MODUL EKONOMI PUBLIK BAGIAN VI: ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT

MODUL EKONOMI PUBLIK

BAGIAN VI: ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT

Dosen Ferry Prasetya, SE., M.App Ec FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

1. Pendahuluan

Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumber- sumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien. Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi kriteria efisiensi. Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh perhatian pada analisis ini, yaitu pertama, para praktisi teknis dan ekonom yang berperan dalam mengembangkan metode analisis, pengumpulan data, dan membuat analisis serta rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang berwenang untuk membuat peraturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan publik.

Analisis manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program dari segi efisiensi sedangkan pemilihan pelaksanaan program berada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif yang dalam memilih juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang efisien mungkin tidak akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin lebar. Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin baik akan dipilih meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau dari hasil analisis manfaat dan biaya.

2. Identifikasi Manfaat dan Biaya

2.1. Klasifikasi Manfaat dan Biaya

Dalam menentukan manfaat dan biaya suatu program atau proyek harus dilihat secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Oleh karena menyangkut kepentingan masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai cara (Mangkoesoebroto, 1998; Musgrave and Musgrave, 1989):

• Real (Riil) • Primer-Sekunder • Tangible-Intangible • Internal-Eksternal

• Semu (Pecuniary)

• Primer Salah satunya yaitu mengelompokkan manfaat dan biaya suatu proyek secara riil (real) dan semu (pecuniary). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain. Manfaat semu adalah yang hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena proyek tersebut.

Manfaat riil dibedakan lagi menjadi langsung/primer dan tidak langsung/sekunder (direct/primary dan indirect/secondary). Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan sedangkan kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tersebut tidak diperhitungkan. Misalnya pada proyek dam maka kenaikan harga tanah disekitar proyek tidak dimasukkan dalam manfaat dari proyek tersebut. Hal ini karena perhitungan kenaikan produktivitas tanah dan kenaikan harga tanah menyebabkan perhitungan ganda dari manfaat adanya proyek tersebut.

Manfaat langsung berhubungan dengan tujuan utama dari proyek atau program. Manfaat langsung timbul karena meningkatnya hasil atau produktivitas dengan adanya proyek atau program tersebut. Misalnya proyek pembangunan dam untuk mengairi sawah. Manfaat langsung adalah kenaikan hasil sawah karena kenaikan produktivitas tanah sebagai akibat dari bertambah baiknya pengairan sawah. Dalam menentukan manfaat ini akan timbul masalah apabila suatu proyek juga memberikan manfaat kepada proyek lain. Sebagai contoh, sebuah jalan dibangun untuk proyek dam dan proyek tenaga listrik. Perhitungan manfaat dari jalan tersebut harus dibagi antara kedua proyek tersebut.

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak secara langsung disebabkan karena adanya proyek yang akan dibangun atau merupkan hasil sampingan. Dalam hal proyek di atas manfaat tidak langsungnya adalah kenaikan produktivitas tanah di luar area pengairan dari dam tersebut. Manfaat tidak langsung ini dapat menjadi luas sekali, tergantung dari sejauh mana memasukkan manfaat tidak langsung ke dalam analisis. Adanya dam juga dapat pula memberikan manfaat lain seperti sebagai tempat rekreasi, pusat tenaga listrik, tempat penghijauan dan sebagainya. Semua manfaat tidak langsung ini dapat dimasukkan ke dalam perhitungan manfaat dari proyek yang akan dibangun pemerintah.

Perhitungan biaya suatu proyek harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus memasukkan biaya langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan proyek. Misalnya suatu proyek pengairan di suatu area yang menyebabkan berkurangnya pengairan di area lain. Dalam membuat evaluasi proyek, penurunan produksi tanah dari area lain yang terpengaruh harus Perhitungan biaya suatu proyek harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus memasukkan biaya langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan proyek. Misalnya suatu proyek pengairan di suatu area yang menyebabkan berkurangnya pengairan di area lain. Dalam membuat evaluasi proyek, penurunan produksi tanah dari area lain yang terpengaruh harus

Masalah lain adalah penggunaan fasilitas yang sudah ada untuk pembangunan proyek. Misalnya dalam pembangunan dam, truk-truk untuk pembangunan proyek tersebut menggunakan jalan-jalan yang sudah ada. Apakah ini juga dimasukkan dalam biaya tergantung dari pengaruhnya. Bila truk tidak mengganggu arus lalu lintas maka tidak dimasukkan dalam biaya. Tetapi apabila penggunaan jalan tersebut mengganggu arus lalu lintas maka harus dimasukkan sebagai biaya dalam evaluasi proyek.

Manfaat riil dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible). Istilah berwujud ditetapkan bagi yang dapat dinilai di pasar, sedangkan yang tidak berwujud untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan. Manfaat dan biaya sosial tergolong dalam kategori manfaat yang tidak dapat dipasarkan sehingga termasuk kategori manfaat dan biaya yang tidak berwujud (intangible benefits dan intangible costs ). Keindahan dari suatu bendungan merupakan contoh dari manfaat tidak berwujud, sedangkan kenaikan produksi pertanian karena tersedianya air yang cukup sepanjang tahun sebagai akibat pembangunan dam merupakan manfaat berwujud. Demikian pula biaya pembangunan bendungan dapat dipakai sebagai contoh dari biaya berwujud sedangkan hilangnya pemandangan hutan yang diganti dengan adanya danau buatan merupakan biaya tidak berwujud. Meskipun manfaat dan biaya yang tidak dapat dipasarkan sulit dihitung, tetapi harus dipertimbangkan dalam perhitungan manfaat dan biaya suatu proyek.

