PENGARUH PEMIKIRAN MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD DI SUMATERA

  

PENGARUH PEMIKIRAN MIRZA BASYIRUDDIN

MAHMUD AHMAD DI SUMATERA

Andi Putra Ishak &Mustaffa Abdullah

Ph.D Candidate, Departement of al-

  Qur’an and al-Hadits

Academy of Islamic Studies, University of Malaya. Kuala Lumpur

Email: andiputraishak@yahoo.com

  

Abstract:Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad is the second caliph of Jemaat Ahmadiyah Qadian,

he has tried to develop the community to the whole world including the island of Sumatra.

  

Basyiruddin’s thought charged controversy like believing that Jesus had died, opening the door of

prophethood and believes that Mirza Ghulam Ahmad as a prophet. This article aims to examine

the influence of these ideas in Sumatra. Regions that were the focus of the study was Aceh, West

Sumatra and North Sumatra. This study used the library and interviews. The results of this study

found that Basyiruddin’s thought opposed by public, prominent scholars and government of

Sumatera, because it was on the contrary to fundamentals of Islamic religion. Therefore, this

thoughts did not have a significant effect on Sumatra.

  Keywords: Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah Qadian, Sumatera

Abstrak:Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad merupakan khalifah kedua Jemaat Ahmadiyah

Qadiani, beliau telah berupaya mengembangkan komunitas tersebut ke seluruh pelosok dunia

termasuk di antaranya pulau Sumatera. Pemikiran Basyiruddin bermuatan kontroversi seperti

meyakini bahwa Nabi Isa a.s telah wafat, terbukanya pintu kenabian dan berkeyakinan bahwa

Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemikiran

tersebut di Sumatera. Daerah yang menjadi fokus penelitian ialah Aceh, Sumatera Barat dan

Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode perpustakaan dan wawancara. Hasil

penelitian ini menemukan bahwa pemikiran Basyiruddin mendapat penentangan keras dari

masyarakat, tokoh ulama dan pemerintah Sumatera, karena ianya bertentangan dengan prinsip-

prinsip pokok dalam agama Islam. Oleh karena itu, pemikiran ini tidak memiliki pengaruh yang

berarti di Sumatera.

  Kata Kunci: Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah Qadian, Sumatera Pendahuluan

  Jemaat Ahmadiyah Qadiani merupakan salah satu sekte dari aliran Ahmadiyah (Ahmadiyya Movement) yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (selanjutnya disebut Ghulam Ahmad). Sekte ini dipimpin oleh Mirza Basyiruddin

  1 Mahmud Ahmad (selanjutnya disebut Basyiruddin), sementara sekte Lahore

  2

  dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali. Kedua-dua sekte ini dikategorikan sebagai aliran sesat, karena meyakini dan mengkultuskan Ghulam Ahmad sebagai

  3 nabi setelah nabi Muhammad saw. 1 2 Aris Mustafa, Ahmadiyah Keyakinan Yang Digugat, t.tp: Tempo, 2005), 71.

  Martin Van Bruinessen (ed), Contemporary Developments In Indonesia, Singapore: Institute Of Southeast Asian Studies, 2013, 84. 3 Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2008, 276. Pada awal zaman kemerdekaan, Basyiruddin telah menargetkan Indonesia sebagai sasaran untuk mengembangkan pemikirannya. Langkah persuasif ini mencuat ketika posisinya sebagai imam besar Ahmadiyah, beliau memerintahkan pengikutnya untuk menyebarkan perjuangan bangsa Indonesia dalam artikel dan berita-berita harian. Pernyataan sikap ini pernah diterbitkan dalam koran

  4 Kedaulatan rakyat, selasa 10 Desember 1946. Langkah-langkah persuasip

  Ahmadiyah menjadi daya tarikbagi presiden Soekarno ketika itu. Terutama ketika

  5 Khawaja Kamaluddin datang ke Indonesia pada tahun 1920 untuk

  menyampaikan kuliah umum di Surabaya tentang kebesaran dan ketinggian

6 Islam. Respon Soekarno ketika itu ialah sebagai berikut:

  “Saya wajib berterima kasih atas faedah-faedah dan keterangan-keterangan yang telah saya peroleh dari mereka (tokoh Ahmadiyah). Mereka memiliki tulisan-tulisan rasional,

  7 moderen, broad

minded dan sesuai dengan logika”.

  Realitas di atas menunjukkan bahwa Basyiruddin mempunyai cita-cita besar mengembangkan pemikirannya ke Indonsia, tetapi luput dari pandangan para peneliti bahwa Sumatera merupakan pintu masuk Jemaat Ahmadiyah untuk mengembangkan pemikiran Basyiruddin. Sedangkan penelitian tentang ini belum

  8

  dilakukan. Kajian tentang Basyiruddin pernah ditulis oleh Ihrom pada tahun 2010 untuk mendapatkan gelar magister studi islam di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Tesis ini berjudul Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Tokoh

  

Ahmadiyah . pemikiran tokoh yang diteliti ialah pemikiran Muhammad Ali dengan

  pemikiran Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Ini Murni penelitian perpustakaan tidak menyentuh pengaruh pemikiran Basyiruddin.

  4 Elza Peldi Taher dan Anick HT, Merayakan Kebebasan Beragama (Jakarta: ICRP, 2009), 659. 5 Nanang RI Iskandar, Sudut Pandang: Dialog dan Sebuah Pemikiran Islam (Jakarta Pusat: CV. Darul Kutub Islamiyah 2014), 138. 6 Khawaja Kamaluddin, The Secret Of Exsistence or The Gospel of Action, terj. H.M.

  Bachrum (Jakarta Pusat: CV. Darul Kutub Islamiyah, 2016), v. 7 8 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Panitya Penerbit: Jakarta, 1946), 346.

  Ihrom. “Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Tokoh Ahmadiyah.” Tesis Magister, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010.

