PERANAN NILAI NILAI SARAK OPAT DALAM BUD

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL 2018
“Etika dan Profesi Konselor
di Indonesia”
UNJ, 2 Februari 2018

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,
Jakarta Timur, 13220. Telp (021) 4755115, (021) 4897535. Fax (021) 489 7535

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL 2018

“Etika dan Profesi Konselor
di Indonesia”

UNJ, 2 Februari 2018

Penasihat:
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Editor:
Dr. Happy Karlina Marjo, M.Pd., Kons
Dr. Wirda Hanim, M.Psi
Reviewer:
Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi
Dr. Aip Badrujaman, M.Pd
Dra. Michiko Mamesah, M.Psi
Tim Teknis Prosiding:
Muhammad Zulfikar, S.Pd
Robbani Alfan, S.T
Yunisa Asih Prasetya, S.Pd
Guido Chrisna Hidayat, S.J
Mayang Restu Febrianty
Hak cipta dilindungi undang-undang
Copyright 2018
ISBN: 978-602-70632-1-1


Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Gedung R.A Kartini Lt.7 Kampus UNJ Jalan Rawamangun Muka,
Jakarta Timur, 13220. Telp (021) 4755115, (021) 4897535. Fax (021) 489 7535

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Permasalahan demi permasalahan masih kerap dialami oleh guru BK/konselor di
Indonesia. Terjadinya malparaktik dalam pelayanan konseling dan juga terdapat tumpang tindih
peran guru BK/konselor di sekolah serta berbagai macam problematika berkenaan dengan kode
etik konselor yang seolah-olah tidak dapat diselesaikan. Keadaan ini menyebabkan
profesionalitas guru BK/konselor menjadi tidak jelas dan diragukan. Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai organisasi tertinggi untuk mewadahi guru BK/konselor di
Indonesia pun seolah tak berkutik.
Profesi konselor bukan tidak memiliki kode etik. ABKIN telah merumuskan kode etik
bagi anggotanya yang memiliki lima tujuan, yaitu; 1) Melindungi konselor yang menjadi anggota

asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan, 2) Mendukung misi Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia, 3) Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan
perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, 4) Kode
etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang professional, 5) Kode etik
menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang
datang dari anggota asosiasi dalam hal ini ABKIN.
Dengan masih banyaknya permasalahan etik yang dialami oleh guru BK/konselor di
Indonesia, kami bersama mahasiswa Magister Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Jakarta mengadakan seminar dengan mengusung tema mengenai
“Etika dan Identitas Profesi Konselor di Indonesia” dan workshop dengan empat tema yaitu
Adminsitrasi BK, Etika dan Profesi Konselor, Teknik Bimbingan dan Konseling, Konseling
Multikultur sehingga dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang membangun bagi ABKIN sebagai organisasi profesi yang mewadahi guru BK/konselor dan
dapat membantu menjawab beragama permasalahan etika dalam ranah kerja guru BK/konselor.
Pada kesempatan ini saya mewakili panitia sebagai Pembina kegiatan menyampaikan
ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada panitia dan semua peserta yang memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan ke-BK-an kedepannya. Terima kasih
Wassalamualaikum Wr. Wb
Pembina Kegiatan


Dr. Happy Karlina Marjo, M.Pd.,Kons

DAFTAR ISI
1. Pengembangan Program Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Setting
Pendidikan Non Formal
(1-10)
AGUNGBUDIPRABOWO
2. Studi Deskripsi Perilaku Cyberbullying Peserta Didik Kelas Xi di SMK
Muhammadiyah 6 Jakarta
(11-16)
AHMAD FARIS AL-ANSHARI, HENI MULYATI
3. Konseling Kelompok Cognitif Behavior Therapy Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Pemahamam Karir Siswa SMK
(17-26)
AKHMAD FAJAR PRASETYA
4. Administrasi BK
(27-35)
AMALIA ULFAH
5. Urgensi Kecerdasan Emosional Bagi Konselor Sekolah
Telaah Atas Tulisan Ackerman dan Shelton dalam “Practitioner’s Perspective On

School Counseling and Emotional Intelligence”
(36-41)
ANDAR IFAZATUL NURLATIFAH
6. Kompetensi Multikultural Konselor dalam Perspektif LGBT
(42-47)
ANGGA DWI PRASETYA, MIMBAR OKTAVIAN, ANGGIE NURFITRIA SARI
7. Konseling Krisis Psikososial Transisi: Krisis Identitas pada Transgender
(48-55)
ANGGIE NURFITRIA SARI, INDRA LACKSANA, ISHLAKHATUS SA’IDAH
8. Pengelolaan Manajemen Pelayanan Bimbingan Karir di SMA Islam Dian Didaktika
Depok
(56-62)
BETTY NURBAETI RACHMAN
9. Teknik Assertive Training Sebagai Usaha Penanganan Masalah Pada Remaja
(63-68)
CITRA TECTONA SURYAWATI
10. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Yang Memandirikan untuk Jalur Pendidikan
Formal yang Berfokus pada Perguruan Tinggi
i


