SPMDI PERKEMBANGAN MODERNISME DI MESIR

PERKEMBANGAN MODERNISME DI MESIR
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Modern
Dalam Islam I Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Nurwadjah, EQ. M.A dan
Samsudin, M.Ag.

.

Oleh:
Fakih Kurnia Azis

1145010040

Hasna Nurfarida

1145010046

Jawad Mughofar KH

1145010071

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BAzNDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,

Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah Sejarah Pemikiran Modern dalam Islam I. Penyusun menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat penyusun harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 27 Oktober 2015


Penyusun,

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................

1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

1

C. Tujuan ............................................................................................

2


BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi dan Pemikiran Jamaluddin al- Afgani .............................

3

B. Biografi dan Pemikiran Muhammad Abduh ..................................

6

C. Biografi dan Pemikiran Rasyid Ridha ...........................................

10

D. Murid dan Pengikut Muhammad Abduh .......................................

16

BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................


22

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor penyebab kemunduran Islam yang di mulai di penghujung abad ke17, yang titik awalnya dimulai dari kekalahan-kekalahan yang diderita oleh
angkatan perang Turki dalam pertempuran-pertempuran dengan kekuatankekuatan bangsa Eropa. Mesir sebagai salah satu daerah kekuasaan Turki tidak
terlepas dari gangguan bangsa Eropa. Tahun 1798 M, Mesir yang merupakan pusat
kebudayaan Islam terbesar saat itu jatuh ketangan Perancis.1
Dalam faktor lain, hal yang menyebabkan kemunduran Islam yaitu
dikarenakan umat Islam yang banyak terlena akan kejayaan Islam pada masa lalu
dan banyaknya umat Islam yang disibukkan dengan masalah-masalah agama tanpa
ingin mempelajari dan ingin membahas lebih dalam masalah kontemporer,
terutama dalam bidang pendidikan. Inilah yang menyebabkan tertutupnya pintu
Ijtihad, dikarenakan umat Islam banyak yang bersifat taqlik dan banyaknya

perselisihan antar mazhab. Tidak hanya itu, banyak para pemimpin yang tidak
memperhatikan kesejahteraan rakyatnya karena para pemimpin banyak yang
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kesenangan pribadinya.
Para pemuka atau pemikir Islam mulai memikirkan cara untuk mengatasi
dari berbagai masalah yang terjadi, dengan cara menimbulkan ide-ide yang dapat
membawa pembaharuan dikalangan umat Islam. Para pemuka Islam yang resah
terhadap kemunduran Islam pada masa itu adalah Jamaluddin al-Afgani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha begitupun juga dengan para murid atau
pengikutnya. Yang lebih luasnya akan kami bahas dalam makalah ini. InsyaAllah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:

1 Kurnial Ilahi. 2002. Perkembangan Modern dalam Islam. Riau: Lembaga Penelitian dan
Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan Pusaka Riau, hlm 55

1

2


a. Bagaimana Biografi dan Pemikiran Jamaluddin al-Afgani?
b. Bagaimana Biografi dan Pemikiran Muhammad Abduh?
c. Bagaimana Biografi dan Pemikiran Rasyid Ridha?
d. Siapa saja murid dan pengikut Muhammad Abduh?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui Biografi dan Pemikiran Jamaluddin al-Afgani?
b. Mengetahui Biografi dan Pemikiran Muhammad Abduh?
c. Mengetahui Biografi dan Pemikiran Rasyid Ridha?
d. Siapa saja murid dan pengikut Muhammad Abduh?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi dan Pemikiran Jamaluddin al- Afghani
a. Biografi Jamaluddin al- Afghani
Jamaludin lahir di afganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di
istambul di tahun 1897.2 Ali Rahmena (1998:19-20) tak ada sumber primer
yang mendukung bahwa tempat lahir atau besarnya adalah Afghan, seperti

yang biasa diakuinya, kini banyak sumber yang meperhatikan bahwa dia tak
mungkin orang Afghan. Tetapi lahir dan mendapat pendidikan Syiah di Iran.
Sumber-sumber ini antara lain surat untuk kemenakan Irannya, yang
menulis satu-satunya biografi awal yang berdasar pada masa lahir dan
kanak-kanak yang sebenarnya. Berbagai buku dan risalah bertahun
ditemukan di antara tulisan-tulisan Afghani, memperhatikan bahwa akibat
di didik di Iran dan hampir pasti di kota-kota suci Syi’ah di Irak dia piawai
dalam Filsafat Islam dan juga dalam Syi’ah mazhab Syaikhi, yang
merupakan ragam Syi’ah yang sangat filosofis pada abad kedelapan belas
dan kesembilan belas.3
Ketika baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran
Dost Muhammad Khan di Afganistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat
Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia di angkat oleh Muhammad
A’zam Khan menjadi Perdana Menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai
mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan
yang terjadi Al- Afghani memilih pihak yang melawan golongan yang di
sokong Inggris. Pihak pertama kalah dan al- Afghani merasa lebih aman
meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India di tahun 1869.
Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena negara ini telah jatuh
ke bawah kekuasaan inggris dan oleh karena itu ia pindah ke mesir di tahun


2 Harun Nasution. 2011. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang. Hlm. 43
3 Ali Rahnema. 1998. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan. Hlm. 19-20

