STUDI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENDIDIKAN AGAMA

STUDI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
DI BIDANG PENDIDIKAN AGAMA
(Analisis Terhadap Kebijakan Pemerintahan Bidang Pemberdayaan
Madrasah Ibtidaiyah di Kota Surabaya dan Kota Malang)

ABSTRAK

 Eksistensi Madrasah Ibtidaiyah bukan hanya syarat dengan problematika internal, melainkan

juga dipenuhi aneka kerumitan eksternal. Kesediaan Madrasah Ibtidaiyah menjadi
laboratorium sumber daya manusia kerap bersentuhan dengan politik, sehingga
terdiskriminasi di ruang pelayanan publik. Pemerintahan Daerah Kota Surabaya
menempatkannya sebagai bagian terpisah dari Sekolah Dasar, bahkan juga terbelah antara
Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Swasta. Indikasi diskriminasi tersebut dapat ditemukan pada
kemasan bahasa hukum produk kebijakan publik, termasuk pengaruh Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri, Nomor 903/3172/SJ, tertanggal 21 September 2005, walaupun masa kini telah
mengalami revisi. Ketimpangan ini juga ditemukan pada aspek landasan hukum. Formulasi
bantuan kepada Madrasah Ibtidaiyah hanya berpedoman pada Surat Keputusan Dinas
Pendidikan Kota Surabaya. Kalaupun ada Peraturan Wali Kota Surabaya, hal itu hanya
menyangkut Madrasah Ibtidaiyah Negeri, sementara Madrasah Ibtidaiyah Swasta tidak
termasuk di dalamnya.

 Kebijakan publik Pemerintahan Daerah Kota Malang memiliki sedikit perbedaan dalam
menciptakan kesamaan antara Madrasah Ibtidaiyah dengan Sekolah Dasar. Sebab upaya
implementasi program kebijakan publiknya telah melalui proses studi kelayakan terlebih
dahulu. Hal ini dibuktikan dengan penerbitan Peraturan Daerah, Keputusan Wali Kota, dan
Dinas Pendidikan Kota Malang. Posisi Madrasah Ibtidaiyah Negeri/Swasta, dan Sekolah
Dasar, sedikit memiliki persamaan, karena eksistensi Madrasah Ibtidaiyah di Kota Malang
mampu menjadi sekolah unggulan dan menempati kebutuhan alternatif utama masyarakat.
 Namun demikian, keterlibatan kontrol publik masih diposisikan terpisah dalam kebijakan
Pemerintahan Daerah Kota Surabaya dan Kota Malang. Akibatnya terdapat peralihan milik
kebijakan publik ke arah kebijakan yang samar, bahkan hanya menjadi elite kebijakan.
Terbukti pengaruh keterlibatan Madrasah Ibtidaiyah dalam kebijakan publik, walaupun ada
political will Pemerintahan Daerah, juga masih dipenuhi oleh proses kedekatan Personalisasi
Departemen Agama, Madrasah Ibtidaiyah dengan kelompok elite kebijakan, seperti
eksekutif dan legislatif.
 Semua ini berawal dari aspek interpretasi kepemilikan lembaga Madrasah Ibtidaiyah di
bawah naungan Departemen Agama, sementara Sekolah Dasar di bawah naungan
Departemen Pendidikan Nasional. Perbedaan ini tidak hanya berhenti di sini saja, melaikan
melebar ke arah hubungan politik antara Dinas Pendidikan dengan Departemen Pendidikan
Nasional. Dinas Pendidikan Pemerintahan Daerah bersikap membedakan antara pelayanan
publik terhadap Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar. Kehadirannya tidak mampu

menjadi dinamisator pelayan publik di bidang pendidikan di era otonomi daerah. Sebaliknya
bersikap memilah, membelah dan membedakan sebagaimana warisan perilaku politik
masa lalu.

LATAR BELAKANG
Aspek Realitas:
 Hambatan paling besar bagi Departemen Agama dalam upaya mengakselesari Madrasah Ibtidaiyah sejajar
dengan sekolah umum adalah rendahnya kualitas proses pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini terjadi
karena: Pertama,
Pertama, aspek manajemen, Kedua,
Kedua, aspek kurikulum, sebagai konsekwensi dari kebijakan. Ketiga,
Ketiga,
aspek kualitas tenaga guru di Madrasah Ibtidaiyah masih tergolong rendah.
rendah.
 Lembaga Pendidikan Agama, memiliki kecenderungan ke tiga model. Pertama,
Pertama, Lembaga Pendidikan
Agama “supplement”, Kedua, Lembaga Pendidikan Agama “life skill”, Ketiga, Lembaga Pendidikan Agama
“ma’had ‘aliy
Aspek Idealitas
 Kebijakan otonomi daerah yang sedang berproses akhir-akhir ini, diasumsikan dapat memicu adanya

