka hidup.
b)

Aliansi dan Apati
Kebalikan dari integrasi sosial, mereka yang lebih sedikit merasakan

manfaat dari sistem di bidang pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan lebih
berpeluang merasa teralienasi dari politik, karena mereka memandang diri
mereka sebagai orang luar, banyak dari mereka merasa arah kepada
pemerintah. Beberapa orang mersa dikhianati, seraya percaya bahwa para
politisi telah menjual diri mereka pada kelompok yang memiliki
kepentingan khusus. Mereka yakin bahwa politisi itu adalah pembohong,
kaum mioritas yang merasa bahwa sistem politik Amerika Serikat adalah
sistem “kulit putih” cenderung enggan memberikan suara.
Tidak menutup juga bahwa banyak orang yang berpendidikan tinggi
dan berpenghasilan baik pun menjauhi bilik suara. Banyak orang tidak
memberikan suara karena apati pemilih (voter apathy). Mereka
memandang bahwa “tahun depan tidak akan berbeda dari tahun sekarang
entah siapa pun yang menjadi presiden” dan suatu sikap yang lazim di
antara mereka yang apatis adalah “perbedaan apa yang disebabkan oleh satu

suara bila ada jutaan pemilih?” banyak orang hanya melihat sedikit
perbedaan dari kedua partai politik utama.
Aliansi dan apati sangat lazim sehingga setengah orang yang memiliki
hak suara dalam bangsa tidak memberikan suara dalam pemilihan presiden,
dan bahkan banyak lagi orang yang tidak memberikan suara dalam
pemilihan calon anggota kongres.
c)

Pelobi dan Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan khusus (special-interest group) adalah

mereka yang berisikan orang-orang yang berpikiran sama mengenai suatu
isu khusus dan dapat dimobilisasikan untuk melakukan tindakan politik
untuk kepentingan pribadi. Kelompok ini biasanya akan mampu
mengerahkan pelobi (lobbyist) –orang yang dibayar untuk mempengaruhi
pembuatan undang-undang atas nama klien mereka.
Kelompok kepentingan khusus dan pelobi telah menjadi salah satu
kekuatan besar dalam perpolitikan Amerika Serikat. Para anggota kongres
ingin dipilih kembali harus memperhatikan mereka, karena mereka
mewakili suatu blok pemilih yang mempunyai kepentingan vital bersama
dalam hasil akhir undang-undang tertentu yang diajukan, karena memiliki
kemampuan finansial yang baik dan mampu memberikan sejumlah dana
besar, para pelobi dapat memberikan suara kepada kita atau kepada lawan
kita.
Kelompok kepentingan khusus membentuk komite aksi politik
(political action comittee: PAC). Organisasi-organisasi ini mencari
sumbangan dana dari banyak donatur, dan kemudian menggunakan seluruh
dana yang dikumpulkan itu untuk mempengaruhi pembuatan undangundang. PAC sangat berkuasa, karena mereka mendanai para pelobi dan
para anggota legislatif.
Meskipun Amerika Serikat melarang kelompok ini, kelompok
kepentingan khusus tidak akan lenyap dalam politik Amerika Serikat, baik
maupun buruk kelompok kepentingan khusus memainkan suatu peran
penting dalam sistem politik Amerika Serikat.

D.

Perspektif Sosiologi dalam Kepemimpinan
Untuk memahami tentang kepemimpinan, marilah kita lihat perspektif

sosiologi dalam kepemimpian pada kasus yang terjadi di Amerika Serikat.
1)

Perspektif Fungsionalis: Pluralisme
Para fungsionalis berpandangan bahwa negara berasal dari kebutuhan