3

4

1871. Ia menetap di kairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan
poitik Mesir dan memuasatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra
arab.Rumah tempat ia tinggal menjadi tempat pertemuan murid –murid dan
pengikut-pengikutnya .Disanalah ia memberikan kuliaah dan mengadakan
diskusi.4
Afghani mendorong pengikutnya pada 1870an untuk menerbitkan Koran.
Dikoran ini mereka menekankan isu politik. Pada tahun-tahun itu, perhatian
dan keterlibatan politik orang mesir meningkat secara dramatis. Problem
keuangan dan pajak, dipadu dengan peristiwa dalam dan luar negeri lainnya,
menciptakan krisis politik.5
Di tahun 1889 al- Afghani diundang untuk datang ke Persia. Atas

undangan Sultan Abdul Hamid, Al- Afghani Selanjutnya pindah ke istambul
di tahun 1892. Pengaruh yang besar di bebagai negara Islam diperlukan
dalam angka pelaksanaan politik Islam yang di rencanakan Istambul.
Bantuan dari negara-negara Islam di perlukan dalam rangka pelaksanaan
politik Islam yang di rencanakan Istambul. Bantuan dari negara-negara
Islam amat dibutuhkan Sultan Abdul hamid untuk menentang eropa yang di
waktu itu telah kian mendesak kedudukan kerajaan Usmani di timur tengah.
Tetapi kerja sama antara Al- Afghani sebagai pemimpin yang mempunyai
pemikiran-pemikiran demokratis tentang pemerintahan,dengan Abdul
Hamid,sebagai sultan yang masih mempertahankan kekuasaan otokrasi
lama,tidak bisa tercapai.Karena tkut akan pengaruh Al- Afghani yang
demikian besar, kebebasannya dibatasi Sultan dan ia tak dapat keluar dari
Istambul.Ia tetap tinggal di sana sampai ia wafat di tahun 1897.6

b. Pemikiran Jamaluddin al- Afghani
Dalam buku Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Pegerakan
(2011: 46-48) dijelaskan mengenai pemikiran pembaharuan Jamaluddin al-

4 Harun Nasution, hlm. 43
5 Ali Rahnema, hlm. 23

6 Harun Nasution, hlm. 45

5

Afghani berdasar atas keyakinan bahwa Islam adalah yang sesuai untuk
semua bangsa, semua zaman dan semua keadaaan. Kalau kelihatan ada
pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa
perubahan zaman dan perubahan kondisi penyesuaian dapat di peroleh
dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti
yang tercantum dalam Al Quran dan Hadis. Untuk interpretasi itu di
perlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.
Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagai mana dianggap,
tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur
karena telah meninggalakan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya hanya
tinggal dalam ucapan dan di atas kertas, sebagian dari ajaran-ajaran asing
itu dibawa orang-orang yang pura-pura bersikap suci, sebagian lain oleh
orang-orang yang mempunyai keyakinan-keyakinan yang menyesatkan dan
sebagian lagi oleh hadits-hadits buatan, Paham Qodo dan Qodar
umpanyanya, demikian al- Afghani, telah di rusak dan di ubah menadi
fatalisme yang membawa umat Islam kepada keadan statis. Qada dan Qadar

sebenarnya mengandung arti bahwa segala sesuatu terjadi menurut
ketentuan sebab musabab. Kemauan manusia merupakan salah satu mata
rantai sebab musabab itu. Di masa silam keyakinan pada Qada dan Qadar
serupa ini memupuk keberanian dan kesabaran dalam jiwa umat Islam untuk
menghadapi segala macam bahaya dan kesukaran, Karena percaya pada
Qada dan Qadar inilah maka umat Islam di masa yang silam bersifat dinamis
dan dapat menimbulkan peradaban yang tinggi.
Sebab-sebab kemunduran yang bersifat politis ialah perpecahan yang
terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolute mempercayakan
pimpinan umat kepada orang-orang yang tak dapat di percaya, mengabaikan
masalah pertahanan militer, menyerahkan administrasi negara kepada
orang-orang tidak ompeten dan intervensi asing. Lemahnya rasa
pesaudaraan Islam juga merupakan sebab bagi kemunduran umat Islam. Tali
persaudaraan Islam telah terputus, bukan di kalangan awam saja tetapi uga
di kalangan alim ulama.

6

Jalan untuk memperbaiki keadaaan umat Islam, menurut Al- Afghani
ialah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang di anut umat Islam
umumnya, dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Hati mesti
di sucikan, budi pekerti luhur di di hidupkan kembali dan demikian pula
kesedian berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman pada
ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai
kemajuan.
Corak pemerintahan otokrasi harus diubah dengan corak demokrasi.
Kepala negara harus mengadakan syura (musyawarah) dengan pemimpinpemimpin masyarakat yang banyak mempunyai pengalaman. Pengetahuan
manusia secara individual terbatas sekali. Islam dalam pendapat al- Afghani
menghendaki pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat kebebasan
mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara tunduk kepada
undang-undang dasar.7

B. Biografi dan Pemikiran Muhammad Abduh
a. Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh berakar pada bumi pedusunan mesir. Dia lahir di
sebuah dusun Delta sungai Nil pada 1849. Keluarganya terkenal berpegang
teguh kepada ilmu dan agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh
muda merasakan sejak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini
menjadi pokok persoalan yang dia sampaikan dengan sangat yakin di
kemudian hari ketika dia menegaskan perlunya permbaruan keluarga dan
hak-hak wanita. Abduh belajar membaca dan menulis di rumah. Pada usia
dua belas tahun dia rajin membaca al- Qur’an, sampai hafal. Salah seorang
penulis biografinya mencatat bahwa, karena tidak belajar di lingkungan
sekolah al- Qur’an, Abduh tak pernah merasakan hak yang dialami orang

