ALTERNATIF PEMBIAYAAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN DI YOGYAKARTA

  

ALTERNATIF PEMBIAYAAN

ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN DI YOGYAKARTA

Medri Naelaningtyas Ir. Olly Norojono, M.Sc.

  Mahasiswa Ekstensi Jurusan Teknik Sipil Staf Pengajar dan Peneliti Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281 Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281 E-mail : y Tlp : (0274)-902245s/d 902248

  Fax : (0274)-524713 Abstrak

Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari transportasi perkotaan yang mempunyai peranan yang cukup

besar dalam menunjang aktivitas masyarakat kota sehari - hari dan akan memberikan warna bagi kehidupan kota.

Meskipun belum ada benchmark yang ditetapkan berbagai fenomena yang terjadi dan bermunculan baik di kota -

kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya maupun di kota sedang seperti Yogyakarta antara

lain : kondisi kendaraan yang buruk, load factor sangat tinggi terutama pada jam sibuk dan kecepatan operasi

sangat rendah memberikan gambaran secara jelas bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh angkutan umum

kepada masyarakat pengguna jasa angkutan umum belum memuaskan dan masih dalam taraf yang

memprihatinkan. Kekurangan biaya untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum merupakan alasan klasik

yang selalu dilontarkan. Dalam penyediaan public goods seperti pelayanan angkutan umum peranan manajemen

dan pendayagunaan sumber daya sangat perlu. Kelemahan utama dalam penyelenggaraan operasi angkutan umum

adalah aspek kelembagaan dan aspek manajemen. Hal ini disebabkan karena lemahnya commitment pemerintah

daerah dalam pengembangan angkutan umum dengan tidak adanya subsidi membuat peranan swasta semakin

kuat sehingga instansi berwenang tidak memiliki bargaining power terhadap para operator dalam rangka

pengaturan angkutan umum.

Sistem pembiayaan angkutan umum berasal dari anggaran pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Istimewa

Yogyakarta. Bersumber dari pendapatan daerah berupa pajak dan retribusi daerah. Penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi struktur pembiayaan angkutan umum dan mengusulkan alternatif pembiayaan angkutan umum.

Studi ini dilakukan pada angkutan umum perkotaan di Yogyakarta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima pemeintah dari angkutan umum lebih besar

dari pengeluaran. Faktor - faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pendapatan adalah produksi bis kota

sedangkan untuk pengeluaran adalah biaya operasi kendaraan (BOK). Upaya yang dapat dilakukan pemerintah

dalam meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum tanpa harus membebani terlalu banyak pada

masyarakat,antara lain : menekan biaya operasi melalui upaya peningkatan efisiensi operasi bis kota, pemerintah

memberikan subsidi sepenuhnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan, perbedaan biaya operasi yang

diperlukan untuk meningkatkan pelayanan dipenuhi melalui subsidi dan kenaikan tarif. Alternatif pembiayaan

dapat dilakukan dengan mengalokasikan sebagian dari berbagai sumber pendapatan yang berasal dari angkutan

umum dalam sebuah kantong khusus untuk pembiayaan angkutan umum. Dana ini dikelola oleh lembaga khusus

dibentuk untuk mengelola manajemen angkutan umum perkotaan. Sehingga penyelenggaraan angkutan umum

dapat dikelola secara intensif untuk meningkatkan pelayanan kepada publik.

