KONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK MEWUJUDKA

TUGAS MK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR TERPADU
KONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK
MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERKELANJUTAN

KHABIBI NURROFI’ PRATAMA
A155140071

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan hakekatnya adalah suatu perubahan yang terjadi akibat tindakan
manusia untuk menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya (Lorenzo
2011). Dalam dimensi DAS, pembangunan merupakan segala kegiatan yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan segala
SDA (Sumberdaya Alam) yang terdapat dalam suatu DAS. DAS (Daerah Aliran
Sungai) merupakan suatu hamparan lahan yang dibatasi punggung gunung, bukit atau
batas topografi pemisah aliran lainnya yang menangkap curah hujan kemudian

menyimpan dan mengalirkannya melalui saluran-saluran pengaliran ke satu titik
patusan (outlet) berupa muara sungai di laut ataupun di danau (Hendrayanto 2013).
Dalam hal ini, DAS dipandang sebagai suatu ekosistem yang terdiri atas komponen
biotik dan abiotik. Artinya, dalam pengelolaannya, DAS harus dipandang secara
holistik dengan mengidentifikasi berbagai komponen yang saling berinteraksi di
dalamnya serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir DAS (Asdak 2007).
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal
balik antara SDA (sumberdaya alam) dengan manusia dan segala aktivitasnya di
dalam DAS agar terwujud keseimbangan ekosistem sehingga manfaat dari DAS dapat
dirasakan manusia secara berkelanjutan (Presiden RI 2012). Dalam kaitannya dengan
pembangunan, pengelolaan DAS perlu mencermati bahwa pembangunan DAS
merupakan sebuah sistem multi dimensi yang sangat komplek dimana apabila
dilakukan pada salah satu komponennya akan berdampak pada komponen lain,
bahkan akan menimbulkan konflik. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Shalizi Z
et al. (2003) dimana pembangunan di bidang ekonomi dan sosial sering dihadapkan
pada permasalahan tentang kerusakan lingkungan. Salah satu persoalan lingkungan
terkait pembangunan dan pengelolaan DAS adalah terjadinya degradasi lahan.
Degradasi lahan merupakan berkurangnya kemampuan lahan untuk mendukung
segala aktivitas manusia didalamnya (Earthscan 2007). Aktivitas manusia yang
dimaksud adalah segala kegiatan yang terkait dengan pembangunan, terutama dalam

kegiatan bercocok tanam (pertanian). Ketika lahan terdegradasi maka manfaat dari
sumberdaya lahan yang diterima oleh manusia juga akan berkurang sehingga
menghambat pembangunan. Degradasi lahan juga berarti degradasi DAS, mengingat
DAS merupakan suatu bentang lahan. Earthscan (2007) menyebutkan bahwa akar
penyebab terjadinya degradasi lahan adalah pengelolaan lahan yang buruk yang
umumnya berupa kesalahan penggunaan lahan (misuse) dan pemanfaatan sumberdaya
lahan secara berlebihan (overuse). Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaikinya yaitu dengan menerapkan tindakan konvervasi tanah dan air dalam
pengelolaan lahan.
Konservasi tanah merupakan segala upaya untuk menjaga tanah untuk tidak
terdispersi, mengatur kecepatan dan volume aliran permukaan agar tidak terjadi
pengangkutan tanah (Arsyad 2010). Konservasi tanah berhubungan erat dengan
konservasi air karena setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan
mempengaruhi tata air di tempat itu. Arsyad (2010) mendefinisikan konservasi air

sebagai penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan
pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak pada musim
hujan dan cukup air pada waktu musim kemarau. Oleh sebab itu, konservasi tanah
dan konservasi air merupakan upaya konservasi yang sinergis dan dikenal konservasi
tanah dan air.