7 Harun Nasution. Hlm. 48

7

yang hafal al- Qur’an, seperti ragu-ragu ketika menyampaikan kuliah atau
mengutip al- Qur’an.8
Pada tahun 1877, Abduh menyelesaikan studinya di al- Azhar dengan
mendapat gelaran Alim. Ia mulai mengajar, pertama di al- Azhar. Kemudian
di Dar al- Ulum dan juga di rumahnya sendiri. Di antara buku-buku yang
diajarkannya ialah buku akhlak karangan Ibnu Miskawaih, Mukaddimah
Ibnu Khaldun dan Sejarah Kebudayaan Eropa karya Guizot, yang
diterjemahkan al- Tahtawi kedalam bahasa Arab di tahun 1857. Sewaktu alAfghani diusir dari Mesir di tahun 1879, karena di tuduh mengadakan
gerakan menentang Khedewi Taufik, Muhammad Abduh yang juga
dipandang turut campur dalam soal ini, dibuang keluar kota Kairo. Tetapi di
tahun 1880 ia boleh kemnalo ke ibu kota dan kemudian diangkat menjadi
redaktur surat kabar resmi pemerintahan mesir. Al- Waqa’i Fi Misriyah.
Ada waktu itu perasaan kenasionalan Mesir telah mulai timbul. Di bawah
pemimpinan Muhammad Abduh. Al-Waqa’i Fi Misriyah bukan hanya
menyiarkan berita-berita resmi, tetapi juga artikel tentang kepentingan
nasional Mesir.9

b. Pemikiran Muhammad Abduh
Akal dan Wahyu
Pendapat tentang pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid,
berdasar atas kepercayaannya pada kekuatan akal. Menurut pendapatnya alQuran berbicara, bukan semata kepada hati manusia tetapi juga kepada
akalnya. Islam memandang akal mempunyai kedudukan tinggi. Allah
menunjukan perintah-perintah dan larangan-larangannya kepada akal.
Menurut Muhammad Abduh akal mempunyai kedudukan yang tinggi.
Wahyu tak dapat membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal. Kalau
zahir ayat bertentangan dengan akal, haruslah di cari interpretasi yang

8 Utsman Amin, 1953, Muhammad Abduh. Washington: American Council of Learned Societies.
Hlm. 3
9 Harun Nasution, hlm. 52

8

membuat ayat itu sesuai dengan pendapat akal.10 Kepercayaan pada
kekuatan akal adalah dasar peradaban sesuatu bangsa. Akal terlepas dari
ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan memperoleh jalan-jalan yang
membawa pada kemajuan. Pemikiran akallah yang menimbulkan Ilmu
Pengetahuan.
Tafsir al- Qur’an
Muhammad Abduh merasa memikul tugas besar memperbarui pandangan
dunia Islam yang dominan pada zamannya, rencana pembaruan politik dan
sosial Abduh menjadikan al- Qur’an reinterpretasi al- Quran untuk dunia
modern sangat penting. Dia merasa bahwa al- Quran harus memainkan
peranan sentral dalam mengangkat masyarakat, memperbaharui kondisi
umat, dan menyodorkan peradaban Islam modern. Dengan demikian dia
dapat menafsirkan Islam sebagai kampiun kemajun dan pembangunan,
Katanya kembali ke nash al- Quran itu perlu. Dengan melepaskan nash dari
ulasan yang di ulang-ulang dan terkadang bertentangan, Abduh memimpin
upaya membuat nash dapat dimengerti oleh semakin banyak orang terdidik
yang mampu membaca dan merenungkan makna dan pesannya.11

Pendidikan
Salah satu isu paling penting yang jadi perhatian Abduh sepanjang hayat
dan karirnya adalah pembaharuan pendidikan. Baginya pendidikan itu
penting sekali sedangkan ilmu pengetahuan itu waib di pelajari.12 Yang
juga jadi perhatiannya adalah mencari alternatif untuk keluar dari stagnasi
yang di hadapinya sendiri di sekolah agama Mesir, yang tercerminkan sekali
dengan baik sekali dengan dalam pendidikannya di al- Azhar. Program yang
di ajukannya sebagai salah satu fondasi utama adalah memahami dan
menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan

10 Harun Nasution, hlm 55-56
11 Ali Rahnema, hlm 53-54
12 Ali Rahnema, hlm 57

9

masyarakat. Dia mengkritik sekolah modern yang didirikan oleh misionaris
asing dan juga mengkritik sekolah yang didirikan pemerintahan. Katanya di
sekolah misionaris, siswa dipaksa mempelajari Kristen, sedangkan di
sekolah pemerintah, siswa ridak diajar agama sama sekali.
Perlu ditegaskan bahwa bagi Muhammad Abduh tidak cukup hanya
kembali kepada ajaran asli itu, sebagai yang di anjurkan oleh Muhammad
Abd al Wahab. Karena zaman dan suasana umat Islam sekarang telah jauh
berubah dari zaman dan suasana umat Islam zaman klasik, ajaran-ajaran asli
itu perlu di sesuaikan dengan keadaan modern sekarang.13