(69-75)
DEASY DWI CAHYANINGTYAS ARIFIN, FITRI WIDYA NINGSIH
11. Urgensi Sensitifitas Budaya dalam Konseling
(76-81)
DESPHA DENDI IRAWAN, NUR’AINI SAFITRI
12. Mengembangkan Kompetensi Profesional Konselor Sebagai Upaya Menghadapi
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
(82-93)
DETA FIRDA OCTIVASARI , KHILDA WULIDATIN NOOR, RIMA HAZRATI
13. Profesionalitas Konselor Indonesia di Era Globalisasi
(94-101)
ENDAH KURNIAWATI
14. Identitas Budaya dan Konseling Multikultur
(102-111)
EPON SUPINAH
15. Cognitive Behavior Therapy (Cbt) untuk Mengatasi Depresi pada Mahasiswa :
Literature Review
(112-116)
FAIRUZ NABILA
16. Analisis Peranan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan

Motivasi Belajar Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nusantara 2
Jakarta
(117-122)
FAUZI NUR ILAHI, MUHAMMAD AMIEN , FIRMASNYAH , YUSUF MAULANA
PRAWATA
17. Peningkatan Efektifitas Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Dengan
Pengembangan Program Bimbingan Karier di Sekolah Menengah Pertama Negeri
88 Jakarta
(123-131)
FEBRI DAHLIA
18. Karakter Ideal Konselor Sebagai Suatu Identitas Berdasarkan Nilai-Nilai Ajaran
Ki Hadjar Dewantara
(132-139)
FERISA PRASETYANING UTAMI
19. Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Konselor Sebaya Di SMPN
134 Jakarta
(140-149)
ii

FUAD ZEN

20. Kompetensi Pedagogik Konselor Guru Bimbingan dan Konseling Di SMA Al-Azhar
Summarecon Bekasi
(150-155)
GUIDO CHRISNA HIDAYAT
21. Karakteristik Konselor yang Efektif dalam Konseling Lintas Budaya
(156-163)
HARTIKA UTAMI FITRI, KUSHENDAR
22. Peran Penting Konseling Multikultur di dalam Bimbingan dan Konseling
(164-170)
HERU HERMAWAN
23. Konseling Values Clarification untuk Menumbuhkan Karakter Positif Siswa
(171-179)
I MADE SONNY GUNAWAN, M. ZUHDI ZAINUL MAJDI
24. Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Reog Ponorogo dalam Konseling Multikultural
Berbasis Komunitas Sebagai Upaya Memasyarakatkan Bimbingan Dan Konseling
(180-190)
IMAM SETYO NUGROHO, RIZKA ELIZA PERTIWI, KHAYATUN NUFUS
AKHSANIA
25. Hidup Sebagai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transgender): Pandangan
Masyarakat Indonesia Terkait Fenomena LGBT dan Peran Konselor Multikultural

(191-199)
INDRA LACKSANA, ISHLAKHATUS SA’IDAH, ANGGA DWI PRASETYA
26. Meningkatkan Sikap Prososial dengan Menggunakan Teknik Role Playing
(200-208)
KHILDA WULIDATIN NOOR, RATNASARI, AHMAD FARIS AL ANSHARI
27. Meningkatkan Hasil Layanan Bimbingan Kelompok Melalui Metode Simulasi pada
Satuan Layanan Kemampuan Komunikasi Siswa Kelas Xi Teknik Pendingin dan
Tata Udara
(209-218)
KRISTIANI
28. Assertiveness Training Berbasis Bimbingan Kelompok Melalui Bermain Peran
untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal
(219-230)
KRISTINUS SEMBIRING

iii

29. Nilai – Nilai Budaya Batak Mandailing dan Implikasinya Terhadap Konseling
Pernikahan
(228-238)

MASKHAIARANI HARAHAP
30. Pentingnya Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Konselor di Sekolah
dalam Menghadapi Era Globalisasi
(239-248)
MIMBAR OKTAVIANA, ANGGA DWI PRASETYA, INDRA LACKSANA
31. Optimalisasi Peran Konselor Masa Kini dalam Pelayanan Bimbingan dan
Konseling
(249-255)
MUHAMMAD RIDHA, MUHAMMAD ZULFIKAR
32. Penegakan Kode Etik dalam Membentuk Konselor Bermartabat
(256-261)
MUHAMMAD ZULFIKAR, HARID ISNAENI
33. Internalisasi Prinsip Indegenous Budaya Lampung (Fiil) dalam Praktik Konseling
Multikultural
(262-273)
NEDI KURNAEDI, USWATUN CHASANAH
34. Pengembangan Pendidikan Karakter Siswa Melalui Kegiatan Layanan dan
Bimbingan
(274-281)
NURBAITI

35. Cbt Therapy: Upaya Berhenti Merokok pada Remaja Menggunakan Pendekatan
Konseling
(282-288)
NURUL AZIZAH ZAIN, ALIF NURJANAH, NIMAS SAFITRI KUSUMANINGRUM
36. Perspektif Kritis Hubungan Masyarakat: Identifikasi Masalah Sosial dan Gender
and Sexual Diversity Therapy (GSDt) Sebagai Intervensi pada LGBT
(289-298)
NURUL ENGGAR PERMANA SARI
37. Evaluasi Manajemen Program Bimbingan dan Konseling
(299-305)
OLGA DIANI RAHMAWATY
38. Nilai-Nilai Toleransi Sosial Budaya di Pondok Pesantren Sebagai Implementasi
Konseling Multikultural
(306-312)
iv

