HUBUNGAN ANTARA RAOS SAMI RASA SAMA WEJA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1)

Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh : Dody Mashadi Nor Ahmad Khalista 30701301271 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2017

PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA RAOS SAMI (RASA SAMA) WEJANGAN KI AGENG SURYOMENTARAM DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA WARGA DESA BALONG, TIMBULHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Dody Mashadi Nor Ahmad Khalista 30701301271

Telah Disetujui Untuk Diuji Dan Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Guna

Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing Utama Tanggal

Ruseno Arjanggi, S.Psi, MA, Psi

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung

Inhastuti Sugiasih, S.Psi, M.Psi

PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA RAOS SAMI (RASA SAMA) WEJANGAN KI AGENG SURYOMENTARAM DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA WARGA DESA BALONG, TIMBULHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Dody Mashadi Nor Ahmad Khalista 30701301271

Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal Sepetember 2017

Dewan Penguji Tanda tangan

1. Joko Kuncoro, S.Psi., M.Si

2. Ruseno Arjanggi, S.Psi, MA

3. Hj. Ratna Supradewi, S.Psi, M.Si.Psi

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Semarang, ___________________ Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dengan sebenarnya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh derajat kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

2. Sepanjang pengetahuan saya, di dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

3. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan penyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Semarang, September 2017

Dody Mashadi Nor Ahmad K. 30701301271

MOTTO

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada- Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q. S. Al-Baqoroh Ayat 186).

“Barang yang sedikit tetapi cukup (untuk memenuhi kebutuhan hidup) adalah lebih baik daripada banyak (tetapi menjadikan mereka lupa diri) dan menyesatkannya (dari jalan hidup yang sederhana)” (Al-Hadist)

“Sopo sing temen bakal tinemu, nugrahageming keprabon // Siapa yang konsisten, bersungguh-sungguh, fokus pada target, dan musti memahami apa yang dilakukan, pasti berhasil meraih kemuliaan hidup”

(Serat Wedhatama Gambuh 57 Anggitan Jumeneng Ndalem

KGPAA Mangkunegaran IV )

“Maneh Kawruhana kulup, satuhune gung ing jalmi, rasaning urip tan bedo, mung tansah gilir gumanti // Juga Pelajarilah bahwa rasa yang dirasakan oleh semua manusia

adalah sama yaitu senang dan susah yang silih berganti” (Uran-Uran Begja-Ki Ageng Suryomentaram)

“One of hardest lessons in life is letting go. Whether its guilt,

anger, love, loss. Change is never easy, You Fight to hold on, And you fight to Let go” (Kahlil Gibran)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana dan tak sempurna ini dipersembahkan untuk :

Allah SWT. Alhamdulillah do’a Dody selalu tepat dan pas.

Para Ilmuwan, Sastrawan dan Para Filosof yang selalu mengembangkan dalam berbagai hal demi kemaslahatan umat di dunia.

Bapak Dumadi, S.Pd. dan Mamak Harwati yang senantiasa mengiringi sejuta butiran untaian do’a dan support yang penuh dengan ajaran kesederhanaan dan Lillahitaala.

Kakak Tety Ulfah Nurani, S.Pd. dan Adik Udi Parta Priyangga Hubbi ‘Ihsya’ana terimakasih atas getaran lubuk hati yang tiada tara dan kesempatan untuk saling memahami serta mengerti.

Untuk Keluarga Besar di Wedi, Kabupaten Klaten terkhusus untuk Budhe Parjiyem, Budhe Kasinem dan Pakdhe Slamet Untuk Keluarga Besar di Wedi, Kabupaten Klaten terkhusus untuk Budhe Parjiyem, Budhe Kasinem dan Pakdhe Slamet

Dosen pembimbing Bapak Ruseno Arjanggi Rusman, S.Psi, MA. Psi dan rekan-rekan satu bimbingan yang bersedia meluangkan tenaga, waktu dan pikiran, serta saling bekerja sama untuk menembus galaksi asa dalam proses penyelesaian karya tulis akhir ini dan menuju ke fase nyata dalam menggapai secercah cita-cita.

Para bangkokan, pengkaji dan pelajar Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram di Seluruh Padang Dunia.

Untuk Almamaterku tercinta dan teman-teman satu angkatan Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Tak Lupa juga untuk adik-adik angkatan dan teman-teman Imamupsi-Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi Indonesia Regional III (Jateng-DIY). Serta Semua berbagai pihak yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan atas segala Rahmat dan Karunia Allah SWT karena berkat Izin dan Kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada program S-1 (Strata-1) Sarjana Psikologi di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan penulis dan dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak H. Anis Malik Thoha, Lc., MA., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

2. Ibu Inhastuti Sugiasih, S.Psi, M.Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi UNISSULA yang telah membantu dalam proses akademik maupun penelitian.

3. Bapak Ruseno Arjanggi Rusman, S.Psi, MA, Psi, selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar mengarahkan, membantu dan meluangkan waktu serta tanpa rasa bosan dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Bapak Abdurrochim, S. Psi, M.Si, Psi selaku Dosen Wali yang dengan ketulusan dan kesabaran dalam membantu dan memberikan perhatian selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi UNISSULA.

5. Bapak dan Ibu Dosen Selaku tenaga pengajar di Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan sebagai bekal kepada penulis dikemudian hari.

6. Bapak dan Ibu Staff TU serta Perpustakaan Fakultas Psikologi UNISSULA, terimakasih atas bantuan dan arahan dalam mengurus proses administrasi dalam perkuliahan.

7. Ibu Dr. Nanik Prihartanti, M.Si. Psi terimakasih motivasi dan bimbingan yang diberikan secara langsung dan singkat kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

8. Bapak Tlau Sakti Santosa, SS, M.Hum selaku Kepala Bidang Pengendalian Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Bantul serta Pemerintah Daerah yang memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

9. Semua Masyarakat Desa Balong, Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul terima kasih atas kerjasama dan pelajaran hidup yang selalu diberikan kepada penulis.