Manfaat dan biaya riil dapat pula dibedakan menjadi manfaat dan biaya internal dan eksternal. Suatu proyek yang hanya menghasilkan manfaat dan biaya untuk daerahnya sendiri disebut internal, tetapi bila dapat menghasilkan manfaat atau biaya untuk daerah lain dikatakan eksternal. Kedua macam manfaat dan biaya ini harus diperhitungkan dalam perhitungan evaluasi proyek.

Pada analisis manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat pada umumnya diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga barang. Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan proyek tersebut berdasarkan harga pembeliannya. Ini berbeda dengan proyek pemerintah, sebab pada umumnya manfaat penggunaan sumber ekonomi diukur dengan harga pasar oleh karena harga pada pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari sumber ekonomi yang digunakan. Pada keadaan yang tidak ada persaingan sempurna maka harga pasar tidak menunjukkan nilai sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam hal ini harus Pada analisis manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat pada umumnya diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga barang. Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan proyek tersebut berdasarkan harga pembeliannya. Ini berbeda dengan proyek pemerintah, sebab pada umumnya manfaat penggunaan sumber ekonomi diukur dengan harga pasar oleh karena harga pada pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari sumber ekonomi yang digunakan. Pada keadaan yang tidak ada persaingan sempurna maka harga pasar tidak menunjukkan nilai sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam hal ini harus

Hal pertama yang dilakukan dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek adalah menentukan semua manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari proyek tersebut. Sebagai contoh untuk mengidentifikasi manfaat dan biaya suatu proyek ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ilustrasi mengenai Manfaat serta Biaya Proyek

Manfaat

Biaya

Proyek Irigasi

Biaya pipa Langsung

Berwujud

Naiknya hasil pertanian

Tidak

Hilangnya hutan

Pelestarian kawasan

belantara Riil

berwujud

Pengalihan air Tidak

Berwujud

Berkurangnya erosi tanah

Tidak

langsung

Perlindungan masyarakat

Rusaknya margasatwa

berwujud

Semu Langsung

Peningkatan pendapatan riil

Proyek Pendaratan ke Bulan

Biaya input Langsung

Berwujud

Belum diketahui

Tidak

Kenikmatan eksplorasi

Polusi alam semsta

berwujud

Riil

Dihasilkannya kemajuan

Perolehan prestise dunia

berwujud Kenaikan secara relatif nilai

Semu Langsung -

tanah di Cape Kennedy

Proyek Pendidikan

Biaya gaji para Menaikkan pendapatan di masa pengajar, biaya gedung,

Berwujud

dan pembelian buku- Riil

yang akan datang

Langsung buku

Tidak

Hilangnya waktu

Hidup diperkaya

berwujud

senggang

Berkurangnya biaya untuk

- Tidak

Berwujud

penangkalan tindak kriminal

langsung

Tidak

Meningkatnya pemili yang

berwujud

mempunyai inteligensi tinggi

Kenaikan relatif dalam

Semu Langsung -

pendapatan guru

Sumber : Musgrave and Musgrave (1989)

2.2. Memperkirakan Nilai yang Tidak Berwujud (Intangible)

Seperti sudah disinggung di atas bahwa manfaat dan biaya tidak berwujud yang tidak dapat dipasarkan sulit dihitung. Ada beberapa pendekatan untuk menentukan manfaat dan biaya yang tidak berwujud.

2.2.1. Manfaat

Manfaat tidak berwujud dapat ditentukan berdasarkan pengukuran langsung. Misalnya untuk menentukan manfaat dari program penanggulangan pencemaran SO2 maka dapat digunakan langkah-langkah berikut ini : mengukur emisi SO2, mengukur kualitas udara ambient , memperkirakan dampaknya terhadap manusia baik bagi kesehatan, maupun dari segi keindahan, dan yang terakhir adalah memperkirakan nilai dari dampak tersebut. Penentuan manfaat secara langsung ini secara konsep dapat diterapkan, tetapi banyak kendala dalam melakukan pengukuran sebenarnya. Untuk mengatasi kendala ini maka nilai manfaat diperkirakan berdasarkan willingness to pay atau kesediaan orang untuk membayar. Beberapa pendekatan dari konsep willingness to pay yang penting adalah: - Nilai Kesehatan

Pencemaran udara, misalnya karena emisi SO2, dapat menyebabkan kondisi kesehatan orang yang terkena pencemaran akan memburuk, dapat menyebabkan sakit kepala, sesak nafas, dan sebagainya. Kesediaan orang untuk mengeluarkan biaya pengobatan atau untuk menghindari sakit akibat pencemaran udara tersebut dapat dipakai sebagai ukuran manfaat dari program penanggulangan pencemaran. - Nilai Kehidupan

Pengendalian pencemaran udara dan perbaikan keindahan kota, misalnya akan dapat mengurangi resiko sakit atau meninggal, atau dapat dikatakan mempertinggi nilai kehidupan. Nilai kehidupan ini sangat kompleks karena berhubungan dengan statistik, baik menyangkut umur rata-rata manusia maupun penghasilan sekelompok masyarakat dan bukan hanya individu.

