PERAN PENDIDIKAN KELUARGA MUSLIM DALAM M

PERAN PENDIDIKAN KELUARGA MUSLIM DALAM MEMBENTUK
KARAKTER ANAK

DIBUAT GUNA MEMENUHI TUGAS UAS
MATA KULIAH: HUKUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DI DUNIA
Islam

DISUSUN OLEH:
ZERA AGUSTINA
1420310053

DOSEN PENGAMPU:
PROF. DR. H. KHOIRUDDIN NASUTION, M.A.

KONSENTRASI HUKUM KELUARGA
PROGRAM STUDI HUKUM ISLAM
PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

0


2014
A. Pendahuluan
Pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sebagai
pengendali tingkah laku atau perbuatan. Maka dari itu untuk membentuk karakter seorang anak
yang berlandaskan agama pertama-tama di tentukan oleh keluarga terlebih dahulu karena
keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mendidik agama bagi anak-anaknya,
terutama dalam pembentukan kepribadian atau karakter. Artinya keluarga berkewajiban
memperkenalkan dan mengajak anak serta anggota kleurga lain kepada kehidupan beragama
sedini mungkin. Adapun pendidikan keluarga menurut pandangan Islam adalah pendidikan yang
diberikan sejak anak masih dalam kandungan (pra natal) yakni sejak setelah ditiupkan ruh oleh
Allah SWT kepadanya yaitu ketika usia kandungan 120 hari (4 bulan) karena saat itulah mulai
tumbuh potensi untuk melihat, mendengar, merasa dan berpikir, setelah lahir dan berlangsung
hingga anak menjadi dewasa.
Anak merupakan aset bagi masa depan orang tua, maka dari itu mengajarkan agama
kepada anak sejak dini itu lebih memudahkan anak supaya cepat memahami ilmu agama.
Pembentukan karakter pada anak melalui ajaran agama itu sangat di perhatikan betul-betul, dari
akhlaknya, cara dia berbicara dan dalam berpakaian. Dengan pengetahuan agama yang kita
sampaikan akan membuat karakter anak menjadi lebih islami.
Agama banyak memberikan pengajaran yang baik dalam membentuk kepribadian
seseorang, contohnya seorang anak akan bersikap santun terhadap orang yang lebih tua

dibandingkan dia, itu karena orang tua sudah mengajarkan kebaikan sejak dini kepada anaknya,
jadi si anak tidak akan mengubah karakter dia menjadi orang lain. Karena itu sudah menjadi
syari’at dalam beragama. Agama banyak memberikan kita ulasan mengenai pembentukan
karakter yang lebih baik.1
Setiap
masyarakat

masyarakat
Islam

dalam

memiliki
setiap

pandangan
komponen

sendiri-sendiri


(individu

dan

namun
keluarga)

memandang pendidikan selalu berorientasi kepada Islam, yakni berusaha
menjadikan Islam sebagai sumber dalam proses penyelenggara pendidikan,
1 Miftahul Jannah, Peran Pendidikan Agama Islam sebagai Pembentukan Karakter Anak.
(http://miftahstain.blogspot.com/, dikases pada tanggal 5 Januari 2015, 14.25)

1

baik pendidikan formal (sekolah), nonformal (lingkungan masyarakat)
maupun informal (dalam lingkungan keluarga).
Sebagai agama rahmatal lil ‘alamin, Islam menghendaki adanya
pernikahan terhadap seluruh umatnya. Dengan tujuan untuk menghasilkan
keturunan dan bukan hanya sekedar keturunan, namun keturunan yang
memiliki karakter yang baiklah yang menjadi tujuan Islam sebenarnya.

Keluarga
dilingkunganlah

merupakan
keluarga

lingkungan

pertama-tama

pertama
anak

bagi

anak,

mendapatkan

dan


pengaruh.

Karena lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia itu
ada. Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan
anak, agar anak dapat berkembang secara baik. Sebagai fase awal
pendidikan, maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai lembaga
hidup manusia yang memberi peluang kepada para anggotanya untuk hidup
celaka atau bahagia dunia-akhirat, tetapi keluarga juga merupakan sebagai
satu faktor penentu keberhasilan pendidikan anak.
Jika dilihat dari hubungan dan tanggung jawab orang tua terhadap
anak, maka tanggung jawab pendidikan itu pada dasarnya tidak bisa
dipikulkan begitu saja kepada orang lain. Dalam kenyataannya, keluarga
tidak sedikit yang gagal dalam membina keluarga sesuai dengan yang
dikehendaki oleh ajaran Islam. Kegagalan demikian akan berpengaruh pula
terhadap fungsi keluarga sebagai pusat pendidikan.
Untuk mengatasi hal yang demikian dibutuhkan pengertian dan
kesadaran akan tujuan keluarga, kesadaran bahwa keluarga berperan
sebagai


tempat

pendidikan

dan

pembentukkan

karakter

anak-anak.

