IMPLIKASI KEGIATAN USAHA PENITIPAN DAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banks leading the development, besarnya peran perbankan dalam keseluruhan
sistem keuangan nasional, menuntut peran lebih sektor perbankan yang dapat
memberdayakan ekonomi masyarakat mengawal pencapaian pertumbuhan ekonomi,
Sesuai dengan fungsi intermediary perbankan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
3 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan (UU Perbankan) bahwa “Fungsi utama Bank adalah menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk
pinjaman (kredit)“.
Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya ditulis PBI) No :
14/7/PBI/2012 Tanggal 23 November 2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa
Penitipan dengan Pengelolaan (Trust) menambah jenis perjanjian yang berkembang
dalam praktik perbankan.

PBI ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan

makropudensial tentang penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar
negeri (DULN) melalui perbankan di dalam negeri. Kebijakan ini dilatarbelakangi
oleh fakta adanya kebutuhan bisnis khususnya di sektor migas yang masih

menggunakan jasa Trustee oleh perbankan di luar negeri.dan Penggunaan konsep
trust dalam aktivitas bisnis di Indonesia semakin berkembang, tidak hanya di dalam
transaksi perbankan, namun juga di dalam transaksi pasar modal, dan investasi.
Landasan hukum dari penerbitan PBI ini yang berdasarkan kepada Pasal 6
Huruf i UU Perbankan. Berdasarkan pasal tersebut, Bank dapat melakukan kegiatan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Secara teoritis
terdapat perbedaan yang substansial antara perjanjian penitipan guna kepentingan

1

pihak ketiga dalam KUHPerdata dengan konsep trust, yang berasal dari common law
system.
Dari sudut pandang hukum , konsep trust masih menimbulkan perdebatan ,
mengingat secara historis konsep trust berasal dari sistem hukum Anglo-Saxon
(common law system) yang mengenal dual-ownership , dimana terhadap suatu benda
dimungkinkan untuk dimiliki oleh subjek hukum berbeda, yaitu pemilik legal (legal
owner) dan pemilik manfaat ( beneficial owner). Hal ini tidak dikenal dalam sistem
hukum benda dan hukum perjanjian di Indonesia, namun eksistensi dari perjanjian
trust ini dimungkinkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam hukum
perjanjian (Pasal 1338 Ayat 1).

Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan terdapat 3 (tiga) pihak yang
terlibat yakni (i) settlor sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya untuk
dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari bank yang melakukan kegiatan
Trust; dan (iii) beneficiary yakni pihak yang menerima manfaat dari kegiatan Trust.
Pada dasarnya hubungan hukum yang terjalin di antara settlor, trustee, maupun
beneficiary termasuk ke dalam lingkup perjanjian.
Perjanjian pada umumnya diatur pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyebutkan
bahwa :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Berdasarkan sistem hukum benda di Indonesia ( Buku II) KUHPerdata,
pemilik legal adalah merupakan pemilik manfaat. Dalam tataran praktis, penggunaan
konsep trust ini akan bersinggungan dengan kepentingan pihak ketiga, yakni pemilik
dana yang dititip dan dikelola oleh pihak bank. Selanjutnya, Berdasarkan PBI, bank
dimungkinkan bertindak sebagai agen investasi dimana Bank akan bertindak sebagai
2

trustee yang melakukan investasi asset berdasarkan instruksi yang jelas dan rinci dari
settlor, yang disesuaikan dengan jenis kegiatan atau instrument yang digunakan.
Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka mengandung beberapa asas

penting seperti asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan,
asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian
hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas kebiasaan.1 Miriam Darus Badrulzaman
menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak tersebut di atas pada dasarnya dibatasi
juga oleh tanggung jawab para pihak.2 Asas-asas yang disebutkan di atas harus
dikandung dalam setiap perjanjian termasuk perjanjian Trust yang didesain oleh bank,
yang dibentuk berdasarkan PBI No. 14/17/PBI/2002 tentang Kegiatan Usaha Bank
Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust).
PBI tersebut bertujuanmemberikan penguatan struktur pasokan devisa yang
berssumber dari devisa hasil ekspor migas. Kegiatan Trust ini dilakukan oleh unit
kerja yang terpisah dari unit bank lainnya. Ketentuan PBI ini akan bermanfaat untuk
mengelola potensi devisa yang belum tergali secara maksimal.
Kegiatan Pengelolaan dan Penitipan (Trust) ini memiliki tiga fungsi yaitu;
sebagai agen pembayar, sebagai agen investasi secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah serta sebagai agen peminjam dan atau agen pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Untuk menjalankan fungsi trustee, bank umum selain
kantor cabang bank asing (KCBA) yang akan menjadi trustee harus memenuhi dua
tahap yang harus ditempuh dan sudah di tentukan okeh Bank Indonesia. Pertama.
harus memiliki izin prinsip dengan sejumlah syarat selain berbadan hukum Indonesia,
Bank tersebut memiliki Kpaasitas untuk melakukan kegiatan Trust, mencantumkan

rencana kegiatan Trust dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) yang sudah memperoleh
1 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan,
Bandung, Alumni 2001, hlm. 108
2 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni 1994, hlm. 45

3

assessment dari Bank Indonesia. Setelah itu Bank yang ingin memperoleh kegiatan
trustee harus mendapatkan surat penegasan dari Bank Indonesia. Jika dua tahap ini
sudah dipenuhi, baru sebuah bank dapat menjalankan kegiatan trustee nya.
Berdasarkan PBI tersebut, hubungan hukum yang mendasari kegiatan usaha
penitipan dan pengelolaan ini didasarkan pada perjanjian, yakni perjanjian trust.
Sebagaimana telah dijelaskan , perjanjian trust merupakan perjanjian yang berasal
dari common law system. Oleh karena itu perlu dikaji perjanjian penitipan dan
pengelolaan ( trust) berdasarkan PBI ini agar dalam praktik dapat dilaksanakan sesuai
dengan maksud dan tujuan berlakunya PBI tersebut dan harmonis dengan hukum
yang berlaku. Ada pun judul penelitian yang diangkat adalah IMPLIKASI
KEGIATAN USAHA PENITIPAN DENGAN PENGELOLAAN (TRUST)
DALAM AKTIVITAS PERBANKAN TERHADAP PEMBAHARUAN HUKUM
PERJANJIAN INDONESIA


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, antara lain :
1. Bagaimana kedudukan perjanjian penitipan dan pengelolaan (trust) dalam
sistem hukum perjanjian Indonesia?
2. Bagaimana tanggung jawab Bank terhadap pengelolaan asset yang dititipkan
dan dikelola oleh Bank?
3. Apakah implikasi hukum dari kegiatan penitipan dan pengelolaan (trust)
terhadap pembaruan hukum perjanjian Indonesia?