Kaitannya dengan pembangunan DAS, konservasi tanah dan air merupakan hal
yang perlu dilakukan untuk menjaga fungsi lahan di suatu DAS dalam mendukung
pertumbuhan tanaman dan sistem tata air. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang
pembangunan dan pengelolaan DAS berkelanjutan dan peranan tindakan konservasi
tanah dan air.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang pembangunan berkelanjutan dengan DAS sebagai unit
pengelolaan?
2. Bagaimana pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan DAS saat ini? Dan
bagaiman dampaknya?
3. Bagaimana seharusnya pembangunan dan pengelolaan DAS dilaksanakan?
4. Bagaimana peranan tindakan konservasi tanah dan air dalam pembangunan dan
pengelolaan DAS berkelanjutan?
Tujuan Kajian
1. Mengkaji konsep DAS sebagai unit pengeloaan dalam pembangunan berkelanjutan.
2. Mengkaji pelaksanaan pembangunan dan pengeloaan DAS saat ini dan dampak
yang ditimbulkannya serta bagaimana seharusnya pembangunan dan pengelolaan
DAS dilaksanakan.
3. Mengkaji peranan konservasi tanah dan air dalam pembangunan dan pengelolaan
DAS berkelanjutan.


PEMBAHASAN
Pembangunan Berkelanjutan dengan DAS Sebagai Unit Pengelolaan
Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk mengurangi tingkat
kemiskinan dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat generasi sekarang
tanpa menimbulkan dampak yang dapat menghambat masyarakat generasi dalam
memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam pembangunan berkelanjutan memperhatikan
adanya batasan-batasan dalam pemanfaatan SDA berdasarkan kemampuannya
sehingga manfaat dari SDA dapat dirasakan saat ini dan masa yang akan datang,
(Bruntland 1987). SDA yang penting bagi kehidupan manusia adalah tanah dan air
(Arsyad 2010).
Air merupakan prasyarat bagi keberlangsungan suatu kehidupan (Lee 1988).
Sedangkan tanah memiliki fungsi sebagai matriks tempat perakaran dan sumber unsur
hara bagi tumbuhan serta tempat penyimpanan air di daratan dalam bentuk air tanah.
Akan tetapi, Arsyad (2010) mengatakan bahwa tanah dan air mudah mengalami
kerusakan atau degradasi. Perlunya pengelolaan sumberdaya tanah dan air dengan
baik inilah yang pada akhirnya mendorong terciptanya konsep bahwa DAS digunakan
sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan dengan unit kelola DAS,
ditujukan sebagai upaya perlindungan air dan tanah, termasuk didalamnya
pengendalian limpasan dan erosi (Sinukaban 2007). Hal ini menekankan bahwa DAS

sebagai unit pengelolaan dalam pembangunan menitik beratkan pada upaya
konservasi terhadap tanah dan air tetapi tetap memandang bahwa DAS sebagai satukesatuan ekosistem.
Pembangunan DAS dilaksanakan dengan memanfaatkan SDA yang ada di
dalam DAS melalui suatu sistem pengelolaan DAS. DAS merupakan unit hidrologi
yang merupakan bentang lahan yang dibatasi oleh batas topografi. Artinya, perlu
disadari bahwa pengelolaan DAS harus diselenggarakan dengan lintas kewenangan,
baik secara administratif maupun sektor. Walapun sangat komplek tetapi pengelolaan
dengan unit kelola DAS perlu diterapkan karena dampak hidrologis sebagai akibat
intervensi manusia terhadap sumber daya alam di suatu DAS lebih mudah diukur
karena faktor masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (limpasan dan erosi) dapat
dipantau secara berkelanjutan (Sinukaban 2007).
Pelaksanaan dan Dampak Pembangunan dan Pengelolaan DAS
Setiap negara dengan berbagai kondisi sosial-politik masyarakat dan kondisi
geografisnya yang berbeda, memiliki prioritas dalam kebijakan pembangunan yang
berbeda juga. Pentingnya keseimbangan ekosistem dalam rangka pembangunan
secara umum telah disadari oleh berbagai negara di dunia, salah satunya dengan
diselenggarakannya KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil
pada tahun 1992 yang menekankan bahwa keseimbangan ekosistem sangat
berpengaruh pada kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia
sehingga keseimbangan ekosistem perlu dijadikan sebagai salah satu prioritas yang

perlu dipertimbangkan dalam kebijakan pembangunan suatu negara. Salah satu
bentuk tindak lanjut dari KTT Bumi di Indonesia adalah pemahaman tentang