Mengingat pentingnya posisi keluarga dalam kerangka pembinaan generasi,
masyarakat

dan

umat,

maka


kiranya

sangat

mendesak

dilakukan

penelaahan mengenai peran pendidikan keluarga oleh keluarga muslim yang
landasannya ajaran Islam itu sendiri. Kondisi seperti itu menuntut adanya
penggalian kembali metode pendidikan yang berpedoman pada Al-Quran
dan As-Sunah. Untuk memperoleh hasil yang sesuai target, metode
pendidikan yang dihasilkan harus merupakan panduan antara aspek
2

keilahian dan keilmiahan sehingga dapat dijadikan pegangan para pendidik
dalam membina umat.

B. Definisi Pendidikan dalam Pembentukan Karakter

Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap individu, baik anakanak, dewasa maupun orang tua. Ada istilah mengatakan “tidak ada kata terlambat untuk belajar”
Betapa penting dan perlunya pendidikan itu bagi anak-anak. Dan jelaslah pula mengapa anakanak itu harus mendapat pendidikan. “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan”. “Pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri
dan bagi masyarakat”.
Pendidikan adalah usaha manusia dalam meningkatkan pengetahuan tentang alam
sekitarnya. Pendidikan diawali dengan proses belajar untuk mengetahui suatu hal kemudian
mengolah

informasi

tersebut

untuk

diaplikasikan

dalam


kehidupan

sehari-hari.

Lingkungan pendidikan sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :2
1. Pendidikan Formal (Sekolah)
2. Pendidikan Informal (Masyarakat)
3. Pendidikan Non Formal (Keluarga)
1. Pendidikan Formal (Sekolah)
Pendidikan formal adalah lingkungan tempat berkumpulnya individu satu dengan
individu lain di sebuah tempat belajar/sekolah. Di antara tiga pusat pendidikan, sekolah
merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah
dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh
2 Masnur Muchlis, Pendidikan Karakter. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm. 6

3

kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin
penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses
pembangunan masyarakat itu.

Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan
kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan
masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah. Meskipun
gagasan itu belum dapat diwujudkannya, termasuk di negara Meksiko, namun kritik terhadap
sekolah patut mendapat perhatian.
Oleh karena itu, kajian ini terutama diarahkan kepada pencarian berbagai upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk tantangan. Asumsi kajian
ini adalah sekolah harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan suatu masyarakat
Indonesia di masa depan itu, sehingga peserta didik memperoleh peluang yang optimal dalam
menyiapkan diri untuk melaksanakannya peran itu. Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi
pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat,
warga negara dan warga dunia di masa depan.
2. Pendidikan Informal (Masyarakat)
Pendidikan informal adalah lingkungan atau tempat berkumpulnya individu satu dengan
individu lainnya dalam satu lingkungan, baik dalam lingkungan desa satu ataupun dengan desa
lainnya. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik dilembagakan maupun yang tidak
dilembagakan.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung
maupun tidak langsung, ikut mempunyai peranan dan fungsi edukatif.

c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang
dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan
selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan
dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja,
bergaul, dan sebagainya.
3. Pendidikan Non formal (Keluarga)

4

Pendidikan non formal adalah lungkungan atau tempat berkumpulnya individu satu
dengan individu lainnya dalam satu keluarga. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang
terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga dapat
berbentuk inti maupun keluarga yang diperluas . Pada umumnya jenis kedualah yang banyak
ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mulamula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota
keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak.
Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula
mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan
perumahannya, dan sebaginya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh
keseluruhan situasi dan kondisi keluarga.
Peran ayah dan ibu sangat penting untuk menurunkan nilai-nilai Islam ini kepada anakanak. Oleh karena itu, selain ayah dan ibu harus terus menerus belajar menyerap nilai-nilai Islam
ini ke dalam sikap dan tingkah lakunya, menjadi kewajiban mereka juga untuk mengajarkan hal
ini kepada seluruh anggota keluarga yang lainnya. Termasuk kepada pembantu rumah tangga.
Ayah laksana direktur yang menerapkan kebijakan-kebijakan Islami dalam rumah tangga,
sedangkan ibu laksana manajer yang mencari cara agar kebijakan tersebut bisa diterapkan di
rumah tangganya.
Keteladanan sangat perlu dilakukan oleh pemimpin dalam rumah tangga. Terutama bagi
anak-anak, mereka perlu contoh yang nyata dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan
sehari-hari seperti ucapan-ucapan thayyibah. Membudayakan musyawarah. Isteri menghormati
suami sebagai pemimpin dan mengambil keputusan menyelesaikan problem dengan jalan
musyawarah, mengikut sertakan anggota keluarga termasuk anak-anak jika memang diperlukan.
Suami menyayangi dan menghargai isteri dengan cara mengajaknya bermusyawarah atas segala
keputusan. Adik diajarkan untuk menghormati kakak, kakak diajarkan untuk menyayangi adik,
bila ada pembantu, anak-anak diajarkan untuk menghormati mereka dan menghargai jasa-jasanya
dalam membantu dan mengurus rumah tangga.
C. Peran Pendidikan Keluarga Muslim
Peran pendidikan keluarga muslim :

