PILKADA LANGSUNG DI ACEH, DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

PILKADA LANGSUNG DI ACEH,
DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN
Oleh:

REFLY HARUN
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul

ABSTRAK

Disahkannya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah telah mencuatkan polemik di Nanggroe Aceh
Darussalam yang berkisar pada aturan mengenai Pemilihan Kepala
Daerah. Instrumen pilkada yang termuat dalam Undang – Undang
Pemda sebenarnya juga termuat dalam Undang – Undang Nomor 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kedua undangundang tersebut dalam beberapa hal mengatur materi yang sedikit
banyak berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut misalnya tampak mulai
dari masalah penyelenggara pemilu, waktu dimulainya pilkada, hingga
soal calon independen. Dualisme tersebut harus dituntaskan karena jika

tidak akan menimbulkan masalah.
Key Words: Pilkadal, Sengketa Tiga Aturan, Otonomi Khusus, Aceh

dalam beberapa hal mengatur materi

PENDAHULUAN
Disahkannya UU Nomor 32
Tahun

2004

tentang

Pemerintahan

yang sedikit banyak berbeda. Perbedaanperbedaan tersebut misalnya tampak

Daerah (selanjutnya “UU Pemda”) telah

mulai


mencuatkan polemik di Nanggroe Aceh

pemilu,

Darussalam (NAD) yang berkisar pada

hingga soal calon independen. Wakil

aturan

Ketua

mengenai

pemilihan

kepala

dari


masalah

waktu

KPU

penyelenggara

dimulainya

Ramlan

pilkada,

Surbakti

daerah (pilkada). Instrumen pilkada

berpendapat dualisme tersebut harus


yang

dituntaskan karena jika tidak akan

termuat

dalam

UU

Pemda

sebenarnya juga termuat dalam UU

menimbulkan masalah.
Soal penyelenggara pemilu, UU

Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa


Pemda

menyatakan

Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

nyelenggara pemilihan kepada daerah

Darussalam (Selanjutnya “UU Otsus

secara

NAD”). Kedua undang-undang tersebut

Komisi

langsung
Pemilihan


Lex Jurnalica/ Vol. 3 /No. 1 /April 2005

bahwa

pe-

(pilkadal)

adalah

Umum

Daerah

1

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

(KPUD). UU Pemda menyatakan KPUD


anggota KPUD NAD yang berjumlah

yang dimaksud adalah KPU Provinsi,

lima orang semuanya menjadi anggota

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

KIP. Dengan demikian, KIP akan terdiri

dalam UU Pemilu (UU Nomor 12 Tahun

dari lima anggota yang berasal dari

2003). Sementara UU Otsus Aceh

KPUD dan empat orang berasal dari

menyatakan


unsur independen yang dipilih DPRD

bahwa

penyelenggara

pilkadal adalah Komisi Independen

Aceh.

Pemilihan (KIP) yang dibentuk oleh

Sebagian

masyarakat

Aceh

DPRD Provinsi NAD. KIP terdiri atas


memaknai dominasi KPUD dalam KIP

sembilan

satu

itu sebagai upaya untuk „melestarikan‟

anggotanya berasal dari unsur KPU

dominasi pusat atas daerah mengingat

(pusat), selebihnya berasal dari unsur

para anggota KPUD dipilih oleh KPU.

masyarakat yang independen.

Hal ini, dalam pandangan mereka, tidak


anggota

yang

salah

Sebagai tindak lanjut dari UU

sejalan

dengan

semangat

mengatur

Otsus NAD, DPRD Aceh sesungguhnya

rumah tangga sendiri melalui payung


sudah memilih delapan orang anggota

UU

KIP melalui Keputusan DPRD Provinsi

penyelenggaraan pilkada.