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kegiatan Usaha Bank Pada Umumnya
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014)
yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 sebagai
pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa pembangunan di bidang ekonomi

ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan dengan tujuan
akhir adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, tercapainya
peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan terciptanya kondisi-kondisi dasar
yaitu :
a) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;
b) Penciptaan sector ekonomi yang kokoh serta;
c) Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi nasional tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan ekonomi dunia yang saat ini sedang mengalami krisis ekonomi
yang dipicu oleh kasus subprime mortgage di Amerika Serikat.3

2.2 Kegiatan Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) yang Di kelola Oleh Bank
Indonesia telah mengambil kebijakan di sektor moneter melalui Bank
Indonesia, kebijakan tersebut terkait devisa hasil ekspor dan utang luar negeri.
Berdasarkan PBI no : 14/25/PBI/2012 Tentang Penerimaan Devisa Hasil ekspor
dan Penarikan Devisa Luar Negeri, maka bank di Indonesia dimungkinkan untuk
menawarkan kegiatan usaha yang berkenaan dengan penitipan dan pengelolaan
asset (trust) berdasarkan perjanjian. Diharapkan dengan kebijakan ini, pasokan
3 Lihat Bab III .Ekonomi dalam Lampiran PErturan Presiden RI No : 5 Tahun 2010 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010- 2014.


5

devisa dapat menjadi lebih berkesinambungan (sustainable), yang dapat yang
dapat dioptimalkan untuk keperluan kegiatan usaha bank yang mendukung
pengelolaan devisa. Lebih lanjut pengelolaan devisa dapat dilakukan melalui
kegiatan usaha bank berupa penitipan dan pengelolaan (trust) yang dapat
mendukung peningkatan daya saing perbankan di dalam negeri, pendalaman
pasar keuangan atau financial deepening, dan terwujudnya pasar keuangan yang
aktif dan sehat..4
Jenis kegiatan penitipan pengelolaan ini merupakan wujud pengembangan
dari jenis usaha bank yang sudah diatur didalam Pasal 6 UU perbankan. Didalam
Pasal 6 huruf (i) diatur bahwa salah satu usaha bank adalah menyediakan Jasa
Penitipan Untuk Kepentingan Pihak ketiga (custody).
Realisasi dari perkembangan Kegiatan usaha bank untuk penitipan dan
pengelolaan (trust)

dapat mendukung upaya Bank Indonesia untuk menjaga

kestabilan nilai Rupiah. Upaya ini ini sesuai dengan fungsi Bank sebagai

intermediary yang mempertemukan mereka yang mempunyai kelebihan dana
(surplus of fund) dengan pihak yang membutuhkan dana (Lack of Fund).
Sebelumnya Bank tidak diperkenankan untuk menyelenggarakan kegiatan
trust sehingga peluang untuk menarik devisa sisa hasil ekspor dan utang luar
negeri tidak terfasilitasi. Diharapkan dengan terbitnya PBI no 14/ 17/ PBI/2012
kelebihan dana yang berasal dari devisa hasil ekpor dan utang luar negeri dapat
digunakan di dalam negeri, dan pada akhirnya dapat menunjang pembangunan
ekonomi di Indonesia. Walaupun usaha dan jenis usaha bank termasuk
pengembangan kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan (trust) harus tetap patuh

4 Lihat bagian menimbang PBI No 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank berupa
Penitipan dan pengelolaan (trust).
6

terhadap prinsip utama dalam aktifitas perbankan yakni Prinsip kehati-hatian
(prudential banking plinciples) 5
Berkaitan dengan kegiatan usaha ini, jika dilihat dari sudut pandang
hukum perjanjian, pengembangan kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan asset
(trust) yang didasarkan pada perjanjian ini merupakan pengembangan dari jenis
perjanjian yang tetap tunduk pada ketentuan umum dalam Buku III KUHPerdata

Tentang Perikatan.

KUHperdata merupakan produk system hukum Eropa

Kontinental, namun dalam perkembangannya banyak produk hukum di Indonesia
yang dipengaruhi oleh system hukum Anglo Saxon dan salah satunya adalah
perjanjian trust sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Dalam kegiatan trust yang dilakukan perbankan terdapat 3 (tiga) pihak
yang terlibat yakni (i) settlor sebagai pihak yang memiliki dan menitipkan
hartanya untuk dikelola oleh trustee; (ii) trustee yang terdiri dari bank yang
melakukan kegiatan Trust; dan (iii) beneficiary yakni pihak yang menerima
manfaat dari kegiatan Trust. Pada dasarnya hubungan hukum yang terjalin di
antara settlor, trustee, maupun beneficiary termasuk ke dalam lingkup perjanjian
yang masi didasarkan Keada ketentuan-ketentuan umum dalam Buku II
KUHPerdata diantaranya Pasal 1313, 1320 , dan 1338.
Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka mengandung beberapa asas
penting seperti asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, asas


kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan,
asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas kebiasaan.6 Miriam
Darus Badrulzaman menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak tersebut di atas

5 Lihat Pasal 2, Pasal 8 dan Pasal 29 UU Perbankan.
6 Miriam Darus Badrulzaman, KUHPerdata, Buku III, Hukum Perikatan dengan PEnjelasan,
Bandung, Alumni 2001, hlm. 108

7

pada dasarnya dibatasi juga oleh tanggung jawab para pihak. 7 Asas-asas yang
disebutkan di atas harus dikandung dalam setiap perjanjian termasuk perjanjian
Trust yang didesain oleh bank, yang dibentuk berdasarkan

PBI No.

14/17/PBI/2002 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan Dengan
Pengelolaan (Trust).
Terbitnya Peraturan Bank Inonesia PBI No : 14/7/PBI/2012 Tanggal 23
November 2012 Tentang


Kegiatan Usaha Bank Berupa Penitipan dengan

Pengelolaan (Trust) menambah jenis perjanjian yang berkembang dalam praktik
perbankan.