1. PENDAHULUAN

  Transportasi perkotaan merupakan bagian yang sangat vital dan tidak dapat dipisahkan dari sistem perkotaan secara keseluruhan. Sehingga dalam perencanaan transportasi perkotaan selalu memperhatikan dan tidak akan terlepas dari perencanaan dan perkembangan kota. Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari transportasi perkotaan yang mempunyai peranan yang cukup besar dalam menunjang kegiatan masyarakat kota sehari - hari secara rutin. Masalah angkutan umum di perkotaan merupakan salah satu masalah dari berbagai masalah transportasi. Tingkat pelayanan angkutan umum yang kurang memadai, hal ini dapat ditunjukkan antara lain : bis kota berisi penumpang yang melebihi kapasitas bis, pengemudi bis kota saling mendahului untuk mengejar pendapatan, selain itu juga sopir bis kota seringkali menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas,dan waktu tempuh angkutan umum bis kota cukup lama dibandingkan dengan angkutan pribadi. Faktor - faktor yang menyebabkan timbulnya masal ah - masalah angkutan umum perkotaan antara lain : belum adanya pengaturan dan penetapan jadwal bis kota, sistem yang diterapkan oleh operator dengan menetapkan target setoran akan membuat pengemudi berlaku ofensif, tingkat disiplin pemakai jalan yang masih kurang, sistem pengendalian pelayanan angkutan umum belum ditata secara teratur,belum adanya suatu lembaga khusus yang mengelola dan mengatur sistem pembiayaan angkutan umum karena di dalam penyediaan public goods seperti layanan angkutan umum peranan m anajemen dan pendayagunaan sumber daya sangat perlu, dan faktor lain yang terpenting adalah lemahnya commitment pemerintah daerah dalam pengembangan angkutan umum dengan tidak adanya subsidi hal ini membuat peranan swasta semakin kuat. Dengan begitu, instansi yang berwenang tidak memiliki bargaining power terhadap para operator dalam rangka pengaturan angkutan umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur pembiayaan angkutan umum dan mengusulkan alternatif pembiayaan angkutan umum perkotaan . Studi ini dilakukan pada angkutan umum perkotaan Yogyakarta.

2. TINJAUAN PUSTAKA

  Siregar (1990) mendefinisikan transportasi adalah pemindahan manusia dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Sedangkan Morlok (1988) memandang transportasi sebagai bagian integral dari masyarakat transportasi menunjukkan hubungan erat dengan gaya hidup, jangkauan pada lokasi kegiatan yang produktif dan jangkauan pada barang dan jasa yang ingin dikonsumsi. Angkutan umum (public transport) berkembang menjadi kebutuhan pokok suatu kota. Angkutan umum merupakan salah satu penggerak roda ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung, karena ia berkaitan dengan banyak unsur ekonomi. Angkutan umum juga secara langsung berpengaruh pada suatu penikmat jasanya, para pengguna angkutan umum. Buruknya pelayanan angkutan umum bisa mempengaruhi tingkat produktifitas manusia yang sedang menjalani proses produksi ( Hendrowijono,1996).

  Antameng (1999) menyebutkan bahwa salah satu sistem pembiayaan transportasi adalah dengan melalui anggaran pemerintah ( budget ). Pembiayaan melalui anggaran pemerintah merupakan tipe tradisional. Sistem pembiayaan ini merupakan sistem pembiayaan di mana dana yang terkumpul dari Road user charge ditransfer kembali melalui pembahasan setiap tahun sekali. Sistem pembiayaan ini digunakan di Indonesia. Pembayaran melalui anggaran atau budget ini juga dilakukan oleh negara -negara seperti Inggris, Austria, Jerman, Denmark, Finlandia dan Swedia. Menurut Undang - undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah , sumber pendapatan daerah terdiri atas : 1. pendapatan asli daerah, yaitu :

  a. hasil pajak daerah,

  b. hasil retribusi daerah, c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

  d. lain - lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. dana perimbangan, 3. pinjaman daerah, 4. lain - lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan macam pungutan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah ( Siagian A,1996) meliputi : pajak, kontribusi, dan retribusi.

3. LANDASAN TEORI

3.1. Sumber Pembiayaan Angkutan Umum

  Dalam penyelenggaraan angkutan pemerintah berfungsi sebagai pengendali jumlah angkutan umum maupun tarif angkutan. Selain sebagai pengendali jumlah angkutan maupun tarif angkutan peranan yang penting lagi yaitu bahwa pemerintah membiayai berbagai kegiatan baik itu berupa pembangunan maupun pemeliharaan berbagai fasilitas - fasilitas yang dapat mendukung dalam usaha peningkatan pelayanan angkutan umum, antara lain : terminal, rambu - rambu lalu lintas, marka jalan, tempat henti ( shelter ) dan juga lampu pengatur lalu lintas ( traffic light ). Sumber pembiayaan tersebut diperoleh dan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD ) dan juga bantuan dari luar negeri.

  Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. J enis pajak daerah, yang berhubungan dengan angkutan umum adalah: pajak kendaraan bermotor ( STNK), bea balik nama kendaraan, dan pajak bahan bakar kendaraan.

  Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi ini dibagi atas 3 golongan : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu.

  Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ) merupakan salah satu komponen penting dalam analisis ekonomi baik dalam tahap kajian kelayakan, perencanaan, monitoring maupun pemeliharaan. Menurut Waldiyono,dkk ( 1986 ) bahwa pada dasarnya biaya operasi kendaraan terdiri dari biaya tetap ( fixed cost ) meliputi : gaji operator, penyusutan harga, biaya tak terduga, semua biaya surat kendaraan dan asuransi. Selain itu juga biaya tidak tetap ( running cost), biaya ini akan ada bila kendaraan tersebut beropersi yang meliputi : biaya bahan bakar, biaya pemakaian oli, biaya pemakaian ban dan biaya pemeliharaan kendaraan. Semua barang pada suatu saat tertentu akan mengalami masa di mana barang tersebut tidak layak lagi untuk digunakan. Penyusutan adalah suatu proses dari keadaan berguna sampai saat dianggap tidak berguna lagi ( Waldiyono, 1999 ). Proses ini dapat dikarenakan keausan yaitu rusak karena penggunaan atau dapat karena hadirnya alat / barang dengan teknologi baru yang lebih baik dan ekonomis.

  Biaya penyusutan = investasi awal umur

  Analisa titik impas adalah suatu alat untuk membantu perusahaan dalam evaluasi penjualan yang diinginkan untuk titik impas tanpa atau dengan keuntungan. Analisa titik impas disebut juga titik pulang pokok ( break even point ) merupakan titik keseimbangan antara Total penerimaan dan Total pengeluaran.

  Tarif angkutan adalah tarif yang dikenakan pada angkutan umum. Besarnya tarif ditentukan oleh beberapa aspek antara lain : kepentingan konsumen pengguna, produsen atau operator penyedia jasa dan kemampuan / kepentinga n pemerintah.

  Subsidi adalah dana pemerintah yang dikeluarkan untuk membantu pengusaha angkutan umum agar dapat meningkatkan pelayanannya dengan tujuan untuk menarik penumpang pengguna angkutan umum dan membantu masyarakat berpendapatan rendah. Macam subsidi antara lain : subsidi silang, subsidi langsung dan subsidi tidak langsung.

3.2. Sistem Pengoperasian Angkutan Umum

  Sistem yang diterapkan dalam pengoperasian angkutan umum dapat dibedakan atas : sistem setoran (sistem yang diterapkan operator dengan menetap kan suatu target) dan RMB(Rute Metode Baru). Sistem RMB teknik pelaksanaannya adalah bis dikemudikan oleh seorang pengemudi sebagai satu -satunya awak, beroperasi menurut jadwal tetap, berhenti guna menaikkan dan menurunkan penumpang hanya ditempat tempat resmi, meminta penumpang naik melalui pintu depan langsung membayar ongkos ke dalam kotak ongkos dengan uang pas dan turun lewat pintu belakang (Suryawan,1996).

4. DATA DAN ANALISIS

4.1. Penyelenggaraan Angkutan Umum Perkotaan di Yogyakarta

  Angkutan umum perkot aan di Yogyakarta diselenggarakan oleh pemerintah DIY dengan instansi yang berwenang menangani adalah DLLAJ . Wilayah operasi angkutan kota Yogyakarta meliputi sebagian besar wilayah Kotamadya Yogyakarta dan sebagian kecil wilayah kabupaten Sleman dan Bantul. Penetapan rute dan jumlah armada diatur melalui SK Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomer : 201/KPTS/1993. Jumlah rute sebanyak 17 jalur. Dengan jalur 8 dan 13 tidak beroperasi. Jumlah operator bis kota yang ada di Yogyakarta baik itu swasta maupun milik pemerintah ada 5 yaitu : KOPATA, PUSKOPKAR, KOBUTRI, ASPADA, dan DAMRI.

Gambar 4.1. di bawah ini menunjukkan skema pengelolaan angkutan umum bis kota dari penyediaan armada bis kota sampai pengaturan dan pengoperasiannya.