RAUDATUL JANNAH, SITI NURFAIDATUL MUNAWARA
39. Dampak Psikososial Terhadap Anak Jalanan
(313-320)
RENI YUNITA
40. Kompetensi Konselor dalam Konseling Multikultur
(321-330)
RESTI SUSANTI
41. KESADARAN MULTIKULTURAL KONSELOR SEKOLAH
(331-342)
RIANA WIBI PANGESTUTI, NIDYA JUNI PARTI
42. Ancaman Disrupsi Teknologi Bagi Profesi Konselor
(343-349)
ROBBANI ALFAN, HAPPY KARLINA MARJO
43. Konseling Indigenous Berbasis Tata Nilai Budaya Lampung ”Piil Pesenggiri“
dalam Pembentukkan Karakter Siswa di Lampung
(350-359)
SITI ZAHRA BULANTIKA, ANUGRAH INTAN CAHYANI
44. Peranan Nilai-Nilai Sarak Opat dalam Budaya Masyarakat Gayo Terhadap
Pemahaman Karir (Indigenous Counseling Reviewed with Social Cognitive Career
Theory)
(360-367)
SOFYAN ABDI, ZARA MAYRA KUSHENDAR, AYU PERNAMA
45. Konseling Multikultural: Pengetahuan Konselor Mengenai Perbedaan Budaya
Persepsi Orang dan Atraktifitas
(368-373)
SRI RAHMAH RAMADHONI, TOMI KURNIAWAN
46. Meningkatkan Pemahaman Diri Melalui Pendekatan Johari Window
(374-379)
TATY FAUZI
47. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru BK yang Dirindukan Oleh Siswa SMA
dalam Pemberian Layanan di Sekolah
(380-387)
ULFA DANNI ROSADA
48. Pola Komunikasi Coordinator Bimbingan dan Konseling dengan Guru Bimbingan
dan Konseling Lainnya SMA Negeri 58 Jakarta
(388-395)
v

ULFATUL MUTAHIDAH
49. Nilai Waja Sampai Kaputing dalam Praktik Konseling Multikultur
(396-402)
USWATUN CHASANAH, BERKATULLAH AMIN, BELARDO FARJANTOKY
50. Manajemen Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru
Bimbingan dan Konseling
(403-411)
YAN AZMI
51. Pentingnya Model Evaluasi Diri Profesional dalam Menjalankan Tugas Profesi di
Setting Pendidikan
(412-419)
YOVITA VINA PERMATASARI

vi

PERANAN NILAI-NILAI SARAK OPAT DALAM BUDAYA
MASYARAKAT GAYO TERHADAP
PEMAHAMAN KARIR
(INDIGENOUS COUNSELING REVIEWED WITH SOCIAL
COGNITIVE CAREER THEORY)
Sofyan Abdi 1
Zara Mayra 2
Kushendar 3
Ayu Pernama 4
Abstrak
Keputusan karir adalah bagian yang dihadapi oleh setiap siswa, oleh karena
itu layanan konseling karir yang dilakukan oleh konselor harus dilakukan
dengan menggunakan pendekatan konseling dan teori karir. Orang Gayo
adalah orang-orang yang tinggal di provinsi Aceh Tengah, dengan beragam
nilai budaya, dengan melihat peluang ini, konselor profesional dapat
menggunakan dan mengembangkan pendekatan konseling berdasarkan
budaya dan kearifan lokal (Konseling Adat). Alasan penggunaan
pendekatan ini adalah konselor percaya bahwa dengan teori karir SCCT
menggunakan konseling Masyarakat Gayo, konselor profesional dapat
melakukan konseling yang lebih inovatif dan menghindari rintangan yang
mungkin terjadi.
Kata kunci: Konseling Adat, Sarak Opat, Karir SCCT
Abstract
Career decisions are part faced by every student, therefore career counseling
services conducted by counselors should be done by using counseling approach and
career theory. Gayo people are people living in the province of Central Aceh, with a
rich variety of cultural values, by looking at these opportunities professional
counselors are able to use and develop a counseling approach based on culture and
local wisdom (Indigenous Counseling). The reason for using this approach is that
counselors believe that with the SCCT career theory using Indigenous counseling on
Gayo society, professional counselors are able to conduct more innovative
counseling and avoid possible obstacles.
Keywords: Indigenous Counseling, Sarak Opat, Career SCCT

1

Pascasarjana Unnes, email : sofyanabdi3014@gmail.com
Pascasarjana Unnes, , email zaramayra@gmail.com
3
Pascasarjana Unnes, , email sofyanabdi3014@gmail.com
4
Pascasarjana Unnes, , email a.pernama@yahoo.co.id
2