  9

  meneliti tentang sejarah Adapun pada tahun 2005, Muhammad Ya’qub dan penyebaran Ahmadiyah di Medan. Tulisan ini cenderung subjektif, karena ditulis oleh internal Jemaat Ahmadiyah untuk mendapatkan gelar sarjana muda di Jamiah Ahmadiyah Bogor. Maka artikel ini mencoba untuk menggabungkan data perpustakaan dan pandangan tokoh di lapangan. Tulisan ini setidaknya dapat memberikan gambaran tentang pergolakan dan respon masyarakat terhadap pemikiran Basyiruddin di Sumatera.

  KERANGKA TEORI Dalam penelitian ini pengkaji menggunakan teori asimilasi dan akulturasi.

  Teori asimiliasi ialah suatu proses mengembangkan sikap-sikap yang sama, yang

  10

  walaupun kadang-kadang bersifat emosional. Proses ini bertujuan untuk mencapai suatu integerasi di antara dua kelompok untuk menghilangkan perbedaan di antara mereka. Ketika berlaku interaksi di antara dua kebudayaan, maka asimilasi akan terealisasi ketika wujud perbedaan di antara dua kebudayaan, terjadinya interaksi dalam masa yang lama dan kebudayaan itu saling berubah dan menyesuaikan diri. Tingkatan asimilasi yang terjadi dalam kajian ini ialahAsimilasi penerimaan sikap (attitude receptional assimilation) dan Asimilasi

  11

  penerimaan perilaku (behavior receptional assimilation) Adapun teori akulturasi, menurut lauer seperti yang dikutip oleh Aprinus

  Salam akulturasi ialah pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya

  12

  perubahan kebudayaan. Dalam realitasnya hal ini terjadi ketika kebudayaan asing diadopsi sehingga diterima menjadi budaya lokal tanpa menghilangkan unsur kebudayaan yang ada.

  Berdasarkan teori di atas pengkaji meneliti proses transformasi pemikiran Basyiruddin di Sumatera, tahap penerimaan masyarakat dan sejauh mana proses 9 Muhammad Ya’qub Suriadi. “Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang

  Medan Serta Profil Daerahnya 10 , skripsi.” Skripsi, Jamiah Ahmadiyah Indonesia, Bogor 2005.

  Janu Murdiyatmoko, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Grafindo Media Pratama: Bandung, 2007), 79. 11 Milton M. Gordon. 1968. Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Free Press), 10. 12 Aprinus Salam, Sastera Negara dan Perubahan Sosial (tt: tp, tt), 552 asimilasi dan akulturasi paham Ahmadiyyah yang dikembangkan oleh Basyiruddin dapat mengakar di Sumatera.

  Biografi Basyiruddin dan Peta Pemikirannya

  Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, dilahirkan di Qadian, India pada 12

13 Januari 1889 M. Beliau merupakan anak pertama Ghulam Ahmad, pendiri

  14 Jemaat Ahmadiyah. Ibunya bernama Jahan Bagum, kalangan

  Ahmadiyahmenyebutnya Ummul Mukminin Sayyidah Nusrat Jahan

15 Begum . Dalam teologi Ahmadiyah, kelahiranBasyiruddin merupakan menifestasi

  16

  keberkatan bagi dunia Islam. Informasi tentang kelahirannya diklaim telah diwahyukan sebelumnya kepada Ghulam Ahmad. Oleh karena itu, kalangan Ahmadiyah menyebutnya dengan gelar Al-Mushlih al-

  Mau’ud(the promised

  17 reformer).

  Dalam dunia pendidikan, Basyiruddin gagal menyelesaikan pendidikan formalnya. Sejak kecil beliau menderita penyakit serius yang memaksanya untuk

  18

  belajar secara otodidak. Di samping itu, beliau menempuh pendidikan informal dari founding father Jemaat Ahmadiyah seperti Ghulam Ahmad dan Hakim Nuruddin. Basyiruddin juga mengklaim telah mendapatkan ilmu laduni dan

  19

  ilham. Menurut pengakuannya, beliau telah menerima ilmu secara langsung dari

  20 malaikat Jibril. Pada level ini, beliau telah diajar tentang tafsir surat al-Fatihah.

  Beberapa realitas di atas menyebabkan beliau mendapat posisi istimewa dalam Jemaat Ahmadiyah. Bahkan beliau diyakini sebagai tokoh penyambung lidah Ghulam Ahmad untuk mempertahankan ajaran Islam dari perspektif Ahmadiyah. 13 Hasanat Ahmad Syed, The Second Coming Of Jesus Christ, (New York Bloomington: Iuniverse, Inc, 2009), 117. 14 Asep Burhanuddin, Ghulam Ahmad: Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LkiS, 2005).33. 15 16 Nuruddin Muneer, Ahmadi Muslim, 89.

  Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Rememberance Of Allah (United Kingdom: Islam International Publications Ltd, 2003), vi. 17 Nurudin Muneer, Ahmadi Muslim, (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1988), 195. 18 19 R. Ahmad Anwar, Profil, dalam brosur Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Bogor: JAI, t.t, 1. 20 Ibid, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Apakah Ahmadiyah itu?, (Jakarta: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1990), 17. Basyiruddin meyakini bahwa ayahnya, Ghulam Ahmad merupakan utusan

  21 Tuhan yang berposisi sebagai Zulkarnain. Seperti halnya Zulkarnain yang

  diabadikan di dalam al- Qur’an dapat menguasai Timur dan Barat. Demikian juga

  Ghulam Ahmad akan mentransformasi ajaran Ahmadiyahke seluruh dunia, termasuk kepulauan nusantara, Indonesia. Pemikiran Basyiruddin merupakan reinkarnasi dari pemikiran pendiri Ahmadiyah. Tiga hal utama yang menjadi basis

  22

  pemikirannya ialah membuktikan kematian nabi Isa a.s, berlangsungnya

  23

  24

  wahyu dan kemunculan nabi baru dalam wujud Ghulam Ahmad. Sistematika pemikiran tersebut hanya untuk memudahkan klaim kenabian Ghulam

25 Ahmad. Untuk menyebarkan pemikiran ini Basyiruddin telah menulis banyak karangan yang berkaitan tentang tafsir, sejarah dan pemikiran.