  KOPATA

  1 Pengusaha Bis Pengusaha Bis

  2 Bis Kota Bis Kota

Gambar 4.1. Skema Pengelolaan dan Pengoperasian Bis Kota

  Keterangan gambar :

  

1. KOPATA dengan pengusaha bis kota adanya hubungan kerja yang bersifat patner kerja. Maksudnya adalah

KOPATA sebagai penyedia armada bis kota sedangkan pengusaha bis kota sebagai penyedia tenaga kerja

( sopir dan kondektur ).

  

2. Dalam pengoperasian / pengelolaan sehari - hari diserahkan kepada pengusaha bis kota. KOPATA

menetapkan suatu target setoran yang harus diserahkan kepada KOPATA oleh pengusaha bis kota. Sistem ini

dikenal dengan sebutan sistem setoran.

  Sistem setoran adalah suatu sistem yang diterapkan oleh operator dalam pelaksanaan dan pengoperasian bis kota untuk menjamin agar pendapatan selalu masuk dengan menetapkan target untuk masing - masing jalur. Sopir angkutan umum berperan sebagai manajer kecil sebatas kendaraan yang dibawanya dan bertanggung jawab terhadap operasional kendaraan. Selain itu perilaku sopir angkutan umum dalam menjalankan kendaraannya sangat menentukan penilaian terhadap baik buruknya pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa angkutan umum. Jadi dapat dikatakan peranan awak/kru bis kota sangat penting dalam usaha peningkatan pelayanan angkutan umum.

  Besar kecilnya keuntungan terga ntung dari jumlah produksi bis kota. Produksi bis kota adalah suatu produk yang dihasilkan oleh bis kota. Produk ini wujudnya dalam bentuk jumlah penumpang yang dapat dilayani oleh bis kota. Produksi bis kota rata - rata berjumlah 457 penumpang / bis/hari dengan rata -rata perjalanan bis/hari adalah 200 km. Faktor - faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produksi bis kota antara lain : mutu pelayanan, kapasitas,dan lokasi daerah pelayanan bis kota.

4.2. Struktur Pembiayaan

  Struktur pembiayaan merupakan po la / struktur yang menyusun sistem pembiayaan angkutan umum. Struktur pembiayaan ini dibedakan atas : struktur pendapatan dan struktur pengeluaran. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian dari struktur pembiayaan yang didasarkan pada anggapan pemerintah selaku penanggung jawab penyelenggaraan angkutan umum yang bertindak selalu manajer sedangkan perusahaan bis adalah operator yang melaksanakan tugasnya atas nama pemerintah. Atas jasanya itu operator memperoleh imbalan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan termasuk k euntungan dan pengembalian investasi.

Tabel 4.1 Struktur pendapatan dan pengeluaran

  Angkutan Terminal Fasilitas lain Pendapatan Karcis / pendapatan bis TPR

    Langsung kota Sewa kios  Parkir kendaraan

   Pedagang asongan  wc/km

    Sewa loket penjualan karcis Tidak langsung PKB/STNK

    Bea balik nama  KIR dan KP Ijin trayek

   Pengeluaran Langsung

Depresiasi Pembangunan  

   Biaya Operasi Kendaraan Operasi Pemeliharaan

 

(BOK) Pemeliharaan 

  Pendapatan (revenue) adalah dana yang masuk ke kas daerah atau pemerintah daerah dari sektor angkutan umum khususnya bis kota baik itu berupa pajak maupun retribusi daerah. Pendapatan yang diterima pemerintah dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.

  4.2.1. Pendapatan langsung Pendapatan langsung adalah suatu pendapatan yang sifatnya langsung diterima / dirasakan oleh angkutan umum. Pendapatan bis / hari dapat ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pendapatan bis / hari