implikasi pada semua sector kehidupan yang lebih luas. Dengan diberlakukannya otonomi daerah tersebut,
berarti kekuasaan negara dalam penyelenggaraan bidang pendidikan terbagi menjadi dua wilayah, yaitu
pemerintah pusat di satu pihak, dan pemerintah daerah di lain pihak, serta satuan pendidikan dalam rangka
otonomi daerah
 Praktek otonomi daerah identik dengan desentralisasi pendidikan sebagai upaya untuk mendelegasikan
sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan kepada pejabat di bawahnyua, atau dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, atau pun dari pemerintah kepada masyarakat. Tujuan
desentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan pendidikan terkait dengan
pelaksanaan kebijakan-kebijakan, seperti; pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi pendidikan,
dan efektifitas/efisiensi pengelolaan pendidikan.
 Relevansi semangat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang memuat 4 (empat) kebijakan, yaitu
(1) peningkatan mutu pendidikan, (2) efisiensi pengelolaan pendidikan, (3) relevansi pendidikan, dan (4)
pemerataan pelayanan pendidikan. UU Sisdiknas ini muncul sebagai konsekuensi dari lahirnya Undangundang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan Keuangan Pusat dan daerah.
Relevansi Problematika
 Berdasarkan hal di atas, citra kota pendidikan dan kota industri memiliki kedekatan untuk dijadikan sebagai
bagian jawaban di tengah perkembangan kekinian. Salah satunya adalah eksistensi Madrasah Ibtidaiyah di
Kota Surabaya dan Kota Malang. Oleh karena itu, untuk mensinergiskan realitas pola pengembangan
lembaga pendidikan agama, maka dibutuhkan penelitian kebijakan pemerintahan bidang lembaga
pendidikan agama di Kota Surabaya dan Kota Malang, terkait dengan perberdayaan Madrasah Ibtidaiyah.

Sebab pola apapun yang terkait dengan pembangunan daerah sangat menentukan arah kehidupan dan
perkembangan institusi yang hidup di dalamnya, termasuk lembaga pendidikan agama.

FOKUS BAHASAN
 Aspek Produk Kebijakan; pada aspek ini focus bahasan akan diarahkan kepada beberapa bentuk
kebijakan yang terkait dengan kebijakan pemerintahan Kota Surabaya dan Kota Malang bidang
pemberdayaan lembaga pendidikan agama. Adapun substansi focus bahasannya sebagai berikut:
 Produk

Peraturan Daerah, terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan
lembaga
pendidikan, khususnya Madrasah Ibtidaiyah
 Aneka Formulasi Kebijakan, terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan Madrasah
Ibtidaiyah, dalam hal Kebijakan Perda, Bantuan Dana, Bantuan Sarana dan Prasarana, dan Bantuan
Tenaga Pengajar
 Aspek Implementasi dan Dampak Kebijakan; pada aspek ini focus bahasan akan diarahkan terhadap
implemntasi dan dampak kebijakan yang telah dilaksanakan Pemerintahan Kota Surabaya dan Kota
Malang bidang pemberdayaan pendidikan, khususnya lembaga pendidikan agama. Adapun
substansi focus bahasan sebagai berikut
 Implementasi kebijakan Pemerintahan Kota Surabaya dan Kota Malang bidang pendidikan yang


telah diberikan kepada Madrasah Ibtidayah.
 Dampak dari interaksi pengaruh kebijakan Pemerintahan Kota Surabaya dan Kota Malang bidang

pendidiakn terhadap madrasah Ibtidaiyah, dalam hal Peningkatan Menejemen, Pengembangan
Kurikulum, dan Kualitas Tenaga Pengajar.

RUMUSAN MASALAH




Bagaimana produk dan formulasi kebijakan Pemerintahan
Kota Surabaya dan Kota Malang di bidang pemberdayaan
Madrasah Ibtidaiyah?
Bagaimana
Implementasi
dan
dampak
kebijakan

Pemerintahan Kota Surabaya dan Kota Malang dalam
pemberdayaan Madrasah Ibtidaiyah?