  Transformasi Pemikiran Basyiruddin Ke Nusantara

  Eksistensipemikiran Basyiruddin di nusantara tidak terlepas dari peran mahasiswa Indonesia yang sedang melakukan studi di Qadian, India. Mereka mengundang Basyiruddin untuk melakukan transformasi pemikirannya di

  26 Indonesia, setelah berhasil membawanya ke Eropa. Para mahasiswa tersebut

  27

  merupakan alumni sekolah Sumatera Thawalib, Padang Panjang yaitu Abu

  28 Bakar Ayyub, Ahmad Nuruddin dan Zaini Dahlan. Undangan itu sesuai dengan

  misi Basyiruddin ketika dilantik menjadi khalifah Jemaat Ahmadiyah, beliau bercita-cita untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui organisasi

  29 internal Ahmadiyah yang dinamakan denganTahrik Jadid.

  21 Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, The Holy Qur’an English Translation & Commentary , (Bandung: Neratja Press, 2014), 1004. 22 23 Ibid, 248. 24 Ibid, 11. 25 Ibid, 23-24. 26 Muchlis M. Hanafi, Menggugat Ahmadiyah, (Ciputat: Lentera Hati, 2011), 51. 27 Nuruddin Muneer,Ahmadi Muslim, 98. 28 Hamka, Ayahku, (Malaysia: PTS Publishing House, 2016), 201. 29 Tiga serangkai Catur Wahyudi, Marginalisasi dan Keberadaban Masyarakat (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), 58

  Undangan tersebut disambut baik oleh Basyiruddin dengan mengutus duta

  30 Ahmadiyah, M. Rahmat Ali H.A.O.T (selanjutnya disebut Rahmat Ali). Dia

  31

  merupakan mantan guru agama di Qadian. Sebelum berangkat ke nusantara dia telah mendapat training khusus dari khalifah, Basyiruddin. Training tersebut

  32

  berhubungan dengan implementasi dan strategi dakwah, di samping itu Rahmat Ali juga mempelajari kemahiranberbahasa Indonesia. Kemahiran ini dipelajarinya dari mahasiswa-mahasiswa yang sedang studidi Qadian dengan menggunakan

  33

  buku Tiga Serangkai. Setelah menjalani training Rahmat Ali diberangkatkan

  34

  secara formal dari pelabuhan Qadianpada 17 Agustus 1925 M. Rute perjalannya ialah India, Pulau Pinang Malaysia, Medan sebelum tiba di Aceh sebagai tujuan

  35

  utamanya untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin. Dalam menyebarkan pemikiran tersebut Rahmat Ali dibantu oleh mubaligh-mubaligh lokal yang simpati terhadap ajaran Jemaat Ahmadiyah.

  Respon dan Reaksi Masyarakat Aceh.

  Kalangan Ahmadiyah meyakini bahwa menyebarkan pemikiran Basyiruddin tentang nabi Isa a.s, keberlangsungan wahyu dan kemunculan nabi baru merupakan bagian dari dakwah yang diperintahkan Tuhan. Realitas ini

  36 dibuktikan dengan motto yang ditulis dalam buku cara tabligh yang efektif.

  Motto mereka ialah surat al-Fusshilat 41:33

   Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?".

  Aceh populer dengan sebutan Serambi Mekah, karena mayoritas penduduknya beragama Islam. sehingga segala aktivitas yang dilakukan 30 Munawar Ahmad dkk, Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925- 2000), (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2000), 13. 31 32 Ibid, 19.

  Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai, (Bogor: PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 2000), 75. 33 Munawar Ahmad dkk, Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925- 2000), 19. 34 35 Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai,..77.

  Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya , skripsi, (Bogor: Jamiah Ahmadiyah Indonesia, 2005) 23. 36 Pengurus JAM, Cara-cara tabligh yang efektif, (t.tp: JAM Malaysia, 2004),.i.

  37

  berorientasi kepada unsur-unsur syariat Islam. Pemikiran Basyiruddin dapat masuk ke bumi Aceh disebabkan propaganda yang dilakukan oleh penganut Ahmadiyah asal Aceh yang belajar di Qadian, India. Hal ini didalangi oleh Muhammad Samin, beliau membangkitkan isu imam Mahdi telah muncul di India. Sebagian masyarakat mempercayai informasi ini, sehingga memudahkan jalan bagi Muhammad Samin untuk meyakinkan bahwa dalam jangka waktu

  38

  yang tidak terlalu lama akan datang utusan imam Mahdi ke bumi Aceh. Di sinilah peluang mubaligh Ahmadiyah Qadian untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Aceh.

  Setelah disebarkan informasi tentang kebangkitan imam Mahdi di India, beberapa kalangan masyarakat Aceh menunggu-nunggu kedatangan utusan imam Mahdi tersebut. Menurut catatan Jemaat Ahmadiyah Qadian mereka berjumlah

  39

  ratusan orang. Adapun mubaligh yang diutus untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Aceh adalah Rahmat Ali, beliau melakukan tabligh di Tapaktuan, Aceh Selatan. Usaha ini membuahkan hasil, karena terdapat beberapa masyarakat Aceh yang bersedia menerima ide-ide tersebut. Di antara yang menerima pemikiran ini ialah Abdul Rahman, Muhammad Syam, Mahdi Sutan Singasoro, Mamak Gamuk, Munir, Ali Sutan Marojo, Sulaeman, Datuk Dagang Muhammad Hasan, Abdul Wahid, Muhammad Yakin Munir, Nyak Raja, Abas dan Teuku

40 Nasruddin.

  Selain bertabligh Rahmat Ali juga menempuh cara berdebat, pada akhir Desember tahun 1925 M pernah diadakan debat terbuka di rumah Mamak Gamuk. Isu yang menjadi bahan perdebatan ialah pemikiran Basyiruddin tentang kewafatan nabi Isa a.s, kenabian tanpa syariat, kenabian pendiri Jemaat

  41 Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad dan al-Masih al- Setelah dicermati Mau’ud.

  ternyata pemikiran ini bertentangan dengan keyakinan umat Islam mayoritas. Ia hanya berputar di antara dua hal, yaitu menetapkan bahwa nabi Isa a.s telah wafat 37 Muhammad Ibrahim dkk. Sejarah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), 235. 38 39 Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), 21. 40 Ibid, 41 Ibid, 21-22.

