PETANI SADAR LINGKUNGAN DAN TEKNIK PEMBE

MAKALAH SOSIOLOGI PETERNAKAN
PETANI SADAR LINGKUNGAN DAN
TEKNIK PEMBERDAYAANNYA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
Agus Maulana
i111 12 266
Suraeni
i111 12 268
M. Abdan Syukur i111 12 270
Ibnuhady Ramadhani111 12 272
Ahmad Syahrul
i111 12 274
Ekadara Larasati i111 12 276
Ibrahim
i111 12 278
Ayu Angga Reny
i111 12 280
Miswar Yakub
i111 12 282

Kasmita
i111 12 284
M. Asfar Syafar
i111 12 286

Setiawan Halim
i111 12 288
Muh. Arman DB
i111 12 290
Nopi Pertiwi
i111 12 292
Nirwana
i111 12 294
Irene F Pasino
i111 12 296
Kurniawan Akbar i111 12 298
Muh Fajriansyah
i111 12 300
Decky Ariza Putra i111 12 302
Rudi Nal Adiatma i111 12 304

Vina Nur Israi111 12 306
Irmayanti
i111 12 308

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Petani Sadar Lingkungan dan Teknik
Pemberdayaannya”
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah
memberikan kepada penulis berupa motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena
itu, penulis bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
tak dapat saya sebutkan satu persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Penulis


menyadari

bahwa

penyusunan

makalah

ini

belum

mencapai

kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 20 Mei 2013


Kelompok 3

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pembangunan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, idealnya
memadukan perimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pengambilan
keputusan. Dengan semakin terbatasnya sumber daya alam baik dari segi kualitas
maupun kuantitas maka pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus dilakukan
secara bijaksana dan terencana dengan baik sehingga dapat menjamin kelestarian
lingkungan hidup. Pembangunan yang ramah lingkungan atau bisa disebut
pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut oleh
setiap komponen bangsa. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya
sadar dan berencana dalam pembangunan sekaligus pengelolaan sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan.
Kawasan pertanian adalah kawasan yang sangat baik, Karena pertanian
mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluh hidup (tanaman,
hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Lebih dari seperempat abad yang
lalu, tepatnya tahun 1972 di Stockholm, Swedia, diselenggarakan Konferensi PBB

yang bertemakan Lingkungan Hidup. Pada kesempatan tersebut disepakati tanggal 5
Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Selain itu asas pengelolaan
lingkungan yang diharapkan menjadi kerangka acuan bagi setiap negara turut
dideklarasikan.
Kini 28 tahun sudah berlalu, namun pada kenyataannya kerusakan lingkungan
hidup masih terjadi dimana-mana, termasuk di Indonesia. Yang menonjol adalah

gangguan atau kerusakan pada berbagai ekosistem yang menyebabkan komponen komponen yang menyusun ekosistem, yaitu keanekaragaman varietas (genetic,
variety, atau subspecies diversity), keanekaragaman jenis (species diversity) juga ikut
terganggu. Akibatnya, terjadilah kepunahan varietas atau jenis hayati yang hidup di
dalam ekosistem. Pada akhirnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung,
manusia yang sangat tergantung pada kelestarian ekosistem tapi berlaku kurang
bijaksana terhadap lingkungannya, akan merasakan berbagai akibatnya.
Kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia, telah terjadi pada berbagai
tempat dan berbagai tipe ekosistem. Misalnya, pada ekosistem pertanian, pesisir dan
lautan. Ancaman kepunahan satwa liar juga telah terjadi di mana-mana. Berbagai
kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian telah banyak terjadi baik pada
ekosistem pertanian sawah maupun ekosistem pertanian lahan kering nonpadi.
Kerusakan lingkungan di ekosistem sawah utamanya diakibatkan oleh program
Revolusi. Isu kerusakan lingkungan saat menjadi semakin santer di berbagai media