KERANGKA KONSEPTUAL
LANDASAN KEBIJAKAN
 UU Nomor 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
 UU Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas
 UU Nomor 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
 UU Nomor 22 Tahun 1999, tentang Otonomi Daerah

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KOTA SURABAYA & KOTA MALANG
BIDANG PENDIDIKAN
(Lembaga Pendidikan Agama)
 Sistem Kebijakan
 Produk Kebijakan

Formulasi Kebijakan

MADRASAH IBTIDAIYAH

Evaluasi Kebijakan

Di Kota Surabaya dan Kota Malang
 Implementasi Kebijakan
 Dampak Kebijakan

METODE PENELITIAN
Pendekatan
 Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis.
fenomenologis. Karena peneliti akan berusaha
mengungkapkan pengertian intrepretatif terhadap pemahaman subyek penelitian.
Sumber dan Jenis Data
 Kata-kata dan Tindakan;
 Dokumen Tertulis
Instrumen Penelitian
 Penetian dalam hal ini menggunakan pola pengamatan berperanserta peneliti. Model pengamatan berperan
serta dalam hal ini akan menggunakan pola secara acak, yakni berperanserta secara lengkap, pemeran serta
sebagai pengamat, pengamat sebagai pemeranserta, dan pengamat penuh.
Tehnik Pengumpulan Data
 Pengamatan

 Wawancara
 Catatan Lapangan
 Penggunaan dokumen
Tehnik Analisis Data
 Proses Satuan (Unilyzing); proses ini akan melakukan dua hal yakni, tipolagi satuan, dan penyusuan satuan
 Kategorisasi; Peniliti akan melakukan kategorisasi data penelitian ke arah pendataan yang sistematis dan
terarah. Sehingga tampak struktur data yang diperlukan dan tidak diperlukan, atau data kurang lengkap dan data
diperluas.
 Penafsiran Data; Untuk melakukan penafsiran data, maka peneliti akan mengkategorikan dan mencari jawaban
penafsiran data dalam struktur pertanyaan yang terbuka dan tertutup.

TEMUAN PENELITIAN
 PRODUK KEBIJAKAN PENDIDIKAN
No

Produk Kebijakan Kota Surabaya

No

Produk Kebijakan Kota Malang


1

Peraturan Wali Kota Surabaya, Nomor 58 Tahun 2005, Tentang
Petunjuk Teknis dan Alokasi Sekolah Penerima Bantuan Sekolah
Gratis Tahun 2005 Di Kota Surabaya

1

Peraturan Daerah Kota Malang, Nomor 13 Tahun 2001, Tentang
Sistem Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Malang

2

Peratuaran Wali Kota Surabaya, Nomor 16 tahun 2006, Tentang
Petunjuk Teknis dan Alokasi Penunjang Biaya Sekolah Gratis Tahun
2006 Di Kota Surabaya

2


Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 776 Tahun 2002, Tentang
Tata Cara Pendirian Sekolah Di Kota Malang

3

Peraturan Wali Kota Surabaya, Nomor 17 Tahun 2006, Tentang
Honorarium Guru Bantu Daerah.

3

Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 777 Tahun 2002, Tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Pendidikan Kota
Malang

4

Peraturan Wali Kota Surabaya, Nomor 43 Tahun 2006, Tentang
Petunjuk Tehnis dan Alokasi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)
dan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Penerima Penunjang
Biaya Sekolah Gratis tahun 2006 di Kota Surabaya


4

Keputusan Wali Kota malang, Nomor 141 Tahun 2003, Tentang
Pelaksanaan Penggunaan Dana Stimulan Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan Taman Kanak-Kanak Tahun 2003

 

5

Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 101 Tahun 2004, Tentang
Penetapan Rehabilitasi Sekolah Dasar dan Dana Madrasah
Ibtidaiyah Kota Malang Tahun Anggaran 2004

 

6

Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 504 Tahun 2004, Tentang
Penetapan Alokasi Dana Stimulasi Perubahan Anggaran
Keuangan (PAK) Untuk TK/SD/MI Kota Malang Tahun 2004

 

7

Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Nomor
800/3069/420.304/2004, Tentang Penetapan Sekolah Penerima
Dana Bantuan Langsung dan Dana Imbal Swadaya Rehabilitasi
Gedung Sekolah dan Peningkatan Mutu Proyek Peningkatan
Pendidikan Dasar IV Kota Malang Tahun Anggaran 2004

 

8

Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 49 Tahun 2005, Tentang
Penetapan Reahabilitasi Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
Kota Malang Tahun Anggaran 2005

 

9

Keputusan Wali Kota Malang, Nomor 244 Tahun 2005, Tentang
Penetapan Rehabilitasi Gedung Ruang Bnelajar Sekolah Dasar
Dana Stimulan Adhoc II Tahun 2005

 FORMULASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
No

1

Formulasi KebijakanKota Surabaya

No

Pemberian Bantuan Penunjang Biaya Sekolah Terhadap
Madrasah Ibtidaiyah Dari APBD, Periode: Januari s/d
Desember 2006 (lihat tebel 1)