369

PENDAHULUAN
Indigenous Konseling merupakan
bentuk pelayanan konseling yang menjadi
solusi terhadap hambatan-hambatan budaya
entah dari aspek nilai norma maupun
bahasa
di
masyarakat.
Konseling
indigenous erat kaitannya dengan budaya
di masyarakat berada, atau pelaksanaan
konseling yang berakar pada praktek nilainilai
budaya
masyarakat
yang
menginternalisasikan pengetahuan sampai
dengan pola prilaku (Uswatun, 2015).
Menjadi dasar pelaksanaan konseling
indigenous dengan meninternalisasikan
proses konseling berbasis budaya. Dalam
pengertian ini budaya merupakan suatu
konstruk individual psikologis sekaligus
konstruk sosial-makro, artinya sampai
batas tertentu budaya ada didalam setiap
diri individu sebagai konstruk sosial global
(Matsumoto, 2008). Meskipun berbasis
budaya tetapi konsep konseling Indigenous
tidak
mengesampingkan
nilai-nilai
konseling pada umumnya. Pengakaran
kepada “setempat” ini tidak berarti
mengabaikan konsep-konsep konseling,
konsep-konsep psikologi yang dianggap
universal, yang biasanya dihasilkan oleh
negara-negara Amerika Serikat (Uswatun,
2015).
Indigenous konseling yang tumbuh
dari kearifan lokal sebagai salah satu solusi
dalam menghadapi pergeseran budaya yang
terkotaminasi budaya Barat, seperti
materialisme dan individualisme (Uswatun,
2015). Indigenous konseling menjadi solusi
terhadap
hambatan-hambatan
yang
kemungkinan terjadi pada proses konseling
pada umumnya, karena fokus dari
pelaksanaan konseling ada pada konselor.
Menurut Iswari (2017) Keefektifan
konselor akan sangat tergantung pada
keefektifan komunikasi dengan orang lain
(klien), adalah merupakan keharusan bagi
konselor untuk mempelajari komunikasi
antar budaya, karena dalam proses
konseling seorang konselor akan bertanya
kepada klien tentang daerah asal klien

dengan penuh rasa kebersamaan atau
kekeluargaan, ini merupakan cermin dan
budaya timur. Dengan memahami bahwa
budaya penting dipahami khususnya pada
pelaksaan
konseling
maka
konsep
konseling indigenous dapat menjadi solusi
terhadap hambatan yang mungkin terjadi.
Tujuan dari konseling Indigineous
diharapkan dengan konseling yang
memakai nilai-nilai budaya setempat dalam
konseling bisa membantu individu dalam
kebutuhan pemecahan masalah, kebutuhan
pengetahuan dan kebijaksanaan, dan atau
kebutuhan pemenuhan spiritual (Uswatun,
2015).
Konseling indigenous menjadi solusi
terhadap permasalahan dengan menyentuh
nilai-nilai yang dimiliki masyarakat
setempat, karena konseling indigenous
membantu
menstruktur
pemahmahan
konseling terhadap budaya yang dimiliki
masyarakat. Karena pada dasarnya
konseling
indigenous
ini
akan
mengkonstruk pandangan masyarakat
terhadap manusia dan alam semesta.
Konseling
indigenous
juga
akan
menunjukkan pemahaman mereka terhadap
person, self, tujuan hidup, dan nilai-nilai
yang dijadikan pijakan (Arifin, 2013).
Beberapa
penelitian
yang
menggunakan
konseling
indigenous
berbasis kearifan lokal. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Tohirin (2013) pada
suku Sakai di pedalalaman Riau, dengan
melihat potensi siswa terhadap layanan
konseling, hasil penelitian menyimpulkan
bahwa dengan pelayanan konseling
berbasis kearifan lokal masyarakat suku
Sakai menyimpulkan bahwa secara
akademik siswa suku Sakai tidak terlalu
menonjol pada bidang akademik, tetapi
menonjol pada bidang fisik, seperti
olahraga dll.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan
oleh Arifin (2013) mengunakan subjek
pada santri di pondok pesantren Sukorejo
dengan mengunakan konseling berbasis
370

kearifan lokal (Indigenous) terhadap nilainilai kebajikan santri untuk mengurangi
prilaku melanggra peraturan dengan
mengunakan pendekatan konseling taktik
“megek klemar ainga se tak lekko-a” ini
dapat pula berarti, sebuah strategi
memperhitungkan situasi dan kondisi
masyarakat sekitarnya. Selanjutnya konsep
konseling indigenous dalam mengatasi
permasalahan karir, pada penelitian Nanda
et,al (2017) penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji dan mendeskripsikan nilai-nilai
kerja (work value) dalam serat Wedhatama.
Dalam Serat Wedhatama meliput religisu,
ebrhati-hati dalam bertindak dan bertutur
kata, tendah hati, menerapkan nasihat baik,
memafkan sesama dan tanggung jawab,
terhadap sikap pilihan pekerjaan atau
disebut Wirya (kekuasaan) arta (harta) dan
winasis (pengetahuan) dan hasil penelitian
menunjukan bahwa pendekatan konseling
Wedhatama untuk dijadikan inspirasi
terhadap permasalahan karir siswa.
Berdasarkan penelitian diatas dapat
diketahui bahwa pendekatan indigenous
konseling berbasis kearifan lokal menjadi
solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi konseli dan menjadi model yang
diharapkan mampu digunakan dengan
pendekatan
budaya
yang
dimiliki
masyarakat khususnya pada penelitian yang
dilakukan pada masyarakat Gayo, dengan
mengunakan konseling berbasis Sarak Opat
terhadap pemahaman karir mengunakan
pendekatan konseling karir SCCT.
PEMBAHASAN
Pada tahun 2002, Pemerintahan daerah
Kabupaten
Aceh
Tengah
telah
mengeluarkan satu Qanun, Nomor : 10
tahun 2002 tentang