Otsus

NAD Nomor 6/DPRD/2004 tentang

NAD,

termasuk

dalam

Hal lain yang juga perlu disoroti

Penetapan Nama Anggota KIP Provinsi

adalah

NAD Periode 2004-2009. Satu anggota

nyelenggaraan pilkada. UU Pemda yang

lagi diharapkan berasal dari unsur KPU.

baru menyatakan bahwa pilkadal akan

Persoalan muncul karena UU Pemda

dimulai pada Juni 2005 bagi kepala

ternyata juga ikut mengatur mengenai

daerah yang berakhir masa jabatannya

keanggotaan KIP. Pasal 226 ayat (3)

pada 2004 sampai dengan Juni 2005.

huruf d UU Pemda menyatakan bahwa

Kompas mencatat, pada Juni 2005

anggota KIP dari unsur KPU diisi oleh

tersebut setidaknya ada 176 kepala

Ketua dan anggota KPUD Provinsi

daerah

NAD.

mementahkan

langsung di seluruh Indonesia, baik

pemilihan delapan orang anggota KIP

untuk jabatan gubernur maupun bupati/

yang sudah dilakukan DPRD NAD

walikota.

Aturan

ini

mengenai

yang

akan

waktu

dipilih

pe-

secara

karena makna ketua dan anggota dalam

UU Otsus Aceh mengatur hal

Pasal 226 ayat (3) huruf d itu berarti

berbeda, bahwa pilkadal baru akan

lebih dari satu. Bahkan, tidak sedikit

dilakukan paling cepat lima tahun

pula yang mengartikan bahwa semua

setelah UU Otsus NAD diundangkan,

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

2

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

yaitu pada Agustus 2006 mengingat UU

adalah soal calon independen. UU

Otsus

9

Pemda secara tegas menutup pintu bagi

untuk

calon independen (calon nonparpol).

kepada

Hanya parpol atau gabungan parpol

masyarakat

yang berhak mengajukan calon kepala

mempersiapkan perangkat penyeleng-

daerah. UU Otsus Aceh tidak secara

garaan pilkadal, kondisi yang kondusif,

tegas apakah melarang atau tidak calon

dan sosialisasinya. Namun, UU Pemda

independen. Namun, Qanun Nomor 2

rupanya mengatur pula khusus mengenai

Tahun

penyelenggaraan pilkadal di Aceh, yaitu

Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan

kepada daerah yang berakhir jabatannya

Walikota/Wakil Walikota di Provinsi

sampai dengan April 2005 diselenggara-

NAD (selanjutnya “Qanun Pilkada”)

kan pemilihan secara langsung paling

secara

lambat pada Mei 2005. Ahmad Farhan

membolehkan hadirnya calon nonparpol

Hamid, anggota DPR dari Fraksi Partai

asal memenuhi syarat-syarat tertentu.

NAD

Agustus

diundangkan

2001.

memberikan

pada

Alasannya

kesempatan

pemerintah

dan

Amanat Nasional yang berasal dari
Aceh,

menyatakan

pasal

tersebut

2004

tentang

tegas

Pemilihan

mengadopsi

atau

Qanun adalah derivasi yuridis
dari ketentuan UU Otsus yang otoritas

merupakan penyempurnaan dari aturan

pembuatannya

yang sama yang terdapat dalam UU

pemerintahan daerah NAD. Khusus

Otsus Aceh.

untuk pilkadal, basis yuridis pembuatan

Dengan
ketentuan
pilkadal

UU
dapat

berlandaskan
Pemda,

berada

di

tangan

pada

Qanun adalah ketentuan Pasal 14 ayat

pelaksanaan

(4) yang menyatakan bahwa hal-hal lain

mendahului

daerah-

mengenai pemilihan kepala daerah yang

daerah lain di Indonesia yang paling

belum diatur dalam UU Otsus NAD

cepat baru melaksanakannya pada Juni

dapat diatur lebih lanjut dalam Qanun

2005. Pilkadal di Aceh dengan demikian

NAD. Soal calon independen rupanya

tidak perlu dilaksanakan paling cepat

termasuk hal-hal lain yang belum diatur

pada 2006. Berbeda dengan ketentuan

sehingga

mengenai keanggotaan KIP, percepatan

mengatur hal tersebut.