- Biaya Perjalanan Pendekatan biaya perjalanan dipakai untuk menilai barang yang pada umumnya oleh masyarakat dinilai terlalu rendah, misalnya barang rekreasi (keindahan dan kenyamanan). Untuk memperkirakan manfaat barang tersebut maka digunakan proksi biaya perjalanan untuk mencapai tempat tersedianya barang rekreasi tersebut. Secara tidak langsung dapat ditentukan biaya perjalanan orang untuk menikmati barang rekreasi, misalnya menikmati keindahan pesut, keindahan Danau Toba dan sebagainya. Dengan mempergunakan data biaya perjalanan pada sampel yang besar maka dapat diperkirakan willingness to pay untuk suatu kenyamanan lingkungan hidup. Hasil yang didapat dari pendekatan ini juga dapat memperlihatkan perbedaan pandangan setiap keluarga terhadap kenyamanan lingkungan hidup yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya. - Contigent Valuation (CV)

Pendekatan ini diperkirakan berdasarkan survei atau kuesioner langsung ke masyarakat. Keberhasilan dari survei ini tergantung dari perencanaan dalam pembuatan kuesioner. Kuesioner harus dibuat secara cermat dan mudah dipahami oleh responden sehingga tidak menimbuhkan kesalahan penafsiran. Masalah utama dari pendekatan ini adalah hasil yang didapat belum mencerminkan karakter masyarakat yang sebenarnya. Oleh karena itu digunakan beberapa teknik untuk mengurangi kelemahan tersebut. Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan tawar menawar, alokasi anggaran, dan permainan trade-off.

2.2.2. Biaya

Biaya yang dimaksud adalah segala pengeluaran untuk suatu proyek. Pentingnya mengukur biaya secara akurat sering diabaikan dalam analisis manfaat dan biaya. Hasil dari suatu analisis menjadi kurang baik akibat memperkirakan biaya yang terlalu besar atau memperkirakan manfaat yang terlalu rendah. Negara-negara berkembang yang masih mengutamakan pertumbuhan ekonomi lebih cenderung melihat manfaat suatu proyek atau program terhadap pertumbuhan dan mendistribusikan biaya yang muncul ke setiap kelompok masyarakat. Negara-negara maju, khususnya program yang berhubungan dengan lingkungan hidup, sering lebih memperhatikan biaya sehingga analisis dimaksudkan untuk landasan memperkirakan biaya secara akurat.

Proyek sosial dapat diperkirakan dengan menggunakan prinsip oportunity cost, untuk membedakan dengan biaya untuk pembelian barang bagi individu. Oportunity cost dalam penggunaan sumber daya alam merupakan nilai tertinggi bagi masyarakat dari berbagai Proyek sosial dapat diperkirakan dengan menggunakan prinsip oportunity cost, untuk membedakan dengan biaya untuk pembelian barang bagi individu. Oportunity cost dalam penggunaan sumber daya alam merupakan nilai tertinggi bagi masyarakat dari berbagai

3. Konsep Analisis Manfaat dan Biaya

Dalam melaksanakan analisis terutama pada proyek yang mempunyai umur ekonomis yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda maka harus memperhitungkan konsep nilai uang. Analisis harus dilakukan dengan menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang bersangkutan dan dihitung dalam nilai sekarang.

3.1. Konsep Future Value (Nilai Uang yang Akan Datang)

Apabila mempunyai uang sebesar Rpn yang kita bungakan terus menerus dengan tingkat bunga sebesar 10 persen setahun, maka hasil setiap tahun adalah seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan anggapan bunga yang diterima pada suatu saat dipinjamkan kembali (sistem bunga berbunga).

Tabel 2. Hasil Bunga Berbunga Uang Sebesar RpU,- Akhir tahun

Jumlah uang

1 U + U x 10% = (1 + 0,1) U

2 2 U (1 + 0,1) + U (1 + 0,1) x 10% = U (1 + 0,1)

2 2 3 3 U (1 + 0,1) + U (1 + 0,1) x 10% = U (1 + 0,1) .

N n U (1 + 0,1) + U (1 + 0,1) x 10% = U (1 + 0,1) Sumber: Mangkoesoebroto, 1998

n-1

n-1

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa uang sebesar RpU,- pada tahun ke n akan bernilai sebesar U (1+0,1) n . Dengan analisis seripa maka kita tahu apabila kita mempunyai uang

sebesar Rp5 juta kita bungakan terus menerus selama 30 tahun, pada akhir tahun ke-30 akan bernilai 5 (1,10) 30 atau sebesar Rp87 juta.

Rumus umum penghitungan nilai akan datang (future value):

Pn = Po (1 + i) n

di mana: Pn

= nilai uang di masa datang Po

= nilai uang sekarang

I = tingkat bunga n

= tahun

3.2. Konsep Present Value (Nilai Uang Sekarang)

Karena sifat manusia yang myopic tersebut maka uang yang akan kita terima beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan apabila jumlah uang tersebut kita terima saat ini. Berapa nilai sekarang dapat dihitung dengan menggunakan konsep present value (nilai uang sekarang).

Apabila kita menerima uang sebesar RpU,- yang diterima pada n tahun yang akan datang, maka penghitungan nilainya sekarang (Po) dari uang tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Po = U / (1 + i) n

di mana: Po

= nilai uang sekarang U

= jumlah uang yang akan diterima 30 tahun yang akan datang i

= tingkat bunga n

= tahun Sebagai contoh, apabila kita akan menerima uang sebesar Rp5 juta pada lima tahun

yang akan datang, maka nilai uang tersebut sekarang adalah tidaklah sebesar Rp5 juta, akan tetapi sebesar Rp5 / (1+0,10) 5 atau hanya sebsar Rp3,10juta.

Dari analisis di atas dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan evaluasi atas suatu proyek, terutama pada jenis proyek yang mempunyai umur ekonomis yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda, maka dalam mengevaluasinya kita harus mempertimbangkan faktor-faktor di atas, yaitu kita menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang bersangkutan dan kita hitung nilainya sekarang.

4. Metode Analisis Manfaat dan Biaya

Ada tiga metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek, yaitu nilai bersih sekarang (NPB = Net Present Benefit), IRR = Internal Rate of Return), dan perbandingan manfaat biaya (BCR = Benefit-Cost Ratio).