  Jalur Jumlah pnp/bis /hari Pend/bis/hari Jml bis Total 1 391 Rp 178.296

  8 Rp 1.426.368 2 377 Rp 171.912

  45 Rp 7.736.040 3 739 Rp 336.984

  16 Rp 5.391.744 4 379 Rp 172.824

  53 Rp 9.159.672 5 497 Rp 226.632

  24 Rp 5.439.168 6 560 Rp 255.360

  13 Rp 3.319.680 7 470 Rp 214.320

  41 Rp 8.787.120 9 641 Rp 292.296

  4 Rp 1.169.184 10 452 Rp 206.112

  14 Rp 2.885.568 11 345 Rp 157.320

  17 Rp 2.674.440

  12 486 Rp 221.616

  20 Rp 4.432.320 14 396 Rp 180.576

  10 Rp 1.805.760 15 516 Rp 235.296

  64 Rp 15.058.944 16 397 Rp 181.032

  3 Rp 543.096 17 212 Rp 96.672

  12 Rp 1.160.064 Total 344 Rp 70.989.168 Rata - rata 457 Rp 208.483

  Sumber : Hasil analisis Asumsi : Tarif umum : Rp.600 Tarif Mhs : Rp.300 % Umum : 52% %Mhs/pelajar : 48%

  Sedangkan pendapatan yang dipungut / diterima dari terminal berupa jenis retribusi yaitu retribusi jasa usaha. Retribusi jasa usaha ini penyediaannya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh swasta. Jenis pendapatan terminal, meliputi : TPR (retribusi bis kota) tarif masuk terminal untuk sekali masuk sebesar Rp. 300 total penerimaan Rp.1500/bis/hari, sewa kios/retribusi kios tarif yang ditetapkan sebesar Rp.50/m²/hari dengan luas seluruhnya 1028 m² Total penerimaan dari sewa kios sebesar Rp. 51.400/hari, penerimaan dari pedagang asongan sebesar Rp. 250.000/bulan, penerimaan dari parkir kendaraan s ebesar Rp.925.000/bulan, WC/KM penerimaan sebesar Rp.23.000.000/bulan dan penerimaan dari sewa loket penjualan karcis sebesar Rp.3.500.000/bulan. Total keseluruhannya sebesar Rp 4.867/bis/hari.

  4.2.2. Pendapatan tidak langsung Pendapatan tidak langsung adalah pendapatan yang tidak berkaitan langsung dengan operasi angkutan umum . Jenis pendapatan tidak langsung antara lain : bea balik nama kendaraan besarnya biaya adalah 10 % dari harga jual kendaraan bermotor didapatkan sebesar Rp. 1.100.000/tahun, pajak kendaraan bermotor(PKB) sebesar Rp.350.000/tahun, KIR dan KP Total jumlah Rp.53.500/6 bulan, dan ijin trayek sebesar Rp. 288.000/ 5 tahun.

  Pengeluaran ( expenditure ) adalah dana yang keluar dari kas pemerintah daerah yang digunakan untuk biaya pembangunan dan pemeliharaan ( maintenance ) fasilitas angkutan umum dan biaya operasi angkutan umum. Pengeluaran biaya untuk bis kota dikenal dengan Biaya Operasi Kendaraan ( BOK). Perhitungan dan analisis mengenai BOK dapat ditunjukkan

tabel 4.3. Dari tabel 4.3 tersebut BOK yang terbesar adalah BOK yang berdasarkan data di lapangan sehingga untuk analisis digunakan BOK berdasarkan data di lapangan.Tabel 4.3. Biaya operasi kendaraan

  No Item Kebutuhan Biaya Total Total . 1 2 (Rp/bis/hari) (Rp/bis/hari)

