ASPEK HUKUM DALAM PROSES PENGGABUNGAN BA

ASPEK HUKUM DALAM PROSES PENGGABUNGAN BANK (MERGER) STUDI
PADA PT. CIMB NIAGA
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional Indonesia merupakan usaha peningkatan kualitas manusia
dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan,
berlandaskan pada kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan global. Dalam
pelaksanaannya mengacu kepada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal
untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri berkeadilan,
sejahtera, maju, dan kekuatan moral dan etikanya. Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang yang melaksanakan pembangunan jangka panjang meliputi
berbagai bidang. Pembangunan jangka panjang tersebut menitikberatkan kepada
pembangunan di bidang ekonomi sedangkan pembangunan di luar ekonomi
dilaksanakan serasi dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang
ekonomi. Adapun pelaksanaan pembangunan bidang ekonomi tersebut dicapai
secara bertahap melalui pelaksanaan serangkaian Repelita, yaitu Repelita I sampai
dengan Repelita IV. Disamping itu sasaran pembangunan jangka panjang adalah
struktur ekonomi yang seimbang dengan titik berat kekuatan industri sehingga hal
tersebut mengakibatkan semakin banyaknya perusahaan industri yang didirikan
baik milik pemerintah maupun swasta. Namun krisis ekonomi yang melanda
negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sekitar 1997 mengingatkan

pada fundamental ekonomi yang rapuh, bahwa pembnagunan ekonomi selama ini
dilakukan atas dasar kekuatan yang terpusat dengan campur tangan pemerintah
yang terlalu besar, sehingga kedaulatan ekonomi tidak berada di tangan rakyat dan
mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif. Usaha untuk mengatasi krisis
ekonomi telah diusahakan pemerintah dengan pemberdayaan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional dengan mengembangkan sistem ekonomi
kerakyatan yang berkeadilan dan berbasis pada sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang produktif, mandiri, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Dalam rangka memperkuat struktur ekonomi demi kesejahteraan
rakyat banyak, namun masalah perekonomian masih juga sulit teratasi dengan
optimal. Perkembangan zaman yang begitu pesat mendorong para
pemilik/manajemen perusahaan untuk mengembangkan usahanya dengan berbagai
strategi bisnis, baik yang berupa jangka pendek maupun jangka panjang. Ada
beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan usaha secara umum
seperti merger, akuisisi dan konsolodasi. Untuk mewujudkan struktur perbankan
Indonesia yang sehat dan kuat maka diperlukan langkah-langkah konsolidasi
perbankan, yang mana untuk mendorong hal tersebut Bank Indonesia sebagai bank
sentral sekaligus badan pengawas perbankan melakukan penerapan kebijakan
kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia ( single presence policy) melalui
Peraturan Kepemilikan Tunggal Bank Nomor 8/ 16/ PBI/ 2006. Istilah merger itu

sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu merge, yang berarti

menggabungkan/memfusikan. Menurut peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999
tentang Merger, Konsolidaasi dan Akuisisi, pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan
merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu bank, dan membubarkan bank-bank lainnya
tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Suatu perjanian merger dalam merger
perusahaan berbentuk perseroan terbatas, sangat esensial dan besar kontribusi
(sumbangan) hukumnya sebagai alat bukti. Seperti halnya dengan keberadaan
(eksistensi) suatu rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam proses merger yang
mutlak harus ada, merger tidak akan dapat direalisasikan tanpa adanya suatu
perjanjian merger. Keharusan adanya suatu perjanjian tersebut berlaku terhadap
merger perusahaan, baik yang mengakibatkan terjadinya pengubahan anggaran
dasar perseroan hasil merger (penggabungan), dimana akta merger merupakan
dokumen yang bersama-sama akta penggubahan anggaran dasar dimasukkan dan
diajukan kepada Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Mentri
Hukum) maupun yang sama sekali tidak mengakibatkan penggubahan anggaran
dasar perseroan hasil merger (penggabungan) dan karenanya akta merger tersebut
tidak dimasukkan/diajukan Kepada Mentri Hukum. dalam keadaan yang terakhir ini ,
akta merger merupakan dokumen tunggal yang akan menentukan berlaku

efektifnya merger perusahaan, satu dan lain ditegaskan dalam ketentuan Pasal 14
ayat (3) Peraturan Pemerintah Tahun 1998 yang menyatakan bahwa merger
dilakukan tanpa pengubahan anggaran dasar mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan akta merger (penggabungan). Perjanjian merupakan dokumen
yang telah menjadi fondasi dan sekaligus pilar yang menyanggah hubungan antara
satu orang (pihak) dan orang (pihak lain). Tipe merger dari kacamata ekonomi dan
biasanya dipergunakan dan diaplikasikan dalam dunia usaha adalah tipe merger
horizontal (Horizontal Merger), merger vertikal (Vertikal Merger), dan merger
konglomerat (Conglomerate Merger), sedangkan dari kacamata hukum, tipe merger
dilihat semata-mata dari perikatannya, yaitu “ Statutory Merger “ yang diatur oleh
syaratsyarat yang ditetapkan pemerintah dimana para pihak terikat suatu akta
merger (Istilah Anglo- Saxon : act of merger) merupakan dokumen yang diajukan
kepada pemerintah bersama-sama dengan dokumen merger terkait. Dewasa ini
praktek merger (penggabungan usaha) suatu perseroan terbatas meningkat dengan
pesat, guna menambah sinergi usaha, sesuai mitos merger yaitu 2 + 2 = 5. Dimana
kelebihan satu dari rumus itu merupakan tambahan sinergi, yang mana sering
disebut gain. Maka berlakulah rumus:
NPVm = PVab-(PV a+PV b+c)
Keterangan :
NPV m = Net Present Value setelah merger (setelah adanya gain), yakni yang

terbentuk sinergi dari kedua perusahaan setelah merger.
PV a dan PV b = Nilai perusahaan - perusahaan senbelum merger dilakukan.

PV ab = Nilai dari perusahaan setelah dilakukan.
C = Cost, yakni seluruh biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan merger
tersebut.
Hal tersebut didasarkan pada teori efisiensi, yaitu konsep dalam ilmu ekonomi yang
mengatakan gabungan faktor-faktor yang komplementer akan menghasilkan
keuntungan yang berlipat ganda. Praktek merger sendiri adalah usaha yang
mempunyai resiko cukup tinggi, karena berciri khas ”now or never” atau ”all or
nathing” yang berarti ”Sekarang atau tidak sama sekali” atau
”semuanya/sepenuhnya atau tidak sama sekali”, sehingga dalam pengambilannya
harus diputuskan secara cepat. Hanya saja bagi suatu bank sangat besar
tuntutannya untuk memperbaii sinergi yang ada dengan penerapan prinsip kehatihatian (prudential banking). Didorong oleh hal yang demikian, maka masalah
penggabungan usaha selalu menarik perhatian, dikarenakan banyak aspek dan
kepentingan yang terkait didalamnya. Merger adalah salah satu strategi yang paling
banyak dipilih dalam usaha penggabungan usaha oleh para pelaku usaha, yang
dinilai tepat dan cepat untuk memenfaatkan peluang pasar yang dinamis,
membangun posisi pasar, memanfaatkan kelebihan arus kas, melakukan
diversifikasi usaha, dan merger perusahaan publik pada khususnya membawa

banyak aspek hukum yang wajib diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang
melakukan merger termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam proses merger
tersebut. Untuk itu penulis mencoba mengadakan penelitian terhadap merger bank
dan kemudian menuangkannya ke dalam skripsi ini, dengan judul Aspek Hukum
pada Proses Penggabungan Bank, yang penulis lakukan dengan melakukan riset
pada PT. CIMB Niaga. Dengan demikian diharapkan penulisan skripsi ini dapat
menjadi salah satu sumber informasi mengenai pemahaman merger dan aspek
hukum yang mengaturnya.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan marger oleh PT. CIMB Niaga?
2. Apa yang menjadi perlindungan hukum terhadap kepentingan para pihak,
khususnya pemegang saham minoritas ?
3. Bagaimana cara pembagian kewenangan dan pembagian kedudukan pegawai
setelah penggabungan bank ?