10. Bapak Sumar Al Gino, Ibu Gino, Mbak Sandrina dan Mas Jihan yang membuat selalu nyaman di rumah kedua penulis selama melakukan penelitian.

11. Ibuk Dukuh Desa Balong, Timbulharjo Ibuk Suwarti yang membimbing, mengarahkan dan menggangap penulis menjadi anaknya sendiri selama penulis melakukan penelitian.

12. Terimakasih penulis ucapkan kepada Mas Sunarno, S.Psi. M.Si.Psi. dan Mbak Fransisca Anggaraeni, S.Psi., M.Psi. Psikolog yang membantu penulis selama melakukan penelitian di Yogjakarta.

13. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta yaitu ; Bapak Dumadi Siswo Pranoto, S.Pd. dan Mamak Harwati yang selalu menyebut nama penulis dalam setiap doa-doanya dan ajaran kesederhanaan yang diberikan kepada penulis.

14. Kedua saudara penulis yakni Kakak Tety Ulfah Nurani, S.Pd dan Adik Udi Parta Priyangga Hubibi ‘Ihsya’ana terimakasih dukungan yang tiada habisnya yang diberikan kepada penulis.

15. Keluarga Besar di Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten terutama Budhe Kasinem, Budhe Parjiyem dan Pakdhe Slamet yang memberikan berbagai hal kepada penulis baik dukungan moril maupun materiil.

16. Terima kasih banyak juga penulis ucapkan untuk dawai, senandung dan anektuasi rasa berbeda yang mengitari kehidupan penulis ; Erly Susanty, A.Md. Kep ; Yeni Nur Azizah, S.Pd. ; Crisna Dewi, S.Pd. ; Anisa Nur Baita,

A.Md. OT (Occupational Therapists) dan Dian Nugraheni, S.Psi yang membuat getaran frekuensi kebahagiaan yang ada dalam sanubari dan selalu belajarlah ilmu cinta dari para sufism, arti kesederhanaan dan ilmu eksistensialisme yang aku bagi secara special ke kalian.

17. Terima kasih untuk Rizqa Nur Fajar, S.Psi dan Megawati, S.Psi yang selalu membantu penuh dan nothing to lose ketika penulis dalam kesulitan pengerjaan skripsi.

18. Teman-teman seperjuangan penulis; Ajeng Nadhira S.Psi, Fajri Hidayah S.Psi, Jazilatul Munafisah S.Psi, Megawati S.Psi dan Wa Ode Risnawati Kamsyar S.Psi yang selalu men-support dan saling mengingatkan kepada penulis.

19. Teman-teman Psikologi Angkatan 2013 terkhusus Imam Guswanto, S.Psi; Khotbi Khitobun, S.Psi; Fajar Kurniawan, S.Psi; Dicky Himawan Wicaksono, S.Psi; dan Agus Imam Aminata, S.Psi penulis selalu belajar kepada kalian.

20. Teman Karib Sejarah Peradaban Islam UNISSULA Angkatan 2014 (Generasi SPI V) : Agus Abdulloh, SE; Sugiyono, S.Pd.I; Faqih Umir Al Barra, S.T. dan Harsoyo, S.T. yang selalu mengisi saat sore sampai malam baik ilmu, pengalaman dan candaan yang selalu didapat oleh penulis.

21. Terimakasih penulis ucapkan secara lanngsung kepada adik tingkat SPI-VII Muhammad Anis sebagai teman bertukar pikiran dan menyumbangkan sedikit ilmunya.

22. Semua pihak yang turut membantu dalam penelitian ini, memberi dukungan dan do’anya kepada penulis namun penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, September 2017

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rentang Skor Skala Raos Sami (Rasa Sama) Pada Warga Desa Balong, Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. .............49 Gambar 2. Sebaran Skor Skala Kesejahteraan Psikologis Pada Warga Desa Balong, Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. .............53

HUBUNGAN ANTARA RAOS SAMI (RASA SAMA) WEJANGAN KI AGENG SURYOMENTARAM DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA WARGA DESA BALONG, TIMBULHARJO DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGJAKARTA

Oleh : Dody Mashadi Nor Ahmad Khalista Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara raos sami (rasa sama) wejangan Ki Ageng Suryomentaram dengan kesejahteraan psikologis pada warga Desa Balong, Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini yaitu Warga Desa Balong yang berjumlah 40 subjek. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh. Pengumpulan data menggunakan skala raos sami (rasa sama) dengan indeks diskriminasi aitem bergerak antara 0,363-0,775 dan α = 0,887 dan skala kesejahteraan psikologis dengan indeks diskriminasi aitem bergerak antara 0,320– 0,713 dan α = 0,885. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dan menggunakan analisis data statistik product moment. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai R xy = 0,499 dan F linear = 12,594 dengan taraf siginifikansi p = 0,001 (p < 0,01). Teknik pengujian hipotesis menggunakan Teknik Korelasi Kendall Tau ( ) diperoleh nilai

= 0,378 dengan taraf signifikansi p = 0,005 (p < 0,01). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Raos Sami (Rasa Sama) dan Kesejahteraan Psikologis pada warga Desa Balong, Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta.

Kata kunci : raos sami (rasa sama), kesejahteraan psikologis.