  Ibid, .23. dan mengklaim nabi Isa yang akan muncul di akhir zaman ialah Ghulam

42 Ahmad. Pemikiran ini telah menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat

  Aceh, banyak ulama yang berusaha untuk mengcounter pemikiran baru tersebut, karena dianggap berbahaya bagi akidah umat Islam Aceh.

  Di antara ulama yang menentang penyebaran pemikiran Basyiruddin di Aceh ialah Muhammad Isa dan Ahmad Syukur. Mereka berdua adalah murid dari

  43 Dr. Abdul Karim Amrullah, ayah buya Hamka. Akibat dari dakwah Rahmat Ali

  yang kontroversial itu, para ulama dan masyarakat Aceh melaporkannya kekepolisian, akhirnya beliau diusir dan pergi meninggalkan Aceh menuju Sumatera Barat. SepeninggalRahmat Ali, para pengikutnya yang fanatik masih melakukan kegiatan diskusi di rumah Sulaeman dan Datuk Raja Ahmad. Bahkan pada tahun 1926 M seorang tokoh Ahmadiyah, Zaini Dahlan berusaha merekrut warga Aceh untuk dibawa belajar ke Qadian, India. Di antara yang berhasil direkrut adalah Abdul Wahid, Muhammad Yakin Munir, Abdul Rahman dan Abdul Rahim. Walau bagaimanapun kegiatan perekrutan ini diketahui oleh para penguasa Aceh, akhirnya barisan raja-raja Aceh menghentikan segala kegiatan

  44 Ahmadiyah yang beroperasi di Aceh. Hal ini menyebabkan pemikiran Basyiruddin tidak dapat lagi diteruskan di Aceh.

  Realitas di atas membuktikan bahwa pemikiran Basyiruddin tidak dapat berkembang di Aceh, keteguhan para ulama dan masyarakatnya memegang keyakinan yang benar menyebabkan pemikiran kontroversial tersebut ditolak. Namun militan Ahmadiyah tetap mencari celah untuk membawa pemikiran Basyiruddin ke Aceh. Pada tahun 2000-an telah dikirim dua mubaligh Ahmadiyah untuk membawa misi dan melakukan perekrutan di Aceh. Mubaligh ini bergerak secara underground, tidak memiliki sekretariat khusus dan mengajak mesyarakat berdiskusi tentang masalah-masalah yang menjadi titik utama pemikiran Basyiruddin. Secara organisasi mereka masih bagian dari mubaligh Jemaat

  42 43 Hamka, Ayahku, 234-235. 44 Ibid, 235.

  Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000),23-34.

45 Ahmadiyah cabang Medan. Menurut Habib Berlin, Mubaligh Jemaat

  Ahmadiyah cabang Medan, mereka sering melakukan perjalanan ke Aceh untuk menyampaikan Islam dalam perspektif pemikiran Basyiruddin. Perjalanan ini dilakukan dengan sepeda motor dan berhenti di tempat-tempat yang dikira

  46

  strategis untuk berjumpa dengan masyarakat. Hal senada diungkapakan oleh Dadan, mubaligh Jemaat Ahmadiyah cabang Tanjung Pura perjalanan ke Aceh dilakukan dengan konvoi bersama keluarga untuk mengelilingi Aceh. Namun

  47 sampai saat ini (2014) mereka belum berhasil mendirikan cabang di Aceh.

  Mahmudin, nazir mesjid al-Mubarak, mesjid Jemaat Ahmadiyah Medan menjelaskan bahwa ketika terjadi peristiwa Tsunami tahun 2004 mereka berada di Aceh selama satu bulan penuh. Pada saat itu mereka mendirikan dapur umum dan memberikan sumbangan kepada para korban Tsunami. Keberadaan mereka di Aceh bukan atas nama Jemaat Ahmadiyah, tetapi menggunakan nama Humanity

  48 First sebagai organisasi sosial Jemaat Ahmadiyah di peringkat Internasional.

  Respon dan Reaksi Masyarakat Sumatera Barat

  Setelah gagal menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Aceh, Rahmat Ali mencari tempat baru yang dianggap bisa menerima ide-ide tersebut. Tempat yang menjadi pilihan Rahmat Ali ialah Sumatera Barat. Di daerah ini beliau tinggal di

  49

  rumah keluarga Daud Bangsa Diradjo di kawasan Pasar Miskin. Langkah pertama yang ditempuh ialah dengan cara bertabligh ke Padang Panjang, Batu Sangkar dan Paya Kumbuh. Namun kegiatan ini mendapat tantangan hebat dari ulama-ulama Sumatera Barat. Walaupun demikian ada juga kalangan yang mau

  50 menerima pemikiran tersebut. 45 Rakeeman RAM Juman (Dosen Filsafat dan Perbandingan Agama Jamiah Ahmadiyah Indonesia) dalam wawancara dengan penulis, 24 November 2014. 46 Habib Berlin (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014. 47 Dadan (Mubalidh Jemaag Ahmadiyah Cabang Tanjung Pura) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014. 48 Mahmudin (nazir mesjid al-Mubarak, Jemaat Ahmadiyah Medan) dalam wawancara dengan penulis, 4 Mai 2014. 49 Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal.

