BAB VII SIMPULAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana

BAB VII SIMPULAN Resistensi simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Masyarakat Adat Terhadap Kebijakan Pemerintah, merupakan topik tesis yang mengangkat realitas permasalahan yang terjadi di Kabupaten Kaimana. Gerakan pelawanan dari pihak masyarakat adat di Tanah Papua

  dalam pandangan banyak orang terkadang dinilai sebagai bentuk makar atau gerakan melawan pemerintah untuk tujuan mendirikan negara sendiri terpisah dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karena itu ketika muncul sejumlah gerakan sosial yang menggunakan fisik, maka label yang diberikan pada konteks seperti ini pasti dikaitkan dengan gerakan memisahkan diri. Dampak dari penilaian seperti ini, hanya akan menambah resistensi gerakan yang semula hanya ingin menyalurkan pikiran, pada akhirya terbentuk secara permanen menjadi sebuah organisasi yang anti pati terhadap pemerintah.

  Dari realitas gerakan pelawanan menggunakan simbol adat, maka terindikasi telah terjadi kesadaran internal dalam diri OAP untuk menggugah pemerintah mengubah cara pendekatan terhadap OAP, yang pada awalnya selalu dengan cara menggunakan fisik, kini mengalami perubahan menjadi sebuah gerakan natural, lembut bersimbolik menjauh dari kekerasan fisik.

  Artinya, gerakan perlawanan simbolik merupakan sikap pro- aktif masyarakat lokal dalam rangka mengajak pemerintah untuk duduk bersama dalam ruang dan bilik-bilik demokrasi adat masyarakat lokal. Hal ini bertujuan agar pemerintah lebih mengenal kehidupan masyarakat lokal secara dekat, sebab sepanjang pelaksanaan pembangunan di Tanah Papua, yang dimulai dari masa ORLA hingga masa ORBA komunikasi pembangunan tidak menjadi prioritas utama. Karena itu, penggunaan simbol sebagai alat perlawanan, mengindikasikan bahwa masyarakat adat ingin membangun komunikasi pembangunan dengan pemerintah dalam prespektif adat.

  Namun terkesan pemerintah seakan menjauhi ruang dan bilik- bilik komunikasi adat, sementara dalam ruang dan bilik-bilik masyarakat adat, telah teruji digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah.

  Sayangnya, ruang dan bilik-bilik komunikasi masyarakat adat, hanya digunakan ketika kekuatan hukum tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Misalnya: ketika terjadi konflik antar suku, pemerintah baru bisa mengambil langkah untuk menggunakan ruang dan bilik-bilik masyarakat adat untuk mendamaikan kelompok-kelompok yang bertikai. Seharusnya pemerintah sejak awal sudah harus memenafaatkan ruang dan bilik- bilik demokrasi masyarakat adat untuk mengatur dan mengelola pembangunan yang dilakukan terhadap masyarakat adat di Papua. Sebab telah teruji sepanjang kehidupan masyarakat adat di Papua, ruang dan bilik-bilik komunikasi masyarakat adat digunakan dalam mengatur kehudupan masyarakat.

  Dengan mengabaikan konteks tersebut, secara tidak langsung tersirat sikap pemerintah yang kurang memberi penghargaan terhadap apa yang menjadi miliki masyarakat adat. Konteks ini pada akhirnya akan memperjelas ruang pembatas antara pemerintah dengan masyarakat adat.

  Tentu setiap gerakan memiliki dasar dan tujuan tersendiri. Dari fenoma riil dipastikan bahwa, gerakan perlawanan yang mencuat di atas permukaan dengan menggunakan simbol adat, didasarkan pada perbedaan konsep antara pemerintah dan masyarakat adat. Hal itu terkait dengan upaya pemerintah untuk membangun manusia Papua di Kabupaten Kaimana.

  Perbedaan konsep masyarakat asli delapan suku di Kabupaten Kaimana lebih menekankan pada realisasi kebijakan yang tidak sejalan dengan konsep tuturan leluhur, sementara pemerintah Kabupaten Kaimana pada satu pihak lebih menekankan pada pembangunan yang mengandalkan cara-cara modern. Perbedaan kedua pendekatan ini pada akhirnya menimbulkan benturan konflik antara masyarakat dengan pemerintah.