5

1. Learned family sebagai basis keluarga, keluarga yang mampu melahirkan generasi
terdidik
2. Kuatnya motivasi dan cita-cita untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia
3. Menjadikan keluarga sebagi soko guru pendidikan anak dengan memperhatikan
4. Keluarga sebagai pendidikan kodrati
5. Keluarga sebagai awal pertumbuhan anak
6. Keluarga dan pengajaran prioritas.3
Ada beberapa strategi dalam pendidikan keluarga untuk membentuk karakter anak, antara
lain:
1. Strategi keteladanan orang dewasa di rumah tangga, bagaimana sifat-sifat mulia
seperti kejujuran, amanah, tabligh dana fathanah dicontohkan dalam kehidupan
sehari-hari bersama anak-anak. Berbagai sifat-sifat terpuji penumbuhannya harus
dimulai semenjak dini yakni mulai dari rumah tangga atau keluarga. Untuk itulah
pendidikan keluarga sangat berperan penting. Sifat amanah, atau keterpecayaan,
penghormatan tanggung jawab, kejujuran, keberanian, keterbukaan, penuh perhatian,
integritas, rajin dan kenegarawan akan tumbuh dan berkembang bilamana ditanamkan
semenjak masa kanak-kanak.
2. Strategi pembiasaan, Pembiasaan berprilaku yang baik dan adab sopan santun adalah
bagian terpenting dalam pendidikan keluarga. Oleh sebab itu setiap keluarga terutama
yang sudah dewasa hatus sudah terbiasa dengan perilaku yang positif. Penghargaan
kepada anak yang jujur harus diberikan. Anak yang jujur meskipun memperoleh nilai
sekolah rendah lebih berharga daripada anak yang bohong meskipun memperoleh
nilainya tinggi. Keberanian untuk jujur perlu pembiasaan.
3. Strategi pengajaran, yakni memberikan petunjuk kepada anak mengenai sesuatu yang
baik yang harus dihayati dan diamalkan dalm perilaku sehari-hari, serta menunjukkan
sesuatu yang tidak baik atau tidak benar yang harus dijauhi. Informasi dan nasehat
perlu diberikan terus menerus kepada anak.4

3 Kamrani Buseri, Pendidikan Keluarga dalam Islam dan Gagasan Implementasi, (Banjarmasin: Lanting
Media Aksara Publishing House, 2010), hlm. 134
4 Ibid., hlm. 128

6

D. Pendidikan Anak dalam Undang-Undang
1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Bab X (Hak dan Kewajiban Antara
Orang Tua dan Anak) Pasal 45 :
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
2. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4
dikemukakan: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
penetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
3. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional “Pendidikan adalah
usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.”
E. Nash yang Berkaitan dengan Pendidikan Anak
Sebagai salah satu contoh adalah hadis tentang memerintah shalat
bagi anak yang sudah berusia tujuh tahun, disebutkan dalam hadis,

‫صلَّةا وهم أببناء سبع سننين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر‬
‫مروا أولداكم بال ص‬
‫سنين وفرقوا بينهم في ابلمْضاجع‬
“Suruhlah anak-anak kalian menunaikan shalat kala mereka berusia tujuh tahun, dan
pukullah mereka (bila meninggalkan shalat) kala usia mereka sepuluh tahun, dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.”