4.1. Metode NPB (Net Present Benefit atau Nilai Bersih Sekarang)

Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Rumus perhitungannya adalah :

M-C

M 2 -C 2 M 3 -C 3 M n -C n

........ NBS = Mo-Co + _________ + _________ + _________ +

(1+t) n (1+t) (1+t) (1+t)

Mn-Bn

atau NBS = å

n=1 n (1 + i)

dimana : NPB = nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke n i

= tingkat bunga n

= 1, .............., 50:umur proyek M

= manfaat

B = biaya Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek yang

mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskonto yang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana.

Bila nilai net present benefit > 0, berarti investasi menguntungkan dan dapat diterima. Akan coba dihitung besarnya nilai NPB dengan tingkat suku bunga diskonto yang diasumsikan adalah sebesar 15% pertahun (Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co.). Contoh Perhitungan Metode Net Present Benefit:

542.250.000 NPB = - 788.500.000 +

542.250.000 NPB = - 788.500.000 +

NPB = - 788.500.000 + 247.826.087 + 282.196.969,7 + 319.736.842,1 + 309.857.142,9 NPB = 371.117.041,7

Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa nilai NPB untuk investasi Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co. adalah sebesar Rp. 371.117.041,7, ini berarti bahwa nilai NPV proyek tersebut > 0, sehingga proyek tersebut dapat diterima.

4.2. Metode IRR (Internal Rate of Return)

Metode IRR merupakan metode dengan cara menghitung tingkat diskonto (y) yang menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Rumus yang digunakan adalah:

M t -B t

i=0 t (1+IRR)

Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Walaupun demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya dengan IRR-nya saja, tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus lebih besar dari biaya oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu proyek akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskonto disebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya pinjaman modal yang harus diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek yang harga IRR < i.

Ada beberapa kelemahan dari metode IRR, yaitu : - Metode IRR dapat menyebabkan pemilihan proyek yang keliru karena metode ini tidak memperhatikan skala investasi. Pemilihan proyek berdasarkan metode ini akan memberikan hasil yang keliru apabila skala atau besarnya proyek yang dibandingkan berbeda. Dalam hal ini metode NPB akan memberikan evaluasi yang konsisten walaupun skala proyek yang dibandingkan berbeda. - Metode IRR mungkin akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk proyek yang mempunyai waktu lebih dari 2 tahun maka harga IRR dapat mempunyai 2 nilai atau lebih yang dapat membingungkan (de Neufville, 1990). Pemilihan nilai IRR akan mempunyai implikasi yang berbeda dan tidak ada suatu kriteria pun yang secara teoritis dapat menunjukkan pilihan IRR yang akan dipakai.

Pada metode NPB tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain tingkat bunga ini adalah merupakan tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak Pada metode NPB tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain tingkat bunga ini adalah merupakan tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak

Misalnya IRR yang dihasilkan oleh sebuah proyek adalah 25% yang berarti proyek ini akan menghasilkan keuntungan dengan tingkat bunga 25%. Bila rate of return yang diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima kelayakannya.

Sebagai misal apabila Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT. Genitya Dabatas mensyaratkan IRR yang diharapkan dari proyek ini adalah 25%, maka berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2000, dimana IRR sesungguhnya adalah 34,13%, maka investasi untuk proyek ini dapat diterima kelayakannya.

4.3. Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya (BCR)

Metode BCR adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh proyek diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Rumus yang digunakan adalah:

å t=0 t (1+i)

BCR=

t=0

(1+i)t

Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti pula NPB > 0.

Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan biaya atau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang negatif dan sebaliknya. Oleh karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai manfaat negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasi agar nilai BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998). Contoh penggunaan metode BCR dalam sebuah proyek:

Departemen PU mempertimbangkan untuk membuat jalur baru karena banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjdi. Diestimasikan ongkos pembangunan jalur baru per km adalah $100.000 sepanjang 51 km dengan perkiraan umur 30 tahun dengan ongkos perawatan diperkirakan 3% dari ongkos awal. Kepadatan lalu lintas pada jalan ini adalah 10.000 kendaraan per hari dan analisis dilakukan pada tingkat bunga 7%. Estimasi angka kecelakaan turun dari 8 menjadi 4 per 100 juta km kendaraan kalau jalan baru dibuka.

Ongkos yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan meliputi: ongkos kerugian properti, pengeluaran untuk keperluan medis, dan hilangnya upah bagi orang yang mengalami kecelakaan. Dari data yang diperoleh, informasi bahwa rata-rata ada 35 kecelakaan ringan dan 240 kerusakan properti untuk setiap satu kecelakaan fatal. Ongkos ekuivalen saat ini dari setiap klasifikasi kecelakaan tersebut adalah sebagai berikut:

kecelakaan fatal per orang

kecelakaan ringan

kerusakan properti

Dengan data-data di atas maka ongkos agregat dari kecelakaan per satu kecelakaan fatal bisa dihitung sebagai berikut:

kecelakaan fatal per orang

kecelakaan ringan ($10.000 x 35)

kerusakaan properti ($1.800 x 240) 432.000 total

Dengan metode BCR tentukan apakah usulan pembukaan jalur baru tersebut bisa diterima atau tidak.

Manfaat ekivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km:

( 8 - 4 ) ´ 10 , 000 ´ 365 ´ $ 1 , 682 , 000

dan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km adalah:

A / P , 7 , 30

sehingga BCR adalah:

BC () 7 =

= 1 . 48 B C ¢ () 7 =

Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik karena metode lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek yang akan dilaksanakan.

