etika profesi EUTHANASIA menurut panda

MAKALAH
EUTHANASIA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM DAN
ETIKA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan
Dosen pengampu : Luthfi Rusyadi, SKM., MH.Kes.,M.Sc.

Disusun Oleh :
Retno Ningrum
P1337430116016 / IA DIII TRR

PRODI DII TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos berarti akhlak, adat, kebiasaan,
watak,dan sikap. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi, etika adalah 1) ilmu tentang
apa yang baik, apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral. 2) kumpulan atau

seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. 3) nilai yang benar dan salah
yang dianut suatu golongan masyarakat.
Sedangkan Bioetika merupakan istilah relatif baru dan terbentuk dari dua kata
Yunani (bios = hidup dan ethos = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah berarti
etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan
hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup.
Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu biologis, obat,
pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait.
Bioetika di Indonesia bertujuan untuk memberikan pedoman umum etika bagi
pengelola dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga keanekaragaman dan
pemanfaatannya

secara

berkelanjutan.

Pengambilan

keputusan


dalam

meneliti,

mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya harus menghindari konflik moral dan
digunakan untuk kepentingan manusia, komunitas tertentu, dan masyarakat luas seta
lingkungan hidupnya, dilakukan oleh individu, kelompok, profesi, dan institusi publik
atau swasta dengan meminimalisasi kerugian yang mungkin terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah makna bioetika dan tujuannya?
2. Apakah yang dimaksud dengan euthanasia?
3. Bagaimana pandangan hukum tentang euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dari perspektif etika?

C. TUJUAN
1. Mengetahui makna dari bioetika beserta tujuannya di Indonesia
2. Mengetahui dan memahami euthanasia
3. Menegatahui pandangan hukum tentang praktik euthanasia
4. Mengetahui praktik euthanasia dari perspektif etika
D. MANFAAT

Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap pembaca mampu mendapatkan
ilmu tentang perkembangan bioteknologi di bidang kesehatan secara khusus mengenai
euthanasia ditinjau dari aspek etika dan hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu eu dan thanasia yang berarti
“mati yang tenang” (Said, 1989). Sementara menurut Kamus Kedokteran Dorland,
Euthanasia

mengandung dua pengertian. Pertama, suaatu kematian yang mudah

tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan
seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat
menyakitkan secara hati-hati dan disengaja (Dorland, 2005).
Secara harfiah, sama dengan good death atau easy death. Sering pula disebut
mercy killing karena pada hakekatnya euthanasia merupakan tindakan pembunuhan
atas dasar kasihan. Tindakan ini dilakukan semata-mata agar seseorang meninggal
lebih cepat dengan esensi:

1.

Tindakan menyebabkan kematian

2.

Dilakukan pada saat seseorang itu masih hidup

3.

Penyakit tidak ada harapan untuk sembuh atau dalam fase terminal

4.

Motifnya belas kasihan karena penderitaan berkepanjanngan

5.

Tujuannya mengakhiri penderitaan
Sehingga secara keseluruhan euthanasia dapat didefinisikan sebagai salah satu


usaha medis untuk mengakhiri individu, sebagai wujud bantuan untuk meringankan
kesakitan atau penderitaan yang dialami oleh seseorang yang akan meninggal, dan
juga berarti mempercepat kematian seseorang yang berada dalam keadaan kesakitan
dan penderitaan menjelang kematiannya
B. KONSEP KEMATIAN
Secara biologis, kematian didefinisikan sebagai berhentinya semua fungsi vital
tubuh, meliputi detak jantung, aktivitas otak, pernapasan. Kematian dinyatakan ketika
napas dan denyut jantung seseorang telah berhenti selama beberapa waktu yang
signifikan atau ketika seluruh aktivitas saraf di otak berhenti bekerja.

Lima komponen kematian:
-

Universalitas
Semua makhluk hidup pada dasarnya akan mati.

-

Irreversibility

Kematian bersifat final, karena yang mati tidak dapat hidup kembali.

-

Non-functionality
Kematian meliputi berhentinya fungsi fisiologis.

-

Kausalitas
Terdapat alasan atau penyebab terjadinya kematian

-

Personal Mortality
Setiap individu memegang pemahaman bahwa aku akan mati.