dasar kelompok sosial. Untuk melindungi diri mereka dari para penindas,
rakyat membentuk suatu pemerintah dan memberikan kepadanya monopoli
dalam hal kekerasan. Risikonya ialah bahwa negara dapat balik
menggunakan kekuatan tersebut terhadap warga negaranya sendiri. Dengan
demikian, rakyat harus menemukan suatu keseimbangan antara tidak
mempunyai pemerintah–yang dapat menyebabkan munculnya anarki
(anarchy), suatu kondisi munculnya kekacauan dan kekerasan dimanamana–dan memiliki suatu pemerintah yang melindungi mereka dari
kekerasan, namun itu juga dapat berarti bahwa pemerintah dapat
menggunakan kekerasan terhadap mereka. Apabila negara berfungsi dengan
baik, negara merupakan suatu sistem seimbang yang dapat melindungi para
warga negaranya–baik dari satu sama lain maupun dari pemerintah itu
sendiri.
Menurut para fungsionalis pluralisme (pluralism), suatu penyebaran
kekuasaan di antara banyak kelompok kepentingan khusus, mencegah agar
suatu kelompok tertentu tidak menguasai pemerintah dan menggunakannya
untuk menindas rakyat. Seperti contoh di Amerika Serikat, untuk mencegah
agar pemerintah tidak dikuasai suatu kelompok tertentu, para pendiri
Amerika Serikat mendirikan tiga cabang pemerintahan: cabang eksekutif
(presiden), cabang yudikatif (peradilan), dan cabang legislatif (Senat dan
Dewan Perwakilan Rakyat). Masing-masing cabang itu disumpah untuk
mendukung Konstitusi yang menjamin hak-hak warga negara, dan masingmasing dapat membatalkan tindakan kedua cabang yang lain. Sistem ini,
yang dikenal sebagai checks and balances, didesain untuk menjamin bahwa
kekuasaan tetap terdistribusi dan bahwa tidak ada satu cabang pemerintahan
yang mendominasi.

2)

Perspektif Konflik: Elite Kekuasaan
Para penganut teori konflik tidak setuju dengan apa yang dinyatakan

oleh perspektif fungsionalis. C. Wright Mills (1956) berpendapat bahwa
keputusan penting tidak dibuat oleh para pelobi atau bahkan kongres
sekalipun. Keputusan-keputusan yang membawa dampak besar pada
kehidupan orang Amerika–dan rakyat diseluruh dunia dibuat oleh suatu elite
kekuasaan (power elite). Para pemimpin puncak dari korporasi terbesar,
para jenderal dan laksamana yang paling berkuasa di angkatan bersenjata,
dan politisi elite tertentu–presiden, kabinetnya dan sejumlah anggota senior
kongres terpilih yang menjadi ketua komite utama. Mereka inilah yang
berkuasa, yang mengambil keputusan-keputusan yang akan mengarahkan
negara dan mengguncang dunia.
Para penganut teori konflik mengingatkan bahwa kita jangan
membayangkan elite kekuasaan atau kelas yang berkuasa sebagai suatu
kelompok yang berkumpul untuk menyepakati hal-hal yang spesifik.
Persatuan mereka bersumber dari persamaan latar belakang dan orientasi ke
kehidupan. Dengan koneksi politik mereka di pusat-pusat tertinggi
kekuasaan, elite ini menentukan kondisi ekonomi dan politik negara tempat
beroperasi (Domhoff 1990, 1998).
2.2

Perang dan Terorisme: Suatu Cara Mengimplementasikan Tujuan
Politik
Sebagaimana yang telah kita bahas, salah satu ciri penting negara ialah

bahwa negara mengakui adanya monopoli terhadap kekerasan. Pada waktu-waktu
tertentu, suatu negara dapat mengarahkan kekerasan tersebut pada bangsa-bangsa
lain. Perang (war), konflik bersenjata antara bangsa-bangsa (atau kelompok yang
berbeda secara politik) sering kali merupakan bagian dari kebijakan nasional.
Marilah kita lihat aspek politik ini.
A.

Perang
Perang sudah sedemikian seringnya terjadi dalam sejarah manusia.

Pada abad lalu saja, perang mungkin telah menelan sekitar 50 juta jiwa dan
biaya yang tidak terhitung jumlahnya. Pada tahun 1960-an, sosiolog

Nicholas Timasheff (1965) ingin mengetahui alasan bangsa-bangsa
berperang, meskipun biayanya sangatlah tinggi. Saat ia mempelajari perang,
ia mengidentifikasikan tiga kondisi penting pada perang, yaitu:
1)

Perang sebagai suatu situasi antagonis dimana dua negara atau lebih
saling berbenturan karena tujuan yang saling bertentangan. Sebagai
contoh: masing-masing negara mungkin menginginkan lahan atau
sumber daya yang sama.