Tabel 3. Rangkuman Perbandingan Metode Analisis Metode

Cerminan Skala

TIDAK

TIDAK YA

Proyek Mudah Mengurutkan

AGAK Mudah digunakan

MUDAH

MUDAH SUKAR

Mencerminkan Mudah

Berfokus pada

nilai uang

pengenmbalian proyek

Hasil dapat Bias dalam Kekurangan

Sukar

mengurutkan

membingungk operasional

proyek

an

Sumber : de Neufville (1990)

5. Penerapan Analisis Manfaat dan Biaya

5.1. Perusahaan Swasta

Pada analisis perhitungan manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat umumnya diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga Pada analisis perhitungan manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat umumnya diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga

5.2. Pemerintah

Proyek-proyek pemerintah pada umumnya mengukur manfaat penggunaan sumber- sumber ekonomi yang diukur dengan harga pasar oleh karena harga pasar pada pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari sumber-sumber ekonomi yang digunakan. Pada keadaan dimana tidak terdapat persaingan sempurna maka harga-harga pasar tidak menunjukkan nilai sumber-sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah menyesuaikan harga sumber ekonomi dengan menggunakan harga bayangan (shadow prices). Misalnya pemerintah membangun suatu dam di daerah Cilacap. Apabila tenaga kerja yang dipakai untuk membangun dam tersebut adalah tenaga kerja yang menganggur, maka harga buruh atau upah yang dihitung bukanlah upah yang diberikan kepada para buruh, akan tetapi upah bayangan yang besarnya adalah nol. Jadi dalam menghitung manfaat dan biaya kita hanya menghitung manfaat dan biaya yang mencerminkan nilai oportunitas hasil proyek atau biaya proyek. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya harga-harga sebagaimana yang terjadi pada pasar persaingan sempurna adalah adanya unsur monopoli, adanya pajak, adanya pengangguran, dan adanya surplus konsumen. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada proyek-proyek pemerintah, semua input yang digunakan haruslah diukur dari biaya marginal produksinya (atau harga yang terjadi pada pasar persaingan sempurna).

6. Pengukuran Kebijakan Analisis Manfaat dan Biaya

Pengukuran secara tepat dari keuntungan seringkali tidaklah mungkin. Kesukaran- kesukaran dasar akan muncul dengan barang-barang umum yang tak dapat dijual pada masyarakat, dan tiap penilaian harus didasarkan atas taksiran mengenai kesukaan orang- orang dalam dalam masyarakat sebagai satu keseluruhan untuk barang-barang tersebut. Sebagai akibat, maka dengan barang-barang yang benar-benar sifatnya umum, cara analisa biaya-keuntungan akan menurun tarafnya menjadi perbandingan cara-cara alternatif saja; dan tak dapat memberi jawaban pada pertanyaan apakah suatu proyek atau rencana tertentu dapat dipertanggungjawabkan.

Bahkan dengan kegiatan-kegiatan yang memberikan keuntungan lebih langsung pun, maka penilaian dari hasil-hasil itu seringkali menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serius. Hasilnya seringkali tidak dijual dan diperlukan suatu penilaian yang konstruktif. Suatu contoh adalah rekreasi; bagaimana harus menilai suatu hari yang dipergunakan seseorang untuk Bahkan dengan kegiatan-kegiatan yang memberikan keuntungan lebih langsung pun, maka penilaian dari hasil-hasil itu seringkali menimbulkan pertanyaan-pertanyaan serius. Hasilnya seringkali tidak dijual dan diperlukan suatu penilaian yang konstruktif. Suatu contoh adalah rekreasi; bagaimana harus menilai suatu hari yang dipergunakan seseorang untuk

Persoalan penilaian yang lain akan timbul karena tidak adanya pasaran hasil-hasil yang diakibatkan oleh rencana itu. Bila pemerintah memungut bayaran untuk jasa tersebut dan harganya didasarkan atas dasar monopoli, maka hasil total, dan karenanya jga ukuran keuntungan, akan berlainan dari jumlah yang diperoleh bila ada keadaan persaingan bebas. Atau, bila keuntungan-keuntungan itudiukur secara tidak langsung berdasarkan hasil penjualan produk yang dihasilkan dengan bantuan kegiatan pemerintah (hasil pertanian dari tanah yang mendapat pengairan), maka penjualan-penjualan itu mungkin tak akan dilakukan dalam pasaran yang bersifat persaingan murni, atau, dalam soal hasil pertanian, mungkin akan dilakukan dengan harga-harga yang mungkin dibuat tinggi oleh rencana bantuan dari pemerintah. Atau sebaliknya, terutama dengan proyek-proyek besar di negara-negara yang sedang berkembang, proyek pemerintah itu mempunyai pengaruh yang demikian besar terhadap sususan harga seluruhnya, sehingga penilaian berdasarkan harga-harga lama atau baru memberikan gambaran yang menyesatkan mengenai keuntungan-keuntungan yang sebenarnya.

7. Persoalan dalam Analisis Manfaat dan Biaya

7.1. Keadaan Monopoli

Misalnya suatu proyek menggunakan semen. Berapakah nilai semen yang harus dihitung dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek? Pada pasar persaingan sempurna, nilai semen yang digunakan dalam suatu proyek besarnya sama dengan biaya marginal (P = MC). Harga semen menunjukkan nilai unit terakhir dari semen yang digunakan, sedangkan biaya marginal menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha semen untuk membayar sumber-sumber ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan unit terakhir semen tersebut.