Kematian menurut terjadinya :
-


Orthothanasia, kematian yang terjadi karena proses alamiah

-

Dysthanasia, kematian yang terjadi secara tidak wajar

-

Euthanasia, kematian yang terjadi dengan atau tanpa pertolongan dokter

C. PEMBAGIAN EUTHNASIA
Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., ahli hukum kedokteran dan staf
pengajar Fakultas Hukum UNPAD dalam artikel harian Pikiran Rakyat mengatakan
bahwa euthanasia dibedakan menjadi:
1. Euthanasia Aktif
Tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenagaa kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
Misal dengan memberi sianida atau menyuntikkan zat berbahaya ke tubuh pasien.
2. Euthanasia Pasif
dokter atau tenagaa kesehatan lain secara sengaja tidak memberikan medis

penunjang hidup pasien.
3. Autoeuthanasia
Pasien secara sadar menolak menerima perawatan medis dan ia tahu bahwa itu
akan mengakhiri atau memperpendek hidupnya. Disertakan dengan sebuah
pernyataan tertulis.

Berdasarkan orang yang membuat keputusan, euthanasia dibedakan menjadi :
1. Voluntary euthanasia
Pasien yang bersangkutan yang membuat keputusan
2. Involuntary Euthanasia
Pihak keluarga atau dokter yang membuat keputusan karena pasien dalam
keadaan koma medis
Ditinjau dari pemberian izin maka euthanasia dibedakan menjadi :
1. Euthanasia diluar kemauan pasien
Euthanasia yang bertentangan dengan keinginan pasien untuk tetap hidup.
Tindakan euthanasia ini disamakan dengan pembunuhan.
2. Euthanasia secara tidak sukarela
Dianggap seagai hal yang keliru karena seseorang yang tidak berkompeten atau
tidak berhak untuk mengambil keputusan (statusnya hanya wali dari pasien).
Dalam beberapa kasus, seorang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil

keputusan bagi pasien.
3. Euthanasia sukarela
Dilakukan dengan persetujuan pasien.

ASPEK ETIKA DAN HUKUM

A. ASPEK HUKUM
Di negara Eropa tindakan euthanasia sudah diakui legalitasnya, tentunya dengan
beberapa persyaratan. Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit sudah
tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis sudah
terlalu mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha ekstra dalam mendapatkan obat dan tindakan
medis tersebut.
Di Indonesia masalah euthanasia masih belum diakui secara yuridis dan
mungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif Indonesia, euthanasia mendapat
tempat yang diakui secara yuridis.
Berdasarkan hukum di Indonesia, euthanasia adalah peruatan yang melawan
hukum dapat dilihat pada peraturan perundang-undagan pada Pasal 344, 338, 340,
345, dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ketentuan yang berkaitan
langsung dengan euthanasia terdapat dalam pasal 344 KUHP. ‘
“Barang siapa menghilangkan jiwa dari orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun.”
Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa merampas nyawa atau
membuunuh orang lain walaupun atas permintaan orang tersebut dan dinyatakan
dengan ketulusan dan kerelaan hati tetap dilarang.
Nilai filosofi yang terkandung dalam Pasal 344 KUHP adalah Negara sangat
menghormati hak hidup dan hak untuk melangsungkan kehidupan warga negara,
karena pada dasarnya hanya Tuhan Yang Mahakuasa yang memberikan kehidupan
dan seharusnya Tuhan lah yang seharusnya mengambil. Tak seorang pun dapat
mengambil walaupun atas permintaan orang bersangkutan. Hak hidup juga dijunjung
tinggi oleh masyarakat internasional, seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Universal
Declaration of Human Rights yang menjamin hak hidup, hak kebebasan, dan hak
keamanan setiap orang (The Rights to Life, Liberty, and Security of Personal).