  Volum Unit Rp Unit

A. Variabel Cost

  1. Solar 35 liter 550 liter 19.250 13.750

  2. Olie 2 liter 8.000 hari 16.000 11.000

  3. Kampas rem 100.000 6 bulan 667

  4. Plat kopling 200.000 6 bulan 1.333

  5. Ban 6 buah 350.000 6 bulan 14.000 22.320

  6. Service besar 150.000 2 bulan 3.000 2.000

  7. Service kecil 25.000 10 hari 2.500 3.000

  8. Suku cadang 12.000.00 2 tahun 20.000 16.000

B. Fixed Cost

  1. Gaji direksi, adm, dll 350.000 bulan 14.000 12.000

  2. Gaji sopir 500.000 bulan 20.000 12.000

  3. Gaji kondektur 250.000 bulan 10.000 12.000

  4. Asuransi sopir, kondektur 45.000 bulan 1.800 100

  6. Biaya kantor 150.000 bulan 6.000 3.750

  7. Penyusutan kendaraan 50.000.00 5 tahun 33.333 16.667

  8. Jasa raharja 1.250 hari 1.250 1.250

  9. Biaya tak terduga 100.000 bulan 4.000 4.000

  Jumlah Total 167.133 129.837 Profit margin 10% 16.713 12.984 183.846 142.820

  Sumber : Bagian operasional KOPATA

  1. Data wawancara

  2. Asikin (1998) Biaya yang dikeluarkan terminal meliputi : biaya depresiasi/penyusutan sebesar Rp.

  48.844.114 biaya ini diperoleh dari perbandingan antara biaya investasi awal dengan umur terminal biaya investasi awal diperoleh dari estimasi harga sekarang dengan tingkat bunga 14 % sehingga diperoleh harga investasi awal sebesar Rp. 976.882.272, biaya yang kedua yang dikeluarkan untuk terminal adalah biaya operasi yang meliputi biaya karyawan dan biaya telfon,listrik dan lain - lain total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.25.000.000/bulan, biaya yang ketiga adalah biaya pemeliharaan berupa biaya pemeliharaan alat - alat stasiun bus dan kebersihan terminal sejumlah Rp. 12.600.000/3bulan. Total keseluruhan biaya ya ng dikeluarkan terminal adalah Rp.3.869/bis/hari.

  Biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan fasilitas rambu,marka,halte dan traffic light berupa biaya pembangunan sebesar Rp.18.100.000/bulan dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 9.647.000/bulan. Total keseluruhan biaya sebesar Rp.3.226/bis/hari.

  5. PEMBAHASAN

5.1. Perbandingan Pendapatan dan Pengeluaran

Tabel 5.1 menunjukkan hasil analisis antara struktur pendapatan dan pengeluaran. Dari hasil perbandingan tersebut dapat ditarik kesimpulan, pendapa tan yang diterima pemerintah melalui

  kas daerah ternyata lebih besar dari pengeluaran yang dilakukan pemerintah. Selisih yang terjadi sebesar Rp 27.741 bis/hari.

Tabel 5.1 Perbandingan pendapatan dan pengeluaran

  Pendapatan(Rp/bis/hari) Pengeluaran (Rp/bis/hari) Jenis Jumlah Jenis Jumlah Langsung

  1. Pendapatan bis 208.483 1. BOK 183.846 kota

  2. Terminal

  2. Terminal TPR 1.500 Depresiasi 473 Sewa kios 149 Operasi 2.907 Pedagang asongan

  29 Pemeliharaan 488 Parkir kendaraan 108 3. Fasilitas lain WC/KM 2.674 Pembangunan 2.105 Sewa loket 407 Pemeliharaan 1.122

  Tidak langsung

  1. PKB 1.167

  2. BBN 3.667

  3. KIR 177

  4. KP 129

  5. Ijin trayek 192 Total 218.682 190.941 Selisih 27.741 Sumber : Hasil analisis

Tabel 5.2 menunjukkan secara sistematis yang menjadi faktor -faktor dominan yang mempengaruhi besar kecilnya pendapatan dan pengeluaran.Tabel 5.2 Faktor - faktor yang dominan

  Pendapatan bis kota BOK

  1. Jumlah penumpang 1. Biaya tetap

  2. Tarif Gaji

  Penyusutan

  2. Biaya variabel Suku cadang Ban

  Sumber : Hasil analisis

5.2. Rencana Usulan

  Sistem setoran yang ditetapkan operator dan masih berlaku sampai sekarang memperlihatkan dengan jelas bahwa para pengemudi menjalankan kendaraannya tanpa kendali disebabkan mengejar setoran atau pendapatan. Pendapatan yang diterima jika melebihi dari target merupakan tambahan pendapatan bagi kru / awak bis kota selain gaji tetap yang diterima. Jumlah pendapatan tambahan ini tergantung dari produksi bis kota. Gambar 5.1 menunjukkan rencana usulan dalam meningkatkan pelayanan angkutan umum bis kota yaitu melalui peningkatan gaji pengemudi. Rencana usulan ini didasarkan pada pola pemikiran teori analisa titik impas. Analisa titik impas ( titik pulang pokok ) di mana Total Revenue (TR) = Total

  Cost ( TC ).