Sumber: Case Fair 8th (Jilid 1-2007)

Apabila suatu proyek pemerintah menggunakan faktor-faktor produksi yang dibeli pada pasar persaingan tidak sempurna, maka harga-harga faktor tersebut menjadi lebih tinggi dari biaya marginalnya. Apakah harga input yang dihitung dalam evaluasi suatu proyek pemerintah adalah harga monopoli atau pasar persaingan tidak sempurna lainnya, ataukah biaya produksi marginal. Harga monopoli mencerminkan nilai barang/input bagi konsumen sedangakn biaya produksi marginal menunjukkan tambahan biaya karena tambahan output. Harga mana yang digunakan dalam evaluasi proyek pemerintah tergantung dari dampak penggunaan input dalam proyek tersebut. Apabila dengan digunakannya suatu barang sebagai input dalam suatu proyek pemerintah menyebabkan produksi barang tersebut bertambah sebanyak input yang digunakan dalam proyek pemerintah maka biaya opoprtunitas masyarakat adalah nilai dari tambahan input yang digunakan untuk menghasilkan tambahan barang tersebut, yaitu biaya produksi marginal. Sebaliknya apabila jumlah barang di pasar tidak bertambah maka nilai input pada proyek pemerintah adalah harga pasar karena penggunaan input tersebut dalam proyek pemerintah bersaing dengan konsumen lainnya yang menilai barang tersebut menurut harga pasar. Apabila dampak penggunaan input di pasar untuk proyek pemerintah merupakan kombinasi kedua dampak diatas maka penentuan harga input untuk tujuan evaluasi proyek adalah dengan menggunakan bobot (weight) antara harga pasar dan biaya produksi marginal.

7.2. Adanya Pajak

Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar oleh pembeli lebih tinggi daripada harga yang diterima produsen/penjual, karena sebagian harga dibayarkan kepada pemerintah. Apabila proyek pemerintah yang dievaluasi membeli suatu barang yang dikenakan pajak penjualan, maka untuk tujuan evaluasi proyek harga manakah yang harus dimasukkan sebagai harga input? Kasusnya adalah sama seperti pada kasus monopoli yaitu kalau jumlah produksi meningkat/bertambah maka yang dipakai adalah harga yang diterima Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar oleh pembeli lebih tinggi daripada harga yang diterima produsen/penjual, karena sebagian harga dibayarkan kepada pemerintah. Apabila proyek pemerintah yang dievaluasi membeli suatu barang yang dikenakan pajak penjualan, maka untuk tujuan evaluasi proyek harga manakah yang harus dimasukkan sebagai harga input? Kasusnya adalah sama seperti pada kasus monopoli yaitu kalau jumlah produksi meningkat/bertambah maka yang dipakai adalah harga yang diterima

Sumber: Case Fair 8th (Jilid 1-2007)

Gambar ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditi X dari 1 dolar menjadi 2 dolar akibat pemberlakuan tarif oleh pemerintah Negara 2 sebesar 100 persen, segera mengakibatkan penurunan surplus konsumen sebanyak AGHB = a + b + c + d = 15 + 5 + 30 + 10 = 60 dolar. Dari jumlah tersebut, 30 dolar diantaranya diterima pemerintah dalam bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya (AGJC = a) diredistribusikan kepada para produsen komoditi X di dalam negeri dalam bentuk kenaikan rente atau surplus produsen, sedangkan 15 dolar sisanya (setara dengan bidang segitiga CJM = 5 dolar, dan segitiga BHN = 10 dolar) merupakan biaya proteksi atau biaya bobot mati yang harus dipikul oleh perekonomian Negara 2 tersebut secara keseluruhan. Production distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan produsen berproduksi secara berlebih yang mengakibatkan tidak semua barang terjualdengan harga yang menguntungkan, sedangkan Consumen distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan konsumen mengonsumsi barang lebih sedikit. Pengenaan tarif ini juga menyebabkan redistribusi pendapatan dari konsuman domestik kepada produsen domestik.

Oleh karena manfaat dan biaya masing-masing jatuh ke pihak atau kelompok- kelompok yang berlainan, maka evaluasi atas biaya-manfaat secara keseluruhan dari tarif bergantung pada sampai seberapa besarkah nilai manfaat atau keuntungan yang didapatkan setiap kelompok. Kerugian yang ditimbulkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Namun untuk negara kecil yang tidak mampu mempengaruhi harga internasional, pengenaan tarif hanya akan menimbulkan kerugian karena tidak akan memiliki keuntungan dengan membaiknya nilai tukar perdagangan.

7.3. Pengangguran

Analisis Manfaat-Biaya (Benefit-Cost Analysis) pada umumnya didasarkan pada suatu asumsi bahwa semua faktor produksi telah digunakan sepenuhnya (full employment). Suatu proyek mungkin menggunakan tenaga kerja yang sedang menganggur dengan tak dikehendaki (involuntary unemployed). Karena penggunaan tenaga kerja yang sedang menganggur ini tidak menyebabkan berkurangnya produksi barang dan jasa lain dalam perekonomian maka upah yang mereka terima tidak mencerminkan biaya oportunitas penggunaan tenaga kerja yang nilainya lebih rendah daripada upah yang diterima apabila terdapat pengangguran tak dikehendaki (involuntary unemployed). Ada dua masalah dalam menghitung upah tenaga kerja yang menganggur dengan tak dikehendaki ini : (a) Apabila pemerintah melaksanakan kebijakan stabilisasi untuk mempertahankan tingkat

penggunaan tenaga kerja maka penggunaan tenaga kerja yang sedang bekerja dalam suatu proyek menyebabkan tenaga kerja dan output di sektor lain menjadi berkurang. Dalam hal ini biaya tenaga kerja yang dipakai dalam evaluasi proyek tersebut adalah upah yang berlaku di pasar (upah sebenarnya).