PBI ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan makropudensial

tentang penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri
(DULN) melalui perbankan di dalam negeri. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh
fakta adanya kebutuhan bisnis khususnya di sektor migas yang masih
menggunakan jasa Trustee oleh perbankan di luar negeri.. berdasarkan PBI ini
Bank akan bertindak sebagai trustee guna menarik potensi devisa dari industry
Migas yang semula dikelola oleh trustee di luar negeri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan BI diperoleh keterangan bahwa
Bank Indonesia mengambil peluang tersebut dengan cara mendorong perbankan
domestic untuk menyediakan dan mengembangkan jasa yang diatur dalam UU
Perbankan. Pasal 6 huruf 1 jo Pasal 9 UU Perbankan mengatur tentang kegiatan
penitipan untuk kepentingan pihak ketiga berdasarkan suatu kontrak. Selanjutnya
kontrak yang dibuat harus memenuhi rambu-rambu sebagai berikut :
a.

Bank

Umum

yang

menyelenggarakan

kegiatan

penitipan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i bertanggung jawab
untuk menyimpan harta mulik penitip dan memenuhi kewajiban
sesuai dengan kontrak;
7 Miriam Daruz BAdrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.. Cit, hlm. 45

8

b.
c.

Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri;
Dalam hal mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada
Bank tersebut tidak dimasukkan ke dalam harta pailit dan wajib
dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan.

Mengacu pada peluang mengembangkan jasa penitipan di atas, PBI
menerbitkan PBI No : 14/17/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa
Penitipan dan Pengelolaan (Trust). PBI ini tentu bukan satu2nya regulasi yang
mengatur kegiatan trust di perbankan. Banyak regulasi terkait yang melengkapi
UU Perbankan dan PBI tentang trust tersebut. Salah satu yang terkait dengan
fungsi pengawasan terhadap aktivitas Trust ini, Bank Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran No : 15/10/DPNP 2013 Tentang Laporan Kegiatan Penitipan dengan
Pengelolaan (Trust) Bank Umum yang disampaikan kepada Bank Umum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa hingga saat ini baru 3 Bank
yang menawarkan jasa penitian dengan pengelolaan (trust) ini, yakni Bank
Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI. Berkenaan dengan kontrak sebagai dasar
hubungan hukum bank selaku trustee dengan settlor/beneficiary, kewenangan
Bank selaku trustee dibatasi oleh PBI. Selanjutnya Pasal 5 Ayat 1 PBI memgatur
tentang kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bank selaku trustee, yakni :
a) agen Pembayar (paying agent) ; kegiatan menerima dan melakukan
pemindahan uang dan/atau dana, serta mencatat arus kas masuk dan
keluar untuk dan atas nama Settlor.
b) Agen investasi dana secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah.; kegiatan menempatkan , mengkonversi, melakukan lindung
nilai (hedging) dan mengadministrasikan penempatan dana untuk dan
atas nama Settlor.
c) Agen peminjaman (borrowing agent) dan/atau agen pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah untuk dan atas nama settlor sesuai

9

perjanjian trust. Disini Bank akan bertinfak sebagai perantara dalam
rangka mendapatkan sumber-sumber pendanaan antara lain dalam
bentuk pinjaman/pembiayaan.
Selanjutnya Pasal 14 Ayat 2 menegaskan bahwa seluruh kegiatan yang dimaksud
wajib dilakukan berdasarkan instruksi tertulis dari settlor sebagaimana
termuat dalam perjanjian trust.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam PBI , tugas bank sebagai trust dalam
Perjanjian Trust sebatas pihak yang akan melakukan perbuatan hukum
berdasarkan perintah tertulis untuk kepentingan settlor, yang sekaligus beneficiary.
Dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal 23 dari PBI No. 14/17/PBI/2012 disebutkan
bahwa perjanjian Trust yang dibuat secara tertulis harus memuat hal-hal sebagai
berikut :
a)
b)
c)
d)

penunjukan bank sebagai trustee
penunjukan beneficiary
hak dan kewajiban para pihak, yaitu trustee, settlor, dan beneficiary
kewajiban trustee untuk menjaga kerahasiaan data dan transaksi settlor
dan beneficiary, kecuali untuk kepentingan pelaporan kepada Bank

Indonesia
e) harta Trust tidak termasuk dalam harta pailit dan wajib dikembalikan
kepada settlor
f) pencatatan harta Trust dilakukan secara terpisah dari harta bank
g) pembebasan trustee dari tanggung-jawab (indemnification) terhadap
kerugian, kecuali karena kelalaian (negligence) dan pelanggaran
(unlawful conduct) yang dilakukan trustee
h) mekanisme penghentian perjanjian Trust
i) penunjukan trustee pengganti dalam hal bank sebagai trustee dicabut
izin usahanya sebagai bank baik atas inisiatif Bank Indonesia maupun
atas Permintaan bank (self liquidation), atau dicabut persetujuan
prinsipnya untuk melakukan kegiatan Trust
j) penyelesaian sengketa

10

k) pilihan hukum (choice of law)
l) yurisdiksi pengadilan apabila penyelesaian sengketa ditempuh melalui
jalur hukum
m) klausula yang menyatakan bahwa kegiatan yang diperjanjikan dalam
perjanjian Trust adalah kegiatan Trust sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012
n) klausula yang menyatakan bahwa perubahan terhadap isi perjanjian
hanya dapat dilakukan secara tertulis dan disepakati oleh para pihak
o) tidak bertujuan untuk pencucian uang dan/ atau terorisme sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme
p) tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku.

2.3 Perjanjian Pada Umumnya dalam Sistem Hukum Indonesia
Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia tercantum dalam Buku III
KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan Perjanjian
adalah:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”.
Perjanjian secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam
arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum
sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) oleh para pihak, termasuk di
dalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit “perjanjian”

11

disini hanya ditujukan terhadap hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan saja seperti yang dimaksud oleh Buku III KUHPerdata.
Hukum perjanjian dibicarakan sebagai bagian daripada hukum perikatan,
sedangkan hukum perikatan adalah bagian daripada hukum kekayaan. Maka
hubungan yang timbul antara para pihak di dalam perjanjian adalah hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan. Karena perjanjian menimbulkan hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan, maka dapat kita simpulkan, bahwa perjanjian
menimbulkan perikatan. Itulah sebabnya dikatakan, bahwa perjanjian adalah salah
satu sumber utama perikatan. Dan karenanya ada yang mengatakan, bahwa perjanjian
yang diatur di dalam Pasal 1313 BW adalah perjanjian yang menimbulkan perjanjian
yang menimbulkan perikatan atau perjanjian obligatoir. 8
Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak, di
mana untuk itu diperlukan kata sepakat para pihak. Akan tetapi tidak semua perbuatan
hukum yang bersegi banyak merupakan persetujuan/perjanjian, misalnya pemilihan
umum. Perjanjian kalau dilihat dari wujudnya adalah merupakan rangkaian kata-kata
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang diucapkan atau
dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dalam
perjanjian tercantum hak-hak dan kewajiban dari pihak yang membuatnya.9
Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa
yang merupakan hak dan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena
itu melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain, yakni pihak yang berhak atas
8 J. Satrio, Op. Cit, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hlm. 28
9 Mariam Darus Badruldjaman, Keputusan-keputusan Tentang Perkara Perdata, Bapit Cabang
Sumatera Utara, Medan, 1962, hlm. 253.