2)

Perang sebagai suatu tradisi budaya. Karena bangsa mereka telah
berperang di masa lampau, para pemimpin memandang perang
sebagai suatu opsi untuk menyelesaikan pertikaian serius dengan
bangsa-bangsa lain.

3)

Perang ialah suatu “bahan bakar” yang memuaskan situasi antagonis
sampai ke titik didih, sehingga membuat para politisi tidak lagi hanya
memikirkan mengenai opsi perang, tetapi bahkan benar-benar
melakukan perang tersebut.
Timasheff mengidentifikasikan tujuh “bahan bakar” tersebut. Ia

menemukan bahwa perang mungkin terjadi ketika para pemimpin suatu
negara memandang suatu situasi antagonistis sebagai suatu peluang untuk
mencapai satu atau lebih tujuan berikut ini:
1)

Balas dendam: menyelesaikan “urusan lama”; konflik-konflik
sebelumnya.

2)

Kekuasaan: memaksakan kehendak pada suatu bangsa yang lebih
lemah.

3)

Prestise: menyelamatkan “kehormatan” bangsa.

4)

Persatuan: mempersatukan kelompok yang saling bersaing dalam
negara mereka.

5)

Posisi: para pemimpin melindungi atau mengagung-agungkan posisi
mereka sendiri.

6)

Etnisitas: menguasai “orang-orang kita” yang hidup di suatu negara
lain.

7)

Kepercayaan: dengan paksa mengubah kepercayaan, agama, atau
politik orang lain.

B.

Perang dan Dehumanisasi
Perang memakan banyak korban, selain membunuh orang dan

menghancurkan harta benda. Salah satu akibatnya ialah mematikan
moralitas.

Terpaan

terhadap

kekejaman

dan

pembunuhan

sering

menyebabkan terjadinya dehumanisasi (dehumanization), yaitu proses
pereduksian manusia menjadi objek yang tidak layak diperlakukan sebagai
manusia.
Sebagaimana ditekankan sosiolog Shibutani (1970), dehumanisasi
didorong oleh transformasi konflik yang berkepanjangan menjadi suatu
perjuangan antara kebaikan dan kejahatan. Tentunya di sini, musuh
mewakili kejahatan. Pada Perang Dunia II, misalnya, para ahli bedah
Jerman menganggap bahwa orang Yahudi adalah “manusia lebih rendah
(Untermenschen) yang ditakdirkan untuk mati”. Ini memampukan mereka
memutilasi bagian tubuh orang-orang Yahudi, semata-mata hanya untuk
mengetahui akibat proses tersebut.
C.

Terorisme
Terorisme merupakan suatu hal yang telah lama dikenal dalam sejarah

dunia, meskipun baru sekaranglah hal tersebut menjadi suatu kenyataan
hidup orang Amerika. Terorisme (terrorism), penggunaan kekerasan untuk
menciptakan rasa takut guna mencapai tujuan-tujuan politik, paling sering
digunakan oleh suatu kelompok yang secara politis lebih lemah daripada
lawannya. Karena lebih lemah dan tidak memiliki kemungkinan untuk dapat
bertahan dalam menghadapi musuh di medan perang, kelompok memilih
teror sebagai senjatanya.
Kebencian antar kelompok telah terjadi selama bergenerasi-generasi,
kadang-kadang selama berabad-abad. Kelompok memupuk kebencian
mereka dengan cara tanpa henti merinci kekejaman yang telah dilakukan
oleh musuh bebuyutan mereka. Hal ini mendorong terorisme, karena apabila

suatu kelompok yang lebih lemah dan ingin menyerang suatu kelompok
yang lebih kuat, teror adalah salah satu di antara pilihan yang terbatas.
Kadang-kadang terorisme bunuh diri adalah cara yang dipilih, suatu taktik
yang dapat mengguncangkan dunia dan menyita perhatian halaman depan
berita. Tentunya, contoh paling dramatis mengenai terorisme bunuh diri
ialah serangan terhadap World Trade Center (WTC) dan Pentagon di bawah
arahan Osama bin Laden. Tindakan-tindakan tersebut telah mengakibatkan
munculnya suatu isu mengenai hak-hak warga.
Serangan-serangan bunuh diri terhadap New York dan Washington
masih terhitung kecil apabila dibandingkan bahaya yang sebenarnya–senjata
nuklir, kimia, dan biologi. Apabila diarahkan kepada penduduk sipil, senjata
semacam itu dapat mengakibatkan kematian jutaan orang.
2.3

Perekonomian: Pekerjaan dalam Kampung Global
Kita pasti pernah bertanya-tanya bagaimana perubahan dalam perekonomian

dapat mempengaruhi peluang kita untuk mendapat suatu pekerjaan yang baik.
Marilah kita lihat apakah kita dapat memperoleh sedikit jawaban atas pertanyaan
tersebut.
A.