CORRELATION STUDY BETWEEN KI AGENG SURYOMENTARAM’S TEACHING OF RAOS SAMI (MUTUAL FEELING) WITH THE PSYCHOLOGICAL WELL-BEING OF THE VILLAGERS IN BALONG VILLAGE, TIMBULHARJO IN THE SPECIAL REGION OF YOGJAKARTA

By: Dody Mashadi Nor Ahmad Khalista Faculty of Psychology, Islamic University of Sultan Agung Semarang ABSTRACT

This study aims to determine the correlation between Ki Ageng Suryomentaram’s teaching of raos sami (mutual feeling) with the psychological well-being of the Balong Village residents, Timbulharjo, Sewon area, Bantul district in the Special Region of Yogyakarta. The subjects of this study were the Balong Villagers with a number of 40 subjects. The sampling technique used is saturated sampling. The data collection process used the Mutual Feeling Scale (MFS) with a proportional discrimination index aitem between 0.363-0.775 and α = 0.887 and a psychological well-being scale with a proportional discrimination index aitem between 0.320- 0.713 and α = 0.885. This research uses correlational quantitative method and product moment statistical data analysis. Based on statistical analysis, Rxy = 0,499 and Flinear = 12,594 with the significance level p = 0,001 (p <0,01). The hypothesis testing technique also use Kendall Tau correlation technique (τ) with the obtained value τ = 0,378 and the significance level of p = 0,005 (p <0,01). The result of this research indicate that there is significant correlation between Raos Sami (Mutual Feeling) and Psychological Well-Being at Balong Village residents, Timbulharjo District Sewon Bantul Province Special Region of Yogjakarta.

Keywords: raos sami (mutual feeling), psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konflik (pertikaian) acapkali sering terjadi dalam kehidupan masyarakat kita. Konflik memiliki makna suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih orang yang ikut serta dalam pertentangan, perselisihan, dan perbedaan tujuan yang juga didalamnya terkait dengan dimensi politik, etika, psikologis dan ekonomi (Wolf, 2006).

Konflik-konflik antara etnis dan antara agama yang terjadi seringkali berintikan permasalahan hubungan antar etnis asli setempat dengan pendatang. Bukti konflik ini terjadi seperti di Provinsi Aceh yang menolak adanya para pendatang dari etnis Jawa dan yang bukan berasal dari agama Islam. Peristiwa serupa juga terjadi pada daerah di Ambon, Sambas dan di Sampit. Konflik ini ditengarai karena adanya pengeksploitasi sumber daya alam dan tindakan sewenang-wenang (Suparlan, 2003).

Hal ini juga terbukti dengan seringnya terjadi pertikaian yang melibatkan antar etnis di Kalimantan Barat, meliputi pada tahun 1967 yang melibatkan etnis Dayak dengan Tionghoa, tahun 1979, 1996/ 1997 antara etnis Dayak dengan Madura, lalu disaat tahun 1999 yang melibatkan etnis Melayu dan Dayak dengan Madura. Hal itulah yang kemudian menjadikan Kalimantan Barat, terutama buat masyarakat luar identik dengan konflik antar etnis (Al Humaidy, 2007).

Tak kalah juga beberapa peristiwa pertikaian antar agamapun terjadi di Indonesia. Kondisi keruh tersebut terjadi di Lampung, tahun 1989, kemudian di Timur-Timur (yang sekarang menjadi Timor Leste) tahun 1985, kerusuhan di Rengasdengklok tahun 1997, lalu di Makassar tahun 1997, kemudian di Ambon tahun 1998, kerusuhan di Ketapang dan Kupang serta beberapa daerah lain (Sudiadi, 2009).

Bukti nyata permasalahan antar etnis Jawa dan Tionghoa juga acap kali marak terjadi di belakang kehidupan. Praktis dimulai sejak berdirinya Serikat Islam dilanjutkan adanya intrik Legiun Mangkunegaran dan diakhiri dengan Bukti nyata permasalahan antar etnis Jawa dan Tionghoa juga acap kali marak terjadi di belakang kehidupan. Praktis dimulai sejak berdirinya Serikat Islam dilanjutkan adanya intrik Legiun Mangkunegaran dan diakhiri dengan

Menurut pengamatan Zulkarnain Nasution mengemukakan bahwa konflik akhir-akhir ini yang terjadi di desa dari hal yang sederhana seperti mencaci maki antar pemuda sampai ketidaksepahaman antar warga. Konflik ini terjadi dikarenakan tumpang tindih nilai-nilai baru dalam kehidupan desa seperti masuknya pemahaman kapitalisme, perubahan sosial-budaya dan faktor urbanisasi dan migrasi (Nasution, 2010).

Contoh lainnya Pada Desa Balong, Timbulharjo pernah terjadi konflik sosial dimana pelaku bernama inisial Suwong tiba-tiba memukul tetangganya sendiri lantaran kesal karena permintaan uang ke orang tuanya tidak dikabulkan. Warga Desa Balong, Timbulharjo kesal lantaran sudah ada perjanjian sebelumnya agar tidak membuat onar di lingkungan masyarakat. Pelaku dikenal suka sekali membuat onar oleh warga setempat. Uang tersebut sejadinya digunakan untuk pulang ke Kepulauan Batam (Tribratanewsbantul.com, 2017).

Setelah berakhir era Perang dingin yang dapat dilihat longsornya ideologi komunisme, wilayah pertikaian menerjang luas masuk dalam idiom wilayah yaitu hubungan antara peradaban barat dan non-barat yang kemudian disusul perang antar negara non-barat itu sendiri. Negara-negara tersebut diklasifikasikan bukan atas dasar sistem politik ekonomi saja, tetapi lebih berdasarkan budaya, peradaban, ideologis dan agama (Huntington, 2003).

Perlu dipahami bahwa seorang individu hidup dalam latar belakang budaya yang tidak sama dan heterogen. Pengertian dalam konteks apa saja berubah bermacam-macam sesuai dengan bentukan dan tata nilai yang berkembang pada masyarakat tersebut. Pendekatan Psikologi Indigenous adalah bagian pendekatan yang berkembang kembali di bidang Psikologi untuk mengenali manusia berdasarkan konteks yang menjangkau kehidupan sehari-hari manusia. Konteks yang menjangkau seorang individu tersebut dapat berbentuk kondisi demografis, biologis, letak geografis, aspek budaya yang mempengaruhi kehidupan psikologis (Yuwono, Moordiningsih, Prihartanti, Purwandari, & Purtojo, 2012).