12

pelaksanaan perjanjian tersebut. Apabila perjanjian itu bersegi satu maka kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian tersebut hanya ada pada satu pihak saja sedangkan
pihak yang lain hanya mempunyai hak. Tapi bilamana perjanjian itu bersegi dua
maka kewajiban untuk melaksanakan perjanjian

ada pada kedua belah pihak,

sehingga kedua belah pihak secara timbal balik masing-masing mempunyai hak dan
kewajiban yang saling berhadapan satu sama lain.
2.3.1 Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Mengenai hukum perjanjian khususnya kita mengenal beberapa asas yaitu :
1. Asas itikad baik
Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa surat perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Adanya itikad baik merupakan hal utama dalam suatu perjanjian. Hal
ini menunjukan bahwa dalam mengadakan suatu perjanjian, para pihak
mendasarkannya atas tujuan yang, dan memang berniat baik untuk
melaksanakan perjanjian tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan, tanpa
adanya tipu muslihat.
2. Asas kebebasan berkontrak
Merupakan kebebasan mengadakan perjanjian yang berisi dan bersyarat apa
saja dengan siapa saja. Kebebasan berkontrak merupakan kehendak bebas
sebagai perwujudan dan diakuinya hak asasi manusia. Hal ini berarti bahwa
para pihak bebas membuat perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian
tersebut, sepanjang memenuhi syarat sebagai berikut:10
1.

Memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian

2.

Tidak dilarang oleh undang-undang

10 Munir Fuady, “Hukum Kontrak (Dari sudut pandang Hukum Bisnis)” PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung 1999, hlm. 30

13

3.

Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku

4.

Dilaksanakan dengan itikad baik

Asas ini terdefinisikan dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lain.
3. Asas konsensualisme
Konsensualisme berasal dari kata ‘konsesnsus’ yang berarti kesepakatan. Hal
ini menunjukan dengan adanya kesepakatan diantara para pihak, berarti telah
tercapai sesuatu kehendak. Kehendak ini harus dinyatakan. Dengan demikian,
menurut asas ini, perjanjian dilahirkan pada saat tercapainya kesepakatan.
4. Asas kekuatan mengikat
Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak hanya terbatas pada apa yang
diperjanjikan, tetapi juga kebiasaan, kepatutan, dan moral. Hal ini secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 1254 KUHPerdata “semua syarat yang bertujuan
melakukan sesuatu yang tidak mungkin terlaksana, sesuatu yang
bertentangan dengan kesusilaan baik, atau sesuatu yang dilarang oleh
undang-undang, adalah batal, dan berakibat bagi persetujuan yang
digantungkan padanya, tidak berdaya.”
5. Asas kepastian hukum
Asas ini harus terdapat dalam setiap perjanjian yang dibuat. Kepastian ini
terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian tersebut sebagai undangundang bagi pihak-pihak yang membuatnya.
6. Asas kepatutan

14

Asas ini terkandung dalam Pasal 1339 KUHPerdata dan berkaitan dengan
isi perjanjian. Hal yang dinyatakan secara tegas oleh pihak-pihak
mengenai hak-hak dan kewajiban mereka dalam suatu perjanjian harus
memenuhi nilai kepatutan yang dianut oleh masyarakat dan harus
memenuhi rasa keadilan masyarakat
7. Asas kebiasaan
Hal ini diatur dalam Pasal 1339 dan Pasal 1347 KUHPerdata. Suatu
perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas telah diatur,
tetapi juga hal-hal yang memenuhi kebiasaan umum lazim diikuti.

2.4 Perjanjian Penitipan Dan Pengelolaan (Trust) Dalam Perspektif Sistem
Hukum Indonesia.11
2.4.1 Trust merupakan bagian dari Equity.
Dalam pandangan tradisi hukum Anglo Saxon trust is created where the absolute
owner of property (the settlor) passes the legal title in that property to a person,
(the trustee) to hold that peoperty on trust for the benefit of another person (the
beneficiary) in accordance with terms set out by the settlor
Disamping itu pengertian yuridis dari Trust, berikut ini diberikan definisi yang
diberikan oleh Black’s Law Dictionary sebagai berikut :
“(1) the right, enforceable solely in equity, to the beneficial enjoyment of
property to which another person holds the legal title; a property interest held
11 Sub bab ini merupakan Bagian dari Hasil penelitian Tri Handayani & Lastuti Abubakar, Upaya
Perlindungan terhadap Pihak Ketiga (Beneficiary) dalam Perjanjian Trust (Trusteeship Agreement)
sebagai Perjanjian yang Berkembang dalam PraktikI, dibiayai oleh DIPA BLU Universitas
Padjadjaran.

15

by one person ( the trustee ) at the request of another (the settler) for the benefit
of a third party (beneficiary);
(2) a fiduciary relationship regarding property and charging the person with
title to the property with equitable duties to deal with it for another’s benefit;
the confidence placed in a trustee, together with the trustee’s obligations toward
the property and the beneficiary”12
teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor menyerahkan suatu benda
untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan
trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban kepada
trustee untuk menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan benda tersebut kepada
pihak ketiga yang disebut dengan beneficiary. Ini menunjukkan bahwa settlor
sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan olehnya
dilaksanakan tidak lagi menguasai, memiliki atau mempunyai kepentingan
apapun atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut. Penyerahan
benda tersebut tidak disertai dengan suatu kontra prestasi langsung yang harus
dilakukan oleh trustee kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak ketiga
yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan trusts-nya tersebut.
Pada negara-negara dengan tradisi Anglo saxon, trusts adalah suatu pranata
atau institusi yang unik. Trust tidaklah berdiri sendiri, melainkan merupakan
bagian dati suatu sistem yang lebih besar, yaitu equity.13 Trust merupakan salah
satu kontribusi terbesar dari equity.14