dikembangkan dalam tatanan sosial
kehidupan masyarakat (Darmawan, 2010)
Pertimbangan lainnya adalah dalam
rangka menyelenggarakan keistimewaan
Aceh perlu menghimpun Hukum Adat, adat
istiadat dan kebiasaan-kebiasaan
sehingga
dapat dijadikan pegangan
dan pedoman kehidupan masyarakat.
Dalam pasal 4 Qanun Adat Gayo ini,
disebutkan
bahwa pemberdayaan
Hukum Adat, Adat Istiadat, Kebiasaankebiasaan dan Lembaga adat adalah untuk
meningkatkan peranan nilai-nilai adat
untuk menunjang kegiatan penyelenggraan
pemerintahan daerah dalam kelangsungan
pembangunan kemasyarakatan, serta turut
serta mendorong ketertiban masyarakat.
Selanjutnya disebutkan, bahwa dengan
berlakunya Hukum Adat, Adat istiadat,
Kebiasaan-kebiasaan dan Lembaga Adat
adalah untuk menata kehidupan masyarakat
dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
kehidupan masyarakat yang tumbuh dan
berkembang.
Pada masa yang lalu sistem
pemerintaan di Gayo berpusat pada belah
(daerah). Di setiap belah terdapat unsur
pelaksana pemerintahan yang terdiri dari
Sarak Opat, yaitu Reje (pengulu), imem,
petue dan rayat (sudere). Masing masing
unsur ini mempunyai peranan sendiri yang
sangat penting pada tatarannya. Antara
mereka dalam sarak opat ada pembagian
kerja yang tegas dengan sifat tugas yang
jelas (Daud Ali. 1991). Berikut penjelasan
nilai-nilai yang terkandung dalam Sarak
Opat pada masyarakat Gayo (Darmawan,
2010) :

Hukum Adat Gayo. Adapun dasar
pertimbangan menerbitkan Qanun ini, oleh
karena Hukum Adat adalah merupakan
nilainilai, norma sosial budaya yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat gayo
Kabupaten Aceh Tengah, untuk itu perlu

371

372

Reje

Yang menjadi kepala masyarakat hukum adat, memegang kekuasaan
puncak dalam menata kehidupan masyarakat. Dalam melakukan
kekuasaannya ia senantiasa harus musuket sipet dalam makna
berusaha selalu menegakkan keadilan, kebenaran, kasih sayang di
antara anggota belahnya. Ia juga senantiasa harus suci (cuci) atau
bersih dari sifat-sifat yang negatif, supaya dapat mensucikan
kehidupan dalam masyarakat yang dipimpinnya. Dalam mengambil
sesuatu keputusan, seseorang raja harus senantiasa adil dan bijaksana,
mempergunakan satu ukuran dalam menyelesaikan masalah yang
sama, ia harus menimbang sama berat dan dapat membayangkan
segala akibat dari keputusannya. Dengan demikian, reje harus arif,
bijaksana dan memiliki wawasan luas serta jangkauan ke depan. Di
samping musuket sipet seperti yang disebutkan di atas reje juga harus
melakukan peranannya dengan baik menurut norma adat yang
tersimpan dalam berbagai ungkapan adat gayo.

Imem

Dalam masyarakat Gayo mempunyai peranan tertentu yang dalam
adat gayo disebut muperlu sunet. Ungkapan adat ini dengan jelas
menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh imem dalam kehidupan
masyarakat belahnya. Ia berkewajiban menegakkan norma-norma
agama (Islam), caranya adalah dengan jalan mengajarkan anggota
belahnya. Hukum-hukum Islam yang dilambangkan perkataan Perlu
dan Sunet berasal dari kata-kata Fardhu dan Sunnat dalam lima
kategori Hukum Islam yang disebut Al-ahkam Khamsah. Selain dari
menyebarkan ajaran Islam, imem juga berkewajiban menjaga agar
norma-norma agama Islam tidak terlanggar dalam setiap perbuatan
yang dilakukan oleh anggota belahnya dan keputusan yang dilakukan
oleh reje atau pengulu.

Petue

Dalam melakukan peranannya petue harus musidik sasat. Yang
dimaksud oleh ungkapan adat ini adalah bahwa seseorang petue harus
senantiasa mengamati, menyelidiki dan (bahkan) mengetahui semua
perkembangan yang terjadi dalam belahnya. Ia harus segera
menanggapi dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara para
anggota belahnya, dan segera menyampaikan apa yang diketahuinya
dan soal-soal yang tidak dapat dipecahkannya kepada reje. Reje
sebagaimana disebutkan di atas berkewajiban menyelesaikan setiap
masalah sebagaimanapun sulitnya, secara bijaksana, adil dan benar.

Rayat

Peranan rayat bersifat genap mupakat, Peranan ini dilaksanakan
dalam berbagai tugas yang ditetapkan oleh masyarakat hukum adat ke
puncak setiap anggota belah, di antaranya menilai jalannya
pemerintahan dan kehidupan kemasyarakatan. Peranan ini
dilaksanakan melalui lembaga musyawarah, di samping itu rayat juga
mempunyai peranan untuk melakukan pengawasan terhadap ke tiga
unsur Sarak Opat di atas apakah mereka melaksanakan peranannya
masing-masing selaras dan sesuai dengan norma adat Gayo.