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan pemerintah sebagaimana UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa dalam rangka
mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti
yang diamantkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup
berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nacional yang terpadu dan
menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi
masa yang akan datang. Akan tetapi keterpurukan ekonomi terutama di negara
berkembang seperti Indonesia membuat semua pemangku kepentingan lupa akan
pentingnya keseimbangan ekosistem dan pada akhirnya mereka menghalalkan
berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah yang menjadi penyebab
terjadinya degradasi lahan berarti juga degradasi DAS hingga saat ini.
Degradasi DAS di Indonesia mendorong seluruh pemangku kepentingan dalam
pengelolaan DAS membangun berbagai konsep tentang pengelolaan DAS hingga
muncul PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, dimana dalam Pasal 2
Ayat 4 menyebutkan bahwa pengelolaan DAS diselenggarakan secara terkoordinasi

dengan melibatkan Instansi Terkait pada lintas wilayah administrasi serta peran
masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 7 yang dimaksud Instansi Terkait adalah
kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS. Tujuannya tertuang
pada Pasal 3 yaitu untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan
dan mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS.
Daya dukung DAS yang dimaksud berdasarkan Pasal 1 Ayat 6 adalah kemampuan
DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan
kemanfaatan SDA bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan.
Faktan saat ini menunjukkan bahwa tujuan PP Nomor 37 Tahun 2012 dirasa
sulit diwujudkan. Hal ini karena dalam PP menjelaskan bahwa rencana pengelolaan
DAS disusun oleh Menteri (Menteri Kehutanan) untuk DAS lintas negara dan
provinsi, oleh gubernur untuk DAS dalam provinsi dan/atau lintas kabupaten/kota
serta oleh bupati/walikota untuk DAS dalam kabupaten/kota, sesuai kewenangannya
dengan membentuk tim dengan melibatkan Instansi Terkait sebagaimana Pasal 22
Ayat 2 dan 3. Artinya, dalam PP tersebut tidak menegaskan adanya suatu lembaga
resmi sebagai koordinator lembaga pengelola DAS yang bersifat mengikat lembaga
lain terkait komitmen dalam pengelolaan DAS, termasuk pengaturan pemberian
sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan DAS
saat ini perumusan program kegiatan dan tujuannya masih dilaksanakan secara

sepihak oleh masing-masing instansi sehingga tujuan dalam pengelolaan DAS belum
menunjukkan satu-kesatuan visi, misi dan persepsi diantara pemangku kepentingan
(Asdak 2007).
Paduserasi antar instansi dalam menentukan tujuan, perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan DAS sulit dilaksanakan selama belum ada lembaga resmi
yang secara khusus diberikan mandat dalam pengelolaan DAS. Hal ini dikarenakan
adanya kecenderungan terjadinya tumpang tindih kepentingan tiap daerah dan sektor
mengingat perbedaan potensi SDA pada tiap daerah dan sektor. Tingginya

permintaan bahan baku industri terutama dari negara maju terhadap berbagai
komoditas tiap daerah dan sektor melalui perdagangan internasional mendorong
banyak pemangku kebijakan di Indonesia untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan
ekosistemnya secara berlebihan yang mengakibatkan degradasi lahan.
Degradasi lahan menurut Earthscan (2007) didorong oleh beberapa faktor
diataranya faktor alam, faktor demografi dan faktor sosial, politik serta ekonomi.
Faktor alam seperti badai, aktivitas tektonik dan vulkanik memiliki peranan yang
sangat dominan dalam mendorong terjadinya degradasi lahan sehingga tidak mungkin
dilawan dengan penerapan teknologi. Dalam hal ini upaya yang bisa dilakukan oleh
manusia adalah penyesuaian dengan menjadikan faktor alam sebagai salah satu
pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan. Faktor