Politik
Abduh cenderung memandang kondisi pemerintah otoriter pada bangsabangsa Muslim sebagai akibat kebodohan faqih dan penguasa. Dia
menganggap faqih bersalah karena tidak memahami politik dan bergantung
kepada penguasa, sehingga penguasa tak mempertanggung jawabkan
kebijakannya. Di suatu pihak, penguasa bukan saja tak tahu bagaimana
memerintah dan menegakan keadilan, mereka juga merusak faqih dan
memanfaatkan faqih untuk kepentingan sendiri dengan cara mendesak faqih
mengeluarkan fatwa yang mempertahankan kebijakan pemerintah. Yang
sangat penting bagi umat adalah persatuan politik dan keadilan. Persatuan
politik dan keadilan, menurut abduh belum ada akibat ketidakpedulian
pemimpin. Segenap keburukan yang menimpa kaum Muslim, merupakan
akibat perpecahan. Pemimpin Muslim menyandang gelar tinggi, seperti
pangeran dan sultan, hidup mewah dan berupaya mencari perlindungan dari
pemerintah asing non-Muslim untuk memperkuat dirinya dalam meghadapi
rakyanya sendiri. Pemimpin seperti ini menjarah kekayaan rakyat demi
kesenagan pribadi dan tak menegakan keadilan pemimpin seperti ini juga
tak merujuk ke kitab yang tepat atau mengikuti sunnah. Dengan demikian
pemimpin seperti ini menjadi penyebab kerusakan akhlak umat.14
13 Harun Nasution 54
14 Ali Rahnema, hlm 60-61

10

Dalam bidang ketatanegaraan Muhammad abduh juga berpendapat
kekuasaan negara harus dibatasi. Menurut pendapatnya pemerintah wajib
bersikap adil terhadap rakyat dan terhadap pemerintah yang serupa ini,
rakyat harus patuh dan setia. Kepala negara adalah manusia yang dapat
berbuat salah dan dipengaruhi oleh hawa nafsunya dan kesadaran rakyatlah
yang bisa membawa kepala negara yang demikian sifatnya kembali kepada
jalan yang benar. Kesadaran rakyat dapat dibnagunkan dengan prendidkan
di sekolah sekolah, penerangan dalam surat kabar dan sebagainya.15

Peran Wanita
Abduh merasa perlu adanya permbaruan atas adat yang berkenaan dengan
peranan dan kedudukan wanita, dia percaya bahwa hubungan suami istri
haruslah berhubungan saling menghormati dan saling memikirkan, agar
dapat membesarkan generasi sehat yang percaya diri dan tidak ketakutan
tehadap orang asing. Dan ketahuilah bahwa pria yang berupaya menindas
wanita supaya dapat menjadi tuan di rumahnya sendiri, berarti menciptakan
generasi budak.
Muhammad Abduh menegaskan bahwa dalam Islam ada persamaan
gender, pria dan wanita punya hak dan kewajiban yang sama; mereka juga
memiliki nalar dan perasan yang sama. Dia mengakui bahwa antara pria dan
wanita memiliki ada hak dan kewajiban terhadap satu sama lain, pria dan
wanita memiliki tanggung jawab dan kewajiban terhadap Allah, mereka
mempunyai kewajiban dan iman Islam yang sama, mereka sama-sama
diseru untuk menuntut ilmu16

C. Biografi dan Pemikiran Rasyid Ridha
a. Biografi Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan
Tarablus Syam pada tahun 1282-1354 H/1865-1935 M. Dia adalah
15 Harun Nasution, hlm 58
16 Ali Rahnema, hlm. 63-64

11

Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn
Muhammad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Keluarganya dari
keturunan yang terhormat berhijrah dari Baghdad dan menetap di Qalmun.
Kelahirannya tepat pada 27 Jumad al-Tsanil tahun 1282 H/ 18 Oktober
tahun 1865 M.17
Pendidikannya diawali dengan membaca al-Qur’an, menulis dan berhitung
di kampungnya, Qalamun, Suriah. Berbeda dengan anak-anak seusianya,
Muhammad Rasyid Ridha lebih senang menghabiskan waktunya untuk
belajar dan membaca buku daripada bermain. Sejak kecil ia telah memiliki
kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.18 Setelah
lancar membaca dan menulis, Muhammad Rasyid Ridha masuk ke
Madrasah ar-Rasyidiyah, yaitu sekolah milik pemerintah di kota Tripoli. Di
sekolah itu ia belajar ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu bahasa, seperti nahu
dan saraf (ilmu tata bahasa Arab), dan ilmu-ilmu agama, seperti akidah dan
ibadah. Hanya setahun ia belajar di sini, karena ternyata sekolah itu khusus
diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjadi pegawai pemerintah,
sedangkan ia tidak berminat mengabdi untuk pemerintah.
Ketika berumur 18 tahun, ia kembali melanjutkan studinya dan sekolah
yang dipilihnya adalah Madrasah al-Wataniyyah al-Islamiyyah yang
didirikan Syekh Husain al-Jisr.

Dibandingkan dengan Madrasah ar-

Rasyidiyah, madrasah ini jauh lebih maju, baik dalam sistem pengajaran
maupun materi yang diajarkan. Di sini ia belajar mantik, matematika, dan
filsafat, di samping juga ilmu-ilmu agama. Gurunya, Syekh Husain al-Jisr,
dikenal sebagai seorang yang banyak berjasa dalam menumbuhkan
semangat ilmiah dan ide pembaharuan dalam diri Rasyid Ridha kelak. Di
antara

pikiran-pikiran

gurunya

yang

sangat

mempengaruhi

ide

pembaharuan Rasyid Ridha adalah bahwa satu-satunya jalan yang harus
ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan

17 Imarah Muhammad. 2005. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada
hlm. 1
18 Sirojuddin Ar, 2001. Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ihctiar Baru. Hlm. 161