Transformasi Sistem Ekonomi
Perekonomian (economy) –suatu sistem produksi dan distribusi barang

dan jasa di masa kini sangatlah berbeda dengan semua perekonomian pada
masa dahulu kala. Untuk lebih memahami bagaiman kekuatan global
mempengaruhi perekonomian dan hidup kita, marilah kita mulai dengan
suatu tinjauan perubahan sejarah yang terjadi.
1)

Masyarakat Praindustri: Lahirnya Ketidaksetaraan
Kelompok manusia yang paling pertama. Masyarakat pemburu dan

pengumpul, memiliki perekonomian penyambung hidup (subsistence
economy). Kelompok ini terdiri atas 25 sampai 40 orang hidup dari lahan.
Mereka mengumpulkan apa yang dapat mereka temukan dan berpindah dari
suatu tempat ketempat lain kala persediaan makan mereka mulai menipis.
Karena tidak ada (atau sedikit sekali) terdapat kelebihan makanan ataupun
bahan lain, mereka jarang melakukan tukar-menukar dengan kelompok lain.

Karena tidak ada kelebihan barang temuan yang dapat diakumulasikan, tiap
orang memiliki kepemilikan yang sama banyaknya (atau sama sedikitnya)
dengan milik orang lain.
Kemudian mereka menemukan cara beternak dan menanam tanaman.
Ini menciptakan terjadinya suatu surplus dan mengantarkan mereka ke
gerbang ketidaksetaraan sosial. Persediaan bahan makanan berlebih pada
masyarakat penggembala dan hortikultura memungkinkan manusia untuk
bermukim di satu tempat dalam waktu yang lama. Kelompok mereka
semakin membesar untuk pertama kalinya terjadi surplus, dan kelompok
mulai saling tukar menukar.
Signifikasi utama sosiologis dari surplus dan perdagangan adalah
sebagai berikut: surplus dan perdagangan mendorong ketidaksetaraan sosial.
Karena orang-orang tertentu dapat mengakumulasi kepemilikan lebih
banyak daripada orang lain. Dampak perubahan tersebut masih terasa
sampai hari ini.
2)

Masyarakat Industri: Lahirnya Mesin
Mesin uap yang ditemukan pada tahun 1765 menyebabkan munculnya

masyarakat industri. Dengan menggunakan mesin-mesin yang digerakkan
oleh bahan bakar, masyarakat ini menciptakan suatu surplus yang tidak
pernah dicapai dimana pun di dunia. Ini pada akhirnya merangsang
perdagangan antar bangsa dan membawa ketidaksetaraan sosial lebih besar.
Segelintir individu membuka pabrik dan mengeksploitasi tenaga kerja
banyak orang.
Kemudian datanglah mesin yang lebih efisien. Kala surplus tumbuh
semakin besar, fokusnya berubah dari produksi barang ke konsumsi. Pada
tahun 1912, sosiolog Thorstein Veblen menciptakan istilah konsumsi
mencolok (conspicuous cunsumption) untuk menggambarkan mendasar
dalam orientasi orang-orang ini.