12 Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul, Minn: Thompson Reuters, 9th ed, 2009) hlm.
1647-1648
13 Peter Joseph Loughlin, “The Domestication of The “Trust: Bridging the Gap between Common
Law and Civil Law, hlm. 3, http://jurisconsultsgroup.com/Trusts.htm
14 Angela Sydenham, Nutshells: Equity & Trusts, (London: Sweet & Maxwell, 2000), hlm. 1.
16

Dalam perjanjian trust dikenal ada 2 (dua) jenis kepemilikan (ownerships)
yakni pemilik secara hukum (legal owner) yang disebut dengan trustee yang
melakukan dungsi pengurusan atau pengelolaan atas kekayaan trust, dan pemilik
manfaat (beneficial owner) yang dinamakan dengan beneficiary. Pemilik menurut
hukum (legal owner) adalah trustee, sedang pemilik manfaat (beneficiary) hanya
memperoleh manfaat menggunakan atau memakai benda yang berada dalam
pemilikan trustee.15
Dalam suatu trust, trustee tidaklah memiliki hubungan langsung dengan
benefiaciary. Trustee adalah pihak yang menerima hak milik atas suatu benda dari
tangan settlor, baik yang diberikan setelah settlor meninggal (trust will) maupun
selama settlor masih hidup (iter vivos) dengan kewajiban untuk menyerahkan
kenikmatan trust corpus kepada beneficiary. Trustee, meskipun merupakan
pemegang hak milik atas benda yang berada dalam trusts tidaklah memiliki
wewenang yang penuh atas benda yang berada di dalam trusts tersebut.
Pure trusts adalah suatu perjanjian dengan tiga pihak. Trust demikian dibentuk
dari suatu perjanjian yang disebut dengan “indenture”, yang memuat kesepakatan
antara pihak yang disebut dengan nama grantor atau creator atau settlor yang
meletakkan suatu benda ke dalam trusts, dengan trustee sebagai pihak yang
dipercayakan untuk melindungi, mengurus, dan memberikan kemanfaatan dari
benda yang diletakkan dalam trusts (trusts corpus) untuk kepentingan pihak-pihak
yang dinamakan beneficiaris, yang berhak atas pemanfaatan atau penghasilan
yang diperoleh berdasarkan atau menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya karena trusts ini dibentuk

15 Jonker Sihombing:Pengaturan KEgiatan Trust Bagi Industri PErbankan di Indonesia. Jurnal law
review vol XII No 3- Maret 2013 hlm. 474

17

berdasarkan pada suatu perjanjian, dalam hal ini seluruh ketentuan yang berlaku
dalam common law berlaku bagi trusts yang demikian.
2.4.2

Prinsip-prnsip yang terkandung dalam Equity
Equity merupakan konstruksi etikal,

16

yang diterapkan secara kasuistis

ternyata pada akhirnya juga memperoleh bentuk-bentuk hukumnya, yang
selanjutnya menghasilkan prinsip-prinsip (hukum) dalam equity, yang kemudian
diterapkan setiap proses dalam peradilan, khususnya setelah berlakunya
judicature Act (Imp) 1873. Prinsip-prinsip equity secara garis besar dijelaskan
berikut di bawah ini :17
1. Equity will not suffer a wrong to be without remedy
Prinsip ini merupakan dasar atau pondasi equity. Pada dasarnya setiap pihak
yang melakukan perbuatan yang melawan hukum atau yang bersalahan
dengan hukum (termasuk perikatan yang lahir dari perjanjian) dapat digugat
dihadapan

pengadilan

untuk

memberikan

ganti

rugi

atau

untuk

mengembalikan kerugian pada keadaan seperti semula, maupun untuk
memenuhi kewajibannya. Dalam hal ketentuan hukum yang berlaku tidak
cukup memberikan penggantian yang layak atau pelaksanaan kewajiban
yang sepadan, equity mencoba untuk menyeimbangkan kekurangan tersebut
dengan memberikan penggantian yang seimbang.
2. Equity follows the law
Court of Chancery tidak berhak mengeluarkan putusan yang berbeda atau
mengabaikan putusan yang dikeluarkan oleh court of common law, kecuali
dalam hal terjadinya ketidakaadilan. Court of chancery juga tidak boleh
menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku.18
3. Where there is equal equity, the law shall prevail
Dalam prinsip ketiga ini menggambarkan bahwa dua orang yang secara
16 Alastair Hudson, Equity and Trusts, (London: Cavendish Publishing, 2002), hlm 13-14.
17 Ibid, hlm 17-18
18 Todd and Lowrie, textbook on Trust, London: Blackstone Press limited, 2000, hlm. 14

18

bersama-sama memiliki

hak dalam equity (equitable right) menuntut

kepemilikan atas suatu benda, dan salah satu dari orang tersebut memiliki
titel hak dalam hukum ( legal rights), dalam

equity pun, orang yang

memiliki titel hak dalam hukum menjadi pemilik dari benda tersebut,
meskipun hak dalam equity dari orang yang lainnya sudah diperolehnya
lebih dahulu sebelum orang yang memiliki titel hak dalam hukum ini
memperoleh hakya dalam equity.
4. Where the Equities are equal, the first in time shall prevail
Dalam prinsip ini, jika ada dua orang yang memiliki hak dalam equity yang
sama, dan tidak ada alah satu pun dari mereka yang memiliki titel hak dalam
hukum, maka org pertama kali memperoleh hak dalam equity merupakan
pemilik dari benda tersebut.
5. He who seeks equity must do equity
Menurut prinsip ini jika seseorang menuntut hak ya dalam equity harus
melaksanakan juga kewajiban-kewajiban dalam equity. Misalnya, seorang
beneficiary yang menuntut agar seorang trustee melaksanakan kewajiban
sebagai trustee bagi beneficiary, harus memelihara dan atau menyelamatkan
benda yang berada dalam trust nya tersebut.19
6. He who comes to equity come with clean hands
Berdasarkan prinsip ini setiap orang yang menuntut hak nya dalam equity,
harus dapat membuktikan bahwa ia telah memeroleh hak dalam equty nya
tersebut tanpa melakukan pelanggaran hak orang lain. Jika terbukti bahwa
dalam memperolehnya, ada hak pihak lain yang telah dilanggar, equity
menolak untuk peneguhan hak dalam equity nya tersebut.20
7. Delay defeats equity
Dalam prinsip ini, waktu untuk mempertahankan hak dalam equity menjadi
perhatian yang penting. Seorang yang menuntut haknya dalam equity tidak
boleh mengabaikannya, begitu ia mengetahui adanya keadaan atau fakta
19 Michael Evans, outline of equity and trusts, (Sydney; Butterworths, 1995),hlm. 11
20 Ibid, hlm12