1

Formulasi KebijakanKota Malang
Pemberian Bantuan Dana Stimulan
lain:
• Madrasah Ibtidaiyah penerima
(lihat tabel 6)
• Madrasah Ibtidaiyah penerima
(lihat tabel 7)
• Madrasah Ibtidaiyah penerima
(lihat tabel 8)
• Madrasah Ibtidaiyah penerima
(lihat tabel 9)

PAK (Rehabilitasi) Madrasah Ibtidaiyah; antara
bantuan dana stimulan Tahun Anggaran 2002.
bantuan dana stimulan Tahun Anggaran 2003.
bantuan dana stimulan Tahun Anggaran 2004.
bantuan dana stimulan Tahun Anggaran 2005.

2

Pemberian Bantuan Dana Peningkatan Kualitas Gedung
Madrasah Ibtidaiyah, antara lain:

Madrasah Ibtidaiyah Penerima Dana Peningkatan
Kualitas Gedung Sekolah Tahun 2005 (lihat tabel 2)

Madrasah Ibtidaiyah Penerima Dana Peningkatan
Kualitas Gedung Sekolah Tahun 2006 (lihat tabel 3)

2

Pemberintan Bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Madrasah Ibtidaiyah Tahun 2003.
(lihat tabel 10)

3

Pemberian Bantuan Tenaga
Ibtidaiyah (lihat tabel 4 dan 5)

3

Pemberian Bantuan Dana Alokasi Non Dana Reboisasi di Madrasah Ibtidaiyah Tahun
2005. (lihat tabel 11)

4

Pemberian Bantuan Dana Proyek P2KP di Madrasah Ibtidaiyah Tahun 2003. (lihat
tabel 12)

5

Pemberian Dana Bantuan Langsung (DBL) Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar (MI)
Tahun 2004 (lihat tabel 13)

6

Pemberian Bantuan Beasiswa Studi Lanjutan bagi Guru Madarasah Ibtidaiyah;
• Beasiswa Studi Lanjutan D2 PGSD Tahun 2004 (lihat tabel 15)
• Beasiswa Studi Lanjutan D2 PGSD Tahun 2005 (lihat tabel 16)
• Beasiswa Studi Lanjutan S1 PGSD Tahun Anggkatan 2001/2002 (lihat tabel 17)
• Beasiswa Studi Lanjutan S1 PGSD Tahun Anggkatan 2003/2004 (lihat tabel 18)
• Beasiswa Studi Lanjutan S1 PGSD Tahun Anggkatan 2005/2006 (lihat tabel 19)

7

Pemberian Bantuan Tenaga Pengajar di Madrasah Ibtidaiyah (lihat tabel 20 dan 21)

8

Pemberian Bantuan Alat Peraga Pendidikan dan Sarana Laboratorium. (lihat tabel
22)
Pemberian Bantuan Buku Pelajaran Matematika dan bahasa Inggris di Madrasah
Ibtidaiyah Tahun 2005. (lihat tabel 23)

Pengajar

di

Madrasah

9
10

Pemberian Bantuan Buku Perpustakaan Madrasah Ibtidaiyah Tahun 2005 (lihat tabel
24)

Catatan: Skema periodik penerima bantuan rehabilitasi Gedung Madrasah Ibtidaiyah
sebagaimana pada tabel 14



No

IMPLEMENTASI DAN DAMPAK KEBIJAKAN

Tempat
Penelitian

Implementasi
Kebijakan

Dampak Kebijakan
Peningkatan
Menejemen

Pengembangan
Kurikulum

 Tanpa

1

Madrasah
Ibtidaiyah
Negeri
Medokan Ayu
Surabaya

melibatkan
kontrol publik,
 Tanpa Studi
kelayakan
 Lebih
diuntungkan
oleh status
negeri

Kualitas Guru

Pemberian Batun
hanya cukup untuk
pemeliharaan
gedung, dan tidak
menyentuh aspek
menejemn

Belum sama sekali
tersentuh

Bersifat
penambahan
tenaga pengajar,
dan belum pada
spesifikasi gurua
kelas dan mata
pelajaran

Pemberian Batun
hanya cukup untuk
pemeliharaan
gedung, dan tidak
menyentuh aspek
menejemn

Belum sama sekali
tersentuh

Tidak ada
tambahan
tenaga pengajar

 Tanpa

2



Madrasah
Ibtidaiyah
Swasta Al
Hidayah
Surabaya

melibatkan
kontrol publik,
dan merupakan
hasil kedekatan
dengan legisltaif
 Tanpa Studi
kelayakan