3)

Masyarakat Pascaindustri: Kelahiran Era Informasi
Pada tahun 1973, sosiolog Daniel Bell mencatat bahwa suatu tipe baru

masyarakat sedang muncul. Masyarakat baru ini, yang disebut sebagai
masyarakat pascaindustri (postindustrial society), mempunyai enam ciri:
a)

Suatu sektor jasa yang sedemikian besarnya sehingga sebagian besar
orang bekerja di dalamnya.

b)

Suatu surplus barang yang melimpah.

c)

Perdagangan antar bangsa yang bahkan lebih luas lagi.

d)

Keanekaragaman dan kuantitas barang-barang yang tersedia bagi
seorang secara perseorangan secara rata-rata semakin banyak.

e)

Suatu ledakan informasi.

f)

Suatu “kampung global” (global village) –artinya, bangsa-bangsa di
dunia

saling

terkait

melalui

komunikasi,

transpormasi,

dan

perdagangan yang cepat.
Untuk melihat mengapa transisi ini terjadi, kita dapat melihat bahwa
dengan teknologi di tahun 1800-an, seorang petani hanya mampu
memproduksi bahan makanan untuk lima orang. Dengan mesin yang kuat
dan benih hibrida, sekarang ini, seorang petani dapat memproduksi bahan
makanan untuk sekitar delapan puluh orang.
4)

Masyarakat Bioekonomi: Perpaduan Biologi dengan Ekonomi
Kita mungkin berada pada tepi suatu tipe masyarakat yang lebih baru,

yang sedang diantarkan oleh kemajuan di bidang biologi, khususnya
penguraian sistem genom manusia dalam tahun 2001. Meskipun secara
spesifik masyarakat baru ini belumlah muncul, perkawinan antara biologi
dan ekonomi akan menghasilkan surplus dan kemungkinan-kemungkinan
lebih besar bagi perdagangan. Kampung global akan terus berkembang.
Masyarakat baru ini mungkin menciptakan kehidupan yang lebih panjang
dan sehat. Jika kita melihat sejarah, tipe masyarakat ini pun dapat
menciptakan ketidaksetaraan lebih besar lagi antara bangsa-bangsa kaya dan
miskin.

B.

Sistem Ekonomi Dunia
Untuk memahami tentang perekonomian dunia, marilah kita

bandingkan kapitalisme dan sosialisme, dua sistem ekonomi utama di masa
kini.
1)

Kapitalisme
Orang yang tinggal dalam suatu masyarakat kapitalis mungkin tidak

memahami

prinsip-prinsip

dasarnya,

meskipun

mereka

melihat

pencerminannya dalam pusat perbelanjaan dan jarungan makanan cepat saji.
Jika kita melihat komponen-komponen dasar dari sejumlah bisnis, kita akan
melihat bahwa kapitalisme (capitalism) mempunyai tiga ciri penting :
a)

Kepemilikan pribadi terhadap alat produksi (individu memiliki tanah,
mesin, dan pabrik serta memutuskan apa yang akan mereka produksi).

b)

Persaingan pasar (para pemilik menentukan produksi atas dasar
persaingan).

c)

Pencarian keuntungan (menjual sesuatu dengan harga lebih tinggi
daripada biaya modal).
Sejumlah orang percaya bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu

contoh kapitalisme murni. Kapitalisme murni yang dikenal sebagai
kapitalisme laissez-faize (laissez-faize capitalism, yang secara harfiah
berarti kapitalisme “lepas tangan”) memiliki arti bahwa pemerintah tidak
ikut campur tangan dalam pasar.
2)

Sosialisme
Sosialisme (socialism) pun mempunyai tiga komponen penting:

a)

Kepemilikan publik akan alat produksi.

b)

Perencanaa terpusat (komite sentral merencanakan produksi; tidak
ada persaingan).

c)

Pertukaran barang antara penjual dan pembeli berdasarkan
kesejahteraan (tidak ada motif keuntungan dalam distribusi barang
dan jasa).
Dalam negara-negara sosialis, pemerintah memiliki alat produksi–

bukan hanya pabrik-pabrik tetapi juga lahan, jalan kereta api, kilang

minyak, dan tambang emas. Berbeda dengan kapitalisme dimana kekuatan
pasar–penawaran dan permintaan–menentukan apa yang akan diproduksi
dan harga yang ditetapkan.
Sosialisme didesain untuk menghilangkan persaingan karena barang
dijual

dengan

harga

yang

ditetapkan

terlebih

dahulu,

tanpa

mempertimbangkan permintaan akan barang tersebut. Tujuaannya adalah
memproduksi barang untuk kesejahteraan umum dan mendistribusikannya
sesuai keperluan rakyat bukan berdasarkan daya beli mereka.
3)