  Perbedaan cara pandang ini terbentur dalam konteks implementasi kebijakan. Kelemahan dari suatu kebijakan tidak akan pernah terlihat pada saat kebijakan itu dibuat atau dirancang, baru pada tahapan implementasi akan terlihat jelas dampak kekurangan sebuah kebijakan.

  Beberapa catatan penelitian tentang kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat pada wilayah-wilayah terpencil, jika dirunut kembali pada awal masa pemerintahan Orde Baru, masyarakat lokal memiliki segudang pengalaman pahit atas sejumlah kebijakan yang dilakukan.

  Belajar dari kondisi masa lalu, penulis menarik benang merah untuk menghubungkan sikap gerakan perlawanan simbol adat dengan sejumlah gerakan sosial yang menggunakan tindakan fisik, hal tersebut menunjukan bahwa perlawanan simbol adat oleh masyarakat lokal merupakan bentuk evolusi sebuah gerakan sosial yang berawal dari gerakan sosial bersifat fisik.

  Artinya: pertama, dalam kehidupan bermasyarakat, telah muncul kesadaran dalam bertindak, dengan mengubah perilaku serta kebiasaan yang semula dengan cara fisik, kini mengalami perubahan dengan menggunakan pendekatan simbolik; kedua, tercermin dalam sikap gerakan sosial menggunakan simbol adat memberi pesan kepada pemerintah, bahwa masyarakat adat menginginkan adanya keterbukaan antara pemerintah dengan masyarakat adat, terkait dengan sejumlah program pemerintah yang mengalami kegagalan pada saat diimplementasikan; ketiga, selain mewakili identitas, gerakan perlawanan menggunakan simbol adat ingin mengajak pemerintah untuk lebih serius memberi perhatian terhadap dampak pembangunan yang telah menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat lokal delapan suku. Dari ketiga hal ini, bentuk evolusi gerakan sosial seharusnya ditanggapi secara positif oleh pemerintah serta pihak-pihak lain yang memiliki hubungan dengan kebijakan pembangunan di

  “Negeri 1001

Senja”. Karena gerakan perlawanan menggunakan simbol adat merupakan gerakan sosial yang memiliki hubungan dengan identitas

  lokal, menyangkut keselamatan ekosistem (manusia dalam alam). Dari pesan simbol ini, pemerintah dan pihak-pihak lain disadarkan untuk mengetahui bahwa kebijakan yang diimplementasi ternyata belum menyentuh tujuan dari kebijakan yang dibuat.

  Hal itu tercermin dari beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah antara lain; dikembalikannya keempat anak yang mengikuti pendidikan di Jerman; keberangkatan CJH asal Kaimana yang gagal meneruskan perjalanan hingga ke tanah suci; pembukaan akses darat (jalan penghubung) dan akses udara (bandara udara); serta proses ekplorasi sesmik MIGAS.

  Dari kebijakan yang dibuat pemerintah, terkesan penggunaan sistem ANT (jaringan) oleh pemerintah perlu mendapat perhatian secara serius dari pemerintah (Pusat Daerah). Penekanan ini sangat beralasan, karena kebijakan yang dibuat sudah sangat tepat, tetapi ketika pendaratan (implementasi) kebijakan di lapangan muncul sejumlah persoalan yang berdampak pada konflik antara pembuat kebijakan (pemerintah) dengan penerima (masyarakat).

  Jika dilakukan perbandingan demonstrasi massa di Kabupaten Kaimana dengan beberapa kasus demonstrasi yang sama di wilayah lain seperti di Jakarta, ada perbedaan yang sangat jauh, (bukan pada at-ribut yang digunakan). Artinya, kebiasaan demonstrasi massa di Jakarta selalu dilakukan mengawali penerapan sebuah kebijakan, misalnya, begitu terdengar akan ada kebijakan pemerintah untuk menaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) TDT (Tarif Dasar Listrik), massa sudah turun ke jalan dan melakukan demonstrasi menenteng rencana kebijakan pemerintah. Konteks ini terlihat jelas sikap menolak kebijakan atau lebih tepat menolak rencana kebijakan pemerintah.