7

Hadits ini termasuk hadits hasan shahih dan hadits tersebut diriwayatkan oleh
Tirmidzi, sedangkan secara sanad karena hadits tersebut melewati jalur yaitu Ali bin Hajar
bin Ilyas dari Harmalah bin Abdul Aziz bin Ar-Rabi’ bin Sabrah bin Ma’bad dari Abdul
Malik bin Ar-Rabi’ bin Sabrah dari Ar-Rabi’ bin Sabrah bin Ma’bad dari Sabrah bin Ma’bad
bin Awsajah. Abu Isa menyatakan bahwa Sabrah adalah Ibnu Ma’bad al Juhani, ia disebut
juga dengan nama Ibnu Ausajah.5
Hadis di atas menceritakan tentang instruksi Rasulullah SAW kepada umat Islam agar
memerintah anaknya untuk melaksanakan ibadah shalat ketika usia tujuh (7) tahun. Apabila
pada usia 10 tahun si anak tetap tidak mau melaksanakan ibadah shalat, maka orang tua boleh
memukul anaknya tersebut. Pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang bersifat mendidik,
agar si anak mau melakukan shalat. Pukulan yang dimaksud bukan pukulan untuk menyakiti,
tetapi untuk mendidik anak agar memiliki karakter keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada umat Islam agar dalam memberikan pendidikan
kepada anak itu dilakukan secara bertahap. Pada usia 7 tahun anak sekedar diperintah untuk
shalat, kalau tidak mau, tidak usah dipukul. Akan tetapi pada usia 10 tahun, ketika diperintah
untuk shalat, anak tidak mau shalat, maka orang tua diperbolehkan untuk memukul anaknya
pada bagian yang tidak membahayakan, misalnya, punggung; agar si anak mau
melaksanakan shalat.
Hadits yang memerintah shalat anak oleh orang tuanya sejalan dengan nilai-nilai
karakter atau perilaku manusia terhadap Tuhan-Allah SWT. Nilai-nilai perilaku manusia
terhadap Tuhan meliputi: taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, tawakkal (berserah diri
kepada Tuhan). Nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan ini akan membentuk karakter
spiritual atau keimanan atau ketakwaan kepada Allah SWT.
Hadits tentang perintah shalat kepada anak juga mengandung nilai-nilai perilaku
manusia terhadap diri sendiri. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri mengandung
karakter reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup
sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut,
setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin,
5 Lidwa.

8

antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai,
dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan
tertib.6

F. Relevansi Pendidikan Karakter Anak Pada Masa Sekarang
1. Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan (Prenatal)
Periode
berperannya

anak

dalam

pendidikan,

kandungan

dari

situlah

merupakan
perilaku

ibu

awal

mula

berpengaruh

terhadap pembentukkan ciri-ciri khas sang anak yang ditunggu-tunggu
kelahirannya, pembentukan ini berlangsung dalam diri sang ibu. 7
Seorang ibulah yang dapat menentukan bagaimana keberhasilan kelak
anaknya, karena potensi-potensi yang akan dibawa kelak dewasa
adalah berawal dari proses bertemunya ovum dan sperma hingga ia
dilahirkan karena ibulah madrasah pertama bagi seorang anak.
Walaupun secara riil pendidikan itu berlangsung dari lahir sampai
mati namun perlu diingat bahwa konsep Islam telah mempersiapkan
anak jauh sebelum terjadinya kelahiran itu sendiri yakni telah dimulai
sejak pemilihan jodoh, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang
intinya bahwa sebagai laki-laki janganlah mengawini wanita-wanita
karena kecantikannya, sebab kecantikannya itu boleh jadi akan
merusaknya, dan jangan pula mengawini mereka karena harta
bendanya, karena boleh jadi harta bendanya itu akan membuat
mereka berbuat aniaya atau congkak. Akan tetapi kita disuruh
6 Liliek Channa (2011), Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadis Nabi Saw, Artikel diakses dari
internet pada tanggal 5 januari 2015, Hlm. 7-8.
7 M. Ali Quthub, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), hlm. 34

9

mengawini mereka karena atas dasar ketaatan dalam beragama.
Sungguh budak sahaya yang buruk muka dan hitam tetapi agamanya
kuat itu adalah lebih baik menurut ajaran Islam daripada yang tidak
kuat agamanya walaupun menakjubkan8
Untuk

mencapai

ketentraman

dan

kebahagian

serta

mengarahkan pendidikan anak dalam keluarga diperlukan istri atau ibu
shaleh yang dapat menjaga diri dari kemungkaran dan menjaga dari
fitnah serta mampu menentramkan suami atau bapak, sehingga
terciptalah suasana keluarga tentram yang dapat berpengaruh kepada
anak dalam kandungan.
2. Mendidik Anak Sejak Usia Dini
Pendidikan usia dini merupakan serangkaian yang masih ada
keterkaitannya untuk mewujudkan generasi unggul, dan pendidikan itu
memang merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Islam memandang keluarga sebagai lingkungan atau miliu yang
pertama bagi individu yang pertama bagi indivisu, dan dalam
keluargalah pendidikan pertama kali dapat dilangsungkan.
Dalam pendidikan di usia dini, orang tua yang menghendaki agar
perilakunya berpengaruh baik terhadap perkembangan anaknya maka
hendaklah melakukan tindakan-tindakan yang berisfat mendidik.
Perilaku mendidik khusus baik secara fisik maupun psikis orang tua
terhadap anaknya di usia dini yang berkaitan dengan periode dan pola
perkembangannya sangat penting. Menciptakan kondisi yang baik
misalnya berperilaku sabar, tawakal, ikhlas, tanang, bahagia, dan
tentram. Perilaku orang tua terhadap anak di usia dini harus berhatihati, sebab pendidikan pada masa usia dini sangat berpengaruh di