Pendekatan kajian ilmiah indigenous (pribumi) melihat suatu fenomena psikologis harus dipahami dengan sudut etnologis, ekologis, sosiologis, religius dan kultural. Pandangan ilmu yang berawal bebas nilai sekarang bergeser. Seperti yang dikemukakan para ahli indigenous, pendekatan psikologi dinilai juga terdapat kaitan antara bebas budaya dan terikat budaya. (Berry & Kim, 1993).

Banyaknya perseteruan antaretnis, antar kelompok dan antar agama semakin memperjelas bahwa bangsa Indonesia masih jauh dari kondisi kebersamaan yang menelurkan kesejahteraan bersama. Untuk mencapai kebahagiaan bersama bangsa Indonesia membutuhkan modal sosial yang dapat mendorong saling pengertian dalam berbagai sendi kehidupan. Hal ini perlu didukung pula dengan kebijakan politik nasional yang meletakkan berbagai budaya dalam kesetaraan. Sebab, diupayakan untuk tiada lagi jenjang sosial soal etnis yang satu lebih baik dari etnis yang lain hanya dikarenakan problema persoalan etnis tersebut (Prihartanti, 2008).

Berkaitan dengan masalah tersebut, ada baiknya untuk terus mempelajari berbagai pengetahuan untuk membentuk suatu pengertian perdamaian masyarakat. Salah satu sumber pengetahuan yang bersifat natural, halus dan mengajarkan rasa damai, persaudaraan, serta kebahagiaan adalah Kawruh Jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram. Karena keterkaitan baik pertikaian antaragama dan antaretnis dalam pandangan Suryomentaram terletak dalam catatan dimensi ke-II. Jika dalam dimensi ke-II diberikan perhatian akan muncul dalam identitas kramadangsa (Rasa ke-Aku-an/ ego). Inti wejangan Kawruh Jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram sendiri adalah belajar dan berusaha menemukan “peacefull feeling ”, “happiness feeling”, serta “friendship feeling” dan menyebarkan rasa damai-bahagia tersebut ke pihak lain (Prihartanti, 2008).

Sebagai bentuk aksiologi, Kawruh Jiwa memiliki potensi besar untuk menyelamatkan orang-orang yang menderita akibat raos (rasa) dan kesulitan- kesulitan yang dirasakan dan dialami oleh manusia (Yoshimichi, 2001b). Lebih lanjut lagi dengan kajian olah kawruh jiwa bisa menjadi pencacah analisis olah rasa dimana memberikan kontribusi bagi pengembangan kesejahteraan dan kualitas hidup dengan model analisis diri yang berbasiskan pada rasa sebagai landasan intropeksi diri (Yoshimichi, 2006).

Desa Balong yang terletak di Kelurahan Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta adalah pelaku dari ajaran raos sami (rasa sama) salah satu dari wejangan Ki Ageng Suryomentaram.

“Kami disini adalah pelaku raos sami (rasa sama), rasa persatuan, rasa gotong royong, guyub yang di wejangkan Ki Ageng Suryomentaram. Sebelum ada pemahaman yang diterangan KPA bahwasanya masyarakat disini adalah pelaku dari wejangan Ki Ageng Suryomentaram, disini perilaku masyarakat disini sudah begini sejak nenek moyang tentang rasa sama, saling merasakan, tidak ada sekat diantara kita baik si bodho dengan si pinter, si kaya dan si miskin dan seterusnya ”. (Wawancara dengan PG, 2017).

Senada dengan PG, dilain sisi penulis sempat melakukan wawancara dengan PR : “Hubungan antar sesama warga, persatuan dan

kesatuan disini lebih diutamakan. Seperti sekarang warga khususnya RT 04 disini sekarang lebih terbuka, contohnya ada gawe (perlu acara) dipasrahkan semuanya dan warga percaya dengan saya sampai-sampai masalah pribadi warga diceritakan kepada saya. Sebelum warga Desa Balong, Timbulharjo mengenal konsep raos sami (rasa sama) dahulu sering terjadi permasalahan. Antar warga saling berkubu- kubu dan punya jagonya sendiri (menggugulkan) RT nya yang terbaik. Tapi semenjak raos sami (rasa sama) ini dikenalkan kepada warga, warga lebih terbuka dan kalau ada masalah diselesaikan secara bersama-sama” (Wawancara dengan PR, 2017).

Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya di Desa Balong Kelurahan Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta adalah para pelaku raos sami (rasa sama) dari wejangan Ki Ageng Suryomentaram. Bahkan penelitian yang dilakukan sebelumnya mengemukakan bahwasanya di Desa tersebut adalah pelaku dari raos sami (rasa sama) dalam bentuk persatuan, gotong royong, dan tidak ada sekat serta kasta diantara mereka (Sunarno, 2015).

Semua orang di dunia ini memiliki karep (keinginan) yang bersifat sebentar mulur kemudian sebentar mungkret (Suryomentaram, Suastika, & Atmosentono, 1985). Semua orang akan mengusahakan keinginannya tercapai agar bisa bahagia, Semua orang di dunia ini memiliki karep (keinginan) yang bersifat sebentar mulur kemudian sebentar mungkret (Suryomentaram, Suastika, & Atmosentono, 1985). Semua orang akan mengusahakan keinginannya tercapai agar bisa bahagia,

Senada dengan pengertian diatas Desa Balong, Timbulharjo merupakan pelaku dari raos sami (rasa sama) yang merupakan bagian dari wejangan- wejangan Ki Ageng Suryomentaram. Raos sami (rasa sama) inilah yang pada nantinya melahirkan rasa persatuan, damai dan tidak untuk merasa lebih superioritas (nggaya-nggaya) daripada yang lain. Konsep damai dan tidak superioritas inilah berasal dari pengertian untuk tidak masuk ke gagasan-gagasan meri-pambegan (iri hati-superioritas) dan gagasan getun-sumelang (kesal- khawatir). Karena gagasan-gagasan datang dari khayalan kita untuk mencapai kesempurnaan. Padahal kesempurnaan adalah ketika mampu menerima ketidaksempurnaan itu. Ki Ageng Suryomentaram memaknai bahwa dibawah kolong langit ini tidak ada yag perlu untuk dicari mati-matian dan ditolak mati- matian (Sunarno, 2015).