  Berbeda dengan demonstrasi massa di Kabupaten Kaimana. Demonstrasi massa atau gerakan perlawanan menggunakan simbol adat saat itu dilakukan setelah kebijakan terimplementasi, dan ternyata terindikasi terbentur dengan persoalan. Sikap demonstrasi massa ini jelas, bukan pada menentang rencana kebijakan melainkan pada substansi kebijakan saat diimplementasikan. Sikap masyarakat lokal yang menggunakan simbol adat sebagai alat perlawanan disebabkan pula karena implementasi kebijakan yang tidak sesuai dengan NSPK menurut konsep budaya.

  Dari perbedaan sikap seperti ini, tergambar jelas sikap masyarakat di “Negeri 1001 Senja”, bahwa kebijakan pemerintah merupakan kewenangan kepala pemerintahan di daerah, karena itu apapun yang dilakukan merupakan hak kepala pemerintahan. Berbeda jika kebijakan tersebut diimplementasikan. Pada ranah implementasi, hanya ada satu ukuran yang bisa digunakan untuk mengukur kebijakan tersebut, apakah kebijakan yang dibuat berkiblat pada kepentingan masyarakat atau arah kiblat kebijakan membelakangi rakyat. Dari ukuran inilah, rakyat sewaktu-waktu bisa bersikap tegas dengan menggunakan kekuatan simbol.

  Penggunaan simbol adat sebagai alat perlawanan merupakan bagian dari kehidupan holistik manusia antara alam dalam diri manusia dan manusia sebagai bagian dari alamnya. Sebabnya adalah manusia sebagai penggambaran dari alam dan dapat berkreasi menciptakan simbol dari alam. Simbol adalah daya imajinasi,daya cipta manusia yang berhasil tertuang dalam bentuk-bentuk simbol yang berbeda- beda. Mulai dari simbol berupa material dari alam sekitar hingga simbol abstrak yang tidak bermaterial. Sejuta simbol diciptakan manusia memiliki tujuan untuk mengatur kehidupan internal dan mempertahankan kehidupannya dari ancaman luar.

  Kreatifitas ini jika masih terus digunakan hingga saat ini, hal itu tidak harus dianggap sebagai bentuk ancaman kepada pihak-pihak tertentu, khususnya kepada pemerintah. Karena penggunaan simbol adat hanyalah bagia dari wujud masyarakat lokal mengulangi kisah- kisah lalu yang pernah dijalani oleh para leluhur mereka. Selain itu pula, sikap menggunakan simbol adat sebagai alat perlawanan memberi pesan kepada pemerintah, kalau masyarakat lokal masih ada, ada dengan seluruh kekuatan simbol untuk mengawal kebijakan pembangunan yang dibuat pemerintah, serta mengawal diri dan alamnya dari dampak implementasi kebijakan yang dibuat.

Dokumen yang terkait

Bab 3 Metodologi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit Kecama

0 1 6

Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit

0 0 38

Bab 5 Penutup - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol Ka

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pariwisata Nusa Tenggara Timur: Potensi dan Dinamika

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana

0 0 22

BAB II GERAKAN PERLAWANAN SIMBOL ADAT SEBAGAI GERAKAN SOSIAL DALAM RANAH KEKUASAAN KEBIJAKAN PUBLIK - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten

0 1 63

BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI 1001 SENJA1 PENGGUNAAN METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaima

0 1 23

BAB IV KESALAHAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MEMENGARUHI ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana

0 0 60

BAB V LAWAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: MASYARAKAT PALANG KANTOR DAN INFRASTRUKTUR MILIK PEMERINTAH MENGGUNAKAN SIMBOL ADAT - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan

0 1 43

BAB VI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK GERAKAN PERLAWANAN SIMBOL MASYARAKAT ADAT - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana

0 0 53