(b) Apabila tenaga penganggur yang dipakai dalam suatu proyek mungkin sebenarnya tidak menganggur secara tidak dikehendaki (involuntary unemployed) selama pembangunan proyek yang bersangkutan maka yang dipakai dalam evaluasi proyek adalah upah bayangan. Prakiraan mengenai prospek kesempatan kerja merupakan suatu masalah yang sangat sulit; dan mengenai perhitungan biaya tenaga kerja ini tidak ada suatu konsensus mengenai cara menghitung biaya sosial tenaga kerja (opportunity wage). Untuk praktisnya, dalam banyak evalauasi proyek perhitungan biaya tenaga kerja dengan cara menggunakan harga yang berlaku atau harga yang sebenarnya.

7.4. Surplus Konsumen

Skala proyek-proyek pemerintah ada yang besar dan ada juga yang kecil. Pada proyek-proyek yang skalanya kecil pembangunannya tidak akan mempengaruhi harga barang atau output yang dihasilkan proyek tersebut, sedangkan pada proyek-proyek yang skalanya besar, tambahan output atau barang akan menurunkan harga barang tersebut di pasar dan ini menimbulkan masalah dalam perhitungan manfaat suatu proyek pemerintah. Misalnya suatu dam besar yang dibangun pemerintah akan dapat mengairi area yang sangat luas sehingga menyebabkan produksi pangan naik dalam jumlah yang sangat besar. Kenaikan penawaran pangan dalam jumlah yang sangat besar tersebut akan menyebabkan harga pangan turun. Dalam menghitung manfaat dam tersebut, bagaimanakah kita menilai tambahan hasil produksi karena adanya dam tersebut? Keadaan ini dapat dijelaskan dengan Diagram 7.1.

Harga

Padi

Diagram 7.1. Permintaan dan Penawaran Padi

Sumber: Mangkoesoebroto (1998) Jumlah produksi padi per tahun ditunjukkan pada sumbu datar sedangkan harga padi per kilogram pada sumbu tegak. Kurva Dp menunjukkan kurva permintaan dan S adalah kurva penawaran (diasumsikan padi dihasilkan dengan struktur biaya konstan). Sebelum adanya pembangunan dam, keseimbangan terjadi pada titik D dengan jumlah padi yang

diproduksikan sebesar OQ 0 kilogram per tahun dan harga OH 0 rupiah.

Adanya proyek dam menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (Sp) dan pada titik keseimbangan G, output yang terjadi sebesar OP 1 kilogram dan dengan harga yang lebih rendah, yaitu sebesar OH 1 rupiah. Kurva permintaan menunjukkan jumlah barang yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga sedangkan kurva penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Pada jumlah barang sebesar P 2 kilogram, konsumen bersedia membeli padi dengan harga BF 2 rupiah, padahal harga yang diminta penjual hanya sebesar CP 2 rupiah sehingga ada surplus konsumen sebesar BC. Kalau kita analisis dengan cara yang sama untuk setiap jumlah output, maka pada produksi padi sebanyak OP 0 kilogram konsumen bersedia membeli sebesar area OP 0 DH 0 , sehingga terdapat surplus konsumen sebesar DEH 0 . Apabila harga yang terjadi sebesar OH 1 rupiah maka ada surplus konsumen sebesar H 1 GDE. Jadi dengan adanya proyek pembuatan dam maka output naik dalam jumlah yang besar (P 0 P 1 ), sehingga harga juga turun secara sangat berarti (H 0 H 1 ) dan ada tambahan surplus konsumen sebesar H 0 DGH 1 (H 1 GE - H 0 DE). Jadi daerah di bawah kurva permintaan diantara kedua harga menunjukkan penilaian konsumen karena perubahan (peningkatan) kemampuan mereka untuk membeli barang dengan harga yang lebih rendah. Besarnya surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan evaluasi proyek mampu menghitung bentuk kurva permintaan dengan tepat. Untuk proyek-proyek besar perubahan Adanya proyek dam menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (Sp) dan pada titik keseimbangan G, output yang terjadi sebesar OP 1 kilogram dan dengan harga yang lebih rendah, yaitu sebesar OH 1 rupiah. Kurva permintaan menunjukkan jumlah barang yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga sedangkan kurva penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Pada jumlah barang sebesar P 2 kilogram, konsumen bersedia membeli padi dengan harga BF 2 rupiah, padahal harga yang diminta penjual hanya sebesar CP 2 rupiah sehingga ada surplus konsumen sebesar BC. Kalau kita analisis dengan cara yang sama untuk setiap jumlah output, maka pada produksi padi sebanyak OP 0 kilogram konsumen bersedia membeli sebesar area OP 0 DH 0 , sehingga terdapat surplus konsumen sebesar DEH 0 . Apabila harga yang terjadi sebesar OH 1 rupiah maka ada surplus konsumen sebesar H 1 GDE. Jadi dengan adanya proyek pembuatan dam maka output naik dalam jumlah yang besar (P 0 P 1 ), sehingga harga juga turun secara sangat berarti (H 0 H 1 ) dan ada tambahan surplus konsumen sebesar H 0 DGH 1 (H 1 GE - H 0 DE). Jadi daerah di bawah kurva permintaan diantara kedua harga menunjukkan penilaian konsumen karena perubahan (peningkatan) kemampuan mereka untuk membeli barang dengan harga yang lebih rendah. Besarnya surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan evaluasi proyek mampu menghitung bentuk kurva permintaan dengan tepat. Untuk proyek-proyek besar perubahan

Oleh karena itu, pada proyek yang skalanya besar evaluasi manfaat proyek tersebut harus dilakukan dengan mengukur surplus konsumen.