Catatan: Keberpihakan kebiajkan Pemerintahan Daerah Kota Surabaya di bidang pendidikan masih menjadi penetu
dalam peningkatan pemberdayaan Madrasah Ibtidaiayah, utamanya menyangkut bantuan dana, peningkatan
menejemen, pengembangan kurikulum dan peningkatana kualitas guru dan tenaga administarasi

No





3

4

5

Madrasah
Ibtidaiyah
Negeri
Malang I

Madrasah
Ibtidaiyah
Swasta
Jendaral
Sudirman
Malang

Madrasah
Ibtidaiyah
Swasta NU
Putri Malang

Dampak Kebijakan

Implementasi
Kebijakan

Tempat
Penelitian



Melalui Studi
kelayakan,
Tanpa melibatkan
kontrol publik,
Kesiapan tenaga
administrasi dan
tenaga mengajar
mampu tampil
dalam menejemen
pendidikan modern

Peningkatan
Menejemen

Mampu
mengaplikasi materi
dan metode sesuai
dengan kebutuhan
lokal dan aplikasi
pendidikan modern

Melalui Studi
kelayakan,
Tanpa melibatkan
kontrol publik

Pengelolaan
menejemen bersifat
mandiri,
peningkatan
kualitas menejemen
lebih merupakan
bentuk jaringan
kekuatan menjerial

Melalui Studi kelayakan,
Tanpa melibatkan
kontrol public

Keterbatasan dalam
pengelolaan SDM
Madrasah
Ibtidaiyah, sehingga
lambat dalam
merespon kebijakan








Pengembangan
Kurikulum

Bersifat spesifikasi
guru kelas dan mata
pelajaran

Mampu
mengaplikasi materi
dan metode sesuai
dengan kebutuhan
lokal dan aplikasi
pendidikan modern

Aneka mcam
pelatihan yang
diadakan Diknas
Malang mampu
menjembatani
upaya
pengembangan
kurikulum

Kualitas Guru

Hadirnya kebijakan
hanya bersifat
penunjang

Tidak ada tambahan
tenaga pengajar dan
bersifat semi
spesifikasi guru kelas
dan mata
pelajaranHadirnya
kebijakan bersifat
membantu dalam
pengembangan
Tidak ada tambahan
tenaga pengajar dan
masih jauh dari
spesifikasi guru kelas
dan mata
pelajaranHadirnya
kebijakan bersifat
menentukan

Hadirnya kebijakan bersifat menentukan

Hadirnya kebijakan bersifat membantu dalam pengembangan


Hadirnya kebijakan hanya bersifat penunjang

ANALISIS


ASPEK PRODUK KEBIJAKAN

No

1

2

Analisis Produk Kebijakan

Analisis Produk Kebijakan

Kota Surabaya

Kota Malang

Masih Terdapat Penanggalan Aspirasi dan
Partisipasi Publik (Madrasah Ibtidaiyah) Dalam
Pembuatan Kebijakan Publik; Hal ini disebabkan
oleh beberapa Faktor:
• Faktor Pembelahan Prilaku Politik;
• Faktor Pembelahan Tanggungjawab;

Masih Terdapat Penanggalan Aspirasi dan
Partisipasi Publik (Madrasah Ibtidaiyah) Dalam
Pembuatan Kebijakan Publik; Hal ini disebabkan
oleh beberapa Faktor:
• Studi kelayakan dilakukan setelah ada
kepastian turunnnya anggaran
• Faktor Pembelahan Prilaku Politik;

Diskriminasi Bahasa Hukum (Madrasah Ibtidaiyah)
Dalam Produk Kebijakan Publik;

Memiliki muatan kepedulian ldalam memproduk
bahasa kebijakan publik.