373

Nilai-nilai Sarak Opat terhadap
pemilihan keputusan karir, pendekatan
karir yang digunakan menggunakan
pendekatan Karir SCCT. Sosial Kognitif
Karir Teori (Lent, Brown, & Hackett,
1994) adalah pendekatan yang lumayan
baru untuk memahami teka-teki karir. Hal
ini dimaksudkan untuk menawarkan
kerangka pemersatu untuk membawa
potongan
umum,
atau
elemen,
diidentifikasi oleh teori karir seperti
sebelumnya yaitu Super, Holland,
Krumboltz, dan Lofquist dan Dawis,
mereka mengatur bagaimana orang (1)
mengembangkan kepentingan kejuruan,
(2) membuat (remake) pilihan pekerjaan,
dan (3) mencapai berbagai tingkat
keberhasilan karir dan stabilitas. Dasar
utama untuk pendekatan ini terletak pada
(1986) teori umum kognitif sosial
Bandura, yang menekankan cara yang
rumit dimana orang, perilaku mereka, dan
lingkungan saling mempengaruhi satu
sama lain.
Teori
Karir
Kognitif
Sosial
menunjukkan
sejumlah
ide
untuk
intervensi
perkembangan, pencegahan,
dan
perbaikan
karir,
untuk
mempromosikan pengembangan akademik
minat siswa / karir dan kompetensi, untuk
mencegah atau forestalling kesulitan yang
berhubungan dengan karir, dan untuk
membantu orang mengatasi permasalahan
yang
ada
dalam
memilih
atau
menyesuaikan diri dengan bekerja. Saran
untuk aplikasi perkembangan dan preventif
dapat diturunkan dari dasar model interest,
pilihan, dan kinerja SCCT khususnya dari
hipotesis tentang bagaimana self-efficacy
dan variabel kognitif sosial lainnya
berkembang di masa kecil dan remaja.
Dalam aplikasi perbaikan, teori dapat
digunakan sebagai kerangka kerja baik
untuk mengadaptasi metode konseling
yang ada dan untuk mengembangkan
teknik intervensi baru. Pada bagian ini,
kita mempertimbangkan caracara di mana
SCCT dapat digunakan dalam menangani

masalah
karir
perkembangan
perbaikan yang dipilih.

dan

Bandura
(dalam
Tang,
1986)
menemukan bahwa individu-individu
dengan suatu kendali perasaan positif,
yang dikombinasikan
dengan
suatu
pandangan optimis masa depan, akan
lebih baik dalam menghadapi tekanan dan
tantangan; dengan kata
lain mereka
memperlihatkan afikasi diri (self-efficacy)
yang tinggi. Afikasi diri didefinisikan
sebagai pertimbangan seseorang atas
kemampuannya
untuk
memenuhi
tugastugas tertentu. Bandura menyatakan
bahwa keyakinan afikasi diri (self-efficacy
beliefs) berpengaruh terhadap capaian
kinerja,
kemampuan belajar, persuasi
sosial, dan
kekuatan atau stabilitas
emosional. Afikasi diri mempengaruhi
kinerja dan kinerja dipengaruhi oleh
afikasi diri. Hal ini berinteraksi dengan
motivasi kapabilitas pribadi, dan faktorfaktor lingkungan atau variabel-variabel
kontekstual (Tang dan Russ, 2007).
Menurut Tang dan Russ (2007)
efikasi diri (self-efficacy) menempatkan
peran sebagai media utama antara
perkembangan minat karier, pilihan karier,
dan pribadi individu serta variabel
kontekstual. SCCT melalukan konsolidasi
pada
variabel-variabel
yang
mempengaruhi pilihan dan perkembangan
karier. Salah satu kekuatan besar SCCT
adalah pengenalan pengaruh kontekstual
pada perkembangan karier seseorang dan
peran afikasi diri (self-efficacy) sebagai
media
perilaku
seseorang
untuk
pencapaian suatu bidang karier.
Karir merupakan rangkaian sikap dan
perilaku
yang
berkaitan
dengan
pengalaman dan aktivitas kerja selama
rentang waktu kehidupan seseorang dan
rangkaian
aktivitas
kerja
yang
berkelanjutan (Gibson dan Mitchell,1995).
Gibson
mengemukakan
bahwa
perkembangan karir individu meliputi lima
tahapan dengan tugas perkembangan yang
berbeda, yaitu: 1. Tahap pertumbuhan,
374