Penulis juga menanyakan tentang apa yang dirasakan saat warga disini menjadi sebagai pelaku raos sami (rasa sama) dari salah satu wejangan Ki Ageng Suryomentaram :

“Yang saya rasakan adalah tentram, kaya, tatag karena setelah mempelajari dan menjalani. Terus guyub, raos sami mempunyai rasa sama dengan warga yang lain. Kemudian ada motivasi untuk mendidik anak cucu. Terkait dengan raos sami ya seperti kalau dijiwit (dicubit) sakit jadi jangan menjiwit (cubit). Terus seperti ada gawe (acara) saling memberi. Pikiran menjadi tenang untuk tidak mengejar segala sesuatu secara mati-matian Contoh saya dahulu adalah pengusaha kerajinan yang lumayan sukses sampai ke Demak dan Jepara. Tapi saat gempa bumi memporak-porandakan usaha saya. Saya sempat mengalami stress dan depresi. Tapi karena mengenal raos sami (rasa sama) inilah saya hidupnya “Yang saya rasakan adalah tentram, kaya, tatag karena setelah mempelajari dan menjalani. Terus guyub, raos sami mempunyai rasa sama dengan warga yang lain. Kemudian ada motivasi untuk mendidik anak cucu. Terkait dengan raos sami ya seperti kalau dijiwit (dicubit) sakit jadi jangan menjiwit (cubit). Terus seperti ada gawe (acara) saling memberi. Pikiran menjadi tenang untuk tidak mengejar segala sesuatu secara mati-matian Contoh saya dahulu adalah pengusaha kerajinan yang lumayan sukses sampai ke Demak dan Jepara. Tapi saat gempa bumi memporak-porandakan usaha saya. Saya sempat mengalami stress dan depresi. Tapi karena mengenal raos sami (rasa sama) inilah saya hidupnya

Penulis juga menanyakan ke responden yang lain : “Ya kehidupan saya menjadi teratur, lebih mapan, untuk

pikiran menjadi tenang. Raos sami (rasa sama) juga diaplikasikan saat itu ke salah satu warga yang mengamuk karena mabuk-mabukkan padahal sudah berkeluarga. Ya akhirnya warga tersebut sadar dan berubah dan lebih terarah kearah yang lebih baik lagi. Dengan cara komunikasi bahwa kamu disini adalah warga Balong harus bisa menjaga nama baik kampung lagipula kamu sudah berkeluarga tidak etis kalau masih mengamuk seperti anak kecil ” (Wawancara dengan PR, 2017).

Kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi individu yang tidak hanya lepas dari masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seorang individu yang mampu menerima dirinya sendiri serta kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), individu yang mampu memiliki pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), individu yang yakin bahwa hidupnya bermakna dan mempunyai tujuan (purpose in life), individu yang memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupan dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy) dan mempunyai kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others ) (Ryff & Singer, 2008).

Kesejahteraan psikologis yang berkaitan dengan dimensi penerimaan diri dan otonomi lebih banyak ditemukan pada masyarakat yang memiliki budaya individualistik. Sementara itu masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi kolektifitas dan saling ketergantungan, lebih banyak menunjukkan nilai yang positif pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (Ryff & Keyes, 1995). Umumnya, kesejahteraan psikologis berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer & Roodin, 2003).

Beberapa penelitian wejangan Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram yang pernah dilakukan adalah Thesis dengan Judul Ilmu Jiwa Kramadangsa :Usaha Eksplisitasi dan Sistematisasi dari Wejangan-wejangan Ki Ageng Suryomentaram Beberapa penelitian wejangan Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram yang pernah dilakukan adalah Thesis dengan Judul Ilmu Jiwa Kramadangsa :Usaha Eksplisitasi dan Sistematisasi dari Wejangan-wejangan Ki Ageng Suryomentaram

Kemudian penelitian berikutnya yang pernah dilakukan dengan Judul How did The People Get Happiness Through Learning The Philosophy of Ki Ageng Suryomentaram? . Penelitian ini dilakukan di Kelas Kawruh Jiwa di daerah Pedan, Klaten dan subjek dari penelitian ini adalah 2 orang pelajar kawruh jiwa. Penelitian ini memiliki kesimpulan dimana unsur-unsur yang ada pada kawruh jiwa dapat mengubah hidup seseorang. Selain itu dari Kawruh Jiwa memiliki sifat untuk menganalisis sendiri, untuk mampu bersikap obyektif dan membuat pikiran seseorang stabil. Kawruh Jiwa juga mampu menjaga stabilitas psikis dengan mengidentifikasi diri sendiri sebagai Aku atau diri terdalam (inner self) (Yoshimichi, 2001a).

Penelitian yang pernah dilakukan juga dalam bentuk disertasi dengan judul Kualitas Kepribadian Ditinjau dari Konsep Rasa Suryomentaram dalam Perspektif Psikologi . Penelitian ini mengambil subjek sebanyak 204 mahasiswa dan berusia > 22 tahun dengan cara purpossive sampling. Selain itu subjek memiliki skor skala kualitas kepribadian dalam kategori rata-rata dan tinggi. Subjek dalam penelitian tersebut juga dikategorisasikan pernah mengalami peristiwa hidup yang menekan yang memberikan pengaruh kuat pada kehidupan selanjutnya (Prihartanti, 2003).

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Prihartanti tersebut menunjukkan bahwa faktor empati, keunggulan, ketangguhan dan optimisme memiliki peran dalam menentukan kesejahteraan psikologis. Peningkatan kualitas kepribadian yang mencakup faktor- faktor diatas mampu dicapai melalui perilaku coping intropeksi. Perilaku coping intropeksi; sama dengan metode mawas diri yang dalam pendekatan Suryomentaram sebagai metode yang dapat membantu manusia menuju pertumbuhan dimensi keempat, yaitu tumbuhnya manungso kang tanpo tenger (manusia tanpa ciri) yang sehat dan sejahtera (Prihartanti, 2003).