massa. Kerusakan lahan akibat praktek usaha yang dilakukan manusia telah
memberikan dampak yang sangat besar terhadap perubahan kesimbangan lingkungan
yang berakibat pada terjadinya perubahan iklim yang drastis serta terjadinya berbagai
bencana.
Usaha pertanian disebutkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
kerusakan lingkungan pada beberapa dekade terakhir. Peningkatan penduduk yang
begitu besar harus dimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pangan secara cepat pula.
Berbagai usaha pertanian terus dikembangkan seiring permintaan produk yang begitu
tinggi. Berbagai masukan teknologi diberikan dengan harapan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat secara memuaskan.
Seiring dengan seruan revolusi hijau dan gerakan swasembada pangan, usaha
pertanian dilakukan dengan sangat intensif, untuk mengejar produksi yang tinggi.
Namun demikian, hal tersebut ternyata tidak dibarengi dengan profesionalisme dan
perencanaan yang matang sehingga tidak mengedepankan konsep keberlanjutan.
Pengusahaan lahan pertanian yang begitu intensif mengambil hara dalam bentuk
hasil panenan tidak diimbangi dengan pengembalian input yang sesuai, sehingga
menyebabkan

degradasi


lahan

dan

kerusakan

lingkungan

yang

efeknya

berkepanjangan bahkan tidak hanya terjadi di wilayah pengusahaan pertanian namun

berimbas ke daerah lain yang memiliki hubungan perairan terutama daerah
sedimentasi maupun muara sungai.
Dalam

mengembangangkan


suatu

sistem

pertanian,

kita

harus

mengedepankan konsep keberlanjutan. Pemanfaatan teknologi pengelolaan lahan
serta konservasi sumberdaya air sangat penting untuk diterapkan dalam suatu sistem
pertanian yang berkelanjutan. Karena konsep sistem pertanian yang berkelanjutan
tergantung pada seluruh kemajuan dari sisi kesehatan manusia serta kesehatan lahan.
Dari banyaknya para pelaku di dalam sektor pertanian ternyata terdapat
kelompok petani tertentu yang memiliki prinsip bahwa alam bukanlah untuk dikuasai
melainkan untuk mendukung kelangsungan hidup manusia, hal ini pula yang
menyebabkan kelompok petani ini melakukan proses pertanian yang seimbang dan
selaras dengan alam atau biasa disebut dengan petani sadar lingkungan. Hal inilah
yang kemudian menarik untuk diketahui tentang bagaimana petani sadar lingkungan

dan pemberdayaan apa saja yang dilakukan. Oleh karena itu penulis berusaha untuk
memberikan pemahaman tentang pertanyaan tersebut dalam makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menjadi jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan
yang dikaji.
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a) Bagaimana konsep petani sadar lingkungan ?
b) Bagaimana teknik pemberdayaan terhadap petani sadar lingkungan?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu :
a) Untuk mengetahui konsep petani sadar lingkungan.
b) Untuk mengetahui teknik pemberdayaan terhadap petani sadar lingkungan.
I.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
a) Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai
petani

sadar


lingkungan

dan

berbagai

teknik

pemberdayaan

yang

dilakukannya.
b) Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Konsep Petani Sadar Lingkungan
II.1.1 Petani Sadar Lingkungan
Petani sadar lingkungan prinsip dasarnya adalah petani yang memiliki

pemahaman bahwa alam bukan sesuatu untuk dikuasai atau dikendalikan tetapi untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia. Adapun yang menjadi ciri khas petani
sadar lingkungan adalah dalam pemilihan teknologi didasarkan pada pertimbangan
(1) produktivitas (2) sustainabilitas produksi, para petani ini melakukan proses cocok
tanam secara selaras dan seimbang dengan alam. Adapun beberapa pola pertanian
yang dikembangkan antara lain:


Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)



Pertanian Organik



Pertanian Terpadu

II.1.2 Pertanian Berkelanjutan (Suistinable Agriculture)
Pertanian berkelanjutan menurut definisi dari Gips, 1986 cit. Reijntjes, (1999)
adalah
 Mantap secara Ekologis,
Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan
kemampuan agroekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman, dan hewan
sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah
dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui
proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa
sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin

serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber
daya yang bisa diperbarui.
 Bisa berlanjut secara ekonomis
Yang berarti bahwa

petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan

kebutuhan dan atau pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang
mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan
ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langusng
namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber daya alam dan
meminimalkan resiko.
 Adil
Yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian
rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak
mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang
pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam
pengambilan keputusan baik di lapangan maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan
sosial bisa mengancam sistem sosial secara keseluruhan, termasuk sistem
pertaniannya.
 Manusiawi
Yang berarti bahwa, semua bentuk kehidupan tanaman, hewan, dan manusia
dihargai. Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati, dan hubungan serta
institusi menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan,
kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa sayang. Integritas budaya dan spiritual
masyarakat dijaga dan dipelihara.
 Luwes
Yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah
penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya
pengembangan teknologi yang sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan
budaya.
Apabila kita telah dapat menghayati dan meresapi konsep pertanian
berkelanjutan maka kedepan tentunya kita akan dapat meminimalisir terjadinya
kerusakan lingkungan sekaligus memelihara tatanan sosial yang sehat di masyarakat

kita, karena bagaimanapun kelestarian lingkungan (agrekosistem) yang merupakan
sumber kehidupan masyarakat kita di masa lalu, kini dan masa mendatang.
II.1.3 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yaitu pembangunan
yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk memiliki kebutuhan mereka sendiri. Keseimbangan antara dimensi
sosial, ekonomi dan lingkungan menjadikan kunci yang harus diperhatikan dalam
merumuskan kebijakan pembangunan.
Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan
diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi
pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat
mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya sumber daya
yang menjadi modal pembangunan.
Pembangunan berwawasan lingkungan maknanya setara dengan pembangunan
berkelanjutan, yaitu memanfaatkan sumberdaya alam dan sumber daya manusia
secara optimal dengan menyelaraskan dan menyerasikan aktivitas manusia terhadap
daya dukung lingkungan (Soemarwoto, 2001).
II.2 Pola Pertanian yang Dikembangkan dan Teknik Pemberdayaan
II.2.1 Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)
Dalam

mengembangangkan

suatu

sistem

pertanian,

kita

harus

mengedepankan konsep keberlanjutan. Pemanfaatan teknologi pengelolaan lahan
serta konservasi sumberdaya air sangat penting untuk diterapkan dalam suatu sistem
pertanian yang berkelanjutan. Karena konsep sistem pertanian yang berkelanjutan
tergantung pada seluruh kemajuan dari sisi kesehatan manusia serta kesehatan lahan.
Saat ini kita juga mengenal sebuah konsep Low Eksternal Input Sustainable
Agriculture (LEISA) yang merupakan penyangga dari konsep pertanian terpadu dan
pertanian yang berkelanjutan. Konsep ini mengedepankan pemanfaatan sumber daya

lokal sebagai bahan baku pola pertanian terpadu, sehingga nantinya akan menjaga
kelestarian usaha pertanian agar tetap eksis dan memiliki nilai efektifitas, efisiensi
serta produktifitas yang tinggi. Dalam konsep ini dikedepankan dua hal : yang
pertama adalah memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa budidaya menjadi
pakan ternak dan yang kedua adalah mengubah limbah peternakan menjadi pupuk
organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses budidaya tanaman. Konsep
LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta pengetahuan
dan praktek pertanian masyarakat setempat/tradisional. Agro-ekologi merupakan
studi holistik tentang ekosistem pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan
manusia. Dengan pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistem
dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat menghasilkan secara
berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan bagi
lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal. Konsep ini menjadi
salah satu dasar bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan.
II.2.2 Pertanian Organik
Menurut USDA Study Term on Organic Farming, pertanian organik
dirangkum dalam pengertian sebagai berikut :
“Pertanian organik merupakan suatu sistem produksi yang menghindari atau
sangat membatasi penggunaan pupuk kimia (pabrik), pestisida, herbisida, zat
pengatur tumbuh dan adiktif pakan”.
Sampai tingkat maksimum yang dimungkinkan, sistem pertanian organik
bersandar pada pergiliran tanaman, mendaur ulang sisa pertanaman, pupuk kandang
atau kotoran ternak, legum, pupuk hijau, limbah organik dari luar usaha tani,
kompos, penyiangan mekanik, batuan pengandung mineral dan aspek pengendalian
hama secara biologis, untuk mempertahankan produktivitas dan kegemburan tanah,
untuk memasok hara tanaman, dan untuk mengendalikan hama, gulma dan jasad
merugikan lainnya.
Dari pengertian diatas maka yang dimaksud pertanian organik bukan berarti
bertani yang masih primitip maupun ketinggalan jaman (tradisional) dan anti
teknologi masukan tinggi seperti pupuk buatan maupun pestisida buatan, melainkan
merupakan cara bertani yang berusaha menyelaraskan hubungan antara manusia dan
lingkungan sehingga kerusakan yang mungkin terjadi pada lingkungan pertanian