demografi berhubungan erat dengan faktor sosial, politik dan ekonomi dalam
mendorong terjadinya degradasi lahan. Peningkatan populasi dan perubahan pola
hidup manusia yang cenderung konsumtif akan berdampak terhadap meningkatnya
kebutuhan manusia akan SDA. Hal ini memicu tekanan terhadap lahan terutama
dalam keputusan penggunaan lahan yang umumnya mengakibatkan kesalahan
penggunaan lahan (penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan).
Selain itu, peningkatan populasi juga berdampak pada pemanfaatan SDA secara
berlebih untuk memnuhi kebutuhan yang pada akhirnya mendorong degradasi lahan.
Misalnya, meningkatnya kebutuhan kayu tropis menyebabkan degradasi lahan dan
hutan hujan tropis.
Pemanenan kayu di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kayu, baik dalam
negeri maupun luar negeri dilaksanakan tanpa mempertimbangakan kemampuan
ekosistem hutan untuk memulihkan kondisinya menyebabkan erosi dan banjir,
mempercepat hilangnya spesies dan sumber daya genetik, degradasi lahan hutan
hingga hilangnya mata pencaharian berbasis hutan. Sumargo et al. (2011)
mengemukakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 sampai 2009 terjadi
deforestasi sebesar 15,15 juta hektar atau dengan laju 1,51 juta hektar per tahun di
Indonesia. Deforestasi merupakan alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan
yang lain baik di dalam maupun di luar kawasan hutan karena menurunnya
produktivitas hutan yang diakibat pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebih dan

degradasi lahan hutan.
Degradasi lahan pada dasarnya timbul akibat terjadinya erosi tanah. Erosi tanah
merupakan peristiwa hilangnya atau terkikisnya tanah di suatu tempat oleh air atau
angin (Arsyad 2010). Arsyad (2010) juga mengklasifikasikan dampak erosi kedalam
2 kelas berdasarkan waktu yaitu dampak langsung dan tidak langsung dan 2 kelas
berdasarkan tempat yaitu dampak di tempat terjadinya erosi dan dampak di luar
tempat terjadinya erosi, sebagaimana tabel 1.
Tabel 1. Dampak Erosi Tanah dan Degradasi Lahan
Bentuk
Dampak
Langsung

Dampak di Tempat
Dampak di Luar Tempat
Terjadinya Erosi
Terjadinya Erosi
 Kehilangan lapisan tanah yang  Sedimentasi dan pendangkalan
relatif kaya unsur hara dan
waduk, sungai, saluran irigasi,
bahan organik dan memiliki

muara sungai, pelabuhan dan

Bentuk
Dampak

Tidak
Langsung

Dampak di Tempat
Terjadinya Erosi
sifat-sifat fisik yang baik bagi
tempat akar tanaman
berjangkar.
 Tingginya aliran permukaan
akibat pemadatan permukaan
tanah
 Meningkatnya penggunaan
energi untuk berproduksi.
 Kemrosotan produktivitas
lahan atau bahkan menjadai
tidak dapat digunakan untuk
berproduksi.
 Kerusakan bangunan
konservasi maupun bangunan
lainnya.
 Pemiskinan petani penggarap
dan/atau pemilik tanah.
 Berkurangnya alternatif
penggunaan lahan
 Timbulnya dorongan atau
tekanan untuk membuka lahan
baru dengan membabat hutan.
 Timbulnya keperluan
penyediaan dana untuk
perbaikan bangunan
konservasi maupun bangunan
lainnya yang rusak

Dampak di Luar Tempat
Terjadinya Erosi
badan air lainnya.
 Tertimbunnya lahan pertanian,
jalan dan rumah atau bangunan
lainnya oleh muatan sedimen.
 Menghilangnya mata air dan
dan memburuknya kualitas air.
 Kerusakan ekosistem perairan
 Kehilangan nyawa akibat
terjangan banjir dan tanah
longsor
 Meningkatnya areal banjir dan
frekwensi serta lamanya waktu
banjir di musim hujan dan
meningkatnya ancaman
kekeringan di musim kemarau.
 Kerugian akibat memendeknya
umur guna waduk dan saluran
irigasi serta tidak berfungsinya
badan air lainnya.