  Hubungan pendapatan dan pengeluaran 35000 30000 25000 20000 15000 10000 elisih(Rp) S

  5000

  • 5000

  24000 27000 30000 33000 36000 39000 42000 45000 48000 51000 54000 G aji(RP /hari)

Gambar 5.1. Hubungan antara gaji dan selisih pendapatanTabel 5.3. Pengeluaran rutin

  No Uraian Pemasukan (Rp) Pengeluaran (Rp) .

  1. Pendapatan bruto 208.483

  2. TPR 1.500

  3. Iuran harian 25.000 KOPATA 1

  4. Gaji sopir 20.000 Gaji kondektur 10.000

  5. Makan + rokok 10.000

  6. Solar 20.000 2

  7. Target setoran 90.000 Total 176.500 selisih 31.983

  Sumber : hasil analisis keterangan : 1.

  Besarnya gaji antara sopir dan kondektur tergantung dari kesepakatan bersama.

  2. Target setoran diambil rata - rata Rp. 90.000.

  Dari tabel 5.3 tersebut menunjukkan terdapatnya selisih sebesar Rp. 31.983. Selisih ini merupakan keuntungan atau pendapatan ekstra yang diperoleh. Pembagian keuntungan ini berdasarkan kesepakatan bersama. Bagi kru / awak bis kota kelebihan ini merupakan tambahan penghasilan selain dari gaji yang diterima. Dari gambar 5.1 memperlihatkan bahwa nilai impasnya sebesar Rp. 1.365.925 (gaji sopir dan kondektur), untuk menyeimbangkan pendapatan yang diterima awak/kru bis kota agar penerimaan setiap harinya konstan maka perlu dilakukan usaha - usaha, antara lain :

  1. Pemberian subsidi oleh pemerintah Subsidi ini diberikan untuk menutupi kekurangan biaya yang diperlukan untuk meningkatkan gaji awak/kru bis kota dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dari angkutan umum.

  Besarnya subsidi ini dihitung dari selisih atau kekura ngan biaya sebesar Rp. 185.000/bulan sehingga subsidi yang diberikan adalah sebesar Rp. 7500/bis/hari.

  2. Menaikkan tarif penumpang Total gaji awak/kru bis kota yang direncanakan sebesar Rp. 62.000/hari. Berarti pendapatan bis kota menjadi sebesar Rp. 215.846/hari/bis. Dari pendapatan ini dapat diperkirakan kenaikkan tarif penumpang sebesar Rp 650/ penumpang untuk penumpang umum sedangkan penumpang pelajar/mahasiswa dengan tarif tetap.

  3. Gabungan antara pemberian subsidi dengan kenaikkan tarif angkutan Subsidi yang diberikan sebesar Rp. 3750 dan tarif angkutan diperkirakan naik sebesar Rp. 625. Tujuan yang diharapkan dari peningkatan gaji awak/kru bis kota adalah agar dari peningkatan ini perilaku awak/kru bis kota dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa angkutan umum menjadi lebih baik. Selain itu juga yang terpenting dapat mewujudkan dalam diri awak/kru bis kota rasa bangga terhadap profesinya. Rasa bangga terhadap profesi ini cukup penting, karena tanpa kebanggaan hasil kerja yang dihasilkan akan tida k mencapai maksimal (tidak memperhatikan mutu produknya).

5.3. Alternatif Pembiayaan

  Pola pembiayaan angkutan umum untuk sekarang masih bersumber dari pemerintah khususnya pemerintah daerah, melalui APBD. Salah satu alternatif tersebut adalah upaya penerapan self financing atau cost recovery. Pembiayaan dengan sistem ini dimaksudkan agar pendapatan yang diperoleh dari angkutan umum dapat membiayai sendiri segala pengeluaran - pengeluaran yang dibutuhkan oleh angkutan umum. Pembiayaan dengan sistem ini, se mua pendapatan yang diserap dari angkutan umum dipisahkan dari sektor lain sehingga jelas perbedaan antara pendapatan dan pengeluarannya. Dalam pelaksanaannya pola pembiayaan ini perlu suatu lembaga / badan khusus yang menangani dan mengelolanya. Gambar 5.2 berikut ini memperlihatkan alternatif pembiayaan untuk masa akan datang.