ASPEK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Kreatifitas Formulasi Kebijakan Publik;
Pemetaan aneka formulasi kebijakan sebagai bentuk kreatifitas dapat dipaparkan sebagai berikut;
 Pemerintahan Daerah Kota Malang telah menerbitkan bentuk kebijakan publik tentang pendidikan
agama Madrasah Ibtidaiyah, dengan bentuk formulasi antara lain; (1). Pemberian Bantuan Dana
Madrasah Ibtidaiyah ; (2). Pemberian Bantuan Studi Lanjutan Guru Madrasah Ibtidaiyah; (3). Pemberian
Bantuan Pembangunan Gedung Madrasah Ibtidaiyah; (4). Pemberian Bantuan Sarana dan Prasarana
Pengajaran Madrasah Ibtidaiyah.
Ibtidaiyah. Semua kebijakan ini dalam oprerasionalnya berlandaskan pada dua
hal utama, yakni;
 Peraturan Daerah Kota Malang, Peraturan Wali Kota Malang dan Peraturan Dinas Pendidikan Kota
Malang
 Penanganan operasional kebijakan publik tersebut melibatkan struktur pelaksana, bahkan juga
dalam bentuk berita acara.
 Namun demikian, implementasi kebijakan publik dalam bentuk variatif yang melibatkan Madrasah
Ibtidaiyah di Kota Malang, dipengaruhi oleh beberapa faktor hal:
 Faktor Polical Will Pemerintahan Kota Malang yang Memberikan Apresiasi Terhadap Kehadiran
Madrasah Ibtidaiyah.
Ibtidaiyah. Hal ini juga dibuktikan oleh karya Madrasah Ibtidaiyah yang mampu
menjadi jembatan Madrasah unggulan, seperti MIN I Malang, MIS Jendral Sudirman. Sehingga
Madrasah Ibtidaiyah menjadi bagian integral dari kebutuhan masyarakat, pada aspek alternatif
pendidikan dasar. Oleh karena itu, posisi kebutuhan masyarakat tersebut meniscayakan
Pemerintahan Daerah Kota Malang untuk memberikan apresiasi tersendiri terhadap Madarash
Ibtidaiyah.
 Faktor Pendekatan dan kedekatan Elit kebijakan antara Departemen Agama Kota Malang
dengan Pemerintahan Daerah Kota Malang, termasuk dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kota
Malang.
Malang. Realitas ini sebagaimana digambarkan Wright Mills, bahwa menurut perspektif teori elite,
elite,
kebijaksanaan (atau bahkan) kebijakan publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pilihanpilihan dari elite yang memerintah. Argumentasi pokok dari teori elite ini adalah bukan rakyat yang
menentukan kebijaksanaan (atau kebijakan) publik melalui tuntutan-tuntutan dan tindakan
mereka, tetapi elite yang memerintah dan dilaksanakan pejabat-pejabat dan badan-badan
pemerintah.

 Pemerintahan Daerah Kota Surabaya telah menerbitkan bentuk kebijakan publik tentang pendidikan
agama Madrasah Ibtidaiyah, dengan bentuk formulasi antara lain; (1). Pemberian Bantuan Dana
Madrasah Ibtidaiyah ; (2). Pemberian Bantuan Guru Honorer Madrasah Ibtidaiyah; (3). Pemberian
Bantuan Pembangunan Gedung Madrasah Ibtidaiyah; Semua kebijakan ini dalam operasionalnya
berlandaskan pada dua hal utama, yakni;
 Peraturan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, dan minim sekali yang berlandaskan Peraturan Daerah
atau Peraturan Wali Kota Surabaya. Walaupun ada, itu hanya menyangkut Madrasah Ibtidaiyah
Negeri.
 Penanganan operasional kebijakan publik tersebut tidak melibatkan struktur pelaksana yang jelas,
bahkan tidak ada bentuk berita acara.
 Namun demikian, implementasi kebijakan publik dalam bentuk variatif yang melibatkan Madrasah
Ibtidaiyah di Kota Surabaya, dipengaruhi oleh beberapa faktor hal:
 Diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Nomor 903/3172/SJ, tertanggal 21 September
2005.
2005. Surat Edaran ini, disamping menimbulkan polemik, juga melahirkan ketakutan tersendiri.
Sehingga Madrasah Ibtidaiayah menjadi korban bentuk diskriminasi ini, sekaligus dijadikan argumen
untuk tidak memberikan bantu kepada Madrasah Ibtidaiyah. Memang kenyataan saat ini, Surat
Edaran tersebut sudah direvisi, tertanggal Pebruari 2006.
 Pendekatan Informal Madrasah Ibtidaiyah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Surabaya.
Surabaya.
Pendekatan ini tidak dapat dipandang sebelah mata, karena pola ini menjadi “trend titip proyek”
yang akan di gulirkan dari pihak legislator kepada kepada eksekutif.
 Hal itu senada dengan teori transaksi (exchange
(exchange theory),
theory), diillustrasikan titik temu antara sisi
permintaan dan sisi penawaran pada penentuan kebijakan. Dalam sisi permintaan (demand-side
(demand-side))
pembuat kebijakan memerlukan rekognisi dari konstituennya, terpilih kembali, dukungan maupun
sumbangan dana kampanye. Dari sisi penawaran (supply-side
), kelompok-kelompok kepentingan,
(supply-side),
memberikan akses dan kontribusi dana kampanye demi memperoleh kebijakan yang
menguntungkan, akses terhadap sumberdaya maupun proteksi bisnis. Kekuatan posisi tawar
(bargaining power)
power) legislatif terhadap eksekutif maupun kelompok kepentingan sangat menentukan
hasil akhir dari suatu kebijakan.
 Proses pembuatan kebijakan dan perundangan menjadi political game antar elit politik dan
ekonomi dengan meminggirkan kepentingan publik. Pertemuan antar dua kepentingan ini
membidani kebijakan yang buruk. Politisi dilihat sebagai entitas yang sedapat mungkin
memperbesar dukungan dan suara (votemaximizing) agar terpilih. Hubungan politico-business yang
saling menguntungkan dan koruptif. Produk kebijakan hanya berorientasi kepada kepentingan krom
untuk menguasai sumberdaya ekonomi belaka. Caranya, kekuasaan digunakan untuk
mengembangkan bisnis kroni dan menguasai aset ekonomi. Sedangkan keuntungan dari ekonomi
digunakan untuk memperbesar kekuasaan politik. Dengan demikian, korupsi merupakan bentuk
khusus dari pengaruh politik yang dilakukan untuk menopang keberlangsungan suatu rezim politik.