Ideologi Kapitalisme dan Sosialisme
Kapitalisme dan sosialisme tidak hanya memiliki pendekatan yang

berbeda dalam memproduksi dan mendistribusi barang, tetapi juga mewakili
sistem kepercayaan yang saling bertentangan. Para kapitalis mereka
percaya bahwa kekuasaan pasar harus menentukan produk dan harga.
Mereka percaya laba adalah baik bagi kemanusiaan, sehingga mereka
terangsang untuk memproduksi dan mendistribusi secara inovatif dan
efisien.
Para sosialis mereka percaya bahwa laba tidak memiliki nilai moral
dan mereka menganggap keuntungan merupakan kelebihan nilai yang tidak
diterima pekerja. Untuk dapat melakukannya pemerintah harus memiliki
alat produksi yang bukan digunakan untuk menghasilkan keuntungan
melainkan untuk memproduksi barang yang sesuai dengan keperluan rakyat.
4)

Kritik terhadap Kapitalisme dan Sosialisme
Kritik utama yang ditujukan terhadap kapitalisme ialah bahwa

kapitalisme

menyebabkan

munculnya

ketidaksetaraan.

Kapitalisme,

menurut para pengkritiknya menciptakan lapisan kecil teratas yang terdiri
dari orang-orang kaya dan berkuasa yang mengeksploitasi lapisan di
bawahnya, yang terdiri dari pekerja yang berpenghasilan sangat kecil.
Sedangkan kritik utama yang ditujukan terhadap sosialisme ialah
bahwa sosialisme tidak menghormati hak-hak individu, orang lain atau
suatu badan pemerintahan memutuskan tempat orang akan bekerja, hidup,

dan bersekolah. Mereka mengatakan bahwa kesetaraan yang sesungguhnya
diciptakan oleh sosialisme ialah peluang yang sama untuk menjadi miskin.
5)

Konvergensi Kapitalisme dan Sosialisme
Tumbuhnya kapitalisme dan sosialisme menjadi ideologi yang serupa

dikenal dengan nama teori konvergensi (convergence theory). Pandangan
ini merujuk pada suatu perekonomian mendatang yang bersifat hibrida atau
campuran.

Satu

perubahan

mendasar

pada

negara-negara

sosialis

memberikan bukti bagi teori konvergensi. Rusia dan Cina menderita karena
produksi barang-barang bermutu rendah, mereka dilanda serba kekurangan,
dan standar hidup mereka jauh tertinggal di belakang bangsa Barat. Untuk
mengejar ketertinggalan, pada tahun 1980-an dan 1990-an Rusia dan Cina
kembali menerapkan kekuatan pasar.
Sedangkan, karena tidak puas dengan keserakahan dan eksploitasi
pada kapitalisme serta tidak adanya kebebasan dan individualitas pada
sosialisme, Swedia dan Denmark mengembangkan sosialisme-demokratis
(democratic-socialism) atau dikenal sosialisme kesejahteraan. Dalam bentuk
sosialisme

ini,

baik

negara

maupun

individu

memproduksi

dan

mendistribusikan barang dan jasa.
C.

Kapitalisme dalam Perekonomian Global
Untuk dapat memahami kapitalisme di masa kini, kita perlu

mempertimbangkan korporasi dalam perekonomian global.
1)

Kapitalisme Korporat
Kapitalisme mendorong kesalingtergantungan (inter-independence)

secara global yang terjadi pada masa kini. Kejayaan kapitalisme sebagai
kekuatan ekonomi yang dominan di dunia dapat dilacak ke suatu penemuan
sosial yang bernama korporasi. Suatu korporasi (corporation) ialah suatu
usaha dalam bentuk badan hukum. Korporasi dapat membuat kontrak,
berutang, menuntut, dan dituntut. Namun hak dan kewajibannya terpisah
dari hak dan kewajiban para pemiliknya. Untuk menunjukkan bagaimana

korporasi

sekarang

mendominasi

perekonomian.