12

pendidikan agama dan pendidikan umum dengan menggunakan metode
Eropa. Syekh Husain al-Jisr berpendapat demikian karena sekolah-sekolah
yang didirikan bangsa Eropa dan Amerika di Suriah saat itu banyak diminati
anak-anak pribumi. Keadaan ini justru mengkhawatirkan al-Jisr karena di
sekolah-sekolah itu tidak disajikan materi pelajaran agama.19
Pada usia dua puluh delapan tahun, tepatnya tahun 1310 H/ 1892, terjadi
revolusi besar dalam pemikirannya yang mengubah secara drastis
pemahamannya terhadap Islam. Ini bermula ketika Rasyid Ridha
menemukan beberapa edisi koranal-‘Urwatul Wutsq, yang concern dalam
upaya mengobarkan spirit modernisasi pemikiran serta revivalisasi
peradaban umat Islam yang tengah tiarap. Koran yang merupakan corong
pemikiran Jamaluddin al-Afghani (1254 H/ 1839—1314 H/1897) dan
Muhammad Abduh (1266 H/ 1848-1323 H/1905) ini ditemukan secara tidak
sengaja oleh Rasyid Ridha di sela-sela koleksi buku ayahnya.
Tulisan-tulisan kedua tokoh ini membuatnya tersadar bahwa Islam tidak
hanya agama rohani yang berkutat pada dimensi batin manusia, namun
merupakan agama yang menyeimbangkan antara aspek duniawi dan
ukhrawi, rasional dan sangat concern pada pengembangan peradaban
umatnya. Islam juga merupakan agama yang diturunkan untuk membawa
kesejahteraan dalam kehidupan duniawi manusia serta mempersiapkannya
menjadi khalifah Allah swt. yang bertanggung jawab mewujudkan
kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Setelah

membaktikan

hidupnya

selama

puluhan

tahun

demi

tercerahkannya kaum Muslimin, Rasyid Ridha akhirnya wafat 23 Jumadil
Ula 1354/ 22 Agustus 1935, ia meninggal dunia dengan aman sambil
memegang al-Qur’an di tangannya,20 Ia dimakamkan di ibukota Mesir ini
bersebelahan dengan makam gurunya, Muhammad Abduh.

19 Sirojuddin Ar, hlm 162
20 Asmuni. 1995. Dirasah Islamiah III: Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 88

13

b. Pemikiran Rasyid Ridha
Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah ke Kairo dengan maksud berguru
dan bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah pertama yang
dilakukan Rasyid di Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan
sebuah majalah sebagai corong mereka. Menurut Rasyid, hal ini penting
karena cara yang tepat untuk menyembuhkan penyakit umat ialah
pendidikan serta menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang
kebodohan dan pikiran-pikiran yang mengendap dalam diri umat seperti
fatalistik dan khurafat. Abduh menyetujui saran muridnya itu, kemudian
terbitlah sebuah majalah yang diberi nama al-Manar . Nama yang diusulkan
Rasyid dan disetujui Abduh. Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa
tujuan al-Manar sama dengan al-‘Urwah al-Wusqa , yakni sebagai media
pembaharuan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, menghilangkan fahamfaham yang menyimpang dari agama Islam, peningkatan mutu pendidikan,
dan membela umat Islam dari kebuasan politik Barat.21

Pendidikan
Erat kaitannya dengan konsep “jihad” yang dikemukakannya, Rasyid
menganjurkan umat Islam memiliki satu kekuatan untuk menghadapi
beratnya tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika
umat Islam bersedia menerima peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh
peradaban Barat itu ialah berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi Barat itu sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
berlawanan dengan Islam, bahkan umat Islam wajib mempelajari dan
menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka ingin maju.22
Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk
menggunakan

kekayaannya

dalam

pembangunan

lembaga-lembaga

pendidikan. Menurut Rasyid, membangun lembaga pendidikan lebih baik
dari membangun masjid. Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila
21 Kurnial Ilahi. hlm 58
22 Kurnial Ilahi, hlm. 64

14

orang-orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh.
Dengan membangun lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan
dengan demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satusatunya jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara
umum.
Di bidang pendidikan ia mendirikan sekolah sebagai misi Islam
dengan nama Madrasah al-dakwah Wa al-Irsyad di Kairo pada tahun 1912
M. Para alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia Islam.
Muhammad Rasyid Ridha sebagai penggerak pembaharuan Islam yang
masih condong pada ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah. Ia sebagai penyokong
aliran Wahabi, karena dalam ajaran aliran tersebut dikemukakan pengakuan
bermazhab salaf yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada alQur’an dan al-Hadis.
Agama
Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh
ketinggalan oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaranajaran yang nampaknya Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu
menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai lagi
dengan ajaran Islam sebenarnya.
Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya dari
bangsa Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya
sebagaimana telah diajarkan Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh
sahabat.23 Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali
kembali teks al-Qur’an.
Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang
memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan “karena syariat Islam adalah
syariat penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya
Allah swt, telah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama

23 Kurnial Ilahi, hlm. 60

15

yang universal antara ruh dan jasad, dan memberikan kesempatan seluasluasnya pada umatnya untuk berijtihad yang benar dan dalam
mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai dengan kemaslahatan
manusia di setiap tempat dan waktu.