Selaras dengan Arsyad (2010), Eathscan (2007) juga menyebutkan bahwa dampak
degradasi lahan dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung dan menjadi
masalah yang serius baik di tempat terjadinya degradasi lahan maupun daerah hilir
dari suatu DAS. Earthscan (2007) juga menambahkan bahwa dampak degradasi lahan
secara umum akan berpengaruh terhadap kesehatan dan ketenagakerjaan.
Scherr (2000) dalam Earthscan (2007) memperkirakan bahwa 40% dari lahan
pertanian di dunia cukup terdegradasi dan lebih dari 9% sangat terdegradasi yang
berdampak pada penurunan hasil panen global sebesar 13%. Hal ini akan mengancam
ketahan pangan global terutama di daerah-daerah tertentu yang mengalami defisit
pangan. Defisit pangan menyebabkan berkurangnya suplai nutrisi untuk masyarakat
sehingga akan mengurangi kekebalan tubuh yang mengakibatkan berbagai masalah
kesehatan seperti gizi buruk dan kerentanan terhadap penyakit. Penurunan hasil panen
juga membuat para petani tidak bersemangat dalam bercocok tanam sehingga banyak
petani terutama yang muda memilih untuk mengadu nasib di perkotaan. Tingginya

laju urbanisasi petani menyebabkan berbagai masalah sosial di kota, mulai
meningkatnya angka pengangguran hingga masalah kriminal.
Degradasi lahan atau DAS diukur dengan angka koefisien regim sungai dan
tingkat erosi (Asdak 2007). Koefisien regim sungai merupakan rasio debit maksimum
rata-rata harian yang umum terjadi pada musim penghujan dengat debit mínimum
rata-rata harian yang umumnya terjadi pada musim kemarau di daerah tropis. Hal ini
tidak terlepas dari dampak degradasi DAS terutama banjir dan kekeringan dan konsep
pengelolaan DAS yang menitikberatkan evaluasi pada laju aliran permukaan dan
erosi sebagai parameternya. Kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila
koefisien regim sungai dan erosi cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Asdak
2007). Di Indonesia, salah satu DAS yang telah mengalami degradasi adalah DAS
Ciliwung. Berdasarkan analisis menggunakan regresi linier sederhana hasil
pemantauan debit di Sub DAS Ciliwung Hulu di Bendung Katulampa oleh BPSDA
Ciliwung-Cisadane tahun 2001-2013 menunjukkan bahwa nilai koefisien regim
sungai cenderung meningkat dengan gradien 0.57%. Artinya, perubahan masukan air
dari curah hujan menjadi aliran permukaan semakin tinggi dan semakin sedikit yang
diinfiltrasikan sehingga debit sungai pada musim penghujan semakin tinggi dan debit
sungai pada musim kemarau semakin rendah. Hal ini disebabkan terjadinya degradasi
lahan akibat pengelolaan lahan pertanian yang buruk dan peningkatan lapisan kedap
air karena meningkatnya kawasan pemukiman sebagaimana BPDAS (2011)
menyebutkan bahwa dalam rentang waktu 2002 - 2011 terjadi peningkatan kawasan
pemukiman di Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 49.33% (dari 2099.95 Ha pada 2002
menjadi 3135.90 pada tahun 2011). Dampak degradasi DAS Ciliwung yang paling
mudah diamati adalah terjadinya bencana bajir di bagian hilir DAS Ciliwung
(Provinsi DKI Jakarta) dengan frekwensi dan intensitas yang pada akhirnya juga
menimbulkan lumpuhnya berbagai aktivitas ekonomi masyarakat dan adanya
berbagai masalah kesehatan. Maka dari itu, lahan maupun DAS harus dikelola dengan
baik untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan dan Pengelolaan DAS Berkelanjutan
Pembangunan harus dipandang secara menyeluruh sebagai sebuah sistem multi
dimensi. Lorenzo (2011) secara ringkas menjelaskan bahwa pembangunan dianggap
berkualitas apabila tardapat: 1) Pembangunan ekonomi dengan perbaikan ifrastruktur
dan layanannya untuk meningkatkan produk (barang dan jasa) dan menarik investor;
2) Pembangunan manusia dengan memperbaiki berbagai dimensi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan individu dan hubungannya dengan masyarakat seperti
kesehatan, pendidikan, penghasilan dan kehidupan layak; 3) Pembangunan
berkelanjutan dengan mempertimbangkan prespektif jangka panjang dari sistem
sosial-ekonomi, untuk memastikan bahwa perbaikan yang dilaksanakan saat ini tidak
merugikan terhadap pembangunan yang dilaksanakan di masa depan; 4)
Pembangunan wilayah dengan memanfaatkan potensi sosial, ekonomi serta SDA dan
ekosistemnya yang ada di suatu wilayah. Artinya, pembangunan yang baik harus
mampu mengakomodasi perbaikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat tanpa