Penelitian berikutnya dengan judul Pemahaman dan Penerapan Ajaran Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram tentang Raos Persatuan dalam Kehidupan Sehari-hari: Studi Kasus di Sebuah Dusun Di Kabupaten Bantul memiliki kesimpulan bahwa di desa tersebut menerapkan salah satu pelaku dari wejangan Ki Ageng Suryomentaram yaitu raos sami (rasa sama). Rasa sama disini adalah tidak adanya perbedaan antar warga. Selain itu subjek (responden) tersebut memprioritaskan rasa cinta kasih, rasa cinta negara dan rasa persatuan (Sunarno, 2015).

Penelitian selanjutnya dengan judul Konsep Psikoterapi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram . Penelitian ini dilakukan 2 orang seorang pelajar Kawruh Jiwa di Kota Yogjakarta. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa metode didalam kondho takon saat junggringan adalah model fenomenologi empirik eksperiensial dengan corak weruh dewe, ngerti dewe dan krasa dewe yang didasarkan pada pengalaman dan percobaannya dalam interaksinya dengan persepsi menanggapi rasanya sendiri terhadap rasanya orang lain di dalam rasanya sendiri dan interaksinya dengan persepsi menanggapi gagasan rasa pikirannya sendiri. Proses inilah dalam kawruh jiwa biasa dikenal dengan kondho- takon . Berbagai konsep dan metode dalam pendekatan psikoterapi pada modern ini memiliki padanannya dalam wejangan kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Kandha takon dengan ngudari reribet antara bangkokan (yang dituakan/ therapists ) dan pelajar (klien) memiliki dasar psikoterapi yang ditawarkan kawruh jiwa (Kholik & Himam, 2015).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, penulis mengkaji dalam perumusan masalah ini adalah “Apakah ada hubungan antara Raos Sami (Rasa Sama) Wejangan Ki Ageng Suryomentaram dengan Kesejahteraan Psikologis di desa tersebut?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah Raos Sami (Rasa Sama) yang merupakan salah satu Wejangan dari Ki Ageng Suryomentaram memiliki hubungan dengan Kesejahteraan Psikologis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoriris

Manfaat teoritis adalah sebagai kajian terkhusus bidang Culture and Indigenous Psychology . Selain itu menambah khazanah bidang keilmuan Sosial, Etnologi dan Klinis dalam hal Kesejahteraan Psikologis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini juga bermanfaat sebagai studi lanjut keilmuan dan informasi bagi semua kalangan termasuk praktisi psikolog, psikiater, terapis, sosiolog, antropolog dan dunia Ke-Timuran khususnya Keilmuan Nusantara (local wisdom) yang sudah banyak terdistorsi oleh nilai, kebudayaan dan pandangan Negara-Negara Barat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kesejahteraan Psikologis

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi individu yang tidak hanya lepas dari masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seorang individu yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri serta kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), lingkungannya secara efektif (environmental mastery), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan mempunyai tujuan (purpose in life), memiliki kapasitas untuk mengatur kehidupannya, kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy) dan mempunyai kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others ) (Ryff & Singer, 2008).

Kesejahteraan Psikologis adalah bagaimana seorang individu mampu memahami dan mendapatkan hidup yang baik. Kesejahteraan psikologis disebabkan karena perasaan yang nyaman, tentram dan mengenali fungsi diri yang efektif. Kesejahteraan psikologis juga tidak menuntut seseorang selalu merasakan kehidupan yang selalu baik. Kehidupan selalu menawarkan juga suatu masalah-masalah seperti kegagalan dan penolakan. Akan tetapi suatu individu dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis adalah ketika mampu me-maintance (menjaga) emosi negatif yang melingkupi kehidupannya dan mampu mengambil setiap hikmah yang ada pada setiap kendala setiap inci kehidupan (Huppert, 2009).

Kesejahteraan psikologis merupakan sikap positif individu terhadap dirinya dan orang lain yang ditunjukkan dengan mampu membuat keputusan sendiri dan mampu mengatur dirinya, serta memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Individu yang memiliki kesejahteraan psikologi yang tinggi cenderung memiliki banyak tujuan Kesejahteraan psikologis merupakan sikap positif individu terhadap dirinya dan orang lain yang ditunjukkan dengan mampu membuat keputusan sendiri dan mampu mengatur dirinya, serta memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Individu yang memiliki kesejahteraan psikologi yang tinggi cenderung memiliki banyak tujuan

Kesejahteraan Psikologis dalam penjelasan konsep baru menitik beratkan pada karakteristik tumbuh kembang yang positif, seperti mampu menerima diri, memiliki tujuan hidup, pertumbuhan pribadi, penguasaan lingkungan, bersikap mandiri dan mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain (Ryff, 2009b). Kesejahteraan Psikologis merupakan keadaan dimana seorang individu bisa mencapai keseimbangan secara psikis (Brimm dalam Hamburger, 2009).

Jadi dapat disimpulkan, kesejahteraan psikologis adalah kemampuan seseorang untuk menerima dirinya dilihat dari etika yang berlaku di masyarakat, sehingga individu mampu mengejawantahkan tujuan hidup dan memiliki keinginan untuk mengembangkan dirinya.

Ryff mengemukakan bahwa pada dimensi penguasaan lingkungan cenderung lebih baik pada usia dewasa dan lanjut usia daripada saat remaja, tetapi stabil pada usia remaja. Pada dimensi otonomi terjadi peningkatan dari usia remaja, tetapi stabil pada usia remaja. Pada dimensi otonomi terjadi peningkatan dari usia remaja menuju usia dewasa. Pada dimensi penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain tampaknya tidak ada variasi perbedaan jenjang berdasarkan umur. Ryff juga mengklaim bahwa dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, cenderung tidak dipengaruhi usia namun menjadi meningkat tajam saat usia lanjut (Ryff & Keyes, 1995).