Qanun

Pilkada

kemudian

pilkadal dalam UU Pemda ini rupanya
disambut baik bagi sebagian komponen
masyarakat Aceh.
Perbedaan

Keluar dari Problem Yuridis
Pertanyaan

mencolok

krusialnya,

dari

lainnya

mana keluar dari dualisme peraturan

antara UU Pemda dan UU Otsus Aceh

tentang pilkadal di Aceh tersebut?

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

3

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut,

NAD. Azas hukum yang lebih tepat

penulis

adalah

terlebih

dulu

ingin

lex

specialis

derogat

lex

mengemukakan pendapat-pendapat yang

generalis, yaitu hukum yang mengatur

pernah mengemuka sehubungan dengan

materi

adanya
Konstitusi

khusus

lebih

didahulukan

dualisme

tersebut.

Hakim

ketimbang yang mengatur materi yang

Prof.

Mukhtie

Fadjar

umum. Baik UU Pemda maupun UU

mengemukakan

bahwa

pilkadal

UU

dalam

instrumen
Otsus

harus

Otsus

Aceh

pemerintahan

mengatur

materi

daerah, tidak sekadar

disesuaikan dengan ketentuan sejenis di

pilkadal. Hanya, UU Otsus khusus

UU Pemda. Kalau tidak disesuaikan, hal

mengatur pemerintahan daerah di Aceh,

itu

menimbulkan

tidak di daerah lain. Karena itu, ia

kerawanan. Satya Arinanto berpendapat

menjadi lex specialis dari aturan tentang

bahwa untuk menghilangkan dualisme

pemerintahan daerah di UU Pemda yang

aturan tentang pilakda di Aceh maka

dapat dikatakan sebagai lex generalis.

aturan

Aturan tentang pilkadal di UU Otsus

menurutnya

akan

tentang

pilkada

perlu

menyesuaikan diri dengan ketentuan

NAD

yang baru yaitu UU Pemda. Baik

menjadi lex specialis dari aturan sejenis

Mukthie Fadjar maupun Satya Arinanto

di UU Pemda. Lain ceritanya bila yang

lebih mengutamakan UU Pemda sebagai

ditetapkan DPR pada 29 September

instrumen pilkadal di Aceh.

2004 khusus UU tentang Pilkadal maka

Dalam ilmu hukum dikenal azas
lex posteriori derogat lex priori, yaitu

dengan

sendirinya

kemudian

secara teoretis ia dapat menjadi lex
specialis dari UU Otsus.

hukum yang ditetapkan atau berlaku

Bila UU Otsus yang dijadikan

kemudian mengenyampingkan hukum

acuan

yang ditetapkan atau berlaku terdahulu.

perbedaan yang telah dikemukan di atas,

Dalam hal ini, karena UU Pemda

yang

ditetapkan kemudian maka ia harus

pilkadal,

didahulukan. Begitulah tentunya jalan

pilkadal, dan calon independen sepenuh-

pemikiran

penuhnya harus mengacu kepada UU

mereka

yang

lebih

maka

terhadap

menyangkut
waktu

tiga

contoh

penyelenggara
penyelenggaraan

mengutamakan UU Pemda dalam hal

Otsus

pilkadal di Aceh.

personalia KIP harus dikembalikan pada

Penulis

berpendapat

NAD.

Ketentuan

mengenai

azas

komposisi yang disebut dalam UU Otsus

tersebut tidak tepat diterapkan untuk

NAD, yaitu terdiri dari satu orang

kasus UU Pemda versus UU Otsus

anggota KPU dan delapan orang unsur

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

4

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

masyarakat sehingga semuanya tetap

ayat (3) huruf a UU Pemda bahwa

berjumlah sembilan orang. Demikian

pilkadal dapat dilakukan pada Mei 2006.