  23-34. 50 “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-bara

  Menurut Buya Hamka anggota Jemaat Ahmadiyah memiliki kegemaran berdebat dalam mempertahankan pemikiran Basyiruddin. Sesi perdebatan itu memakan waktu yang lama untuk menetapkan bahwa nabi Isa a.s telah wafat. Ketika asumsi ini dapat diterima, mereka akan mencari alasan lain bahwa Nabi Isa a.s akan dibangkitkan kedua kalinya. Sesi selanjutnya ialah mencari bukti empirik

  51 bahwa Nabi Isa a.s yang akan turun ialah pendiri Ahmadiyah, Ghulam Ahmad.

  Ketika melakukan tabligh di Sumatera Barat Rahmat Ali didampingi oleh salah seorang tokoh tiga serangkai yaitu Abu Bakar Ayyub. Hal ini dilakukannya

  52

  setelah menyelesaikan kuliah di Qadian pada tahun 1931M. Salah satu contoh usaha tabligh kedua-dua tokoh Ahmadiyah tersebut ialah mereka berhasil merekrut sepuluh penduduk Bandar Lahat untuk menerima pemikiran Basyiruddin. Nama-nama mereka ialah H. Mansyur, Manifah Mansyur, Demang

  53 Kenasin, Rekini, Hj. Matasir, Hafsah, Kodri, Busri, Aini dah Hj. Jamah.

  Selain itu H. Mahmud, penduduk lokal, alumni Jamiah Ahmadiyah Qadian juga ikut serta mendampingi Rahmat Ali dalam menyebarkanpemikiran Basyiruddin di Sumatera Barat. Sokongan Daud Bangsa Diradjo turut memberi pengaruh besar sehingga pemikiran Basyiruddin dapat diterimaoleh para

  54

  pedagang dan beberapa murid dari Dr. Haji Abdullah Ahmad. Tetapi perjuangan tabligh tersebut kembali mendapat penentangan yang kuat dari penduduk Bukit Surungan dan Padang Panjang, bahkan masyarakat mengusir mereka dengan

  55

  menggunakan anjing pelecak. Bantahan dan penolakan terhadap pemikiran baru tersebut semakin tinggi, sehingga penduduk yang sudah terpengaruh membentuk satu komite yang bernama “Komite Pencari Haq”. Komite ini bertujuan untuk melakukan perdebatan dengan para ulama Sumatera Barat tentang pemikiran Basyiruddin. Namun misi ini tidak ditanggapi secara serius oleh para ulama tersebut, sehingga dengan perasaan kecewa mereka membubarkan komite 51 52 Hamka, Ayahku,hal. 236-237.

  Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal.

  25. 53 54 Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai, hal. 7.

  “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-barat 55 Ibid ,. tersebut. Lalu secara resmi mendirikan cabang Jemaat Ahmadiyah di Padang,

56 Sumatera Barat pada tahun 1930 M.

  Setelah pendirian cabang Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Barat, pada tahun 1931 M, pengikut ajaran ini menulis buku yang berjudul Iqbaloel Haq

  

Kitaburrahmat. Buku ini ditulis untuk membantah bahwa Jemaat Ahmadiyah

  melakukan haji ke Qadian. Selain itu majalah bulananizharoel Haq dan majalah

  

Islam juga didistribusiakanuntuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Sumatera

  Barat. Bantahan para ulama terhadap mereka semakin meluas, sehingga muncul fatwa-fatwa yang mengatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah kafir, perkawinan mereka tidak sah dan anak yang dilahirkan dianggapsebagai anak di luar nikah. Akibat dari peristiwa ini terdapat beberapa orang yang telah terpengaruh dengan

  57 pemikiran Basyiruddin, bersedia kembali kepada pangkuan agama Islam.

  Para ulama di Sumatera Barat saling bahu membahu untuk membantah pemikiran Basyiruddin yang dibawa oleh mubaligh Jemaat Ahmadiyah. Syekh Abdullah Ahmad mengeluarkan harian khusus untuk membongkar siapa dan apa sebenarnya rencana Jemaat Ahmadiyah, beliau juga menulis buku untuk membantah pemikiran tersebut. Selain itu Dr. Abdul Karim Amrullah, ayah buya Hamka juga menulis buku yang berjudul al-Qaul al-Sahih. Buku ini merupakan bantahan terhadap keyakinan Jemaat Ahmadiyah yang dicetuskan oleh

  58 Basyiruddin. Dr. Abdul Karim Amrullah sendiri dikenal dengan Haji Rasul

  adalah ulama yang sangat anti dan berjuang kuat untuk membantah pemikiran

  59 Basyiruddin.

  Bantahan dan penolakan terhadap pemikiran Basyiruddin dilakukan secara sistematis, sehingga mubaligh Jemaat Ahmadiyah tidak dapat meluaskan pengaruhnya di Sumatera Barat. Terutama setelahberkembangnya organisasi Muhammadiyah, masyarakat disibukkan dengan beramal, mendirikan sekolah, melakukan tabligh Islam secara semarak. Kegiatan ini dapat memalingkan 56 Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal.

  23-34. 57 “Sejarah Ahmadiyah di Sumatera Barat,” diupdate 2016, diakses 16 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-di-sumatera-barat 58 59 Hamka, Ayahku, hal. 238.

  Sumayya, Riwayat Hidup Tiga Serangkai, hal. 51. perhatian masyarakat dariperdebatan dengan para mubaligh Ahmadiyah. Dengan sendirinya pengaruh mubaligh Jemaat Ahmadiyah untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin dapat dihentikan. Setelah itu jumlah anggota Jemaat Ahmadiyah semakin berkurang, melihat realitas ini M. Rahmat Ali pergi dari Sumatera Barat

  60

  61

  ke Jakarta. Beliau tiba di Jawa pada tahun 1931 M. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Basyiruddin tidak memberi pengaruh kepada masyarakat di Sumatera Barat, kegagalan mubaligh Jemaat Ahmadiyah di Tapaktuan, Aceh juga dirasakan di Sumatera Barat.