Pada usia remaja, dewasa dan lansia memiliki perspektif yang berbeda dari diri mereka sendiri, tergantung pada proses mengevaluasi atau pemaknaan terhadap masa lalu dan masa depan. Oleh karena itu, pengalaman seseorang yang didapatkan selama hidup dapat mengubah cita- citanya dan mengubah cara menilai kesejahteraannya (Birren & Ranner dalam Wells, 2010). Remaja menggangap dirinya mengalami kemajuan yang signifikan sejak masa remaja dan memiliki harapan besar untuk masa Pada usia remaja, dewasa dan lansia memiliki perspektif yang berbeda dari diri mereka sendiri, tergantung pada proses mengevaluasi atau pemaknaan terhadap masa lalu dan masa depan. Oleh karena itu, pengalaman seseorang yang didapatkan selama hidup dapat mengubah cita- citanya dan mengubah cara menilai kesejahteraannya (Birren & Ranner dalam Wells, 2010). Remaja menggangap dirinya mengalami kemajuan yang signifikan sejak masa remaja dan memiliki harapan besar untuk masa

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka perbedaan antara cita-cita dan persepsi terhadap realitas semakin berkurang.

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis memiliki enam dimensi yang dihadapi seorang individu agar dapat berfungsi secara penuh dan positif (Ryff & Singer, 2008). Dimensi-dimensi tersebut adalah :

a) Penerimaan Diri Dimensi penerimaan diri berkenaan dengan sikap individu terhadap diri sendiri dan mengenai kehidupannya di masa lalu, serta sikap dalam melihat diri baik kurang dan lebihnya yang dimiliki dalam aspek diri. Individu yang mampu menerima dirinya dengan baik ditandai dengan adanya sikap positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kehidupannya di masa lalu serta mengetahui dan menerima segala kelebihan maupun kekurangan dalam diri. Sebaliknya, individu yang memiliki penerimaan diri yang kurang baik memiliki perasaan tidak puas terhadap diri sendiri dan kehidupan masa lalu, serta memiliki keinginan untuk tidak menjadi dirinya.

b) Pertumbuhan Diri. Dimensi ini meliputi potensi individu yang berkaitan dengan perkembangan diri secara berkelanjutan dan keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Individu yang memiliki nilai positif dalam dimensi ini memiliki keinginan untuk terus berkembang, menyadari potensi-potensi yang ia miliki dan mengalami perubahan dalam sikap maupun tingkah laku ke arah yang positif dari waktu ke waktu. Sebaliknya, individu yang memiliki kekurangan dalam dimensi ini memandang dirinya sebagai seseorang yang tidak dapat berkembang, kurang menunjukkan adanya peningkatan dalam sikap maupun perilaku b) Pertumbuhan Diri. Dimensi ini meliputi potensi individu yang berkaitan dengan perkembangan diri secara berkelanjutan dan keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Individu yang memiliki nilai positif dalam dimensi ini memiliki keinginan untuk terus berkembang, menyadari potensi-potensi yang ia miliki dan mengalami perubahan dalam sikap maupun tingkah laku ke arah yang positif dari waktu ke waktu. Sebaliknya, individu yang memiliki kekurangan dalam dimensi ini memandang dirinya sebagai seseorang yang tidak dapat berkembang, kurang menunjukkan adanya peningkatan dalam sikap maupun perilaku

c) Kebermaknaan Hidup Dimensi ini menggambarkan keberadaan tujuan dan keterarahan dalam hidup seseorang. Individu yang merasakan adanya kebermaknaan hidup adalah individu yang jelas mengenai target dan cita-cita yang akan ia capai serta merasa bahwa baik kehidupan masa lalu maupun kini adalah kehidupan yang berarti. Sebaliknya, individu yang tidak merasakan adanya kebermaknaan dalam hidup tidak jelas akan target dan cita-cita yang ingin dicapai, serta tidak melihat adanya makna dalam hidupnya selama ini maupun di masa lalu.

d) Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery). Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan individu dalam menciptakan ataupun mengatur lingkungan sekitarnya agar sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Individu dengan nilai positif pada dimensi ini ditandai dengan kemampuan dalam memilih dan menciptakan sebuah lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pibadinya serta mampu memanfaatkan secara maksimal peluang-peluang yang ada di sekitarnya. Sebaliknya, individu yang dikatakan kurang dapat menguasai lingkungannya adalah individu yang kesulitan atau merasa tidak memiliki kemampuan dalam mengatur maupun mengubah lingkungan sekitar agar sesuai dengan dirinnya serta tidak peka dalam menyadari keberadaan peluang di sekitarnya.

e) Otonomi (Autonomy) Dimensi ini menggambarkan kemandirian, kekukuhan terhadap standar tersendiri dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri tanpa dibebankan oleh tekanan sosial. Ciri-ciri individu yang menunjukkan terpenuhinya dimensi otonomi adalah mandiri serta tidak terbebani oleh tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku.

f) Hubungan positif dengan orang lain (Positive relationship with others).

Dimensi ini mencakup kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang baik dengan orang lain. Individu yang memiliki nilai positif pada dimensi ini digambarkan sebagai seseorang yang mampu memiliki hubungan yang hangat atau intim dengan orang lain, mampu membangun kepercayaan dalam suatu hubungan, memiliki rasa empati serta perhatian terhadap orang lain.

3. Faktor Kesejahteraan Psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain:

a. Faktor Internal

1. Usia Usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penguasaan lingkungan dan otonomi diri seseorang menunjukkan peningkatan seiring pertambahan usia dari kecil hingga dewasa akhir. Sedangkan pada aspek yang berkaitan dengan tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi seseorang semakin menurun sejak usia dewasa muda hingga dewasa akhir namun menjadi meningkat saat usia lanjut (Ryff & Keyes, 1995).