menimbulkan kerusakan lingkungan di suatu unit pengelolaan atau dalam hal ini
adalah DAS.
Pembangunan DAS berkelanjutan harus mengintegrasikan aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan dalam pengelolaan DAS. Tantangan terbesar dalam
pengelolaan DAS adalah menciptakan untuk selanjutnya mempertahankan
keseimbangan antara pemenuhan hidup manusia dan ketersediaan SDA sehingga
keberlanjutan pemanfaatannya dapat tercapai (Asdak 2007). Artinya, dalam
pengelolaan DAS sering mengalami kendala dalam menciptakan keseimbangan
ekosistem sebagai penyangga kehidupan, ketersediaan air baik secara kuantitas
maupun kualitasnya, pengendalian aliran permukaan dan banjir serta erosi. Hal ini
diwujudkan dengan berbagai upaya pemanfaatan SDA dengan tetap melindungi SDA
terutama tanah dan air dari kerusakan. Untuk itu, perlu adanya integrasi berbagai
lintas sektor, lintas administrasi, lintas disiplin ilmu dan melibatkan masyarakat
dalam pengelolaan DAS. Karena keberhasilan pengeloaan DAS ditunjang oleh suatu
sistem perencanaan pengelolaan DAS yang mampu mengakomodir berbagai
kepentingan sektor dan daerah terhadap SDA dalam DAS dan disusun berdasarkan
pertimbangan berbagai disiplin ilmu.
Pengelolaan DAS terpadu merupakan proses perumusan tujuan bersama
pengelolaan SDA dalam DAS, singkronisasi program dalam mencapai tujuan
bersama, monitoring dan evaluasi bersama terhadap pengelolaan DAS dengan
mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi dalam DAS tersebut (Asdak
2007). Intrumen penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya suatu
lembaga bersama yang secara resmi diberikan mandat dalam pengelolaan DAS dan
memiliki wewenang untuk merencanakan, memantau, mengevaluasi pengelolaan
DAS serta memberikan sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Lembaga bersama
ini harus dibentuk atas dasar kesadaran bersama para pemangku kepentingan
mengenai perlunya pengelolaan DAS sehingga lembaga ini harus beranggotakan
seluruh lembaga baik sektor maupun pemerintah daerah dalam DAS. Selain itu,
dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS, lembaga ini juga harus melibatkan para
ahli dari berbagai disiplin ilmu dan partisipasi masyarakat melalui berbagai bentuk
kegiatan diskusi sehingga rencana yang kemudian disepakati dapat diterima oleh
lintas
sektor
dan
administrasi
maupun
masayarakat
serta
dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dengan mekanisme perencanaan
pengelolaan DAS tersebut, akan lebih jelas peran dan tanggung jawab sektor,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan DAS.
Penilaian terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan DAS dan dampak kegiatan
pengelolaan DAS terhadap parameter pengelolaan DAS (debit dan erosi) harus
dilakukan dengan ditunjang sistem informasi pengelolaan DAS. Sistem informasi
pengeloaan DAS dilakukan dalam bentuk monitoring dan evalusi terhadap kinerja
tiap sektor, pemerintah daerah dan masyarakat dalam melaksanakan peran dan
tanggung jawabnya serta dampak pengelolaan DAS. Ini semua dilakukan untuk
memberikan informasi sebagai dasar dalam menyusun perencanaan pengelolaan DAS
selanjutnya mengingat perencanaan merupakan proses berulang yang bersifat dinamis.
Karena informasi dari hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan ini