pula mengenai waktu penyelenggaraan

Seandainya ketentuan Pemda

pilkadal di Aceh, paling lambat hal

yang lebih didahulukan, hal tersebut

tersebut baru bisa dilaksanakan pada

jelas tidak taat azas karena dalam hal

Agustus 2006. Seandainya komponen

keanggotaan KIP komponen masyarakat

society di Aceh tidak puas dengan

Aceh lebih mendahulukan UU Otsus

aturan itu maka yang bisa diupayakan

NAD. Secara teoretis, berdasarkan azas

adalah

hukum

memintakan

terhadap

UU

revisi

Otsus

terbatas

NAD

lex

specialis

derogat

lex

khusus

specialis, ketentuan UU Otsus NAD-lah

mengenai materi waktu penyelenggaraan

yang harus diutamakan. UU Pemda

pilkadal agar dapat dipercepat sebelum

sendiri secara tegas menyatakan bahwa

Agustus 2006.

ketentuan dalam UU Pemda hanya

Menteri

Dalam

Negeri

M.

berlaku bagi NAD sepanjang tidak

Ma‟ruf

sendiri

pernah

menyatakan

diatur secara khusus dalam undang-

bahwa

ketentuan

yang

melandasi

undang

pilkada

di

akan

dievaluasi.

sebagian ketentuan UU Pemda dengan

Evaluasi tentu diharapkan tidak untuk

mengenyampingkan UU Otsus NAD

menarik

dikhawatirkan

NAD

kembali

penguasaan

bola

tersendiri.

akan

Mengutamakan

menjadi

pintu

pilkada di NAD, melainkan sekadar

masuk (entry point) bagi pusat untuk

menyesuaikan

mengenyampingkan

beberapa

hal

yang

seluruh

aturan

memang perlu disesuaikan. Yang paling

dalam UU Otsus NAD khusus mengenai

krusial di antaranya adalah percepatan

materi tentang pilkada.

pilkadal di NAD agar bisa dilakukan
sebelum
komponen

Agustus

2006.

masyarakat

Beberapa

dengan

calon

independen? Masalah ini sedikit pelik

yang

karena ketentuan tentang ini hanya

bertemu dalam diskusi terbatas di

terdapat di Qanun, sedangkan UU Otsus

Jakarta,

2004,

NAD tidak tegas menyebut boleh-

mengkhawatirkan revisi terbatas bakal

tidaknya calon independen. Penjelasan

tidak

akan

UU Otsus NAD menyatakan bahwa

penyelenggaraan

Qanun adalah nama lain dari peraturan

pilkadal di Bumi Rencong. Secara

daerah. Berdasarkan hierarki perundang-

fragmatis ada yang mengusulkan agar

undangan yang terdapat dalam UU

menggunakan saja ketentuan Pasal 226

Nomor

10

terkawal

meresentralisasi

Aceh

Bagaimana

November

dan

hanya

10

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

Tahun

2004

tentang
5

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

Pembentukan

Perundang-

Pilkada jelas tidak bisa bertentangan

undangan (UU PPP) posisi perda berada

dengan UU Otsus NAD, tetapi ia tidak

di

Secara

tunduk pada UU Pemda. Tetap dengan

teoretis, Qanun yang merupakan nama

pendekaan azas hukum lex specialis

perda di Aceh tidak boleh bertentangan

derogat

dengan

artinya

berpendapat bahwa UU Otsus dan

yang

Qanunlah yang harus didahulukan, baru

terdapat dalam Qanun menjadi batal

kemudian UU Pemda dalam hal UU

karena bertentangan dengan UU Pemda

Otsus dan Qanun tidak mengaturnya.

yang merupakan lex generalis dari UU

UU Otsus NAD dan Qanun Pilkada

Otsus NAD karena UU Pemda hanya

harus dibaca sebagai satu rangkaian

mengakui calon yang diajukan parpol

yang tak terpisahkan. Prinsipnya, Qanun

atau gabungan parpol. Dalam hal UU

yang merupakan derivasi dari UU Otsus

Otsus NAD tidak mengatur secara

NAD tidak boleh bertentangan dengan

spesifik hal-hal tertentu maka aturan

UU

selanjutnya didasarkan pada UU Pemda.