Politik dan Hukum
Walaupun Rasyid Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat, tetapi dia
tidak setuju dengan ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut
Rasyid, umat Islam tidak perlu meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam
Islam rasa kebangsaan itu dibangun atas dasar keagamaan. Sejalan dengan
konsepnya ini, Rasyid merindukan pulihnya kesatuan dan persatuan
umat. Ia mengajak umat Islam untuk bersatu kembali di bawah satu sistem
hukum dan moral. Untuk melaksanakan hukum harus ada kekuasaan dalam
bentuk negara. Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha ialah negara dalam
bentuk kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama pembantu.
Khalifah hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan
legislatif. Di bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat
dapat tercapai.24
Konsep kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang termuat dalam
buku

al-Khalifah,

kelihatannya

semata-mata

hasil

renungan

dan

pandangannya terhadap sejarah perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya
melihat pada fungsi negara dengan mengenyampingkan persepsi negara
ditinjau dari sudut pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Rasyid kurang
menghayati dinamika sejarah pemerintahan Islam pada zaman klasik dan
pertengahan. Secara administrasi, sistem kekhalifahan itu memancing
instabilitas dan perebutan kekuasaan karena secara langsung menutup
kreativitas dan aspirasi rakyat. Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

24 Kurnia Illahi, hlm 62

16

Pendedahan awalnya terhadap gerakan politik dan islah tercetus setelah
terbaca jurnal al-‘Urwa al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun 1884 (yang
dikeluarkan secara berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal al-Din alAfghani yang mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan
faham anti kolonialisme, pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad.
Semangat yang dipugar daripada pembacaan al-‘Urwa al-Wuthqa ini terus
menggilap karakter dan mengukuhkan daya perjuangan Ridha, yang
mengilhamkannya untuk berhijrah ke Mesir dan bergabung dengan alAfghani dan Abduh bagi melanjutkan perjuangan Pan-Islamisme: “Setelah
beliau [al-Afghani] meninggal, harapanku semakin tinggi untuk menemu
wakilnya Shaykh Muhammad Abduh untuk meraih ilmu dan pandangannya
tentang reformasi Islam. Aku menunggu sehingga terbukanya peluang pada
bulan Rajab tahun 1315 (1897) dan itu adalah sebaik saja aku menamatkan

pengajian di Tripoli, memperoleh status ‘alim, dan tauliah untuk mengajar
secara bebas, daripada mentor-ku, Shaikh Husayn al-Jisr. Kemudian itu
aku lansung berhijrah ke Mesir dan melancarkan al-Manar untuk menyeru
kepada pembaharuan.”

D. Murid dan Pengikut Muhammad Abduh
Harun Nasution (2011: 68-79) menguraikan tentang murid dan pengikut
Muhammad Abduh, diantaranya:
Muhammad Farid Wajdi
Muhammad Farid Wajdi adalah seseorang yang banyak membaca dan
banyak mengarang untuk membela Islam terhadap serangan-serangan dari luar,
salah satu bukunya bernama Al-Madaniah Wa Al-Islam (peradaban modern dan
Islam) dan di dalamnya ia menjelaskan bahwa orang barat menilai Islam dari
praktek-praktek umat Islam yang berada di bawah kekuasan mereka. Dalam
buku itu ia mencoba menjelaskan Islam yang senenarya, Islam yang tidak
bertentangan dengan peradaban modern. Menurut pendapatnya “tidak satu pun
dari dasar-dasar dan teori-teori ilmiah yang membawa kepada kemajuan umat
manusia seperti, terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sendiri”, kenyataan ini

17

menjadi argumen kuat untuk membuktikan kebenaran Islam. Dan ia juga
brpendapat bahwa Islam sejati adalah yang sesuai dengan peradaban.
Farid Wajli juga mengarang ensiklopedia yang bernama Dairah Al-Ma’arif
Al-Qur’an Al-Isyrin dan tersusun dari sepuluh jilid. Menurut keterangan buku
itu ia karang tanpa bantuan orang lain. Ensiklopedi ini banyak mengandung ideide modern.

Syaikh Tantawi Jauhari
Syaikh

Tantawi

Jauhari

adalah

Murid

Muhammad

Abduh

yang menonojolkan ajarannya tentang Sunatullah. Guru banyak menyebutkan
Sunatullah yang tidak berubah-ubah, hukum alam yang diciptkan tuhan dan
yang harus di patuhi alam dalam peredarannya. Oleh karena itu Syaikh Tantawi
Jauhari banyak menulis tentang ilmu bintang dan ilmu alam dalam buku-buku
Al-Jaj Al- Murassa ’bi Jawahir Al-Qur’an Al ulum (mahkota yang dihiasi
dengan permata-mata Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan) Jamal al-’lam
(keindahan alam), dan Al-Nizam Wa al-’alam (peraturan dan alam).
Qasim Amin
Qasim Amin adalah seorang ahli hukum yang belajar di prancis dan
mempunyai hubungan persahabatan yang erat dengan Muhammad Abduh,
sehingga beliau di katakan murid dan pengikut Muhammad Abduh karena
sempat bergaul dan belajar bersama.
Di sini terdapat perbedaan antara guru dan murid, Muhammad Abduh masih
terikat pada masa lampau dan memandang peradaban Islam di zaman klasik
sebagai contoh yang harus ditiru, sedangkan Qasim Amin telah mulai
melepaskan diri dari ikatan masa lampau dan lebih banyak menoleh ke masa
depan. Di sanalah terletak peradaban Islam baru yang dasarnya berbeda dengan
dasar peradaban Islam klasik. Kalau Rasyid Rida tidak seliberal guru. Qasim
Amin sebaliknya melampaui guru dalam keliberalan.
Pemikiran Qasim Amin salah satunya ialah mengenai kedudukan wanita,
ide inilah yang di kupas Qasim Amin dalam bukunya Tahrir Al-Mar’ah