  P emerintah

  1

  3 Badan pengelola angkutan umum

2 Fasilitas angkutan

  umum Operator angkutan umum

Gambar 5.2. Skema pembiayaan angkutan umum

  Keterangan gambar : 1. Pemerintah sebagai penanggung jawab yang mengkoordinasi dan mengendalikan angkutan umum.

  

Manajemen keuangan angkutan umum dikelola oleh suatu badan pengelola angkutan umum yang mengurusi

2. mengenai pendapatan dan pengeluaran angkutan umum.

  

3. Biaya untuk penyediaan fasilitas angkutan umum juga dikelola oleh badan pengelola angkutan umum. Selain

biaya penyediaan juga biaya pemasukan dari penggunaan fasilitas tersebut.

  6. KESIMPULAN

  1. Struktur pembiayaan terdiri dari struktur pendapatan dan struktur pengelua ran. Baik itu yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pendapatan yang bersifat langsung yaitu : pendapatan bis kota, pendapatan terminal sedangkan pendapatan tidak langsung adalah pajak kendaraan ( PKB ),Bea balik nama kendaraan,KIR ,KP dan ijin trayek. Untuk pengeluaraan antara lain Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ), pengeluaran terminal dan fasilitas lainnya ( rambu, halte, marka, traffic light).

  2. Faktor - faktor dominan yang mempengaruhi besar kecilnya pendapatan ( income) dan pengeluaran adalah yang bersifat langsung yaitu pendapatan bis kota dan BOK.

  Pendapatan bis kota berhubungan dengan produksi bis kota.

  3. Merencanakan peningkatan kesejahteraan dengan meningkatkan gaji awak/kru bis kota sebesar Rp. 1.550.000 / bulan dalam usaha peningkatan mutu pelayanan angkutan umum. Usaha ini akan berhasil jika jumlah produksi bis kota konstan. Dan dapat dilaksanakan jika mendapat dukungan dari kru/awak bis kota. Dukungan ini berupa kesadaran dari pengemudi agar tidak berlaku ofensif di dalam memberikan p elayanan kepada pengguna jasa angkutan umum. Tambahan dana untuk mewujudkan usulan tersebut dapat diperoleh dari peningkatan tarif angkutan sebesar Rp. 650 untuk penumpang angkutan umum sedangkan untuk tarif pelajar/mahasiswa tetap. Atau melalui subsidi yang diberikan oleh pemerintah sebesar Rp. 7500/bis/hari.

  4. Mengusulkan alternatif pembiayaan melalui manajemen suatu badan pengelola angkutan umum sehingga perincian pembiayaan ( pemasukan dan pengeluaran ) dapat secara jelas dan transparan sehingga angku tan umum dapat membiayai sendiri. Penyelenggaraan angkutan umum dapat dikelola secara lebih intensif untuk meningkatkan pelayanan kepada publik, sehingga tercipta layanan angkutan umum yang handal dan bermutu.

  DAFTAR PUSTAKA Anonim,1997, Peraturan Pemerintah No.19/1997 tentang Pajak Daerah.

  __________ , Peraturan Pemerintah No.20/1997 tentang Retribusi Daerah __________ , Undang-Undang No.18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah __________ , Undang-Undang No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah Antameng, M.,1999, Sistem Pembiayaan Jalan di Masa Depan , Majalah Teknik Jalan dan Transportasi No.096, November 1999, Jakarta.

  Asikin, M., 1998, Kinerja Operasi Angkutan Kota Yogyakarta , Tesis mahasiswa MSTT (tidak dipublikasikan) UGM, Yogyakarta. Hendrowijono,S,1996, Menuju Pelayanan Angkutan Kota yang Handal, Prosiding Sarasehan MTI. Morlok, 1988, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi , Erlangga, Jakarta. Siagian, A., 1996, Charging (Retribusi) sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan

  Pembangunan dan Pemelihar aan Jalan Kendaraan bermotor bagi Pemerintah Daerah Perkotaan, Manajemen Transportasi Perkotaan, Prosiding Sarasehan MTI. Siregar, M., 1990, Berbagai masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan , Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Suryawan. 1996, Pelayanan Angkutan Perkotaan , Prosiding Sarasehan MTI. Waldiyono,dkk, 1986, Ekonomi Teknik, Andi Offset, Yogyakarta.