Sehingga dengan kata lain hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling hakiki,
perampasan nyawa oleh orang lain pada dasarnya adalah pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Meskipun dalam euthanasia, seseorang menyerahkan diri dengan sukarela untuk
diakhiri kehidupannya karena penderitaan suatu penyakit walau dalam stadium
terminal sekalipun, namun orang lain tetap tidak mempunyai hak untuk mengambil

nyawa seseorang.
B. ASPEK ETIKA
Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling
mendasar dan melekat pada diri manusia secara kodrati., berlaku universal dan
bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Namun pada kenyataannya,
masih anyak manusia yang dengan sengaja melakukan berbagai cara untuk
mengakhiri kehidupannya sendiri maupun orang lain secara tidak alamiah. Hal ini
tentu saja bertentangan dengan keyakinan setiap umat beragama yang percaya bahwa
Tuhan pemililik hidup ini dan berhak atas kehidupan manusia ciptaan-Nya, juga
hanya Tuhan yang akan menentukan batas akhir kehidupan setiap manusia di dunia
sesuai dengan kehendak-Nya (Christian, 2006)
Euthanasia merupakan salah satu contoh dari pemaksaan kematian yang
dilakukan oleh manusia. Kematian adalah wewenang Tuhan. Maka dokter tidak
berhak mencampuri wilayah kekuasaan Tuhan. Penderitaan adalah bagian dari
kehidupan yang sudah ditentukan Tuhan, oleh karena itu harus diterima (Said, 1989).
Manusia bukanlah pemilik mutlak dari hidupanya sendiri, manusia adalah
administrator hidup manusia yang harus mempertahankan hidup itu. Dengan
demikian, manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil atau memutuskan
hidupnya baik hidupnya sendiri maupun hidup orang lain.

Euthanasia dapat

digolongkan seagai bentuk pembunuhan karena euthanasia mengambil hidup orang
lain atau hidupnya sendiri. Euthanasia menjadi salah satu cermin dimana manusia
ingin merebut hak prerogatif Tuhan atas kehidupan (Said, 1989).
Euthanasia merupakan bentuk perampasan hak hidup orang lain. Di Indonesia,
hak hidup dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28A yang menyatakan bahwa setiap orang
berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.

Selain itu, euthanasia juga bertentangan dengan Pancasila sila kedua dimana
segala upaya untuk merampas hak hidup manusia adalah perbuatan tercela dan
perbuatan semena-mena terhadap orang lain.
Ada suatu prinsip etika yang mendasar yaitu kita harus menghormati
kehidupan manusia. Pada Kode Etik Kedokteran Indonesia Bab II tentang kewajiban
dokter terhadap pasien, tidak memperbolehkan mengakhiri penderitaan dan hidup
orang sakit yang dalam pengetahuan dan pengalaman tidak dapat disembuhkan lagi
(Kode Etik Kedokteran, 2002)
Dalam Pasal 9 Bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban
dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa, dokter tidak
diperbolehkan mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan
dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Namun apabila pasien sudah dipastikan
mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otak sama sekali, maka
pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun masih ditemukan denyut
jantung. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang
berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal ini
dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter berpengalaman, selain itu harus
dipertimbangkan keinginan pasien, keluarga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang
diharapkan. Dengan demikian, dasar etika moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien, bukan mengakhiri hidup pasien
(Kode Etik Kedokteran, 20002)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Secara keseluruhan euthanasia dapat didefinisikan sebagai salah satu usaha
medis untuk mengakhiri individu atas dasar kasihan dengan tujuan memperpendek
atau mengakhiri penderitaan pasien.
Dalam aspek hukum, euthanasia dianggap sebagai tindakan melawan hukum,
peraturan ini tertera jelas pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 secara
khusus dan Pasal 338, 340, 345, 359 secara umum yang intinya secara tegas
menyatakan bahwa merampas nyawa atau membunuh orang lain walaupun dengan
kehendak orang yang bersangkutan dan dinyatakan dengan kerelaan tetap saja
dilarang.
Dalam aspek etika, euthanasia dianggap sebagai salah satu bentuk perampasan
hak asasi manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, mengingat hak
hidup adalah hak paling mendasar dan melekat pada diri manusia secara kodrati
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Namun apabila akan dilakukan penghentian tindakan terapeutik harus
dikonsultasikan oleh dokter yang berpengalaman, kemudian diputuskan oleh dokter
ahli yang menangani kasus-kasus secara keseluruhan, dengan mempertimbangan
keinginan keluarga pasien. Sehingga tercapai dasar etika moral dalam melakukan
euthanasia yaitu memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien, bukan
mengakhiri hidup pasien

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyah, Yulia. Cecep Triwibowo. 2013. Bioteknologi Kesehatan dalam Perspektif Etika dan
Hukum. Yogyakarta : Nuhamedika