7.5. Pemilihan Tingkat Diskonto atau Bunga

Masalah lainnya yang juga penting adalah penentuan tingkat bunga. Dri analisis disatas kita ketahui bahwa penentuan tingkat bunga merupakan suatu hal yang sangat penting karena dilaksanakannya suatu proyek sangat tergantung dari tingkat bunga mana yang kita pilih. Dalam kenyataannya, di masyarakat terdapat berbagai tingkat bunga, misalnya tingkat bunga tabanas, tingkat bunga deposito (yang juga bermacam-macam tingkatnya tergantung jenis dan jangka waktunya), tingkat bunga pinjaman bank, dan tingkat bunga tidak resmi yang besarnya berbeda-beda. Jadi, tingkat bunga manakah yang sebaiknya dipilih dalam melakukan suatu evaluasi proyek?.

Penentuan tingkat diskonto atau tingkat bunga merupakan hal yang sangat penting oleh karena hasil suatu proyek dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang dipilih. Misalnya pemerintah harus memilih salah satu dari 2 proyek, yaitu proyek I yang memberi hasil bersih sebesar Rp90 juta yang diterima seketika, atau proyek II yang memberi hasil bersih sebesar Rp 100 juta dua tahun setelah proyek tersebut selesai. Tabel 7.5 memberikan NBS untuk kedua proyek tersebut.

Tabel 7.5. Nilai Bersih Sekarang (NBS) Proyek I dan II

Tingkat Bunga

NBS proyek I

NBS proyek II

0 10 2 90 = 90 / 1+0,10) 100 / (1+0,5) = 82,6 Sumber: Mangkoesoebroto (1998)

Dari tabel 7.5 dapat dilihat bahwa nilai bersih sekarang (NBS) dari proyek I sebesar

90 pada tingkat bunga manapun yang dipilih oleh karena hasil dari proyek tersebut, diterima seketika. Sebaliknya nilai bersih sekarang dari proyek II berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang dipilih. Apabila tingkat bunga yang dipilih adalah nol dan 5 persen, maka pemerintah akan memilih proyek II karena proyek tersebut memberikan nilai bersih sekarang yang lebih besar daripada proyek I. Sebaliknya apabila tingkat bunga yang dipilih adalah 10 persen maka proyek I yang akan dipilih karena memberikan nilai bersih sekarang yang lebih 90 pada tingkat bunga manapun yang dipilih oleh karena hasil dari proyek tersebut, diterima seketika. Sebaliknya nilai bersih sekarang dari proyek II berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang dipilih. Apabila tingkat bunga yang dipilih adalah nol dan 5 persen, maka pemerintah akan memilih proyek II karena proyek tersebut memberikan nilai bersih sekarang yang lebih besar daripada proyek I. Sebaliknya apabila tingkat bunga yang dipilih adalah 10 persen maka proyek I yang akan dipilih karena memberikan nilai bersih sekarang yang lebih

Pada sektor swasta tingkat diskonto yang dipakai pada umumnya sama dengan tingkat bunga yang berlaku karena tingkat bunga mencerminkan oportunitas penggunaan dana. Akan tetapi tingkat bunga yang berlaku untuk setiap proyek seharusnya juga berbeda-beda karena perbedaan risiko pemberi pinjaman. Apabila pemberi dana merasa ragu-ragu akan pengembalian uang yang digunakan, maka ia akan meminta bunga yang tinggi agar ia dapat memperoleh kembali uang yang dipinjamkan dalam waktu yang relatif singkat. Jadi tinggi rendahnya bunga disebabkan karena perbedaan risiko yang diperkirakan oleh pemberi pinjaman. Tingkat diskonto yang dipakai dalam evaluasi proyek-proyek pemerintah. Seharusnya mencerminkan hasil yang didapat (rate of return) apabila dana untuk program pemerintah tersebut dipakai oleh sektor swasta, sehingga tingkat diskonto yang dipakai seharusnya mencerminkan biaya oportunitas proyek pemerintah. Secara teoretis, pemindahan sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke sektor pemerintah hanya bisa dilakukan apabila sumber-sumber ekonomi tersebut dapat memberi hasil yang lebih tinggi apabila dana tersebut digunakan oleh pemerintah daripada digunakan oleh swasta. Hal ini akan menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi secara efisien. Selain itu, tingkat diskonto dalam evaluasi proyek harus mencerminkan kesediaan masyarakat untuk menangguhkan konsumsi sekarang dengan menabung untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi di kemudian hari. Apabila pemerintah memerlukan dana yang diambil dari tabungan masyarakat maka tingkat bunga pada tabungan masyarakat harus sama dengan tingkat diskonto untuk tujuan evaluasi proyek-proyek pemerintah.

Karena sulitnya menentukan tingkat diskonto yang tepat sedangkan penentuan tingkat diskonto adalah hal yang sangat penting dalam evaluasi suatu proyek maka para ahli ekonomi menggunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang mereka perkirakan dengan mempertimbangkan risiko pajak dan tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan tingkat diskonto sosial, misalnya dalam suatu proyek yang mempunyai derajat risiko yang kecil sekali sedangkan tingkt diskonto pada pinjaman pemerintah (yang tidak memperhitungkan Karena sulitnya menentukan tingkat diskonto yang tepat sedangkan penentuan tingkat diskonto adalah hal yang sangat penting dalam evaluasi suatu proyek maka para ahli ekonomi menggunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang mereka perkirakan dengan mempertimbangkan risiko pajak dan tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan tingkat diskonto sosial, misalnya dalam suatu proyek yang mempunyai derajat risiko yang kecil sekali sedangkan tingkt diskonto pada pinjaman pemerintah (yang tidak memperhitungkan