akibat penggunaan teknologi masukan tinggi dapat ditekan atau bahkan ditiadakan.
Dalam pengertian ini maka manusia harus menyadari secara mendalam bahwa
dirinya merupakan bagian dari alam sehingga kerusakan yang terjadi pada alam
pertanian dengan sendirinya akan merusak dan mengancam kehidupan manusia.
Pandangan yang utuh dan integral semacam ini sebenarnya sudah ada dalam
masyarakat tani pedesaan, hanya saja mereka seringkali belum dapat menjelaskan
secara nalar sehingga sering dijumpai dalam bentuk mitos maupun yang berbentuk
mistik.
II.2.3 Pertanian Terpadu
Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan
pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan
pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi
peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan,
serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek,
mene-ngah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi
dengan sistem pertanian ini
Model pertanian terpadu dalam satu siklus biologi (Integrated Bio Cycle
Farming) yang tidak ada limbah, semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan
ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian
membentuk masyarakat tani yang makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas.
Konsep terapan pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya
adalah langkah pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi
secara regional maupun nasional, terutama pada kawasan kawasan remote area dari
jajaran kepulauan Indonesia.
FOOD; Pangan manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur,
sayuran, dll.), produk peternakan (daging, susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan air
tawar (lele, mujair, nila, gurame, dll.) dan hasil perkebunan (salak, kayumanis,
sirsak, dll.)
FEED; Pakan ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing,
kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.), pakan
ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). Dari budidaya tanaman padi
akan dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi,

jerami dan kawul, semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih
mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai
kosong (kawul) dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak
ruminansia atau dibuat silage (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul
sudah tidak asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas
dan ikan). Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan
eceng gondok.
FUEL; Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio
gas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri
makanan di kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari bio gas
adalah bio fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos.
Pemakaian tenaga langsung lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk mengolah lahan pertanian sebenarnya adalah produk berbentuk fuel/energi. Sekam padi
dapat dikonversi menjadi energi (pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan
masih akan menghasilkan abu maupun arang sekam yang dapat diimplementasikan
sebagai pupuk organic, sementara apabila energi sekam padi digunakan untuk gas
diesel engine akan didapatkan lagi hasil sampingan berupa asap cair (cuka kayu)
yang dapat digunakan untuk pengewet makanan atau campuran pestisida organik.
FERTILIZER; Sisa produk pertanian melalui proses decomposer maupun
pirolisis akan menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara
dan C-organik yang relative tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya sebagai
penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner), yang dari sisi
keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah dengan pupuk buatan
(anorganik fertilizer) bahkan pada kondisi tertentu akan dihasil-kan bio pestisida
(dari asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis gasifikasi) yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (bio preservative).

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a)

Petani sadar lingkungan prinsip dasarnya adalah petani yang memiliki
pemahaman bahwa alam bukan sesuatu untuk dikuasai atau dikendalikan tetapi
untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.

b) Berdasarkan pola pertanian yang dikembangkan dan jenis pemberdayaan pada
petani sadar lingkunga dapat dibedakan atas konsep LEISA (Low External Input
Sustainable Agriculture), Pertanian Organik dan Pertanian Terpadu.
III.2 Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada
rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih
dalam mengenai konsep petani sadar lingkungan meliputi berbagai pola
pengembangan pertanian dan teknik pemberdayaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, S. 1990. Dari Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik:
Kumpulan Karangan. Universitas Indonesia, Jakarta.
Reijntjes, C., Haverkort, B., dan Ann Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa
Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input
Luar Rendah (eds. Terjemahan). Kanisius. Yogyakarta.
Resosoedarmo, R.S., Kartawinata, K., dan Soegiarto, A. 1989. Pengantar
Ekologi. Remadja. Bandung.
Salim E. 1991. Pembangunan Berkelanjutan: Strategi Altematif Dalam
Pembangunan Dekade Sembilan Puluhan. Prisma No. 1 Januan
1991.
Soemarwoto O. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
__________ .2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
___________ .2001.
Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta.
Sunaryo, L dan Joshi. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam
Sistem Agroforestri. World Agroforestry Centre. Bogor.
Sutamihardja RTM, T. Murniwati.2005. Perubahan Lingkungan Global;
global environmental change. Jakarta : Elsas.