ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT (4)

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN
TIDAK SEHAT
Posted on June 8, 2015 by farahdfanur
0
Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah
“monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar”
dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana
dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi,
tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran
pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai

suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn
Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu
pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang

bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU
persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah
keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi,
kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara
tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian
didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak
tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding”
apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit
agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam
pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam
anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya

perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi
cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut
—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV
dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut
adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsonih
8. Integrasi vertikal

9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar neger
Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :

Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah
sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Penetapan Harga.
Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,antara lain :


perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan
atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.



Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.



Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga
pasar.




Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan

Pembagian Wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
Kartel

Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang
dan atau jasa.
Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan
tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan
atau jasa.
Oligopsoni
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk
secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat
mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau

tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan
dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Monopoli
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau
nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok
sehingga harganya dapat dikendalikan.

Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli;
oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian
pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat.

Persengkongkolan
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
3. Posisi dominan, yang meliputi :


Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing



Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi



Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar



Jabatan rangkap




Pemilikan saham



Merger, akuisisi, konsolidasi

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
Perjanjian yang dilarang , yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat
menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian
penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing,
pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang
dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang , yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat.

Posisi dominan , pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya
untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku
usaha lain.
Dalam pembuktian , KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat :


Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker



Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan



Efisiensi alokasi sumber daya alam




Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang
lazim ditemui pada pasar monopoli



Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas
dan layanannya



Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi



Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak



Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU no.5 Tahun 1999 tentang anti
monopoli)
Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai oleh
negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha
atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada
yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan
beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan
selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan
diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk
memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset
Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
Perseroan/Badan Usaha tersebut.
Sanksi
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian
integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan,
penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha,
penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah
atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar
integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan
monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan,
dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggitingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian
tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal
lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat
dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
pencabutan izin usaha

larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun
dan selama-lamanya lima tahun,
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada
pihak lain.

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1. Pengertian
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai
pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga
dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang
diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian,
penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu
mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi
(pengganti) produk tersebut.
2. Asas dan Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk
memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi
dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting
competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3. Kegiatan yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang
undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata
“kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah
aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum
dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa

tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yaitu :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar yang bersangkutan;
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki
jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang

memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam
bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang
berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap
dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4. Perjanjian yang Dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga
mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih
rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan
baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust

(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi
administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi

pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan
dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus
miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan
Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar
rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendahrendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak
lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan
secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang memerger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang
di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau
saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger
yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam
hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan
pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah

merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo,
2001, p.640).
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau
aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999,
p.598).

A. KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. (pasal 1 angka 18 UU No. 5/1999).
B. Status KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain dan KPPU bertanggung jawab kepada Presiden. (pasal 30
ayat 2 dan 3 UU No. 5/ 1999)
C. Keanggotaan KPPU
Anggota KPPU terdiri atas :
1. Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota,
dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
2. Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
3. Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya.
4. Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi,
maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru. (pasal 31 UU
No. 5/ 1999)
Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:
a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggitingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;
b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. jujur, adil, dan berkelakuan baik;
e. bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia;
f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang
hukum dan atau ekonomi;
g. tidak pernah dipidana;
h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan
i. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha. (pasal 32 UU No. 5/ 1999)
Keanggotaan Komisi berhenti, karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;

e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau
f. diberhentikan. (pasal 33 UU No. 5/ 1999)
D. Tugas dan Wewenang KPPU
Tugas KPPU meliputi:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undangundang ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat. (pasal 35 UU No. 5/ 1999)
Wewenang KPPU meliputi:
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang
ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undangundang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini. (pasal 36 UU No. 5/ 1999)
E. Tata cara penanganan perkara di KPPU
Pelaporan Perkara
1. Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang jelas
tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.

2. Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undangundang ini dapat
melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah
terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.
3. Identitas pelapor wajib dirahasiakan oleh Komisi.
4. Tata cara penyampaian laporan diatur lebih lanjut oleh Komisi. (pasal 38 UU No. 5/ 1999)
Pemeriksaan Pendahuluan
Berdasarkan laporan KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu atau
tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. (pasal 39 (1) UU No. 5/ 1999)
Pemeriksaan Lanjutan
Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak
dilakukan pemeriksaan lanjutan. (pasal 43 (1) UU No. 5/ 1999)
Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga
puluh) hari. (pasal 43 (2) UU No. 5/ 1999)
Putusan
Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan. (pasal 43
(3) UU No. 5/ 1999)
Putusan Komisi harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan
segera diberitahukan kepada pelaku usaha. (pasal 43 (4) UU No. 5/ 1999)

KPPU diatur dalam KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 75 TAHUN 1999 diubah dalam PERATURAN PRESIDEN
NO. 80 TAHUN 2008