Keterlibatan Kontrol Publik;







Gerakan sosial ini menjadi kekuatan penekan untuk menagih hak-hak dasar, pembenan akses
terhadap sumberdaya, sekaligus sebagai kontrol terhadap penyelenggaraan negara.
Pertama;
Pertama; Kontrol ini untuk menjaga dana-dana publik baik dalam pembuatan maupun
implementasi kebijakan tidak diselewengkan. Kedua;
Kedua; menciptakan transparansi dalam
penentuan kebijakan dan penggunaan anggaran. Selain itu, mekanisme ini juga efektif untuk
menghindari praktek dagang sapi, yang cenderung koruptif.
Dengan eksisnya kesadaran masyarakat akan tercipta kontrol publik yang kuat dan terus
menerus sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya penyelewengan kekuasaan. Namun
demikian, dalam proses lebih lanjut operasional kebijakan publik Pemerintahan Kota Suarabaya
dan Kota Malang tidak berada pada eksistensi kebijakan transparan. Karena memang dalam
siklus penerbitan kebijakan publik tidak memberi ruang kontrol publik.
Akibatnya implementasi kebijakan menjadi hal yang samar untuk dipahami publik. Sebagai hal
samar, maka tidaklah mungkin melakukan kontrol publik atas kebijakan tersebut. Sederhananya
setiap kebijakan publik Pemerintahan Daerah Kota Surabaya dan Kota Malang tidak ada kontrol
terhadap beberapa hal, antara lain;





Kontrol penyerapan aspirasi Madrasah Ibtidaiyah dalam pengelolaan
kebijakan publik Pemerintahan Daerah
Kontrol perumusan produk kebijakan publik Pemerintahan Daerah pada
tingkat kebutuhan Madrasah Ibtidaiayah
Kontrol implementasi kebijakan Pemerintahan Daerah di tengah
penyelenggaraan kebijakan di Madarasah Ibtidaiyah
Kontrol dampak kebijakan Pemerintahan Daerah di tingkat efektifitas
pemberdayaan Madrasah Ibtidaiyah

 DAMPAK KEBIJAKAN
Berdasarkan di atas, maka dampak kebijakan publik Pemerintahan Daerah Kota Surabaya dan Kota Malang,
dapat didiskripsikan sebagai berikut;
 Aspek Policy Output
 Program-program operasional kebijakan publik Pemerintahan Kota Surabaya, berupa (1). Pemberian
Bantuan Dana Madrasah Ibtidaiyah ; (2). Pemberian Bantuan Guru Honorer Madrasah Ibtidaiyah; (3).
Pemberian Bantuan Pembangunan Gedung Madrasah Ibtidaiyah; dan Pemerintahan Kota Malang,
berupa (1). Pemberian Bantuan Dana Madrasah Ibtidaiyah ; (2). Pemberian Bantuan Studi Lanjutan
Guru Madrasah Ibtidaiyah; (3). Pemberian Bantuan Pembangunan Gedung Madrasah Ibtidaiyah;
(4). Pemberian Bantuan Sarana dan Prasarana Pengajaran Madrasah Ibtidaiyah;
Ibtidaiyah; masih merupakan
bentuk program yang sangat dibutuhkan oleh Madrasah Ibtidaiyah
 Program-program tersebut harus sudah mulai dilakukan pemetaan sesuai dengan kebutuhan
Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga tidak terjadi lagi model bantuan yang tidak efektif dalam upaya
meningkatkan Pemberdayaan Madrasah Ibtidaiyah dan atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang
bergerak aktual. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah harus melakukan studi kelayakan terlebih
dahulu dalam setiap menentukan kebijakan publik. Sehingga standarisasi efektifitas program dapat
terukur dengan jelas.
 Program-program tersebut harus sudah mulai didekatkan dengan informasi masyarakat. Sehingga
dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemerintahan Daerah dan Madrasah Ibtidaiyah dalam
akuntabilitas dan kontrol publik.