menyimpangi

bawah

Peraturan

undang-undang.

undang-undang.

pengaturan

calon

Itu

independen

lex

Otsus

penulis

generalis,

itu,

namun

UU

ia

Pemda.

boleh
Dalam

Dalam ilmu hukum dikenal pula

penjelasan UU Otsus NAD disebutkan

azas hukum lex superior derogat lex

bahwa Qanun Provinsi NAD adalah

inferior,

Perda

hukum

yang

lebih

tinggi

NAD

yang

dapat

tingkatannya mengalahkan hukum yang

mengenyampingkan

lebih rendah tingkatannya. Hans Kelsen

perundang-undangan yang lain dengan

menyatakan bahwa dalam satu kesatuan

mengikuti azas lex specialis derogat lex

tata hukum, pembentukan norma yang

generalis,

lebih rendah ditentukan oleh norma yang

bahwa

lebih tinggi, dan rangkaian proses

berwenang

pembentukan hukum itu diakhiri oleh

terhadap Qanun tersebut.

norma dasar tertinggi. Dengan kata lain,

Khusus

kendati

peraturan

juga

Mahkamah

Agung

melakukan

untuk

disebutkan

uji

(MA)
materiil

pilkada,

UU

Qanun sebagai norma yang lebih rendah

Otsus NAD menyebutkan bahwa hal-hal

pembentukannya harus didasarkan pada

lain mengenai pemilihan kepala daerah

norma yang lebih tinggi, termasuk UU

yang belum diatur dalam UU Otsus

Pemda.

dapat diatur lebih lanjut dalam Qanun
Penulis berpendapat bahwa lex

Provinsi NAD. Itu artinya sah-sah saja

superior Qanun adalah UU Otsus NAD,

bila Qanun mengatur mengenai calon

tidak termasuk UU Pemda. Qanun

independen mengingat UU Otsus tidak

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

6

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

secara tegas mengatur mengenai hal

mengatur

tersebut. Sebagai derivasi dari UU

independen digugat habis-habisan oleh

Otsus, Qanun harus mengatur lebih jelas

pemerintah pusat, dan bukan tidak

ketentuan yang masih remang-remang

tertutup kemungkinan materi tersebut

dalam UU Otsus. Sepanjang Qanun

digugurkan

oleh

mengatur

mekanisme

pengujian

sesuatu

bertentangan

hal

dengan

yang
UU

tidak

mengenai

calon-calon

MA

melalui
peraturan

Otsus,

perundang-undangan di bawah undang-

ketentuan di dalam UU Pemda bisa tidak

undang. Lalu, apa yang dapat dilakukan

diberlakukan dalam masalah pilkada di

masyarakat dan pemerintah Aceh untuk

Aceh.

mempertahankan hak eksklusif untuk
Kesimpulannya, tidak perlu ada

mengatur

penyelenggaraan

pilkadal

kebingungan dalam pelaksanaan pilkada

yang tidak lain merupakan perwujudan

di Aceh dan tidak perlu ada dualisme

kekhususan dari provinsi tersebut? Bila

peraturan.

kekhususan

hal tersebut memang terjadi, penulis

daerah ini maka bisa saja mereka

menyarankan untuk membawa persoalan

mengatur

berbeda

ini ke Mahkamah Konstitusi (MK)

dibandingkan daerah-daerah lain yang

melalui pintu sengketa kewenangan

tidak berstatus otonomi khusus. UUD

lembaga negara.

1945

Mengingat

hal-hal

menyatakan

yang

bahwa

negara

Seperti diketahui, Pasal 24C

mengakui dan menghormati satuan-

Perubahan Ketiga UUD 1945 (2001)

satuan

yang

menyatakan bahwa MK berwenang

bersifat khusus atau bersifat istimewa

mengadili pada tingkat pertama dan

yang diatur dengan undang-undang.

terakhir yang putusannya bersifat final

Legitimasi

untuk

pemerintahan

daerah

pengaturan

atau

(1)

menguji

undang-undang

penyelenggaraan pemerintahan daerah

terhadap Undang-Undang Dasar, (2)

yang bersifat khusus tersebut didasarkan

memutus sengketa kewenangan lembaga

pada

negara yang kewenangannya diberikan

legitimasi

konstitusional.