  Respon dan Reaksi Masyarakat Sumatera Utara

  Mubaligh Jemaat Ahmadiyah yang ditugaskan untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Sumatera Utara ialah Mohammad Sadiq H.A. Beliau

  62

  tiba di Sumatera Utara pada tahun 1931 M. Orang yang pertama kali beliau jumpai ialah Abdul Hakim yang bekerja sebagai pedagang roti canai dan martabak India di Pulo Brayan, Medan. Rumah makan ini sering didatangi oleh pegawai

  63

  pabrik Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Di antara mereka ada yang suka berdiskusi tentang masalah agama. Dari sinilah terbuka pertama kali kesempatan Mohammad Sadiq H.A untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin kepada masyarakat Sumatera Utara.

  Metode yang ditempuh oleh Muhammad Sadiq ialah dengan cara bertabligh, beliau menyampaikan pemikiran Basyiruddin tentang kewafanan nabi Isa a.s, kenabian tanpa syariat, kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan al-Masih al-

  

Maw’ud. Pemikiran ini berbeda dengan kayakinan yang telah mengakar di

  Sumatera Utara yang disebarkan dalam berbagai ceramah dan diskusi. Pada awalnya pemahaman ini dianggap aneh, tetapi dengan berjalannya waktu terdapat pegawai DSM yang menerima pemikiran Basyiruddin tersebut. Orang pertama 60 61 Hamka, Ayahku, hal. 239.

  Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal.

  28. 62 Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya , hal. 22. 63 Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) adalah perusahaan transportasi kereta api yang

dibangun di Deli, Medan, Sumatera Utara pada abad ke-19. Lihat, Tengku Luckman Sinar,

Sejarah Medan Tempo Doeloe , Medan: Perwira, 2005, hal. 61.

  64

  yang terpengaruh dengan pemikiran ini ialah Marmen. Setelah itu Marmen ikut bahu membahu dengan Mohammad Sadiq untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin di Sumatera Utara. Perjuangan ini membuahkan hasil ketika sahabat- sahabatMarmen seperti Said, Saidi, Saiban, Hasyim Siregar dan Tukenang bersedia untuk menerima pemikiran Basyiruddin dan melakukan baiat menjadi

  65 anggota Jemaat Ahmadiyah.

  Setelah itu segala aktivitas dan program untuk menyebarkan pemikiran Basyiruddin disusun oleh Muhammad Sadiq dan para pegawai DSM. Kegiatan tersebut dilakukan secara diam-diam selama dua tahun dimulai dari 1931-1933 M, namun kegiatan ini akhirnya dapat diketahui oleh masyarakat Sumatera Utara. Pada tahun 1934 M masyarakat dapat melacak kehadiran dua orang mubaligh Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Utara iaitu Mohammad Sadiq dan Abu Bakar

  66 Ayyub. Maka terjadilah berbagai bantahan dan penolakan terhadap pemikiran

  baru tersebut. Masyarakat menganggap bahwa anggota Jemaat Ahmadiyah bukan bagian dariumat Islam, sehingga mereka tidak boleh dikuburkan di perkuburan

  67

  umum. Akibat darimasalah ini pemerintah Sumatera Utara terpaksamembeli tanah perkuburan yang dikhusukan untuk penganut Jemaat Ahmadiyah. Masyarakat Sumatera Utara juga melakukan aksi protes terhadap program- program yang dijalankan oleh penganut Jemaat Ahmadiyah. Seperti bantahan terhadap pembangunan rumah ibadah Jemaat Ahmadiyah yang terpaksa

  68 dihentiakan selama 15 tahun.

  Kritikan dan bantahan juga dilakukan oleh Haji Bustami Ibrahim, beliau menyampaikan bantahan terhadap pemikiran Basyiruddin dalam khutbah Idul Fitri yang dilaksanakan di Medan pada 7 Januari 1935 M. Tiga bulan setelah itu, organisasi Muhammadiyah mengundang ulama Padang Panjang, Syekh Muhammad Djamil Djambek untuk melakukan tabligh akbar dengan tujuan 64

  “Sejarah Ahmadiyah Sumatera Utara,” diupdate 2016, diakses 18 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-sumatera-utara 65 Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya , hal. 24.. 66 67 Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, hal. 72.

  Munawar Ahmad dkk, Bunga rampai Sejarah Ahmadiyah Indonesia(1925-2000), hal.

  58. 68 Ibid,. membantah pemikiran Basyiruddin tersebut. Aktivitas dakwah ini dilakukan di

  69

  ruang bioskop Hok Hoa, Jalan Cantoon, Medan. Bantahan selanjutnya dilakukan oleh organisasi

  Jam’iyyah al-Wasliyyah dalam acara maulid nabi Muhammad

  SAW pada 13 Juni 1935 M. Hal yang sama juga dilakukan oleh ulama-ulama Sumatera Utara seperti Abdurrahma Shehab, Tengku Fahruddin, Haji Ismail

  70 Lubis, Haji Abdul Madjied dan gerakan perempuan Aisyiah.

  Kekacauan masyarakat akibat pemikiran Basyiruddin yang sampai ke Sumatera Utara semakin bergejolak, sehingga empat bulan setelah itu diadakandebat terbuka di gedung bioskop Hok Hoa pada 17 November 1935 M.