19

hukum yang menunjukan telah terjadi pelanggaran terhadap hak nya dalam
equity.21
8. Equity is equity
Menurut prinsip ini ika ada lebih dari satu orang yang menikmati
kepentingan yang sama atas suatu benda tertentu, tetapi tanpa adanya suatu
ketentuan, kesepakatan atau perjanjian bagaimana cara membagi benda
tersebut diantara mereka, equity menyatakan bahwa benda tersebut harus
dibagi di antara mereka secara adil dan sama besarnya.
9. Equity looks on that as done which ought to be done
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal suatu perjanjian adalah suatu
perjanjian yang dapat dipaksakan pelaksanaannya, equity menganggap pihak
yang menjanjikan untuk melakukan prestasi telah melakukan prestasi yang
dijanjikan olehnya tersebut, karena ia dapat dipaksa untuk melakukannya.
10. Equity imputes an intentionto fulfil an obligation
Equity menempatkan tindakan manusia dalam konstruksi yang paling
menguntungkan. Bilamana ada seseorang melakukan suatu tindakan yang
dapat dikonstruksikan untuk memenuhi kewajibannya yang harus dipenuhi,
maka equity memperlakukan tindakan tersebut sebagai tindakan pemenuhan
kewajibannya tersebut.
11. Equity acts in personam
Equity tidak memberikan tuntutan hak kebendaan atas harta kekayaan
tertentu, melainkan hanya memberikan hak untuk mengajukan gugatan
secara pribadi dan perorangan

2.4.3 Konsepsi Trust dalam Hukum Perjanjian (Menurut Sistem Hukum
Anglosaxon dan Sistem Hukum Eropa Kontinental)
Definisi secara umum mengenai trust adalah : ‘Legal relationships
created –inter vivos or on Death- by a person, the settlor, when assets have been
21 Hudson, OpCit, hlm. 19

20

placed under the control of a trustee for the benefits of a beneficiary or for a
Specified Purpose ( The hague convention on law applicable for trusts and its
recognition, 1985)’22 atau dengan kata lain legal relationship created under the
laws of equity whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for
the benefit of other. Konsepsi trusts tersebut jelas berbeda dengan konsepsi
perjanjian dalam tradisi hukum Anglo Saxon. Sementara itu, pengertian dari
perjanjian menurut tradisi hukum anglo saxon adalah ‘contract is a private
relationship between the parties to the contract; it is not of the essence of a trust
that a setllor can give property to his trustee on trust for a third party. 23 Dengan
demikian terdapat beberapa perbedaan atara trust dengan perjanjian diantaranya
yaitu;
a.Perjanjian menurut tradisi system hukum anglo saxon harus memiliki
consideration ( Prestasi Timbal balik) agar perjanjian tersebut sah, atau
dalam hal tidak adanya consideration, perjanjian tersebut harus dibuat
dalam bentuk akta (autentik). Consideration terdiri dari executed
consideration dan executory consideration.

Yang dimaksud dengan

excecutory consideration adalah suatu janji yang dibuat oleh salah satu
pihak sebagai penukaran (exchange) atau suatu imbalan atas suatu janji
yang akan dilaksanakan pada waktu yang akan datang (future)
Sementara itu yang dimaksud dengan Executed Consideration adalah
merupakan harga yang dibayarkan oleh satu pihak sebagai imbalan dari
janji atau perbuatan/ tindakan oleh pihak lain. 24
22 Sebagaimana di kutip dari Kajian Hukum mengenai Trustee, ‘aspek Legal Skim Trustee dalam
Industri Hulu Migas’ oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia, Juni 2010.
23 Beswick v Beswick (1968) pada 19.1 dikutip dari Gary Watt Briefcase on Equity and Trust
(London; Cavebdish Publishing ltd, 1999) hlm. 3
24 Sri Sunarni Sunarto, Syarat Consideration dalam Perjanjian Menurut Sistem Anglo Saxon tidak
Diharuskan dalam Perjanjian Hukum Perdata Internasional dengan Negara Penganut Sistem Hukum
Eropa Kontinental, Dalam Bukunya Etty R. Agoes ‘Peran Hukum dalam Pembangunan Di

21

Dengan demikian konsepsi hukum perjanjian dalam system hukum
anglo saxon tidak dapat dibuat secara cuma-cuma, setiap perjanjian
harus berisikan prestasi secara timbal balik antara para pihak yang
membuat perjanjian tersebut. Kecuali dibuat dalam bentuk akta.
Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam
pandangan tradisi hukum Anglo Saxon, asas privity of contract,
meskipun dalam suatu perjanjian dicantumkan kepentingan pihak ketiga,
namun pihak ketiga tersebut tidak dapat memperoleh manfaat atau
menuntut dipenuhinya hak pihak ketiga yang ada dalam perjanjian
tersebut.25
b.Perjanjian tidak dapat dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. Dalam
pandangan

tradisi

hukum

Anglo

Saxon,

asas

Privity

of

Contract ,meskipun dalam suatu perjanjian dicantumkan kepentingan
pihak ketiga, namun pihak ketiga

tersebut tidak dapat memperoleh

manfaat ayau menuntut dipenuhinya hak pihak ketiga yang ada dalam
perjanjian tersebut.
Trust dalam sistem hukum Indonesia seringkali disalahgunakan
sebagai penyelundupan hukum, hal ini dikarenakan pranata trust
merupakan pranata hukum yang bebas nilai, trust pada hakikatnya
menyerahkan kewenangan bahkan kepamilikan kepada seseorang untuk
kepentingan orang lain. Di Indonesia, belum ada hukum yang mengatur
tentang lembaga trust ini, namun secara implisit pengaturannya masih
tersebar dalam Buku III KUHperdata. Hal ini disebabkan trust ini berasal
dari tradisi hukum anglo saxon, maka tidak heran jika dalam sistem hukum
Indonesia;Kenyataan, Harapan, Tantangan, Rosda, Bandung 2012, hlm. 547
25 Stephen Graw, An Introduction to the Law of Contract, (Melbourne: The law Book Company
Limited, 1993), hlm 129.