Masyarakat dan pemerintahan di NAD

oleh

tidak

memutus pembubaran partai politik, dan

perlu

ragu-ragu

mengatur

pilkadanya sendiri.

Undang-Undang

Dasar,

(3)

(4) memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
Dalam

Sengketa Kewenangan
Ada

kemungkinan

kaitannya

dengan

bahwa

sengketa kewenangan lembaga negara

eksistensi Qanun yang antara lain

MK sejauh ini baru menangani satu

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

7

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

permohonan saja, yaitu yang diajukan

Komponen Aceh manakah yang

oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

dapat mengajukan sengketa lembaga

DPD

pengangkatan

negara ke MK? Karena baju hukumnya

Pemeriksa

adalah sengketa lembaga negara maka

memperkarakan

anggota-anggota
Keuangan

Badan

(BPK)

menyertakan

yang

tidak

yang

pertimbangan

DPD.

(kedudukan

memiliki

legal

hukum)

standing

sudah

tentu

Padahal, aturan konstitusional yang baru

lembaga-lembaga negara yang terdapat

menyatakan bahwa anggota BPK dipilih

di Aceh, yaitu DPRD Provinsi NAD

oleh

memperhatikan

dan/atau Gubernur NAD. Selama ini

pertimbangan DPD dan diresmikan oleh

memang ada pro dan kontra di kalangan

Presiden. Pada saat pemilihan anggota

ahli hukum mengenai apakah sengketa

BPK yang baru DPD memang belum

antara

eksis. Masalah timbul karena keputusan

pemerintah pusat bisa dibawa ke MK.

presiden tentang pengangkatan anggota-

UU

anggota BPK tersebut dikeluarkan pada

menyebutkan secara eksplisit mengenai

19 Oktober 2004 ketika anggota-anggota

lembaga-lembaga

DPD periode 2004-2009 sudah dilantik

berwenang

dan sudah bekerja. Dengan tiga hakim

lembaga negara ke MK. Hal tersebut

menyampaikan

opinion,

tampaknya diserahkan sendiri kepada

permohonan DPD tersebut akhirnya

MK untuk menilainya dalam hal ada

ditolak.

permohonan dari pemerintah daerah.

DPR

dengan

MK

dissenting

berpendapat

proses

pemerintah

MK

sendiri

daerah

dan

sayangnya

negara

mengajukan

tidak

yang
sengketa

pegangkatan anggota BPK sah adanya

Kesempatan inilah yang bisa

tanpa pertimbangan DPD karena pada

dimanfaatkan pemerintahan daerah di

saat proses itu dilakukan lembaga itu

Aceh seandainya ingin mengukuhkan

belum

basis

terbentuk.

Penggunaan

UU

legal-konstitusional

mereka,

Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK yang

apakah NAD berhak mengatur sendiri

belum mengacu pada UUD 1945 hasil

pilkadal mereka. Langkah mengajukan

amandemen dianggap sah karena Pasal 1

sengketa kewenangan ini akan menjadi

Aturan Peralihan Perubahan Keempat

alternatif

UUD 1945 menyatakan bahwa segala

mengenyampingkan UU Pemda dan

peraturan perundang-undangan yang ada

mengutamakan UU Otsus dan Qanun

masih tetap berlaku selama belum

kembali

diadakan yang baru menurut UUD 1945

Seandainya MK memutuskan bahwa

hasil amandemen.

pemerintahan daerah di Aceh berhak
Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

seandainya

mendapatkan

langkah

ganjalan.