akan membantu pengambilan keputusan dalam menyusun rencana pengelolaan
sehingga pengelolaan DAS dapat dilakukan secara efektif.
Peranan Tindakan Konservasi Tanah dan Air
dalam Pembangunan dan Pengelolaan DAS Berkelanjutan
Konservasi tanah dan air didefinisikan secara luas dan sempit. Konservasi tanah
dan air secara luas diartikan sebagai pemanfaatan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan (Arsyad 2010). Artinya, konservasi tanah dan air bukan berarti penundaan
atau pelarangan penggunaan lahan tetapi suatu tindakan untuk menyesuaikan jenis
dan pengelolaan suatu penggunaan lahan dengan kemampuan lahan. Sedangkan
secara sempit konservasi tanah dan air merupakan upaya untuk menjaga tanah agar
terhindar dari kerusakan sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan
pemanfaatan air secara efisien.
Tindakan konservasi tanah dan air bertujuan untuk mencegah erosi,
memperbaiki tanah yang rusak, memelihara dan meningkatkan produktifitas tanah
serta pemanfaatan air secara efisien. Berdasarkan tujuan ini ada empat pendekatan
dalam konservasi tanah dan air, yaitu 1) Menutup tanah dengan berbagai vegetasi dan
sisa-sisa tumbuhan untuk melindungi tanah dari daya penghancuran butir-butir hujan;
2) Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya
penghancuran butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan; 3)
Mengatur kecepatan aliran permukaan agar tidak merusak; 4) Meningkatkan jumlah
air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
Tindakan konservasi tanah dan air digolongakan ke dalam tiga golongan utama
yaitu metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia.
1. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan dan/atau bagian dari
tumbuhan dan/atau sisa tumbuhan untuk melindungi tanah dari daya penghancuran
butir-butir hujan dan aliran permukaan serta meningkatkan kapasitas infiltrasi
(Arsyad 2010). Contoh metode ini yaitu dengan melakukan reboisasi hutan dan
penghijauan, penanaman dalam strip, penggunaan tanaman dan/atau bagian
dan/atau sisa tanaman untuk penutup tanah dan agroforestri.
2. Metode mekanik adalah perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah
termasuk pembuatan bangunan untuk mengurangi kecepatan dan volumen aliran
permukaan, mengurangi erosi, meningkatkan infiltrasi, meningkatkan kemampuan
lahan dan menyediakan air untuk tanaman (Arsyad 2010). Contoh metode ini yaitu
pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, guludan, parit pengela, teras,
dam penghambat, rorak dan saluran irigasi.
3. Metode kimia adalah penggunaan preparat kimia baik berupa senyawa
sintetikmaupun bahan alami yang telah diolah dalam jumlah yang relatif sedikit
untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi (Arsyad 2010).
Contoh metode ini yaitu penggunaan polimer tak terisolasi (Polivinil
alkohol/PVA),
polianion
(Polivinil
asetat/PVa),
dipole
polimer
(Poliacrilamide/PAM).

Kaitannya dengan pembangunan dan pengelolaan DAS berkelanjutan, tindakan
konservasi tanah dan air merupakan kunci untuk mewujudkannya. Hal ini tidak
terlepas pada latar belakang pembangunan dan pengelolaan DAS berkelanjutan yaitu
fakta bahwa tanah dan air adalah SDA yang sangat penting dalam mendukung
kehidupan manusia. Maka dari itu, dalam pengelolaan DAS menekankan upaya untuk
meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan. terutama terhadap tanah dan air.
Merujuk pada pengertian, tujuan dan metode dalam konservasi tanah dan air,
penerapan tindakan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan lahan akan mencegah
dan meminimalisir terjadinya kerusakan tanah dan air bahkan meningkatkan
kemampuan lahan dalam mendukung berbagai aktivitas manusia. Dengan begitu,
pembangunan dapat diselenggarakan secara optimal dan kesejahteraan masyarakat
baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang dapat tercapai.