8 Mansur, Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, (Yogyakarta:
2009), hlm. 5

10

Pustaka Pelajar,

masa selanjutnya.9

Selain

itu

juga

untuk

masa

selanjutnya

keluarga berkewajiban mengajarkan ilmu fardhu ‘ain kepada anakanaknya yaitu yang menyangkut Al-Quran dan ilmu ibadah dasar,
seperti hal tentang sholat, puasa, zakat, haji, san sebagainya, yakni
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kewajiban sehari-hari seorang
muslim.
Pada dasarnya, manusia cenderung memerlukan sosok teladan
dan

panutan

kebenaran

yang

dan

mampu

sekaligus

mengarahkan

menjadi

manusia

perumpamaan

pada

jalan

dinamis

yang

menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Ada karakter-karakter
mendasar yang apabila seorang pengajar memilikinya, maka akan
banyak

membantunya

dalam

melakukan

aktivitas

pendidikan.

Kesempurnaan manusia hanya dimiliki oleh para rasul. Tapi setiap
orang boleh berusaha sekuat tenaga dan melatih diri untuk bisa
memiliki akhlak yang baik dan sifat-sifat yang terpuji. Terlebih lagi
apabila dia menjadi teladan dalam dunia pendidikan yang diperhatikan
dan ditiru oleh generasi baru bahwa dia adalah guru dan pembimbing
mereka. Dan dengan pendidikan secara maksimal yang berkarakter
nilai-nilai Islam inilah maka akan terbentuk generasi yang unggul.

G. Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha manusia dalam meningkatkan pengetahuan tentang alam
sekitarnya. Pendidikan diawali dengan proses belajar untuk mengetahui suatu hal kemudian

9 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta:
2009), hlm. 369

11

Pustaka Pelajar,

mengolah informasi tersebut untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan
pendidikan sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a. Pendidikan Formal
b. Pendidikan Informal
c. Pendidikan Non Formal
Dalam pergaulannya di masyarakat, individu harus mempunyai etika dan sopan santun. Untuk
mendapatkan pembelajaran sopan santun dan etika ini dimulai dari pendidikan nonformal dalam
keluarga, dari pendidikan formal di sekolah dan pendidikan informal di masyarakat.
Selain itu, keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di
lingkungan keluarga pertama mendapat pengaruh, karena itu keluarga
merupakan lembaga pendidik tertua, yang bersifat informal dan kodrati.
Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia itu ada.
Ayah dan Ibu di dalam keluarga sebagai pendidikannya, dan anak sebagai
siterdidiknya. Keluarga merupakan pendidikan informal. Tugas keluarga
adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan bagi anak berikutnya,
agar anak dapat berkembang secara baik terkhusus bagi keluarga muslim.
Anak yang karena satu dan lain hal tidak mendapatkan pendidikan dasar
secara wajar ia mengalami kesulitan dalam perkembangan berikutnya.
Pendidikan keluarga muslim memberikan pengetahuan dan keterampilan
dasar,

agama

dan

kepercayaan,

nilai-nilai

moral,

norma

sosial

dan

pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam
keluarga dan dalam masyarakat.
Jadi, peran pendidikan keluarga muslim dalam membentuk karakter seorang anak dapat
dimaknai sebagai pendidikan yang utama bertujuan mengembangkan kemampuan atau potensi
anak. Dari pendidikan yang diberikan dari keluarga atau pendidikan non formal dapat menumbuh
kembangkan kemampuan anak agar berpikir cerdas, berperilaku yang berakhlak, bermoral, dan
berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
12

Buseri, Kamrani, Pendidikan Keluarga dalam Islam dan Gagasan Implementasi, Banjarmasin:
Lanting Media Aksara Publishing House, 2010.
Jannah, Miftahul, Peran Pendidikan Agama Islam sebagai Pembentukan Karakter Anak.
(http://miftahstain.blogspot.com).
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009
Muslich, Masnur, Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Quthub, M. Ali, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988).

13