 Aspek Policy Out Come






Respon Madrasah Ibtidaiyah terhadap kebijakan publik tersebut mengindikasikan sebagai bentuk kepedulian, sekaligus
kebutuhan. Namun demikian hal itu, belum mampu memberikan jawaban terhadap posisi Madrasah yang memiliki
tingkat ketergantungan, baik aspek dana maupun proses pengembangannya.
Respon Madrasah Ibtidaiyah terhadap kebijakan publik tersebut mengindikasikan adanya perlakukan diskriminatif,
antara sesama lembaga pendidikan dasar. Yakni bentuk perlakuan beda antara posisi Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah
dasar di depan kebijakan Pemerintahan Daerah.
Respon Madrasah Ibtidaiyah terhadap kebijakan publik tersebut mengindikasi adanya tingkat kerumitan tersendiri dalam
proses penyelesaian birokrasinya.

KESIMPULAN






Produk kebijakan Publik Pemerintahan Kota Surabaya dan Kota Malang di Bidang pendidikan agama
Madrasah Ibtidaiyah tidak berinteraksi dengan pelibatan aspirasi dan partsipasi kebutuhan Madrasah
Ibtidaiyah dalam perumusan kebijakan publik dan masih menimbulkan perlakuan diskriminatif antara
posisi Madrasah Ibtidaiyah dengan Sekolah Dasar. Namun demikian dalam kebijakan telah ditemukan
bebera model formulasi kebijakan berupa; (1). Pemberian Bantuan Dana Madrasah Ibtidaiyah; (2).
Pemberian Bantuan Studi Lanjutan Guru Madrasah Ibtidaiyah; (3). Pemberian Bantuan Pembangunan
Gedung Madrasah Ibtidaiyah; (4). Pemberian Bantuan Sarana dan Prasarana Pengajaran Madrasah
Ibtidaiyah, sebagai bentuk tawaran program Pemerintahan Daerah Kota Malang. Sedangkan
Pemerintahan Daerah Kota Surabaya menawarkan formulasi kebijkaan berupa; (1). Pemberian Bantuan
Dana Madrasah Ibtidaiyah; (2). Pemberian Bantuan Guru Honorer Madrasah Ibtidaiyah; (3). Pemberian
Bantuan Pembangunan Gedung Madrasah Ibtidaiyah.
Implementasi operasional kebijakan publik Pemerintahan Kota Malang di bidang pendidikan agama
Madrasah Ibtidaiyah dihadirkan melalui landasan Peraturan Daerah, Peraturan Wali Kota dan Peraturan
Dinas Pendidikan Kota Malang. Disamping itu, telah dirancang Tim Pelaksana Teknik sebagai bagian
struktur pelaksana program. Berbeda dengan implementasi kebijakan publik Pemerintahan Daerah
Kota Surabaya di bidang pendidikan agama Madrasah Ibtidaiyah, yang hanya berlandaskan pada
Peraturan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Namun demikian, baik Pemerintahan Daerah Kota Malang
maupun Pemerintahan Daerah Kota Surabaya, dalam pelaksanaan program tidak memberikan ruang
kontrol publik sebagai bagian integral dalam kebijakan publik. Sehingga kebijakan publik tersebut
beralih keareal yang samar sebagai milik publik, dan atau masih dalam kategori kebijakan yang tidak
transparan sebagai kebijakan publik.
Sementara dampak kebijakan publik Pemerinhan Daerah Kota Surabaya dan Kota pada aspek policy
output menegaskan sebagai bentuk program yang sangat dibutuhkan oleh Madrasah Ibtidaiyah.
Namun lebih lanjut sangat membutuhkan pemetaan kebutuhan dasar Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga
dibutuhkan studi kelayakan dan kedekatan dengan ruang publik sejak awal, utamanya kebutuhan
Madrasah Ibtidaiyah dan akuntabilitas publik. Sementara pada aspek policy out come, kebijakan
tersebut mendapat respon sebagai bentuk kepedulian. Namun juga semakin mendekatkan kenyataan
diskriminasi perlakuan kebijakan. Ditambah pula munculnya tingkat kerumitan di sektor birokrasi sebagai
pelaksana tehnik kebijakan publik.