KESIMPULAN
Tanah dan air merupakan SDA yang sangat penting dalam mendukung
kehidupan manusia. Hal ini melatarbelakangi pembangunan dan pengelolaan skala
DAS mengingat DAS sebagai unit hidrologi sehingga dampak pembangunan dan
pengelolaan SDA terhadap tanah dan air dapat diukur. Walaupun pentingnya
pembangunan dan pengelolaan berwawasan lingkungan telah disadari tetapi
pelaksanaannya belum sepenuhnya dilakukan. Hal ini dikarenakan berbagai
permasalahan ekonomi, social dan politik serta konflik kepentingan lainnya terutama
di Negara berkembang termasuk di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya
degradasi lahan. Degradsi lahan juga diartikan degradasi DAS mengingat DAS adalah
bentang lahan. Degradasi DAS menimbulkan
persoalan seperti penurunan
produktivitas lahan, pendangkalan sungai dan waduk, banjir, kekeringan, tanah
longsor, berbagai masalah kesehatan dan sosial, yang pada akhirnya menghambat
pembangunan. Maka dari itu, perlu disadari bahwa DAS harus dikelola dengan baik
untuk mewujudkan pembangunan DAS berkelanjutan.
Pengelolaan DAS yang baik harus diselenggarakan atas kesadaran dan
kesamaan tujuan, visi dan misi para pemangku kepentingan (sektor, pemda,
masyarakat dan akademisi/ilmuan dari berbagai bidang keahlian) terkait DAS melalui
pembentukan lembaga resmi yang bersifat mengikat. Hasil kesepakatan pengelolaan
DAS dituangkan dalam bentuk rencana pengelolaan DAS sebagai pedoman
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana pengelolaan DAS dan dampak pengelolaannya
harus dimonitoring dan dievaluasi sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
menyusun pengelolaan DAS selanjutnya mengingat perencanaan merupakan proses
berulang dan bersifat dinamis. Rencana pengelolaan DAS yang selanjutnya
dilaksanakan berupa berbagai upaya perlindungan terhadap tanah dan air. Oleh
karena itu, tindakan konservasi tanah dan air merupakan upaya yang harus dilakukan
dalam pembangunan dan pengelolaan DAS berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
[RI] Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Sekretariat Negara
[RI] Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS. Jakarta (ID): Sekretariat Negara
Arsyad S .2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
[CAWMA] Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. 2007.
Water for Food, Water for Life: A Comprehensive Assessment of Water
Management in Agriculture. London: Earthscan, and Colombo: International
Water Management Institute.
Hendrayanto. 2013. Ekoregion, Bioregion dan Daerah Aliran Sungai Dalam
Pembangunan Berkelanjutan. Di dalam: Kartodihardjo, editor. Kembali ke
Jalan Lurus, Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan Indionesia;
Januari 2013; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Forci Dev. dan Tanah Air Beta.
hlm 451-461.
Lee

R. 1988. Hidrologi Hutan. Edisi revisi. Subagyo S, penerjemah;
Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Forest
Hydrology.

Lorenzo G B. 2011. Development and Development Paradigms. A (Reasoned) Review
of Prevailing Visions. Rome, Italy (IT): Food and Agriculture Organization.
Shalizi Z et al. 2003. Suistainable Development in a Dynamic World. Transforming,
Institution, Growth and Quality of Life. Washington DC and New York,
United State (US): The World Bank and Oxford University Press.
Sinukaban N. 2007. Pengaruh Perubahan Penutupan Vegetasi Terhadap Respon
Hidrologi di Sub DAS Manting, DAS Konto Jawa Timur. Di dalam:
Sinukaban, editor.
Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan; 2007; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
RLPS. hlm 171-182.