22

kita tidak mengenal pranata trust ini.
Sebagaimana diketahui Buku III KUHPerdata menganut sistem
terbuka

dan

dengan

adanya

asas

kebebasan

berkontrak

maka

dimungkinkan terbentuknya suatu perjanjian baru yang berkembang dalam
praktik yang sebelumnya tidak tercantum dalam KUHPerdata. Keberadaan
lembaga trust di Indonesia ini didasarkan oleh suatu perjanjian.
Munir fuady dalam bukunya menyatakan bahwa, paranata hukum
trustee dapat berlaku di Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: 26
a. Harus ada kontrak untuk itu. Perlu diketahui ada juga trustee yang
tidak berlandaskan kontrak, karena itu tidak berlaku di Indonesia aitu
apa yang disebut dengan implied trustee
b. Berlakunya bukan secara kepranataan, melainkan secara kontraktual.
Maksudnya hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum dan para pihak
semata-mata seperti yang diatur dalam kontrak tersebut. Selebihnya
hanya berlaku sesuai dengan penafsiran hukum yang lazim atas
kontrak tersebut. Tidak ada ketentuan lain yang berlaku selain itu.
c. Harus mengikuti syarat-syarat yang berlaku untuk suatu kontrak,
karena itu suatu kontrak trustee yang bertujuan untuk menyelundupi
suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak bisa
diberlakukan dan haruslah null and void (batal demi hukum), karena
itu bertentangan dengan syarat yang dipepruntukan bagi suatu kontrak,
yakni:
(1) Suatu kontrak harus dibuat untuk suatu sebab yang halal (Pasal
1320 KUHPerdata)
26 Munir fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku ke IV, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
2002, hlm. 110.

23

(2) Suatu Kontrak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban
umum (Pasal 1337 KUHPerdata)

24

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
.1 Tujuan Penelitian
Penelitian terkait kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan (trust) oleh Bank
dapat ditujukan sebgai berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian penitipan dan pengelolaan (trust)
dalam sistem hukum perjanjian Indonesia
2. Untuk mengetahui tanggung jawab Bank terhadap pengelolaan asset yang
dititipkan dan dikelola oleh Bank
3. Untuk mengetahui implikasi hukum dari kegiatan penitipan dan pengelolaan
(trust) terhadap pembaruan hukum perjanjian Indonesia
3.2.

Manfaat Penelitian

3.2.1 Kegunaan teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan merupakan sumber teoritis bagi pengembangan ilmu hukum,
khususnya

hukum

perbankan,

terutama

yang

berkaitan

dengan

fungsi

intermediary perbankan.

3.2.2 Kegunaan praktis
Memberikan informasi dan dapat dijadikan bahan masukan kepada para pihak
dalam pengambilan kebijakan bagi para pihak baik otoritas perbankan (Bank
Indonesia) dalam membentuk regulasi, Bank Operasional dalam menentukan
kebijakan yang mendukung sector bisnis khususnya disektor Migas yang masih
menggunakan jasa trustee oleh perbankan di luar negeri.

25

Diharapkan dapat berguna bagi pihak yang bermaksud mengembangkan ilmu
hukum, khususnya hukum perbankan sebagai alternatif pembiayaan

26

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Spesifikasi Penelitian;
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu membuat pencandraan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta. 27 Juga dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia dan gejala lainnya. 28 Dengan
demikian penelitian ini akan menggambarkan berbagai masalah hukum dan fakta
serta gejala lainnya yang berkaitan upaya pemberdayaan UMKM untuk menunjang
sektor riil melalui revitalisasi fungsi intermediary fungsi perbankan, kemudian
menganalisisnya guna memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang
permasalahan-permasalahan yang diteliti
4.2

Metode Pendekatan;
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis

normatif, yaitu menelusuri, mengkaji dan meneliti data sekunder yang berkaitan
dengan materi peneltian ini. Digunakannya pendekatan yuridis dengan
pertimbangan masalah yang diteliti berkisar pada keterkaitan suatu peraturan
dengan peraturan lainnya.
4.3 Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan
bertujuan untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data sekunder yang berupa
bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain :
a.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

27 Sumadi, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta, 1988, hlm. 19.
28 Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 10.

27

b.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No.
10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

c.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 sebagimana diubah dengan UU No :
3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.

d.

Peraturan Bank Indonesia No 14/17/PBI/2012 tentang Kegiatan usaha
Bank Penitipan dan Pengelolaan (trust)
Studi kepustakaan juga meliputi bahan-bahan hukum sekunder berupa

literatur, hasil penelitian, lokakarya yang berkaitan dengan materi penelitian.
Untuk melengkapi dapat digunakan bahan hukum tersier berupa kamus atau
artikel pada majalah, surat kabar. Selain studi kepustakaan pengumpulan data
juga dilakukan melalui penelitian lapangan, tujuannya mencari data-data
lapangan (data primer) yang berkaitan dengan materi penelitian dan berfungsi
sebagai pendukung data sekunder.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder, sedangkan untuk
mengumpulkan data primer dilakukan dengan wawancara dengan responden yang
terpilih.

28

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Implementasi PBI No : 17/2012 tentang Perjanjian Penitipan dan
Pengelolaan.
5.1.1 Latar Belakang Terbitnya PBI No : 17/PBI/2012 Tentang Kegiatan Usaha
Bank Berupa Penitipan Dengan Pengelolaan (Trust).
Lahirnya PBI Tentang Trust merupakan dampak dari kebijakan yang
dikeluarkan oleh BP Migas terkait penerimaan devisa hasil ekspor dan utang luar
negeri melalui perbankan di dalam negeri, yang diharapkan pasokan devisa

dapat

lebih berkesinambungan (sustainable). Kebijakan ini khususnya terkait dengan
aktivitas pertambangan, khususnya Minyak Bumi dan Gas (Migas).mengatur tentang
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan mengutamakan penggunaan rekening
di Bank Umum Nasional. Berdasarkan kajian dari Bank Indonesia, dampak kebijakan
sektor Migas tersebut memang belum signifikan menambah pasokan devisa, namun
demikian berpeluang memberikan kesempatan bagi bank-bank BUMN untuk terlibat
dalam industri Migas, mendorong peningkatan level of playing field, fee based
income dan daya saing terhadap KCBA (Kantor Cabang Bank Asing).29
Selama ini , Devisa Hasil Ekspor (DHE) PT Pertamina masuk ke dalam
cadangan devisa di bank Indonesia yang nilainya kurang lebih 40 % dari

dari

keseluruhan ekspor migas. Jumlah ini berasal dari pola bagi hasil Migas antara KPS
dan Pemerintah sebesar 75 : 25. Sebagai gambaran pada tahun 2009 , DHE Migas
memasukkan $864,7 juta atau sekitar 51 % masuk ke dalam cadangan devisa BI. Di
sisi lain, untuk impor, PT Pertamina menggunakan pembiayaan yang bersumber dari
pembelian valas di pasar (melalui Bank Mandiri, BRI dan BNI) dan pasokan dari
29 Hasil Kajian Hukum Bank Indonesia mengenai Potensi Sumber Devisa Migas : Fakta, Peluang,
dan Tantangan Kebijakan ( Pemenuha Penugasan Matriks Kebijakan 2010).