8

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

menyelenggarakan

sendiri

Pemerintahan Daerah dengan

pilkadal

menurut mekanisme yang mereka buat

RUU

Pemerintah

(Substansi

berdasarkan UU Otsus NAD dan Qanun,

Pilkada dan Implikasinya serta

hal itu akan menjadi basis konstitusional

Hal-hal

Strategis),

yang kuat karena putusan MK bernilai

diproses

oleh

konstitusi.

Hukum & Kebijakan Indonesia,

naskah

Pusat

Studi

www.parlemen.net.
DAFTAR PUSTAKA
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni
Centre

for

Electoral

Dasar-dasar

Reform.

Ilmu

Hukum

Permasalahan Pemilihan Kepala

Normatif sebagai Ilmu Hukum

Daerah

Aceh

Empirik-Deskriptif, alih bahasa

Darussalam Berdasarkan UU

Drs. Somardi, Rimdi Press:

Nomor 32 Tahun 2004, UU

Bandung, 1995.

di

Nanggroe

Nomor 18 Tahun 2001, dan
Qanun Nomor 2 Tahun 2004

Kompas. “RUU Pemerintah Daerah
Disetujui DPR Sebanyak 176

tentang Pemilu Langsung.

Daerah Segera Lakukan Pilkada
Langsung“, 30 September 2004.

Dewan Perwakilan Daerah Provinsi
Nanggroe

Aceh

Darussalam.

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh

______. “Dualisme Mekanisme Pilkada
di NAD“, 29 Oktober 2004.

Darussalam Nomor 2 Tahun
2004

tentang

Pemilihan

Gubernur/Wakil
Bupati/Wakil

Gubernur,
Bupati,

Walikota/Wakil
Pronvinsi

dan

Walikota

Nanggroe

di

______.

“Optimisme

Vs

Dualisme

Pilkada Langsung di NAD“, 5
November 2004.

Aceh
Koran Tempo. “Mendagri Janji Evaluasi

Darussalam.

Aturan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Persandingan Muatan

Pemilihan

Kepada

Daerah di Aceh“, 1 November
2004.

Materi RUU DPR RI tentang
Perubahan Atas UU Nomor 22
Tahun

1999

tentang

Mahkamah

Konstitusi

Indonesia.

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

Republik

Undang-Undang
9

Refly Harun - Pilkada Langsung Di Aceh, Di Antara Sengketa Tiga Aturan

Dasar

Negara

Indonesia

Tahun

Republik
1945

Undang-Undang

untuk Jurnal Ilmu Pemerintahan,

dan

November 2004.

Republik
Republika, “Diskriminatif, Larang Calon

Indonesia Nomor 24 Tahun
2003

tentang

Independen“, 27 Agustus 2004.

Mahkamah

Konstitusi.
Republik
Media Indonesia. “Pilkada Aceh Buka
Peluang

bagi

Indonesia.

Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Calon

Pemerintahan Daerah.

Independen“, 9 November 2004.
________________.
_____________.

“UU

Undang-undang

Pemda

Nomor 18 Tahun 2001 tentang

Bertentangan dengan UU Otsus

Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Aceh“, 29 Oktober 2004.

Daerah Istimewa Aceh Sebagai
Provinsi

Refly Harun (Refliani H.Z.). “Maju

Nanggroe

Aceh

Darussalam.

Mundur Otonomi Daerah dan
________________.

Urgensi Pemilihan Langsung

Undang-undang

Kepala Daerah“ dalam Indra J.

Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Piliang et. al., Otonomi Daerah

Pembentukan

Evaluasi dan Proyeksi, Divisi

Perundang-undangan.

Kajian
Yayasan

Demokrasi
Harkat

Peraturan

Lokal
www.parlemen.net. Naskah Rancangan

Bangsa,

Undang-undang

November 2003.

Pemerintahan

Daerah.
__________ Pemilihan Kepala Daerah
dan Amendemen Kelima, Koran
Tempo, 13 Oktober 2004.
__________ “Pilkadal: Rezim Pemilu
Vs Rezim Pemda dan Tujuh
Langkah Perbaikan“, draf artikel
***

Lex Jurnalica/ Vol 3 /No. 1 /April. 2005

10