18

(Emansipasi Wanita). Menurut pendapatnya, umat Islam mundur karena kaum
wanita, yang di mesir merupakan setengah dari penduduk, tidak pernah
memperoleh pendidikan sekolah. Pendidikan wanita perlu, bukan hanya agar
mereka dapat mengatur rumah tangga dengan baik, tetapi lebih dari itu untuk
dapat memberikan didikan dasar bagi anak-anak.
Ia menantang pilihan sepihak, yaitu dari pihak pria dalam soal perkawinan,
menurut pendapatnya, wanita harus di beri hak yang sama dengan pria dalam
memilih jodoh. Oleh karena itu ia menuntut supaya istri diberi hak cerai,
sungguhpun poligami di sebut dalam Al-Qur’an ia berpendapat bahwa Islam
pada hakikatnya menganjurkan monogami.
Ide Qasim Amin yang banyak menimbulkan reaksi di zamannya ialah
pendapat bahwa penutupan wajah wanita dan pemisahan wanita dalam
pergaulan bukanlah Ajaran Islam karna tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Menurut pendapatnyapenutupan wajah dan pemisahan wanita
membawa kepada kedudukan rendah dan menghambat kebebasan dan
pengembangan daya-daya mereka untuk mencapai kesempurnaan.
Dari berbagai pihak berdatangan kritik dan protes terhadap ide-ide yang di
kemukakan Qasim Amin itu sehingga ia melihat perlu memberi jawaban yang
keluar dalam bentuk buku bernama Al-Mar’ah Al-Jadidah (wanita modern)
dalam buku itu ia lebih kuat lagi mempertahankan kebebasan wanita.
Barat memang telah mencapai peradaban yang tinggi, dan ini di dasarkan
atas kemajuan ilmu pengetahuan. Peradaban yang didirikan umat Islam di
zaman klasik tidak di dasarkan atas ilmu pengetahuan yang telah berkembang,
karena ilmu pengetahuan modern belum lahir di waktu itu. Menurutnya
peradaban Islam yang lampau itu tidak dapat lagi dipakai sebagai model, untuk
kemajuan umat Islam seharusnya jangan lagi menoleh ke belakang, tetapi ke
depan dengan menempuh jalan yang telah di tempuh barat yaitu ilmu
pengetahuan modern.

19

Sa’ad Zaglul
Sa’ad Zaglul seorang yang dikenal dengan Bapak kemerdekaan Mesir. Ia
adalah sama dengan Muhammad Abduh, berasal dari lingkungan desa yang
belum kenal pada Sekolah Modern. Pendidikan pertamanya di Madraah
tradisional dan pada tahun 1871 ia melanjutkan pelajarannya di Al-Azhar dan
menjadi murid jamaludin Al-Afgani dan Muhammad Abduh, bahkan ia turut
serta dan pernah ditangkap bersama gurunya pada waktu menjalankan kegitan
politik.
Sa’ad Zaglul pernah bekerja sebagai Pengacara dan Hakim. Maka untuk
memperdalam pengetahuannya tentang Hukum Barat ia memasuki ”Perguruan
Tinggi Hukum Prancis” di Kairo, namanya mulai di kenal pada tahun 1896, ia
kawin dengan Putri Perdana Menteri yang ada pada waktu itu.
Tujuan politik Sa’ad Zaglul ialah mewujudkan ide gurunya, yait membatai
kekuasaan otokrasi khedewi (sultan) Mesir dan melepaskan Mesir dari
kekuaaan Inggris.
Sasaran politik utama Sa’ad Zaglul bukan lagi pemerintahan khedewi, tetapi
kekuaan Inggris di Mesir. Tujuan utamanya ialah kemardekaan Mesir. Dan pada
tahun 1922 Mesir memperoleh kemerdekaannya. Paham Nasionalisme Sa’ad
Zaglul sesuai dengan pendapat Al-Tahtawi dan Muhammad Abduh, mengambil
tanah air sebagai dasar, yang di perjuangkan ialah Nasionalisme Mesir dan
bukan Nasionalisme Arab.
Untuk kemajuan Mesir, pembaharuan dalam pendidikan dan bidang Hukum
perlu diadakan. Pendidikan Mesti terbuka bagi semua orang, termasuk fakir
miskin, jumlah sekolah ia perbanyak, dan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar secara berangsur ia tukar dengan Bahasa Arab. Dalam Bidang Politik
ia dirikan ”Perguruan Tinggi Hakim Agama”. Tujuannya untuk memberikan
pendidikan Modern bagi calon-calon Hakim Agama. Sebagaimana gurunya, ia
juga menentang pemerintahan Absolut dan ia menghendaki pemerintahan
Demokrasi, yang harus beruasaha mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat, baik Islam maupun non Islam.

20

Ahmad Lutfi al- Sayyid
Ahmad Lutfi Al-Sayyid, seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaqlul, ia
berasal dari daerah pedesaan Mesir tetapi setelah memasuki Madrasah
tradisional pindah ke kairo untuk belajar pada sekolah Modern.
Pada tahun 1889 ia meneruskan pelajaran pada Perguruan Tinggi Hukum.
Di Kairo ia masuk ke dalam lingkungan teman dan murid Muhammad Abduh,
ia banyak membaca buku karangan filosof-filosof barat.
Ide-ide Lutfi Sayyid ialah tentang ide kemerdekaan dan kebebasan.
Kebebasannya ialah dalam berfikir dan kemerdekaan dalam hidup
kemasyarakatan dari ikatan-ikatan politik yang berlebih-lebihan. Negara yang
menjadi idamannya ialah Negara yang bercorak Liberal, sedangkan Negara
yang menjadi pimpinan oleh seorang rasa yang Absolut ia tantang, karena
menurut pendapatnya kemerdekaan individu erat hubungannya dengan
kemerdekaan Negara. Lutfi Sayyid juga menganut paham Nasionalisme, dan
Nasionalismenya ialah Nasionalisme Mesir.