2. Jenis Kelamin Perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis antara pria dan wanita dipengaruhi oleh stereotype gender yang cenderung menggambarkan pria sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara wanita adalah sosok yang pasif, tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Ryff, 2009a). Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar wanita menunjukkan skor yang lebih tinggi daripada pria pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (Ryff & Keyes, 1995).

3. Evaluasi terhadap bidang-bidang tertentu Tercapainya kesejahteraan psikologis tergantung pada penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Penilaian yang berbeda mengenai terpenuhinya dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis menyebabkan tingkat kepuasan yang dirasakan berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme evaluasi diri berpengaruh pada kesejahteraan psikologis individu (Ryff & Keyes, 1995).

4. Kepribadian Salah satu faktor kepribadian yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang adalah locus of control. Locus of control mengacu pada persepsi individu mengenai seberapa besar kendali yang dimiliki seseorang terhadap penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku mereka (Ryff & Keyes, 1995). Individu dengan locus of control internal pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibanding individu dengan locus of control eksternal. Faktor- faktor kepribadian lain yang turut mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang seperti personal control, self esteem, positive affect, manage tension, positive thinking, idea & feeling (Ryff & Keyes, 1995).

b. Faktor Eksternal

1. Status Sosial Ekonomi Perbedaan kelas sosial ekonomi turut mempengaruhi profil kesejahteraan

psikologis individu. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pada individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki profil kesejahteraan psikologis yang tinggi khususnya pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi (Ryff & Singer, 2008). Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi dan status pekerjaan juga berpengaruh psikologis individu. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa pada individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki profil kesejahteraan psikologis yang tinggi khususnya pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi (Ryff & Singer, 2008). Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi dan status pekerjaan juga berpengaruh

2. Budaya Kesejahteraan psikologis yang berkaitan dengan dimensi penerimaan diri dan otonomi lebih banyak ditemukan pada masyarakat yang memiliki budaya individualistik (Ryff & Keyes, 1995). Sementara itu masyarakat yang memiliki budaya yang berorientasi kolektifitas dan saling ketergantungan, lebih banyak menunjukkan nilai yang positif pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis setiap individu juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan kepribadian (Ryff & Keyes, 1995).

Banyak diskusi yang memperdebatkan mengenai budaya dengan masyarakat individualistik dengan masyarakat berbudaya kolektif. Misalnya penelitian tentang kesejahteraan psikologis yang dilakukan di negara Amerika Serikat dan Negara Korea Selatan memperlihatkan bahwa responden di Korea Selatan yang pada dasarnya memiliki orientasi budaya kolektif dan saling ketergantungan memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan skor yang rendah pada dimensi penerimaan diri. Kondisi ini berbeda dengan responden Amerika Serikat yang memiliki skor yang rendah dalam dimensi otonomi, baik pria maupun wanita (Ryff & Keyes, 1995).

3. Dukungan Sosial Dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan 3. Dukungan Sosial Dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan

4. Pekerjaan Ryff mengemukakan bahwa faktor-faktor pekerjaan seperti jam kerja, pengakuan, kondisi kerja, keamanan pekerjaan, gaji berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang (Ryff & Singer, 2008).

B. Raos Sami (Rasa Sama)

1. Pengertian Raos Sami (Rasa Sama)

Secara epistemologis, Kawruh Jiwa berasal dari bahasa Jawa “ka” yang memiliki arti “di” dan “weruh” yang memiliki arti “tahu”, kemudian “Jiwa” yang memiliki arti “sukma atau rasa”. Jadi secara terminologis, Kawruh Jiwa adalah pengetahuan hal jiwa. Jiwa adalah bagian seorang individu yang tidak kasat mata, tetapi individu tersebut bisa merasakannya baik senang, susah, marah, sedih dan lain sebagainya. Berangkat dari adanya raos (rasa) diakuilah adanya jiwa. Jadi, jiwa itu raos dan kawruh jiwa adalah pengetahuan hal raos (rasa) (Suryomentaram, 2002).

Kawruh Jiwa merupakan konsep terstruktur dari kumpulan Wejangan- wejangan yang diutarakan Ki Ageng Suryomentaram. Wejangan-wejangan tersebut meliputi Bungah Susah, Raos Sami, Raos Langgeng, Nyawang Karep , Junggring Salaka, Kandha Takon, Windhu Kencana, Raos Ungkul, Cilaka Sesarengan , Beja Sesarengan, Bebojoan, Sesrawungan, Pangupa jiwa , Ukuran Kaping Sekawan, Pengawikan Pribadi, Mawas Diri, Bab Cathetan , Kramadangsa, Piageming Gesang, Jampi Mlarat, Raos Mardika, Aku Iki Wong Apa , Kawruh Pethukan, Kawruh Pamomong, Raos Mlenet,

Getun-Sumelang , Meri-Pambegan, dan Meruhi Gagasane Dhewe (Sugiarto et al., 2015).

Ilmu Kawruh Jiwa dikembangkan dan dianalisis oleh Ki Ageng Suryomentaram dengan dirinya sendiri dijadikan sebagai “kelinci percobaan”. Kelinci percobaan disini dimaksudkan penghayatan konsep raos (rasa) selama perjalanan hidup Ki Ageng Suryomentaram dari sikap keluh kesah dan kegalauan Ki Ageng Suryomentaram di kehidupan kraton dan memutuskan minggat (pergi) ke Kroya, Cilacap untuk menjadi penjual batik Stagen dan kemudian menjadi penggali sumur. Bahkan Ki Ageng Suryomentaram sampai dianggap maje-nun (gila) oleh bangsawan kraton (Bonneff, 1993).

Kawruh Jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram adalah suatu cara berpikir bagaimana untuk menggapai suatu kebahagiaan. Caranya sangat scientific , maka boleh dikatakan bahwa Kawruh Jiwa adalah pendekatan dalam pandangan psikologi. Tetapi Kawruh Jiwa ini dapat dibedakan dari psikologi karena Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram berdasarkan pada suatu pandangan realitas yang unik pada diri manusia (Yoshimichi, 2001a).