29

Bank Indonesia. Pembelian PT Pertamina di pasar mencapai USD 1,2 miliar per bulan
atau 30 % dari total pembelian nasabah bank, lebih besar dari DHE Migas yang
masuk ke dalam cadangan devisa BI.
disimpan di luar negeri. Oleh karena itu , diperlukan upaya untuk mengalihkan
seluruh potensi devisa tersebut ke dalam negeri. Peluang tersebut dapat direalisasi
dengan cara mengembangkan dan mengoptimalkan jasa perbankan nasional , yakni
jasa penitipan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 jo Pasal 9 UU Perbankan.
Praktik aliran dana/potensi dari industri Migas sebelum dan setelah terbitnya
SK BP Migas Tahun 2008 saat ini dapat dilihat dari skema di bawah ini

Skema IV.1.1. sebelum Kebijakan BP Migas/ Surat Keputusan BP Migas No . Kep0066/B/BP00000/2008/50 /2008

30

Bank
Bank LN
LN &
&
KCBA

- Internal
-- Vendors
Vendors
Taxes

Indonesia Share
$35.3
$35.3 Bill.
Bill.

Tax Reimbursement
Petroleum
Petroleum
Operations
Operations
Cost

K3S
K3S
$10.6
$10.6 BILL.
BILL.
Operating
Operating
Cost

Gross
Gross Revenue:
Revenue:
$54.2 Bill.

Expenditures
(Cash Call)

Corporate
Corporate &
&
Income
Income Tax
Tax
$7.8
$7.8 Bill.
Bill.
Bp Migas Share
$27.5 Bill.

INVESTORS
(TRUSTEE)

Cost Recovery
$9.3
$9.3 Bill.
Bill.
Contractor Share
$17.4
$17.4 Bill.
Bill.

skema IV.1.2 sesudah Kebijakan BP Migas

31

Bank LN &
KCBA
KCBA
-- Internal
Internal
-- Vendors
Vendors
Taxes

Indonesia Share
$35.3 Bill.

Tax Reimbursement
Petroleum
Operations
Operations
Cost

K3S
$10.6 BILL.
Operating
Cost
Cost

Expenditures (Cash
Call)

Gross Revenue:
$54.2
$54.2 Bill.
Bill.

Corporate &
Income
Income Tax
Tax
$7.8
$7.8 Bill.
Bill.
Bp Migas Share
$27.5 Bill.

INVESTORS
INVESTORS
(TRUSTEE)

Cost
Cost Recovery
Recovery
$9.3 Bill.
Contractor Share $17.4
Bill.

Dalam praktik saat ini, selain cash call, potensi pasokan devisa antara lain berasal dari
hasil penjualan gas dan dana yang dikelola oleh trustee di luar negeri. Berdasarkan
hasil kajian, setidaknya ada 3 hal yang harus dibenahi bagi bank-bank BUMN
memanfaatkan peluang , yaitu.
Potensi Sumber Devisa Cash Call
Beberapa fakta terkait pengelolaan sumber devisa cash call sebelum diterbitkannya
kebijakan BP Migas, yaitu:

32

1. pooling account umumnya di Bank Luar dan masuk ke dalam Negeri
2.
3.
4.
5.

secara terjadwal melalui KCBA.
Dana yang diterima BUMN mayoritas dalam rupiah
Turnover cukup tinggi dan dapat dikatakan tidak ada float.
konversi disesuaikan dengan kebutuhan operasional
efektif sudah menjadi sumber pasokan devisa saat ini.

Fakta di atas menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi industri perbankan
Indonesia untuk meningkatkan level of playing field dan fee based income bank-bank
BUMN serta meningkatkan likuiditas valas/rupiah bank-bank BUMN. Peluang ini
dapat diperoleh dengan menempatkan dana yang semula dititipkan di Bank Luar
Negeri tersebut untuk ditempatkan pada surat-surat berharga di Indonesia seperti
Surat Utang Negara (SUN) melalui dana titipan, dan penempatan di Bank Indonesia
(BI). Mengingat selama ini, dana hasil ekspor Migas disimpan pada Bank di luar
negeri, maka tantangan terbesar bank-bank BUMN adalah bagaimana meningkatkan
kepercayaan pemilik dana agar dananya aman di simpan di Indonesia. Untuk itu
Indonesia perlu mempersiapkan kualitas teknologi dan pelayanan bank-bank BUMN
yang belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan K3S dan cross border issues
seperti regional treasury, counterparties, biaya transfer dll.30
Adapun kebijakan yang dibutuhkan adalah :
1. pelaksanaan dari ketentuan BP Migas terkait transaksi barang dan jasa K3S.
2. Peningkatan teknologi dan kualitas pelayanan bank-bank BUMN
3. Mewajibkan penggunaan rekening di bank dalam negeri sebagai pooling
account untuk kontrak Migas yang baru.

A. Potensi Sumber Devisa : Hasil Penjualan gas (revenue)
Berkenaan sumber devisa berupa hasil penjualan gas (revenue), maka selama
ini faktanya adalah :
30 Bank Indonesia, Op.cit, hlm.10

33

1.
2.
3.
4.

dana ditempatkan di bank luar negeri yang berperan sebagai trustee
akumulasi dana akan meningkat sesuai dengan kapasitas produksi;
dana mengendap sesuai jadwal pembayaran/instalment;
re-investment dana oleh trustee berdasarkan kriteria tertentu dan harus seizin
BP Migas (join signature).,

berdasarkan fakta di atas, maka terdapat peluang bagi perbankan di Indonesia
untuk menggantikan posisi trustee di luar negeri sebagai trustee. Selain itu, dana
dapat ditempatkan melalui instrumen Surat Utang Negara (SUN) melalui
kegiatan penitipan atau penempatan dana di Bank Indonesia. Adapaun tantangan
yang dihadapi adalah :
1. diperlukan regulasi perbankan yang memungkinkan pengembangan kegiatan
penitipan.
2. Kajian aspek legak terkait dengan pencantuman klausula terbebas dari boedel
pailit dan penempatan dan trust di dalam negeri.
3. Diperlukan biaya untuk mengubah kontrak yang