Ali Abd al- Raziq
Ali Abd Al-Rariq adalh putra dari seorang sahabat Muhammah Abduh
tetapikarena masih kecil ia tidak sempat menjadi muridnya, setelah selesai dari
Al-Azhar ia meneruskan studi di Oxford.
Persoalan di zaman Ali Abd Al-Raziq ialah tentang khalifah yang telah di
hapuskan Mustafa Kamal pada tahun 1924. Dan persoalan ini menimbulkan
kehebohan di dunia Islam, karena mereka menganggap sistem Khalifah
merupakn ajaran daar dan penghapusannya bertentangan dengan Ilam
Ali Abd Al-Raziq berpendapat lain yang ia jelaskan dalam buku ”Al-Islam
Wa Al-Hukm” (Islam dan ketatanegaraan), menurut pendapatnya sistem
pmerintahan tidak di singgung-singgung oleh Al-Qur’an dan Hadits.
Pendapat liberal yang dikemukakan oleh Ali Abd Al-Raziq ini mendapat
kritik dan tantangan kerasdari berbagai golongan umat Islam yang ada pada aktu
itu, termasuk Rasyid Rida seoang murid terdekat Muhamamad Abduh yang
mana beliau mempertahankan sistem khalifah dan memandang pendapat Ali

21

Abd Al-Raziq itu akan memperlemah umat Islam, selain itu juga Ali Abd AlRaziq mendapat tantangan keras yang datang dari Al-Azhar, mereka
menganggap buku itu mengandung pendapat yang bertentangan denagn ajaran
Islam. Sehingga Ali Abd Al-Raziq tidak dapat di akui sebagai seorang ulama,
dan namanya dihapus dari daftar Al-Azhar, selanjutnya ia di pecat pula dari
jabatan hakim agama yang dipegangnya

Taha Husain
Taha Husain berasal dari keluarga petani yang dimasa kecilnya mendapat
penyakit yang membuat ia kehilangan penglihatannya. Setelah lulus dari
madrasah ia melanjutkan pelajarannya di Al-Azhar. Di sinilah ia bertemu
dengan ide-ide Muhammad Abduh dan murid-muridnya, terutama Lutfi Sayyid.
Selanjutnya ia belajar bahasa prancis, mengikuti kuliah di Universita Kairo dan
kemudian pergi ke Paris. Di sana ia belajar selama empat tahun dan kawin
dengan putri prancis. Setelah itu pada tahun 1919 ia kembali ke Kairoh dan
bekerja sebagai Dosen di Universitas Kairoh dan Universitas Alexandria. Ia
banyak mengarang terutama bidang Sastra Arab. Ia berpendapat bahwa
sebagian besar dari Sastra Arab Jahiliah.
Taha Husain mendapat tantangan keras dan kritik, karenaide itu
menghancurkan dasar keyakinan pada keorisinilan syair jahiliah. Ia ingin
supaya Mesir maju dan modernseperti Eropa. Ia berpendapat bahwa untuk itu
Mesir mesti mengikuti jejak Eropa. Taha Husain juga menganut Paham
Nasionalisne Mesir, ia beserta murid-murid Muhammad Abduh lainnya tidak
melepaskan diri dari ikatan Agama.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Jamaludin lahir di afganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di
istambul di tahun 1897, Menurut al- Afghani jalan untuk memperbaiki keadaaan
umat Islam, menurut Al- Afghani ialah melenyapkan pengertian-pengertian
salah yang di anut umat Islam umumnya, dan kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya. Hati mesti di sucikan, budi pekerti luhur di di hidupkan kembali
dan demikian pula kesedian berkorban untuk kepentingan umat. Dengan
berpedoman pada ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju
mencapai kemajuan
Muhammad Abduh berakar pada bumi pedusunan mesir. Dia lahir di sebuah
dusun Delta sungai Nil pada 1849. Keluarganya terkenal berpegang teguh
kepada ilmu dan agama. Pemikiran dari Muhammad Abduh meliputi: Akal dan
Wahyu, Tafsir al- Qur’an. Pendidikan, Politik dan Peran Wanita.
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan
Tarablus Syam pada tahun 1282-1354 H/1865-1935 M. Dia adalah Muhammad
Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad Bahauddin
Ibn Manla Ali Khalifah. Keluarganya dari keturunan yang terhormat berhijrah
dari Baghdad dan menetap di Qalmun. Kelahirannya tepat pada 27 Jumad alTsanil tahun 1282 H/ 18 Oktober tahun 1865 M. Pemikiran Rasyid Ridha

meliputi: Pendidikan, Agama, Politik dan Hukum.
Murid dan pengikut Muhammad Abduh, diantaranya:
1. Muhammad Farid Wajdi
2. Syaikh Tantawi Jauhari
3. Qasim Amin
4. Sa’ad Zaglul
5. Ahmad Lutfi al- Sayyid
6. Ali Abd al- Raziq
7. Taha Husain

22

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Utsman. 1953, Muhammad Abduh. Washington: American Council of
Learned Societies
Ar, Sirojuddin. 2001. Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ihctiar Baru
Asmuni. 1995. Dirasah Islamiah III: Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan dalam dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Ilahi, Kurnial. 2002. Perkembangan Modern dalam Islam. Riau: Lembaga
Penelitian dan Perkembangan Fakultas Usuluddin UIN SUSKA dan Yayasan
Pusaka Riau
Muhammad, Imarah. 2005. Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT.
Grafindo Persada
Nasution, Harun. 2011. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang

Rahnema, Ali. 1998. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan