ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PRESPEK

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PREPEKTIF GOOD GOVERNANCE
(Studi Kasus pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumenep)

Oleh:
RIA ISDIANA
NIM. 135030100111008

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi Negara sangat cepat dan mengikuti


perubahan lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi yang dilakukan oleh Nicholas
Henry (1995) dalam paradigm OPA yang menyebutkan

telah terjadi lima pergesaran

paradigma administrasi Negara. Dalam paradigm OPA, menurut max weber ketika
masyarakat berkembang semakin kompleks ,maka akan diperlukan suatu birokrasi yang
didalamnya ini diatur perilaku yang tidak saja produktif tetapi juga royal terhadap pimpinan
dan organisasi. Dari paradigma OPA ini dapat dipelajari bahwa untuk membangun aparatur
Negara atau

mereformasi birokrasi diperlukan

profesionalitas ,penggunaan prinsip

keilmuwan, hubungan yang impersonal, penerapan aturan dan standardisasi yang tegas,sikap
yang netral dan mendorong terwujudnya efisiensi,efektivitas dan produktifitas.
Ilmu administrasi Negara mengalami pergeseran paradigma, dari OPA ke NPM.
Paradigma NPM menawarkan teori, konsep, dan pendekatan tertentu yang berguna bagi

pemahaman dan pengembangan alternative pemecahan masalah yang dihadapi system
administrasi publik yang bersangkutan. Paradigma NPM mencapai puncaknya dengan
diterapkan prinsip-prinsip good government. Menurut paradigma NPM, pembagunan
birokrasi harus memperhatikan mekanisme pasar, mendorong kompetisi dan kontrak untuk
mencapai hasil, harus lebih reponsif terhadap kebutuhan pelanggan, bersifat mengarahkan,
harus melakukan deregulasi, memberdayakan para pelaksana agar lebih kreatif,dan
menekankan budaya organisasi yang lebih fleksibel, inovatif, berjiwa wirausaha,dan
pencapaian hasil dari pada budaya taat asa,orientasi pada proses dan input(Rosenbloom &
Kravchuck, 2005).
Denhart dan R.R Denhart (2003) menyarankan meninggalkan prinsip paradigma OPA
dan paradigma NPM,untuk beralih ke prinsip paradigma NPS dalam administrasi publik,
yaitu para birokrat /administrasi Dalam paradigma NPS ini adalah birokrasi yang harus
dibangun adalah birokrasi yang dapat memberikan perhatian pada pelayanan masyarakat
sebagai warganegara, mengutamakan kepentingan umum, mengikutsertakan warga
masyarakat, berfikir strategis dan bertindak demokratis, memperhatikan norma, nilai dan
standart yang ada dan menghargai warga masyarakat. Paradigma NPS ini lebih sesuai untuk
bahan dasar dan tuntutan akademis bagi para elit pemerintahan dalam melakukan reformasi
birokrasi atau pembangunan aparatur Negara yang menagani urusan pemerintahan dibidang
kesejahtraan rakyat.


Studi yang dilakukan oleh David Osborne dan Gaebler (1992) bahwa pemerintah
tidaklah mampu untuk melakukan sendiri kegiatan sektor publik, pemerintah tidak memiliki
cukup biaya untuk kegiatan sektor publik. Untuk karena itu dalam kepemimpinan yang baik
atau Good Governance dalam menyelenggarakan kegiatan sektor publik membutuhkan
keterlibatan unsur swasta, Negara dan masyarakat untuk dapat menciptakan efisiensi,
efektifitas dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Dari sinilah peran pemerintah dalam
menyelenggarakan kegiatan sektor publik berubah, dimana tidak hanya pemerintah tetapi
swasta dan kelembagaan masyarakat merupakan tiga pilar yang harus berperan aktif dalam
melakukan proses pembangunan aparatur Negara.
Adapun fungsi birokrasi adalah menyelenggarakan pelayanan umum,mengatur seluruh
sektor dengan kebijakan agar stabilitas Negara terjaga, pembangunan , dan pemberdayaan
masyarakat yang tidak mempunyai skil atau kemampuan. Birokrasi merupakan instrument
untuk mewujudkan pelayanan publik, pengaturan sektor, pembangunan dan pemberdayaan
yang efisien, efektif, berkeadilan transparan dan akuntabel. Dalam penerapan prinsip-prinsip
good governance dalam pengelolaan pemerintahan menjadi suatu tuntutan utama yang
ditandai dengan semakin terbentuknya masyarakat dalam memonitor dan mengevaluasi
manfaat serta nilai yang diperoleh atas pelayanan dari instansi pemerintah. Hal ini berarti
untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus
professional ,tanggap, aspiratif terhadap sebagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring
dengan hal tersebut pembinaan aparatur Negara dilakukan secara terus menerus, agar dapat

menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan
tugas-tugas umum pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar
dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.
Abdullah(1984) mengatakan bahwa determinan yang penting untuk meningkatkan
kinerja birokrasi pemerintah adalh dibutuhkan “infrastruktur Administrasi” yang memiliki
kesiapan dan ketangguhan pada semua tingkatan dan tahapan yang meliput : (a) organisasi
pelaksana yang berintikan birokrasi yang mantap dan tangguh ;(b) system administrasi atau
tata pelaksana yang efektif dan efisien dan (c) susunan aparatur atau personalia yang
berkemampuan tinggi dari segi professional,orientasional yang disertai rasas dedikasi yang
tinggi.Hal

ini

berarti

bahwa kinerja birokrasi

pemerintah

dalam


merencanakan,

mengimplementasikan dan evaluasi serta pengendalian proses pembangunan dan pelayanan
masyarakat sangat ditentukan oleh faktor kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM, aparatur dan
dukungan sarana dan prasarana yang tersedia.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk membentuk sosok aparat
pemerintah yang ideal sesuai dengan tuntutan saat ini. Namun kenyataannya keluhan
masyarakat terhadap kinerja aparat pemerintahan dalam melayani kerap kali mewarnai proses
hubungan antara yang dilayani dan yang melayani.Fenomena yang hampir dapat dijumpai
pada berbagai instansi pemerintah,tidak terkecuali juga dijumpai dilingkungan kerja
pemerintah Kabupaten Sumenep yang menjadi objek penelitian dalam tulisan ini.
FAM’S

Menurut

(Front

Aksi


Mahaiswa

Sumenep)

kinerja

dalam

proses

penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten sumenep saat ini masih tergolong rendah seperti
pelayanan publik masih jauh dari harapan masyarakat, banyaknya buta aksara ,banyaknya
infrastruktur yang rusak, dan masih banyaknya proyek yang belum selesai (Jawa Pos Radar
Madura: 2014). Sehingga penelitian akan dilakukan guna menganalisis apakah kinerja
Birokrasi pemerintah di sumenep sudah sesuai apa belum dengan good governance yang
sampai saat ini seringkali mendapat kritikan dan keluhan dari masyarakat karena masih
rendahnya kinerja birokrasi.
Kinerja


adalah

gambaran

mengenai

tingkat

pencapaian

pelaksanaan

suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,tujuan,misi, dan visi organisasi yang
tertuang dalam strategi planning suatu organisasi (Mahsun,2009:25)Istilah kinerja sering
digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok
individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut memiliki kriteria
keberhasilan yang ditetapkan.Kriteria keberhasilan itu berupa tujuan-tujuan atau target
tertentu yang hendak dicapai.(Selviana,2011)

Terkait dengan permasalahan tersebut,maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian
penelitian tentang ANALISIS KINERJA BIROKRASI DALAM PREPEKTIF GOOD
GOVERNANCE
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, pokok masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian
ini adalah:
a.

Bagaimana kinerja birokrasi pemerintahan di Kabupaten Sumenep Madura?

b.

Apakah kinerja birokrasi pemerintah Daerah dikabupaten Sumenep Madura sesuai
dengan Good Governance?

c.

Faktor apakah yang menjadi pendukung dan kendala terhadap Kinerja Birokrasi

Pemerintahan di Kabupaten Sumenep Madura?

C.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan adalah untuk:
a. Mendeskripsikan, menganalisis dan mengetahui penyelenggaraan kinerja birokrasi
pemerintah di Kabupaten Sumenep Madura.
b. Mendeskripsikan dan mengetahui apakah penyelenggaraan kinerja birokrasi
pemerintah Daerah dikabupaten Sumenep Madura sessuai dengan Good
Gavernance.
c. Mendeskripsikan, menganalisis dan mengetahui faktor-faktor pendukung dan
kendala terhadap kinerja birokrasi dalam prespektif Good Governance di Kabupaten
Sumenep Madura.

D.

Manfaat Penelitian
1.


Secara praktis
a.

Penelitian

ini

dapat

dijadikan

masukan

terhadap

kinerja

birokrasi

pemerintahan daerah di Kabupaten Sumenep Madura.

b.

Sebagai masukan untuk dijadikan pertimbangan dalam kinerja birokrasi di
Kabupaten Sumenep Madura.

2.

Secara Teoritis
a.

Penelitian

ini

diharapkan

bermanfaat

sebagai

sumbangan

pemikiran

pengembangan kajian ilmu administrasi pada umumnya dan ilmu administrasi
Publik pada khususnya
b.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan masukan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang mempunyai tema yang sama atau
hampir sama dengan penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Konsep Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Umum UU No.31 tahun

2004 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPR menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam system dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia.
Dalam UU No.32 Tahun 2004, pemberian kewenangan otonomi kepada kabupaten dan
kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang seluas-luasnya, nyata,
dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi daerah yang luas adalah keleluasan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencangkup semua bidang pemerintahan
kecuali kewenangan di bidang politik di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
peradilan , fiskal nasional dan moneter serta agama serta ditambahkan beberapa hal yang
mencangkup kebijakan Negara yang menyangkut keselamatan masyarakat secara umum.
Disamping itu, keleluasan otonomi mencangkup pula kewenangan yang utuh dan bulat
dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan
pengendalian dan evaluasi.Otonomi nyata sebagaimana telah disebutkan adalah keleluasan
daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara
nyata ada dan diperlukan. Sedangkan yang dimaksud sebagai otonomi yang bertanggung
jawab adalah perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah.
Sedangkan

prinsip-prinsip

penyelenggaraan

pemerintah

daerah

sebagaimana

dinyatakan dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 adalah:
1.

Digunakan asas Desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan:
a.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI

b.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
gubenur sebagai wakil pemerintah pusat atau perangkat pusat yang ada didaerah.

c.

Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada Daerah dan
Desa serta kepada Daerah ke Desa untuk melakukan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan sarana prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkannya serta mempertanggung jawabkan pelaksanaannya.

2.

Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di
Kabupaten dan Kota.

3.

Penyelenggaraan tugas pembantuan dapat dilaksanakan pada Provinsi, Kabupaten, Kota
dan Desa.
Bentuk Negara Indonesia adalah kesatuan,sehingga pembentukan, penggabungan, dan

penghapusanpemerintah daerah dilakukan oleh pemerintah pusat. Proses penyelenggaraan
Negara kita menggunakan dua nilai. Pertama, Negara unitaris, sehingga Indonesia tidak akn
memiliki daerah di dalam lingkungannya yang bersifat seperti Negara. Kedua adalah adanya
desentalisasi territorial yang diwujudkan dalam otonomi daerah. Menurut nilai ini,
pemerintah memberikan otonomi kepada masyarakat yang berada dalam wilayah tertentu
agar masyarakat yang bersangkutan berkemampuan. Dengan ini masyarakat setempat dapat
menyalurkan suara dan menentukan pilihannya dalam pelayanan dan pembangunan daerah.
Dengan kedua nilai tersebut maka asan sentralisasi daan desentralisasi bukan bersifat
dikotomis namun bersifat kontinum. Dua nilai dasar inilah yang tercermin dalam UUD 1945.
Dengan demikian keberadaan daerah otonom dan pemerintahan daerah di Indonesia sangat
kuat. Otonomi di Indonesia merupakan bagian dari system hukum Negara yang berarti hak
dan kekuasaan hukum untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri merupakan
produk desentralisasi pemerintah.
Dari uraian diatas tersebut jelas bahwa pemerintahan daerah di Indonesia diakui dan
dijamin keberadaanya dalam UUD 1945.Penyelenggaraan pemerintahan daerah bersifat
kontinum antara asas sentralis dan desentralis.Daerah tetap bagian Negara kesatuan dan tidak
bersifat seperti Negara dalam Negara.
Sesuai dengan amanat UUD Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas

pembantuan.Pemberian otonom yang lua kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisien dan efektivitas dalam
penyelenggaraan, perlu memperhatikan hubungan antara susunan pemerintahan dan antar
pemerintah daerah, potensi, dan keanekaragaman daerah.Daerah mempunyai kewenangan

membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, praksara, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan.(Fenti, 2009:9)
Sejaln dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi daerah yang nyata
dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban
yang senyatanya telah ada dan berpotensi dimana tugas wewenang dan kewajiban tersebut
dilaksanakan dengan prinsip tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam rangka mencapai kesejaahtraan masyarakat.
B.

Kinerja
1.

Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata performance .Adapula yang memberikan performance

sebagai hasil kerja atu prestasi kerja. Namun,sebenarnya kinerja mempunyai arti yang begitu
luas,bukan

hanya

hasil

kerja,tetapi

termasuk

bagaimana

pekerjaan

berlangsung

(Wibowo,2007:7).Adapun pengertian kinerja menurut Bernardin (2003: 143) yaitu:
“Performance is defined as the record of outcomes produced on sp ecified job function or
activities during a specified time period”. Dalam hal ini kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam organisasi,sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya pencapaian tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.(Sinambela ,
2006:37) dan (Mangkunegar, 2000:67) menyatakan bahwa peranan kinerja pegawai sangat
penting dalam suatu organisasi,hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara
keseluruhan.Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Menurut Sudarto (1993:3) terdapat beberapa jenis kinerja,antara lain:
a.

Kinerja organisasi: yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari organisasi dan dapat
dipengaruhi oleh kinerja proses dan kinerja individu,yang membutuhkan standar kinerja
sebagai alat ukur,sehingga ukuran kerja dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif dan
selalu mencerminkan potensi organisasi.

b.

Kinerja proses: yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari bekerjanya mekanisme
kerja organisasi. dipengaruhi oleh kinerja individu dan membutuhkan standar kinerja

sebagai alat ukur,sehingga ukuran kinerja lebih bersifat kualitatif dan tidak selalu
mencerminkan potensi organisasi.
c.

Kinerja individu: yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari hasil kerja individu
yang membutuhkan standar kerja

sebagai alat ukur,sehingga alat ukur bersifat

kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi individu.
Kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggungjawab setiap individu yang
bekerja dalam organisasi.Apabila dalam organisasi setiap individu bekerja dengan baik,
berprestasi, bersemangat, dan memberikan konstribusi terbaik mereka terhadap organisasi,
maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.Dengan demikian, Kinerja organisasi
merupakan cermin dari kinerja individu.Kinerja individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor,antara lain: pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, motivasi dan peran.
Berdasarkan uraian diatas pengukuran kkinerja merupakan faktor yang sangat penting
dalam proses peningkatan prestasi kerja pegawai, dan sangat berguna bagi pimpinan maupun
stasfpegawai.Disamping itu ,pengukuran kinerja merupakan suatu perwujudan kewajiban
suatu instansi/organisasi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi sebuah instansi/organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan. Dengan
demikian,akan terbentuk suatu alat pengukur

yang efektif dan efisien dalam mengukur

kualitas dan kuantitas kinerja pegawai.
2.

Ukuran Kinerja
Dalam melakukan kegiatan pengukuran kinerja terhadap petugas administrasi tidak

selalu pimpinan saja,akan tetapi faktor lain ikut mengukur petugas tersebut, seperti halnya
petugas administrasi itu sendiri,rekan kerja dan masyarakat. Untuk mengukur kinerja petugas
administrasi dibutuhkan juga tingkat pemahaman yang baik dari tiap-tiap unsur
tersebut.Dengan demikian akan tercipta tingkat pengukuran kinerja petugas administrasi yang
efektif dan efisien. Sementara itu,klasifikasi ukuran kinerja menurut Wibowo (2007:325)
adalah sebagai berikut:
a.

Produktivitas, Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai hubungan antara input dan
output fisik suatu proses.

b.

Kualitas,Pada kualitas biasanya termasuk baik ukuran internal seperti susut,jumlah
ditolak dan cacat per unit maupun ukuran eksternal rating seperti kepuasan pelanggan
atau penilaian frekuensi pemesanan ulang pelanggan.

c.

Ketepatan Waktu, Ketepatan waktu menyangkut presentase pengiriman tepat waktu
atau presentase pesanan dikapalkan sesuai dijanjikan.Pada dasarnya,ukuran ketepatan
waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan

d.

Cycle Time, Cycle Time menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari
satu titik ketitik lain dalam proses.Pengukuran Cycle Time mengukur berapa lama
sesuatu dilakukan.

e.

Pemanfaatan Sumber Daya merupakan pengukuran sumber daya yang dipergunakan
lawan sumber daya tersebut untuk dipergunakan. Pemanfaatan Sumber Daya dapat
diterapkan untuk mesin,computer,kendaraan dan orang.

f.

Biaya,Ukuran biaya terutama berguna apabila dikalkulasi dalam pasar per unit.Namun,
banyak perusahaan hanya mempunyai sedikit informasi tentang biaya per unit.Pada
umumnya dilakukan kalkulasi biaya secara menyeluruh.
Dari pernyataan diatas,dapat dikatakan bahwa ukuran kinerja seseorang didasarkan atas

produktivitas, kualitas, ketepatan waktu, cycle time, pemanfaatan sumber daya, dan
biaya.Hasil pekerjaan tersebut sangat berpengaruh terhadap rencana kerja masa datang
terutama dalam hal mendapatkan sasaran yang diinginkan oleh individu maupun
organisasi/instansi.Oleh sebab itu kinerja akan naik atau turun tergantung dari system
penerapan visi dan misinya oleh seorang pimpinan terhadap pegawainya.
Wibowo(2007:320),pengukuran

kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara :

memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi; mengusahakan
standar kerja untuk menciptakan perbandingan; mengusahakan jarak bagi orang untuk
memonitor tingkat kinerja; Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa
yang memerlukan prioritas perhatian; menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas;
mempertimbangkan penggunaan sumber daya; dan mengusahakan umpan balik untuk
mendapatkan perhatian.
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:165) indicator kerja dapat dikategorikan dalam
dua jenis,yaitu indicator kinerja makro dan indicator kinerja mikro.Indikator kinerja makro
adalah indikator kinerja level tinggi yang bersifat strategic,sedangkan indicator kinerja mikro
merupakan indicator kinerja level unit kerja bersifat operasional.Pihak eksternal lebih
berkepentingan dengan indicator kinerja makro untuk menilai kinerja organisasi.Sementara
itu, kinerja mikro lebih banyak digunakan oleh internal manajemen untuk pengendalian dan
monitoring kinerja.
Berdasarkan pernyataan diatas, menyatakan bahwa dalam melakukan kegiatan
pengukuran

kinerja

pegawai,

dibutuhkan

ketrampilan

untuk

mengetahui

ukuran

kinerjanya.Selain itu juga harus dipersiapkan standar-standar khusus untuk mengsingkronkan
tujuan pengukuran kinerja.Dengan demikian akan dihasilkan indicator yang tepat dan terukur
dalam mengukur kinerja.Serta, dapat membantuorganisasi dalam mengetui kinerja pegawai
yang sedang terjaddi saat ini.Penyebab kinerja itu rendah sebagai akibat dari keterbatasan
dana,peralatan dan teknologi,manajemen kurang efektif, kepemimpinan kurang efektif,
supervise dan pengawasan tidak efektif ,lingkungan kerja, kebijakan-kebijakan, kompetensi
kerja,disiplin dan etos kerja( Simanjutak,2005:173)
3.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut amhmudi sebagai berikut:
a.

Faktor personal/individu, meliputi : pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

b.

Faktor Kepemimpinan,meliputu : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

c.

Faktor Tim, meliputi :kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakkan dan keeratan
anggota tim.

d.

Faktor kontekstual, meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Berdasarkan uraian diatas, faktor penyebab kinerja rendah sebagai akibat dari

kurangnya jiwa kepedulian dari pimpinan terhadap stafnya. Oleh sebab itu, untuk
menciptakan kinerja yang lebih baik harus memperhatikan faktor-faktor yang empengaruhi
kinerja.Hal ini penting dilakukan oleh pemimpin terhadap stafnya. Faktor tersebut terdiri dari
personal, kepemimpinan,tim dan kontekstual .Keempat faktor tersebut memiliki hubungan
yang saling mempengaruhi, baik itu pimpinan maupun stafnya.Dari keepat faktor yang paling
fundamental yaitu faktor personal, dimana faktor tersebut mengacu pada perbedaan sikap
yang dimiliki oelh masing-masing individu.Kondisi ini juga dapat dilihat dari kemampuan,
pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap
individu.Jika hal tersebut terealisasi dengan baik, maka fakitor yang lainnya seperti faktor
kepemimpinan, faktor tim, dan faktoe kontekstual secara otomatis ikut serta dalam proses
pencapaian kinerja yang maksimal, terutama dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan
oleh pimpinan kepada stafnya/pegawainya. Akan tetapi dalam proses perbaikan kinerja
menurut Wilson (2007:394) menyatakan bahwa kesenjangan kinerja merupakan perbedaan
antara kinerja sekarang dan bagaimana wujud yang diinginkan diwaktu yang akan datang,

dan hal tersebut menyangkut orang dalam berbagai bentuk.Masalahnya kebanyakan adalah
pada kesenjangan fundamental pada kinerja orang.
Kesenjangan kinerja sering kali terjadi pada setiap pekerjaan.Hal ini dapat terjadi
apabila system pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya saling tumpang
tindih.Kondisi ini dapat terjadi seiring dengan keterbatasan sumber daya manusia. Selain itu
juga terkait dengan masalah tugas pokok dan fungsi yang masih tumpang tindih.Dari
pernyataan tersebut,dapat diasumsikan bahwa untuk memperbaiki kualitas kinerja yang baik
dan terencana,tidak hanya faktor eksternal saja,tetapi faktor internal juga mempunyai
pengaruh yang besar dalam rangka perbaikan kinerja individu atau kelompok.Oleh sebab itu,
setiap organisasi dalam melakukan pengukuran kinerja sangat mengacu pada tipe kriteria
kinerja yang ada.
Adapun tipe kinerja menurut timple (1992:392-398) terdiri atas lima kriteria:
a.

Buruk : Kinerja dibawah harapan dan sasaran minimum, seperti yang diperlihatkan
dengan membandingkan hasil-hasil yang dicapai selama masa penilaian dengan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu.Upaya serta perbaikan lebiih jauh
dalam hasil-hasil kerja karyawan hingga ketingkat yang cukup.

b.

Sedang : Karyawan memenuhi sebagian besar harapan kerja minimum yang
ditentuakan bagi individu tersebut.Mengambil beberapa tindakan mandiri, tetapi
biasanya bergantung pada pengawas bagi pengarahan sehari-hari.

c.

Baik : Kinerja memuaskan telah memenuhi persyaratan-persyaratan esensial serta
mencapai hasil yang dianggap beralasan dan dapat dicapai oleh seseorang karyawan
dengan masa kerja ini, pengalaman serta pelatihan masa lalu kinerja yang dicapai
dengan sasaran-sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu umumnya dapat
mengantisipasi masalah dan mencari bantuan yang diperlukan untuk mengambil
tindakan korektif.

d.

Sangat baik : Kinerja diatas normal.Pencapaian serta hasil telah berada diatas harapan
untuk seorang karyawan yang cakap dengan masa kerja yang sama, pengalaman serta
pelatihan masa lalu.
4.

Tujuan Penilaian Kinerja Sektor Publik
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian

manajemen, baik organisasi publik maupun swasta.Namun karena sifat dan karakteristik
organisasi sektor publik berbeda dengan sektor swasta, penekanan dan oreientasi pengukuran

kinerjanya pun terdapat perbedaan.Menurut mahmudi(2007:14) tujuan dilakukannya
penilaian kinerja adalah :
a.

Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

b.

Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

c.

Memperbaiki kinerja periode berikutnya

d.

Memperbaiki pertimbangan yang sistimatik dalam pembuatan keputusan pemberian
reward dan punishment.

e.

Memotivasi pegawai

f.

Menciptakan akuntabilitas publik

5.

Manajemen Kinerja

Menurut Amstrong (2001:162) mengungkapkan bahwa manjemen kinerja dikatakan sebagai:
“a process or set of processes for establishing shared understanding about what is to be
achieved, and of managing and developing people in a way which increases the probability
that it will be achieved in the short and longer term”
Dari pertanyaan diatas,dapat dikatakan bahwa manajemen kinerja sebagai kegiatan
yang menyangkut dengan pola pekerjaan terutama dalam hal mencapai kinerja pegawai yang
maksimal.Oleh sebab itu,manajemen kinerja sangat penting dilakukan terutama jika didukung
oleh komunikasi dua arah antara individu dalam organisasi.Akan tetapi, dibutuhkan suatu
proses untuk mensinergikan antara visi dan misi dalam suatu organisasi maka akan tercapai
sasaran kinerja yang baiki dan terencana.
Oleh

sebab

itu,dengan

adanya

manajemen

kiner

ja

sangat

membantu

organisasi/instansi, terutama dalam hal membangun dan mengatur jiwa pemahaman
individu/kelompok dengan berprinsip pada prestasi kerja maksimal.Tetapi,hal terssebut
tidaklah

cukup

jika

hanya

mengandalkan

pemahaman

saja,

dikarenakan

setiap

individu/kelompok mempunyai tingkat karakteristik yang berbeda-beda, seperti halnya
tingkatan pendidikan, tingkat ketrampilan, tingkat pekerjaan dan imbalan yang diberikan oleh
organisasi atu instansi.
Dari pernyataan diatas dapat dinyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan
siklus untuk memperbaiki kinerja melalui proses perencanaan dan evaluasi kinerja yang
dilakukan secara berkelanjutan.Dengan demikian akan terbentuk system perbaikan kinerja
yang berkesinambungan. Disamping itu,diperlukan juga faktor yang lainnya seperti budaya

kerja.Hal ini dikarenakan budaya kerja menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh
organisasi dalam mencapai pemenuhan kerjanya.Akan tetapi, faktor budaya kerja tidak
selalau menjadi faktor yang baik untuk mencapai tujuan, sebaliknya menjadi faktor
penghambat dalamangka perbaikan kinerja individu dalam organisasi.Dengan demikian,
perlu dilakukan perbaikan kinerja secara bertahap dengan cara membandingkan kinerja yang
sebelumnya dengan kinerja yang sedang dilakukan saat ini.Jika melihat falsafahnya,
manajemen kinerja dikatakan sebagai suatu analisis yang berhubungan dengan aspek-aspek
dasar

dalam

merencanakan

tugas-tugas

yang

diberikan

oleh

pimpinan

kepada

pegawai/stafnya.Oleh sebab itu, akan dihasilkan suatu proses bagaimana mengelola pekerjaan
dengan baik dan efisien.Pada akhirnya akan tercapai prestasi kerja yang maksimal bagi
individu maupun organisasi/instansi.
Dengan demikian ,keberhasilan suatu organisasi dalam menciptakan kinerja yang
baik sangat didukung oleh adanya kontribusi yang positif dari individu.Pada intinya, akan
tercipta manajemen kinerja yang baik dalam organisasi/instansi.Namun hal tersebut
memerlukan waktu yang cukup panjang dalam merealisasikannya.Selain itu, untuk
menciptakan manajemen kinerja yang tepat sasaran, dibutuhkan dukungan sumber daya
manusia yang handal dan budaya kerja yang baik.

C.

BIROKRASI
1.

Pengertian Birokrasi
Selama ini, organisasi birokrasi di kalangan masyarakat dipahami sebagai sebuah

organisasi yang melayani masyarakat dengan stereotipe yang negatif antara lain, yaitu proses
pengurusan surat atau dokumen lain yang berbelit-belit, tidak ramah, tidak adil, tidak
transparan, mempersulit dan memperlama pelayanan, dan sebagainya. Tidak salah
masyarakat menggambarkan birokrasi dengan hal-hal seperti itu karena memang
pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan yang dialami secara langsung oleh
masyarakat seperti itu, misalnya saat pembuatan KTP, akte kelahiran, mengurus sertifikat
tanah, membuat paspor, memungut retribusi, dan sebagainya. Untuk mengeliminasi
pemikiran yang demikian, marilah kita sejenak mencerna pendapat para ahli mengenai apa
sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi.
Birokrasi yang dalam bahasa Inggris Bureaucracy berasal dari kata Bureau (berarti: meja)
dan Cratein (berarti: kekuasaan),dimaksudkan adalah kekuasaan berada pada orang-orang
yang di belakang meja. Birokrasi seringkali dipandang sebagai pantulan Negara yang secara

riil dirasakan semua orang (Nasir dalam Hariandja, 1999,) namun tidak selamanya pakar
sependapat.Larson dalam Harianja (1999) misalkan, Misalnya Larson dalam Harianja (1999)
menganggap negara merupakan sebuah konsep eksklusif yang meliputi semua aspek
pembuatan kebijakan negara dan pelaksanaan sanksi hukum , sementara birokrasi
(pemerintahan) hanya sekedar agen yang menjalankan kebijakan negara dalam sebuah
masyarakat politik.
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian. Pertama, menunjuk pada
kelompok pranata atau lembaga tertentu . Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro.
Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumber daya dalam suatu
organisasi yang besar. Ketiga menunjuk “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara birobiro dengan jenis-jenis organisasi yang lain. Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orangorang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Downs dalam Harianja, 1999). Sementara
Evers dalam Zauhar (1996) mengklasifikasikan birokrasi ke dalam tiga kategori, yaitu :
1.

Birokrasi diupandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat
administrasi publik.

2.

Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah pegawai
yang besar.

3.

Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dalam maksud
mengontrol masyarakat. Oleh Evers disebut Orwelisasi.
Adapun definisi menurut Hegel, birokrasi adalah sebagai mediating agent,

penjembatanan antara kepentingan-kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah.
Dan melihat fungsi birokrasi sebagai penghubung antara Negara dengan civil society.Negara
mengejewantahkan kepentingan umum, sedangkan

civil society mempresentasikan

kepentingan khusus yang ada didalam masyarakat.Karena tugasnya sebagai alat pemerintah
ini maka birokrasi justru harus mempunyai kemandirian. Dalam kehidupan bermasyarakat,
menurut Hegel, setiap individu ataupun kelompok memiliki kepentingan subjektif sendirisendiri yang berusaha untuk diperjuangkan. Agar tidak terjadi benturan dalam
memperjuangkan kepentingan-kepentingan tersebut maka diperlukan institusi yang mampu
mengatasi kepentingan-kepentingan subyektif tersebut.Institusi inilah yang dikenal sebagai
Negara.
Sementara bagi Mark, dalam kehidupan dimana system kapitalisme ditegakkan,
birokrasi merupakan perpanjangan tangan kekuasaan Negara yang di dominasi oleh khas

dominan dan berfungsi sebagai instrument politik melakukan eksploitasi dan penindasan
terhadap kelas lemah (kaum proletar).(Suryadi,2012) Weber sendiri memposisikan birokrasi
sebagai lembaga lembaga yang netral yang berfungsi sebagai pelaksana kekuasaan politik
Negara.Pemikiran weber ini sekaligus penegasan terhadap dikotomi politik dengan
administrasi publik. Tugas birokrasi adalah melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh politisi, karena itu pejabat birokrasi dipandang sebagai pejabat karir dan professional.
Sejalan dengan pandangan weber, Wilson menempatkan pula birokrasi sebagai
lembaga yang netral. Bahkan model Wilson memiliki banyak kesamaan dengan model
birokrasi Weber. Diantara kesamaan-kesamaan tersebut yaitu: 1. Mempercayai rasionalitas
manusia, 2. Fokus pada sisi internal organisasi, 3. Kewenangan administratif harus
berdasarkan kewenangan legal, 4. Perilaku birokrat dapat diperhitungkan, 5. Administrasi
merupakan bidang karir dan tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari kebijakan
yang dilaksanakan, 6. Penekanan pada efisiensi, 7. Pemisahan antara politik dan administrasi,
8. Administrasi tidak memihak (Simmons dan Dvorin, 1977).Meski demikian terdapat
perbedaan yang cukup mendasar dari kedua model tersebut.Seperti model birokrasi Weber
tidak perduli dengan nilai-nilai demokrasi,sedangkan model Wilson mengunggulkan nilainilai demokrasi untuk mengarahkan atau mewarnai birokrasi. Hal tersebut telah
menempatkan model birokrasi Wilson tetap relevan dan bahkan semakin mendapat tempat,
apalagi dengan semakin derasnya arus tuntutan untuk menerapkan pendekatan good
governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang sangat menekankan nilai-nili
demokrasi. Dalam konteks pelayanan publik, keseluruhan nilai yang diusung oleh masingmasing pendekatan tersebut harus mampu diupayakan secara bersama-sama (Islamy,
2006).Untuk

menjamin

terakomodasinya

nilai-nilai

demokrasi,

menurut

Jefferson,

administrasi yang baik adalah system administrasi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.

Administrasi yang sederhana

2.

Administrasi yang selaras

3.

Administrasi yang memberikan fasilitas untuk terjadinya perubahan

4.

Administrasi yang bercorak desentralis

5.

Administrasi yang bertanggung jawab (Darwin, 1993)
Sebuah sistem Birokrasi akan sangat dipengaruhi oleh mainstream politik yang

sedang mengalir. Maka dari itu, dalam konteks keindonesiaan, agenda utama yang harus
segera kita garap adalah membangun system birokrasi yang handal, yang memiliki resistensi

terhadap tekanan politik, reponsif terhadap berbagai perubahan, menjunjung tinggi etika dan
berpihak kepada masyarakat.
Kaitannya dengan hal tersebut diatas yang samat penting dilakukan dalam
membangun system birokrasi, tetapi sulit dilakukan adalah pembaharuan pada sisi nilai-nilai
yang membentuk manusia birokrat. Internalisasi nilai-nilai yang disebut sebagai introjection,
merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja birokrasi. Terutama yang perlu menjadi
perhatian adalah memperbaiki sikap birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya. Di
dalamnya terkandung berbagai unsur, antara lain sebagai berikut :
1.

Birokrasi harus membangun partisipasi masyarakat.

2.

Birokrasi hendaknya tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada
yang lemah dan kurang berdaya.

3.

Peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan dan dari
memberi menjadi memberdayakan.

4.

Mengembangkan keterbukaan dan bertanggungjawab.

D.

Good Governance
1. Pengertian Good Governance
Istilah Good Governace menurut versi awal Bank Dunia tahun 1989 yaitu

manajemen pembangunan yang good/sound (sempurna) atau “sound development
managemen”.Kemudian dalam laporan Bank Dunia tahun 1992 disebutkan : “good
governance is less Government and better Government”.Less Government bahwa cakupan
kewenangan pemerintah (Negara) perlu dikurangi. Sedangkan better Government artinya,
pemerintah yang sudah ramping perlu lebih efektif dalam manajemen pembangunan.Dalam
versi ini,good governance icon bagi liberalisasi yang fokus pada pembangunan ekonomi,tidak
percaya pada Negara, pro globalisasi, dan pada pembangunan ekonomi,tidak percaya pada
Negara,pro globalisasi dan pro pasar (peter,2002)
Secara umum,good governance atau kepemerintahan yang baik dapat
diartikan,yaitu: dijalankan dengan baik (good)ketiga domain yang ada dalam good
governance atau kepemerintahan.Ketiga domain domain governance itu adalah Negara,sektor
swasta dan masyarakat (Indradi,2006:10)
Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan
yang baik good governance mengandung dua pemahaman,yaitu : pertama, nilai-nilai yang
menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan

kamampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan ssosial.Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang
efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Oleh karena itu,berdasarkan pengertian ini,kepemerintahan yang baik
berorientasi pada dua hal,yaitu: Pertama, orientasi ideal Negara,yang diarahkan pada
pencapaian tujuan nasional.Hal ini mengacu pada pada demontrasi dalam kehidupan
bernegara dengan elemen-elemen konstituen atau pemilihnya, seperti: legitimasi,
akuntabilitas, adanya otonomi dan devolusi kekuasaan kepada daerah,serta adanya jaminan
berjalannya mekanisme control oleh masyarakat. Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara
ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.Hal ini
sangat tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi, dan sejauh mana
struktur serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.
Dalam publikasi yang diterbitkan oleh secretariat partnership for Governance
Reform, disebutkan bahwa kepemerintahan yang baikitu adalah suatu kesepakatan
menyangkut pengaturan Negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat
madani, dan sektor swasta.Karena itu untuk terwujudnya kepemerintahan yang baik,
diperlukan dialog antara pelaku-pelaku penting dalam Negara, agar semua pihak merasa
memiliki tata pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini
,kesejahtraan tidak akn tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat
tersumbat.(Indradi,2006:11)
Sedangkan definisi Good Governance menurut UNDP dalam dokumen kebijakan
yang berjudul Governance for Sustainable Human Development, governace sebagai
kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan atau kekuasaan dibidang ekonomi, politik,
dan administrative untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatannya dan
merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahtraan
integritas dan kohesivitas social dalam masyarakat.”( Sedarmayanti,2003:34)
UNDP dalam sinambela (2006:48), para stakeholder yang berperan sebagai pelaku Good
Governance yaitu:
b.

Negara atau pemerintahan (government)

1)

Menciptakan kondisi politik, ekonomi, social yang stabil.

2)

Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan

3)

Menyediakan public service yang efektife dan accountable

4)

Menegakkan HAM

5)

Melindungi lingkungan hidup

6)

Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

c.

Sektor Swasta

1)

Menjalankan industri

2)

Menciptakan lapangan kerja

3)

Menyediakan insentif bagi pegawai

4)

Meningkatkan standar hidup masyarakat

5)

Memelihara lingkungan hidup

6)

Menaati peraturan

7)

Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat

8)

Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

d.

Masyarakat Madani

1)

Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi.

2)

Mempengaruhi kebijakan publik

3)

Sebagi sarana check dan balance pemerintah

4)

Mengawasi penyalahgunaan kewenangan social pemerintah

5)

Mengembangkan SDM

6)

Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

Salah satu ukuran tata kepemerintahan yang baik adalah tercapainya suatu pengaturan yang
dapat diterima sektor publik, sektor swasta dan masyarakat madani adalah:
a.

Pengaturan didalam sektor publik,antara lain menyangkut keseimbangan kekuasaan
antara badan eksekutif serta yudikatif.Pembagian kekuasaan ini juga berlaku antara
pemerintah pusat dan daerah.

b.

Sektor swasta mengelola pasar berdasarkan kesepakatan bersama, termasuk mengatur
perusahaan dalam negeri besar maupun kecil, perusahaan multi nasional koperasi,dsb.

c.

Mayarakat madani mencapai kesepakatan bersama guna mengatur kelompok-kelompok
yang berbeda seperti kelompok agama,dll.

2.

Karakteristik Good Governance

Secara umum ada karakteristik dan nilai yang melekat dalam praktek good governance,antara
lain:

a.

Praktek Good Governance harus memberi ruang kepada actor lembaga non pemerintah
untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga
memungkinkan adanya sinergi diantara actor dan lembaga pemerintah seperti
masyarakat sipil dan mekanisme.pat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan
kesejahtraan bersama.

b.

Dalam praktek Good Governance terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah
dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahtraan bersama. Nilai-nilai seperti
efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting.

c.

Praktek Good Governance adalah praktek pemerintahan yang bersih dan bebas dari
praktek KKN serta berorientasi pada kepentingan publik.Karena itu praktek
pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan tranparansi, penegak hukum, dan
akuntabilitas publik.(Dwiyanto,2008:18)

Menurut UNDP dari sisi proses good governace memiliki beberapa karakteristik, yaitu : a.
Partisipatif ; b.Berorientasi pada konsesus; c.Transparan; d.Akuntabel; e.Bersih; f.Efektif dan
Efisien; g.Reponsif dan; h.Mengembangkan kepastian hukum.
Berkaitan dengan hal tersebut UNDP mengajukan Sembilan unsur Good Governance,yaitu:
a.

Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan, baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya.
b.

Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

c.

Transparency, adanya keterbukaan yang dibangun diatas dasar kebebasan memperoleh

informasi.Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan secara tepat waktu.
d.

Reponsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholder

e.

Consesus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

f.

Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh

kesejahtraan dan keadilan.
g.

Efficency and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya

guna dan berhasil guna.
h.

Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.

i.

Strategi Vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi

yang jauh kedepan.
3.

Unsur Utama Good Governance

Ganie Rochman (2000) mengemukakan bahwa Good Governance memiliki empat unsur
utama, yaitu:
a.

Akuntabilitas, Dalam kamus Oxford (1995) menyelenggarakan perhitungan terhadap
sumber daya atau kewenagan yang digunakan.

b.

Transparansi, adanya keterbukaan yang dibangun diatas dasar kebebasan memperoleh
informasi.Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan secara tepat waktu.

c.

Keterbukaan, terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan
kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan.

d.

Kerangka Hukum, adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilanmasyarakat
terhadap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan.

4.

Prinsip-prinsip Good Governance
Ada 13 prinsip atau asas umum pemerintahan yang baik yang dikemukakan oleh

“Komisi De Monchy”.Prinsip atau asas tersebut, menurut Paul Scholten merupakan norma
dan sebagai pedoman bagi para pejabatdalam membentuk hukum. Sedangkan konijnenbelt
menyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut mempunyai arti penting bagi penentuan arah pada
waktu, melaksanakan pemerintahan dan dalam menerbitkan keputusan pemerintah.Adapun
ke-13 prinsip tersebut :
a.

Prinsip Kepastian Hukum, menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh
seseorang berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi Negara.

b.

Prinsip Keseimbangan, menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan
dengan kelalaian atau kealpaan seseorang pegawai.

c.

Prinsip Kesamaan, menghendaki agar badan pemerintah atau administrasi dalam
menghadapi kasus atau fakta yang sama, alat administrasi Negara dapat mengambil
tindakan yang sama,tidak bertentangan.

d.

Prinsip bertindak Cermat, agar administrasi Negara senantiasa berindak secara hati-hati
agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.

e.

Prinsip Motivasi, menghendaki keputusan badan pemerintahan didasari alasan atau
motivasi yang cukup,motivasi itu haruslah adil dan jelas.

f.

Prinsip tidak mencampuradukkan kewenangan, menghendaki agar badan-badan
pemerintahan yang mempunyai kewenangan untuk mengambil suatu keputusan
menurut hukum,tidak dapat menggunakan kewenangan itu untuk tujuan lain, selain dari
tujuan yang telah ditetapkan untuk wewenang tersebut.

g.

Prinsip permainan yang layak, menghendaki agar badan dan pejabat administrasi dapat
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warganegara untuk mencari
kebenaran dan keadilan.

h.

Prinsip keadilan atu kewajaran, suatu tindakan yang sewenang-wenang atau tidak
menggunakan akal sehat adalah terlarang.

i.

Prinsip menanggapi pengharapan yang wajar, menghendaki agar pemerintah dapat
menimbulkan harapan yang wajar bagi yang berkepentingan.

j.

Prinsip meniadakan akibat suatu keputusan batal, jika terjadi pembatalan atas suatu
keputusan akibat dari keputusan harus dihilangkan.

k.

Prinsip perlindungan atas pandangan hidup pribadi, agar setiap pegawai negeri
diberikan kebebasan atau hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan
pandangan hidup yang dianut.

l.

Prinsip kebijaksanaan, agar dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah diberikan
kebebasan untuk melaksanakan kebijaksanaan tanpa menunggu instruksi.

m.

Prinsip penyelenggaraan kepentingan umum, agar dalam penyelenggaraan tugas
kepemerintahan, pemerintah selalu mengutamakan kepentingan umum dari pada
kepentingan pribadi.

5.

Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance

Sebagai perwujudan konkrit dari implementasi ciri utama good governance adalah sebagai
berikut :
a.

Pemerintah administrasi publik diharapkan dapat berfungsi dengan baik dan tidak
memboroskan uang rakyat yang terkumpul melalui sistem perpajakan.

b.

Pemerintahan dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma-norma standar etika
dan moralitas pemerintahan yang berkeadilan.

c.

Aparatur Negara mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang
mencerminkan kedaulatan rakyat.

d.

Pemerintah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi yang berkembang dalam
masyarakat.serta bersikap positif atas pertanyaan masyarakat mengenai berbagai
kabijakan yang dijalankannya.

Dari uraian diatas, maka dalam dalam penerapan prinsip-prinsip good
governance,pemerintah harus memiliki perilaku bertanggungjawab, sekaligus menciptakan
mekanisme akuntabilitas maupun struktur kelembagaan bagi berkembangnya partisipasi
masyarakat(Nisjar, 1997). Melaui penerapan prinsip-prinsip good governance, pemberdayaan
kapasitas local dapat diwujudkan.
5.

Mengukur Good Governance
Sejumlah institusi berusaha mengukur kepemerintahan,khususnya kepemerintahan yang

baik.Diantara karakteristik penyelenggaraan yang baik adalah sebagai berikut (UNDP,1997)
a.

Good Governance tahan lama.Hasil yang dicapai akan mampu bertahan dari perubahan

politik dan administrasi.
b.

Good Governance sah dan dapat diterima masyarakat.

c.

Good Governance itu transparan.Apapun yang terjadi dimesin penyelenggaraan, yang

mencangkup proses pembuatan-keputusan diketahui semua pihak.
d.

Good Governance bertanggungjawab atas keputusan yang diambil.

e.

Good Governance mendukung persamaan dan keadilan.

f.

Good Governance menghargai penggunaansumberdaya yang efektif dan efisien.

g.

Good Governance mendukung keseimbangan gender

h.

Good Governance mentolerir dan menerima berbagai prespektif.

i.

Good Governance memperkuat mekanisme internal

j.

Good Governance sangat membantu dan mendukung

Dengan memperhatikan karakteristik yang diutarakan UNDP di atas dan sebagai
bagian dari upaya umum mengembangkan indikator good governance.

BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian tentunya mengharapkan tercapainya tujuan yang tepat dan akurat.Oleh
karena itu ,maka diperlukan suatu metode yang sitematis dengan prosedur yang harus dilalui
agar mencapai tujuan yang diinginkan.”Penelitian yang baik adalah suatu penelitian yang
menghasilkan kesimpulan melalui procedure yang sistematis dengan menggunakan
pembuktian yang meyakinkan”.(Suparmoko,1984:1)
A.

Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif.Narbuko dan Achmadi mengungkapkan,

penelitian ini bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, factual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.Menurut Arikunto
(2002:309) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu keadaan gejala
yang menurut apa adany