mulai dari lahir sampai dengan umur 14
atau 15 tahun. 2. Tahap eksplorasi, dari
umur 15 tahun sampai dengan 24 tahun. 3.
Tahap pembentukan, mulai umur 25 tahun
sampai umur 44 tahun. 4. Tahap
pemeliharaan, mulai umur 45 tahun sampai
umur 64 tahun, dan 5. Tahap kemunduran,
dari umur 65 tahun keatas. Mahasiswa
pada jenjang sarjana masuk dalam kategori
tahap eksplorasi dengan karakteristik fase
sementara (tentative), dimana fase ini
individu mempersempit pilihanya namun
belum final.
Tugas utama perkembangan karir
tahap eksplorasi adalah mengeksplorasi
jabatan, dan uji coba peranan untuk
memperoleh kesesuaian antara konsep diri
dan faktor-faktor lingkungan pekerjaan
atau pendidikan yang mempersipkan
mereka pada suatu jabatan. Social
Cognitive Career Theory (SCCT) yang
berdasarkan pada teori sosio kognitif
Albert Bandura (dalam Tang, 2007)
merupakan salah satu teori yang
menjelasan proses pengambilan keputusan
karir.
Budaya
secara
signifikan
mempengaruhi pilihan karier seseorang
(Tang et al 2007).
Budaya
merupakan
keseluruhan
kompleks yang terdiri dari pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, norma, adat
kebiasaan dan kapabilitas lain, serta
kebiasaan apa saja yang diperoleh
seseorang manusia sebagai anggota suatu
masyarakat. Selanjutnya (Triandis dalam
Tang 2007) mengungkapkan, orang-tua
menanamkan nilai-nilai budaya kepada
anak-anaknya (giving) melalui interaksi
sosial yang berlangsung dalam kehidupan
keluarga, sedangkan Berry, Poortinga,
Seegal, dan
Dosen (Tang, 2007)
menyatakan bahwa budaya mempengaruhi
perilaku anak melalui pewarisan budaya
(cultural transmission). Bahwa budaya
dapat mempengaruhi pilihan karier
seseorang
melalui
proses pewarisan
budaya (cultural transmission), penanaman
budaya (cultural giving) oleh orang-tua
kepada anak-cucunya, dan pengaruh

budaya masyarakat di mana seseorang
bertempat tinggal.
Ada tiga prosedur/teknik perilaku
konselor yang diambil dari pendekatan
belajar sosial terhadap teori perkembangan
karir (social learning
approaches
to
career development theory)
dalam proses konseling karir (Tang, 2007):
Penguatan
(reinforcement),
dalam
teknik
ini
konselor
membantu klien dalam hal penyelesaian
tujuan dari konseling karier yaitu memilih
alternative karier yang tepat;
Pengguanaan peranan model (role
model), dalam teknik ini konselor
membantu konseli dengan bertindak
sebagai model atau dengan menyediakan
model peran terhadap mereka. Dengan
menggambarkan cara membuat keputusan
yang tepat dan strategi pembuatan
keputusan yang efektif, konselor menjadi
model peran bagi konseli; Simulasi
(simulation) kegiatan ini dapat membantu
klien dalam mensimulasikan suatu
pengalaman karir.
Selain itu dalam
pengambilan keputusan karir sangat
diperlukan adanya peranan kognitif.
Dalam peranan sarak opat yang
terdiri dari reje, petue, imem dan rayat
selama masa eksplorasi karir peranan
sarak opat ini dapat berperan sebagi
elemen-elemen
penting
dalam
pengambilan keputusan karir berdasarkan
peranan masing-masing bagian sarak opat.
Teori Karir Kognitif Sosial menunjukkan
sejumlah
ide
untuk
intervensi
perkembangan, pencegahan, dan perbaikan
karir,
untuk
mempromosikan
pengembangan akademik minat siswa /
karir dan kompetensi, untuk mencegah
atau
forestalling
kesulitan
yang
berhubungan dengan karir, dan untuk
membantu orang mengatasi permasalahan
yang
ada
dalam
memilih
atau
menyesuaikan diri dengan bekerja.

375

Dukungan elemen peranan sarak opat
yang pertama adalah reje yang fungsinya
adalah harus mampu menimbang sama
berat dan dapat membayangkan segala
akibat dari keputusannya. Di samping
musuket sipet, seperti yang dinyatakan di
atas, reje juga harus melakukan
peranannya dengan baik menurut norma
norma adat yang tersimpan dalam berbagai
ungkapan adat gayo. Pengambilan
keputusan karir dalam teori SCCT
disebutkan bahwa keterampilan yang harus
dimiliki oleh seorang indidividu adalah
dapat menafsirkan keberhasilan masa lalu
dan masa sekarang dengan car-cara yang
mempromosikan,
kompetensi
yang
dimiliki sekarang dan juga pernanan ini
berperan agar individu dapat Ulasan masa
lalu terkait pengalaman sukses (Lent,
Brown, & Hackett, 1994). Dukungan
elemen
kedua
adalah
imem,
Ia
berkewajiban menegakkan norma-norma
agama dengan cara mengajarkan anggota
belahnya. Imem juga berkewajiban
menjaga agar norma-norma agama tidak
terlanggar dalam setiap perbuatan yang
dilakukan oleh anggota belahnya dan
keputusan yang dilakukan oleh reje atau
pengulu.
Elemen selanjutnya adalah petue yang
harus musidik sasat, yang artinya harus
senantiasa mengamati, menyelidiki dan
(bahkan)
mengetahui
semua
perkembangan yang terjadi. Petue harus
segera menanggapi dan menyelesaikan
perselisihan yang terjadi, dan segera
menyampaikan apa yang diketahuinya dan
soal-soal yang tidak dapat dipecahkannya
kepada reje.
Dalam penelitian Tang dan Russ
(2007) menunjukkan bahwa SCCT secara
khusus berkualitas sebagai teori karier
yang secara rinci menyelidiki bagaimana
lingkunga pribadi dan kepercayaan budaya
mempengaruhi
pilihan-pilihan
karier
seseorang.
Begitu juga peran seorang petue dan
nilai-nilai yang berada pada peran tersebut

dalam pemilihan dan pemahaman karir
mampu menjadi reinforcement bagi
pemahaman karir individu dimana peran
petue sebagai pengamat dan meluruskan
jika apa yang dimiliki dan dikerjakan
individu tersebut tidak sesuai dengan
norma adat istiadat.
Elemen terakhir dan menajdi puncah
dalam pemahaman karir adalah rayat atau
dengan kata lain adalah individu itu
sendiri. Dalama sarak opat peran rayat
berada pada posisi tertinggi dimana rayat
berfungsi sebagi pengamat dan pengawas
dari 3 peran dalam sarak Opat seperti reje,
imem, dan petue. Dalam kepentingan dan
pilihan karir sangat berkaitan dengan
keyakinan diri dan harapan seseorang.
Bagaimana harapan dan peran rayat dapat
menjadi acuan untuk mengembangkan
potensi diri dan mengenali kemampuan
diri. SCCT menjelaskan tiga model dalam
pengembangan karier seseorang yaitu (a).
pengembangan akademik dan minat
jurusan, (b) bagaimana individu membuat
pilihan pendidikan dan karier, dan (c)
kinerja dan stabilitas diri. Ketiga model ini
memiliki penekanan berbeda yang
berpusat pada tiga variabel utama yaitu self
efficacy, harapan dari pelaksanan karir,
dan tujuan pribadi. (Alvin Leung:2008).
Dan ketiga aspek harus dimasuki nilainilai budaya dalam hal ini sarak opat agar
ketika individu membuat pilihan akademik
dan minat, pendidikan dan karir, juga
terhadap pemilihan dan pemahaman
mengenai kinerja dan stabilitas diri masih
berada pada nilai-nilai kebudayaan dimana
individu tersebut tinggal dan peran-peran
dari nilai rayat dapat untuk menggerakkan
motivasi, sumber-sumber kognitif, dan
serangkaian tindakan yang diperlukan
untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari
situasi yang dihadapi.
KESIMPULAN
Keputusan karir merupakan elemen
penting yang dihadapi setiap siswa dengan
menyadari pilihan-pilihan karir yang ada.
Peran
Konselor
sekolah
dengan
376

memberikan pelayanan karir untuk
membantu permasalahan siswa. Dengan
menggunakan
berbagai
pendekatan
konseling dan teori karir. Pendekatan
Konseling Indigenous berbasis nilai-nilai
Sarak Opat masyarakat Gayo merupakan
solusi yang digunakan konselor dalam
melihat bahwa permasalahan karir yang
dihadapi siswa khususnya pada masyarakat
Gayo dengan tanpa menghilangkan unsurunsur penting dari pendekatan konseling
secara umum. Teori SCCT hadir
digunakan sebagai teori yang pas
digunakan sejalan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pendekatan konseling
berbasis nilai-nilai Sarak Opat pada
masyarakat Gayo. Harapannya dengan
mengunakan konseling berbasis nilai-nilai
Sarak Opat konseli dapat menyadari
bahwa keputusan karir yang dibutuhkan
dapat optimal dengan pemberian layanan
yang
dilakukan
oleh
konselor
menggunakan teori karir SCCT, melalui
pendekatan Konseling berbasis nilainilai
Sarak Opat masyarakat Gayo.

Jersey: Prentice-Hall Inc.
Istiqomah, N., Muslihati, M., & Atmoko,
A. (2017). Work Value Dalam Serat
Wedhatama Dan
Implikasinya
Terhadap Bimbingan Karier Berbasis
Budaya Jawa. Jurnal Pendidikan:
Teori,
Penelitian,
Dan
Pengembangan, 2(6), 806–811.
Lent, Robert. W., Brown, Steven D. 2002.
Social Cognitive Career Theory.
Duena Brown etl (Eds). (Career
Choice and Development Fourth
Edition). New York: Wiley Campany.
Matsumoto David. (2008).
Pengantar
Psikologi
Lintas
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muhammad Daud Ali. (1995). Hukum
Adat Gayo, Penelitian Awal Mengenai
Hubungan Hukum Adat dengan
Hukum Islam Masyarakat. Indonesia,
Jakarta.

Aman Pinan, AR Hakim. (2002). Syariat
Islam dan Adat Istiadat. Takengon:
Yayasan Mahkamam Mahmuda.

Tang, M., and Russ, K. (2007).
Understanding
and
Facilitating
Career Development of People of
Appalachian Culture: an Integrated
Approach. Career
Development
Quarterly.

Alvin Leung. 2008. The Big Five Career
Theories. J.A. Athanasou, R. Van
Esbroeck
(eds.)
International
Handbook of Career Guidance.
China: Business Media B.V.

Tohirin (2013) The Potential Students and
Guidance Counseling Services Policy
(Case Study on Stu. (n.d.), 33–44.
Riau: Toleransi FPsikologi UIN
Sultan Syarif Kasim Riau Vol. 5 No. 1

Arifin, S. (2013). Konseling indigenous

Uswatun, Indigineous Konseling . (2015).
Jurnal Bimbingan Konseling. Jurnal
Bimbingan Konseling UNNES, 3(2), 6.

DAFTAR PUSTAKA

Berbasis Pesantren  :Jurnal Lisan AlHal 5(1), 93–115.
Darmawan. (2010). Peranan Sarak Opat
Dalam Masyarakat Gayo. (The Roles
Of Sarak Opat In Gayo Community).
KANUN No. 50
Gibson, R. L. dan Mitchell, M.H. (1995).
Intoduction
to
Counseling
and Guidance.
Englewood
Cliffs-New

377