  Acara ini dihadiri oleh 100 orang peserta yang diketuai oleh Abdul Rahman Shihab. Adapun sebagai pembicara ialah Tengku Fahruddin, Syeikh Mahmud Khayyat, Haji Ismail Lubis dan H. Abdul Majied. Acara debat terbuka ini

  71

  menyimpulkan bahwa pemikiran Basyiruddin bertentangan dengan Islam. Para ulama yang menyertai acara tersebut menamakan diri dengan

  “Persatuan

Pemberantas i’tikad Ahmadiyah Qadian”. Setelah acara debat terbuka selesai,

  lalu disebarkan pemberitahuan kepada masyarakat tentang rincian dan hasil keputusan yang dicetak dalam bentuk brosur. Brosur ini disetujui oleh lima puluh

  72 satu ulama dari seluruh daerah Sumatera Utara.

  73 Nama-nama ulama tersebut ialah sebagai berikut: 1.

  Tengku Fchruddin dari Perbaungan, Serdang.

  2. Voorzitter Madjlis Syar’i daripada Perbaungan, Serdang.

  3. Kadli daripada Perbaungan, Serdang.

  4. Syeikh H. Zainuddin ex. Mufti Kerajaan daripada Perbaungan, Serdang.

  5. Syeikh H.M Ziadan ex. Guru Besar Maslurah Tanjung Pura.

  6. Syeikh Abdullah Afifuddin guru madrasah Tanjung Pura.

  7. Syeikh Abdurrahim Abdullah guru Tanjung Pura.

  8. 69 Syeikh H.M. Nur Abdul Karim Kadli Tanjung Pura.

  “Sejarah Ahmadiyah Sumatera Utara,” diupdate 2016, diakses 18 Oktober 2016, http://Ahmadiyah.id/jamaah-muslim-Ahmadiyah/sejarah-Ahmadiyah-sumatera-utara 70 Timbul Siregar, Sejarah Kota Medan, Medan: Yayasan Pembina Jiwa Pancasila Sumatera Utara, 1980, hal.66. 71 72 Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe,.72.

  Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, (Medan: MUI SUMUT, 2009) 9-10. 73 Peringatan Penting Dari Komite Islam Medan (brosur), 24 Disember 1950.

  9. Syeikh H. Zainuddin ex. Kadli Tanjung Pura.

  10. M. Nawi Guru agama Tanjung Pura.

  11. H. Abdul Jabbar Kadli Pematang Siantar.

  12. H. M. Djamil Dahlan Guru Kepala Pematang Siantar.

  13. H. Muchtar Siddik Guru Dj. W. Inst Pematang Siantar.

  14. Syaikh Muhammad Saleh Mufti Kota Pinang.

  15. H.M. Junus Kadli Guru Dj. W. Inst Kota Pinang.

  16. Syeikh H. Musa A. Aziz Kadli Suku Pesisir Batu Bara.

  17. Syeikh H. Sulaiman Mufti Kualuh.

  18. H. Ismail guru agama Tebing Tinggi 19.

H. Ibrahim ex. Penghulu Pekan Tebing Tinggi.

  21. Ustaz H.A.H. Hasan guru besar Arabiyah Binjai.

  36. A. Murad guru Dj.W.Raja Medan.

  48. Mahmud Halwani guru madrasah Rahmania Medan.

  47. H.M. Dahlan Kadli Arhemia Medan.

  46. H. M. Ali guru agama Jalan Puri Medan.

  45. Ahmad Darwis Jambek guru agama Medan.

  44. H. Mahmud Abu Bakar guru agama kampung Silalas Medan.

  43. Usman Suleiman guru agama P. Berajan Medan.

  42. Zakaria A. Wahab guru agama Pendau Medan.

  41. H.A Jalil guru madrasah Islamiyah Medan.

  40. H. Zakaria guru agama Kampung Baru Medan.

  39. K.H Mansur guru agama Medan.

  38. A. Wahab guru Dj.W. Belawan Medan.

  37. A. Rahman guru Dj.W.Dj. Raja Medan.

  35. Suhailidin guru Dj.W.Dj. Kulia Medan.

  22. A. Rahim Haitami guru Binjai.

  34. H. Yusuf Ahmad Lubis guru Dj. W. Gelugur Medan.

  33. H. M. Tahir guru kepala Dj. W. Petisah Medan.

  32. H. Zainal Abidin Kadli Petisah Medan.

  31. H. Ilyas Kadli Suka Piring Medan.

  20. K.H. A. Karim guru agama Binjai.

  K.H. Madjid Abdullah guru agama Medan.

  28. Majlis Fatwa Lil Jamiyat al-Wasliyah Medan 29.

  27. H. Ja’far ex. Guru besar Islamiyah Medan.

  26. Syeikh H.M Yunus guru besar Islamiyah Medan.

  25. H.M. Nur Kadli Binjai.

  24. H.A. Wahab guru agama Bandar Senembah Binjai.

  23. Z. Arifin Abbas guru Binjai.

  30. H. Mahmud Ismail Lubis Kadli Sei. Kerah Medan.

  49. M. Saad guru agama Dj. Djeparis Medan.

  50. H.M. Siddik guru agama Kampung Pendau Medan.

  51. Tuan Shaikh H. Hasan Masum Imam Paduka Tuan Medan 52.

  Shaikh Mahmud Chayat . Acara debat tersebut menghasilkan dua keputusan penting yang menyatakan bahwa pemikiran Basyiruddin adalah bertentangan dengan ajaran

  Islam. Pertama, klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad setelah nabi Muhammad SAW menyebabkan dia menjadi murtad (kafir). Kedua, para pengikut Ghulam

  74 Ahmad yang meyakini kenabiannya dihukumkan sama sebagai kafir. Dari

  pernyataan di atas,maka dapat disimpulkan bahwa Basyiruddin dan sekalian para mubaligh yang dikirim untuk menyebarkan pemikirannya dinyatakan telah keluar dariIslam (murtad). Keputusanini juga berlaku untuk masyarakat yang telah terpengaruh dengan pemikiran Basyiruddin seperti Marmen, Said, Saidi, Saiban, Hasyim Siregar dan Tukenang.