Para

sosiolog

menggunakan istilah kapitalisme korporat (corporate capitalism).
Salah satu aspek korporasi yang paling mengejutkan (tetapi bersifat
fungsional) ialah pemisahan antara kepemilikan dengan manajemen. Tidak
seperti bisnis pada umumnya. Yang menjalankan korporasi sehari-harinya
bukanlah para pemilik yang memiliki saham perusahaan (Walters 1995:
Sklair 2001). Yang menjalankan korporasi ialah para manajer, dan mereka
dapat memperlakukannya seolah-olah mereka memilikinya.
Direktorat yang saling terpaut orang yang kaya memperluas
kekayaannya melalui direktorat yang saling terpaut (interlocking
directorates): artinya, mereka berperan sebagai direktur pada beberapa
perusahaan. Sesama anggota dewan lainnya pun duduk di dewan perusahaan
lain, dan seterusnya. Laksana jaring laba-laba yang diawali di pusat dan
kemudian menyebar ke segala arah, perusahaan-perusahaan tersebut saling
terpaut ke dalam suatu jaringan (Mintz dan Schwartz 1985; Davis 2003).
2)

Korporasi Multinasional
Di kala korporasi multinasional (multinational corporation: MNC)–

korporasi yang beroperasi melintas batas-batas nasional–menjalankan usaha,
mereka menjadi semakin terlepas dari kepentingan-kepentingan dan nilainilai negara asal mereka. Raksasa-raksasa global ini memindahkan modal
dan produksi dari suatu negara ke negara lain–tanpa memperhatikan
konsekuensi lain selain keuntungan.
Korporasi multinasional telah menjadi suatu kekuatan politik yang
kuat, yang mengubah bentuk dunia dengan cara yang belum pernah dapat
dilakukan oleh siapa pun. Meskipun kehadiran korporasi multinasional kita
terima begitu saja–seperti juga produk mereka yang berlimpah-limpah–
kekuasaan dan kehadiran mereka di panggung dunia merupakan suatu hal
yang baru.

3)

Suatu Tatanan Dunia Baru?
Sekarang ini kita melihat bahwa bangsa-bangsa di dunia merangkul

kapitalisme dengan penuh semangat. Yang melandasi terjadinya hal ini ialah
aliran informasi, modal, dan barang ke seluruh dunia, yang sebelumnya
telah kita bahas. Mungkin konsekuensi paling signifikan dari pencarian laba
yang gencar ini ialah suatu hasil yang tidak diduga: perdamaian dunia.
Faktor yang melandasi peristiwa ekonomi dan politik ini ialah
kejayaan dan kapitalisme. Kala korporasi multinasional berkembang,
tekanan untuk meraih keuntungan akan merangsang lebih banyak perjanjian
perdagangan. Untuk merealisasikan terjalinnya perjanjian perdagangan
tersebut, dan untuk memantapkan kepentingan mereka yang saling terkait,
kaum elite korporat menciptaan kaum elite-elite nasional yang memiliki
kekuasaan di dalam suatu negara. Sebagai imbalan atas akses ke pekerja,
sember daya alam, dan pasar suatu negara, para elite negara memberikan
uang, kredit, dan senjata kepada elite-elite nasional untuk membantu mereka
agar tetap berkuasa. Proses mutualisme ini pada akhirnya mungkin
menhubungkan elite bisnis dan elite politik bangsa bangsa di dunia ke suatu
sistem kerja sama tunggal. Bila hal itu terjadi, seiring memudarnya
kesetiaan kesukuan akan batas-batas nasional, perjanjian-perjanjian
perdagangan regional – dan pada akhirnya global – yang dijalin oleh
korporasi multinasional dapat menjadi sumber terciptanya perdamaian.

BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan
Sebagai kegiatan yang mengatur hidup orang banyak, politik dan

perekonomian memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Kehidupan sehari-hari masyarakat tak lepas dari kegiatan politik dan ekonomi.
Dalam kampung global, politik dan ekonomi saling berkaitan satu sama lain, dan
saling mempengaruhi. Dalam perkembangan politik dan ekonomi dunia, tak lepas
dari latar belakang masyarakat. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang
memiliki peranan penting di dalam politik dan perekonomian global. Disadari
atau tidak kegiatan politik dan ekonomi global akan menciptakan suatu tatanan
dunia baru.

DAFTAR PUSTAKA
Henslin, James M. 2007. Sosiologi: dengan Pendekatan Membumi Jilid 1 (Edisi
6). Jakarta: Erlangga.
Henslin, James M. 2008. Sosiologi: dengan Pendekatan Membumi Jilid 2 (Edisi
6). Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar
Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.