  Dalam brosur yang mulai disebarkan padaNovember 1935 M tersebut, dijelaskan tentangpemberitahuan tersebutsecara terperinci tentangpemahaman menyeleweng yang dipegang oleh mereka. Antara rincian-rincian yang disebutkan

  75

  ialah: 1.

  Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya adalah kafir.

  2. Persaksian syahadat mereka dengan lafaz Asyhadu Alla Ilaha Illallah menjadi batal, selama mereka berkeyakinan demikian.

  3. Peraksian syahadat mereka dengan lafaz Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah adalah tidak diterima (sia-sia), selama mereka berkeyakinan demikian.

  4. Hubungan persaudaraan umat Islam dengan mereka menjadi putus.

  5. Persaksian dua kalimah syahadat yang mereka ucapkan dan mereka tempelkan di rumah-rumah mereka hanya sebagai propaganda untuk menyesatkan umat Islam. Terutama umat Islam yang kurang pengetahuannya.

  6. Dakwah dan klaim mereka sebagai umat Islam pengikut nabi Muhammad SAW dan pengikut kitabullah adalah tidak benar. Hal itu hanya satu cara untuk menyelewengkan umat Islam dan tipu muslihat untuk menarik simpati.

  74 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara,.

  9. 75 Ibid , 10.

  7. Segala ucapan, tulisan, penerbitan dan berita yang mengklaimbahwa mereka merupakan pejuang yang tunduk di bawah panji-panji Islam adalah dusta dan penipuan.

  Bantahan terhadap pemikiran Basyiruddin yang disebarkan oleh para mubaligh Jemaat Ahmadiyah juga memperkecil ruang interaksi di antara umat Islam dengan mereka. Menyikapi hal ini persatuan ulama yang menamakan diri dengan

  Persatuan Pemberantas i’tikad Ahmadiyah Qadian telah memberi anjuran

  76 kepada masyarakat Sumatera Utara dengan hal-hal berikut.

  1. Apabila mereka mati, maka tidak boleh (haram) disolatkan dan tidak boleh dikuburkan di tanah perkuburan (tanah wakaf) umat Islam.

  2. Pernikahan dengan mereka adalah tidak sah dan tidak halal mereka menikah dengan orang Islam.

  3. Penyembelihan mereka tidak halal dimakan oleh orang Islam.

  4. Mereka tidak dibolehkan beribadat di dalam masjid, mushalla dan mushalla wakaf umat Islam.

  5. Al-Qur’an dan sekalian kitab-kitab hadith serta kitab-kitab agama tidak boleh diberikan kepada mereka.

  6. Umat Islam tidak boleh memberi salam kepada mereka.

  7. Tidak berlaku hukum pusaka di antara umat Islam dengan mereka.

  Akibat fatwa persatuan ulama tersebut telah menghalangi perkembangan pemikiran Basyiruddin yangmasuk ke Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan penganut Jemaat Ahmadiyah, Muhammad Ya’qub Suriadi. Menurutnya setelah keputusan fatwa kafir yang dihasilkan dari acara debat terbuka di gedung bioskop Hok Hoa tahun 1935 M, masyarakat menjadi anti terhadap pemikiran Basyiruddin. Bahkan para pengikut Jemaat Ahmadiyah merasa tertekan dengan pelarangan penguburan jenazah mereka di perkuburan 76 Muhammad Ya’qub Suriadi, Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Cabang Medan Serta Profil Daerahnya , 31.

  umat Islam. Tekanan tersebut bertambah kuat ketika mayat seorang anggota Jemaat Ahmadiyah yang baru saja dikuburkan, dipaksa untuk dibongkar dan dipindahkan ke tempat lain. Penganut Jemaat Ahmadiyah di Sumatera Utara meyakini bahwa keputusan fatwa kafir tersebut merupakan faktor terbesar yang

  77

  menghalangi tersebarnya pemikiran Basyiruddin di Sumatera Utara. Walaupun demikian, masih ada sisa-sisa penganut yang fanatik menyebarkan pemikiran itu

  78 secara diam-diam.

  Kesimpulan

  Basyiruddin memiliki misi untuk menyebarkan pemikiran kontroversialnya ke seluruh dunia, termasuk di antaranya nusantara. Hal ini terbukti dengan didirikannya organisasi internal Tahrik Jadid. Daerah pertama di nusantara yang menjadi priorotas Basyiruddin ialah pulau Sumatera, karena pada awal abad ke 19 sudah ada mahasiswa Sumatera yang melakukan studi di pusat Jemaat Ahmadiyah Qadian, India. Setelah terbuka peluang, Basyiruddin berupaya melakukan transformasi pemikirannya tentang kewafatan nabi Isa a.s, keberlangsungan nabi dan kenabian Ghulam Ahmad dengan mengirim duta Ahmadiyah, Rahmat Ali ke Sumatera.

  Rahmat Ali menyebarkan pemikiran ini dengan cara bertabligh, berdiskusi dan berdebat. Walau bagaimanapun, transformasi pemikiran ini menghadapi bantahan dan penolakan besar-besaran dari masyarakat Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Bantahan tersebut ditempuh dengan pengusiran, memblokir tempat ibadah dan mengeluarkan fatwa. Di samping tampil sebagian tokoh yang membantah dengan tulisan. Adapun kalangan minoritas yang terpengaruh dengan pemikiran Basyiruddin termarjinalkan dari pergaulan masyarakat. Dengan demikian, pemikiran Basyiruddin tidak memiliki pengaruh yang berarti di Sumatera.

  Bibliography Books 77 78 Ibid,.

  32. Ibid. Aris Mustafa, Ahmadiyah Keyakinan Yang Digugat, (t.tp: Tempo, 2005). Asep Burhanuddin, Ghulam Ahmad: Jihad Tanpa Kekerasan, (Yogyakarta: LkiS, 2005).