OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi I

  OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Christiana Untung Setyaningretry NIM : 048114026 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

  

OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL

RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN

TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

  

Oleh :

Christiana Untung Setyaningretry

NIM : 048114026

FAKULTAS FARMASI

  

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  Kupersembahkan karya ini untuk: Bapaku di Surga dan Putra Tunggalnya Jesus Christ yang telah menjadikanku sebagai alat-Nya untuk melayani sesama dan membagikan kasih-Nya.

  Bapak, Ibu, Mbak Vero, Mbak Tyas & Floren buat dukungan, kesabaran & doa yang ada dalam tiap langkahku Joseph yang selalu membantuku untuk bangkit

  Almamaterku tercinta

  PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.): Tinjauan Terhadap Sorbitol dan Gliserol Sebagai

  

Humectant ”, yang menjadi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Famasi

(S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Skripsi ini tidak bisa terwujud dan terangkai menjadi satu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penelitian PKM dan pembimbing skripsi atas segala masukan, kritik, semangat dan sarannya.

  3. Agatha Budi Susiana M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan, saran dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

  4. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan, saran dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

  5. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  6. Pak Musrifin selaku laboran FTS dan segenap laboran dan karyawan atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  7. Wiwid Dwi Susanti, Robertus Eka Kurniawan sebagai teman satu tim Mango dalam penelitian.

  8. Fransiska Indah Pratiwi, Octaviana Manuhutu dan Yovita Endah Lestari atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini.

  9. Astika, Wida dan Pras atas pengalaman hidup di tempat masing-masing yang telah dibagikan untuk saya. Hidup Van Lith!

  10. Semua pihak dan teman-teman yang telah memberi bantuan, dukungan dan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta, Januari 2008 Penulis

  INTISARI

  Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) : tinjauan terhadap sorbitol dan gliserol sebagai humectant dilakukan untuk melihat profil sifat fisis dan komposisi optimum dari kedua humectant. Pengukuran SPF (Sun Protection Factor) secara

  

in vitro dengan metode Petro (1981) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi

  kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki nilai SPF kurang lebih 15.

  Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yang bersifat eksploratif. Desain optimasi formula yang digunakan untuk melihat respon kombinasi sorbitol dan gliserol adalah simplex lattice. Parameter optimasi yang diukur yaitu sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel berupa pergeseran viskositas. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi kriteria daya

.

sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 – 600 dPa s dan persentase pergeseran viskositas setelah penyimpanan 1 bulan yaitu

  ≤5%. Persamaan simplex lattice dari tiap parameter diuji validitasnya menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki SPF 15,18 yaitu 0,688 mg%. Formula gel yang memenuhi kriteria yaitu formula dengan kombinasi 42% gliserol : 58% sorbitol sampai dengan 65% gliserol : 35% sorbitol. Profil kurva viskositas dan pergeseran viskositas berbentuk cekung dimana kombinasi sorbitol dan gliserol dengan perbandingan tertentu dapat menurunkan respon.

  Kata kunci : sunscreen, kunir putih (Curcuma mangga Val.), humectant, gliserol, sorbitol, carbomer 940, Simplex Lattice Design

  

ABSTRACT

  The study about optimizing the Curcuma mangga rhizome ethanolic extract sunscreen gel formula with sorbitol and glycerol as humectants was carried out to determine the profile of the gel physic properties and the optimum composition of the two humectants. An in-vitro SPF (Sun Protection Factor) determination using Petro method (1981) was conducted to predict the concentration of curcuminoid in ethanolic extract of Curcuma mangga rhizome with SPF ±15 prior to gel sunscreen manufacturing.

  The research design was pure experimental explorative. The simplex lattice design was applied to optimize the formula in terms of the combination of humectants. The optimization parameter were the gel physical properties (spreadability and viscosity) and the stability parameter (viscosity shift). The criteria which must be fulfilled for the optimization were : 3 – 5 cm for

  .

  spreadability, 400 – 600 dPa s for viscosity and ≤5% for the percentage of viscosity shift over one month storage. The validity of the simplex lattice equation of each parameter was measure using ANOVA with significance level 95%.

  The results show that, the curcuminoid concentration in Curcuma

  

mangga rhizome ethanol extract of SPF level 15,18 was 0,688 mg%. The

  optimum range which met the criteria, was the gel formula with composition between 42% glycerol : 58% sorbitol and 65% glycerol : 35% sorbitol. The curve profiles of viscosity and viscosity shift were concave, indicating that the combination of sorbitol and glycerol in certain composition might reduce the responses. Key words: sunscreen, Curcuma mangga Val., humectants, sorbitol, glycerol, carbomer 940, Simplex Lattice Design

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v PRAKATA ......................................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ viii

  INTISARI............................................................................................................ ix

  

ABSTRACT .......................................................................................................... x

  DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

  BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................... 4 C. Keaslian Penelitian ....................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 7 A. Kunir Putih .................................................................................................. 7

  1. Keterangan Botani ................................................................................ 7

  2. Pertelaan Tanaman ................................................................................. 7

  3. Kandungan Kimia ................................................................................. 8

  4. Kegunaan .............................................................................................. 8

  B. Kurkuminoid ............................................................................................... 8

  C. Maserasi ...................................................................................................... 10

  D. Gel ............................................................................................................... 11

  E. Humectant ................................................................................................... 13

  1. Gliserol .................................................................................................. 13

  2. Sorbitol .................................................................................................. 15

  F. Radiasi Ultraviolet dan Sunscreen .............................................................. 16

  G. Pengukuran SPF in vitro dengan Spektrofotometri UV-Vis ....................... 18

  H. Metode Simplex Lattice Design .................................................................. 20

  I. Keterangan Empiris .................................................................................... 22

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 24 A. Jenis Rancangan Penelitian ......................................................................... 24 B. Variabel dalam Penelitian ........................................................................... 24 C. Definisi Operasional ................................................................................... 25 D. Bahan dan Alat ........................................................................................... 26 E. Tata Cara Penelitian .................................................................................... 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33 A. Ekstraksi Kurkuminoid dari Serbuk Rimpang Kunir Putih ........................ 33 B. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Etanol Kunir Putih ............ 36 C. Pengukuran Nilai SPF Secara In Vitro dengan Metode Petro .................... 40

  D. Formulasi Gel .............................................................................................. 43

  E. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ....................................................................... 45

  F. Optimasi Formula ....................................................................................... 51

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN… ...................................................... 59 A. Kesimpulan .................................................................................................. 59 B. Saran ............................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 61 LAMPIRAN ....................................................................................................... 66 BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 90

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Formula Simplex Lattice Design ……………………………… 31 Tabel II. Kadar kurkuminoid (mg%) dan nilai serapan dari tiga replikasi seri larutan baku kurkuminoid ………………………………...

  38 Tabel III. Kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih …………………….. 40 Tabel IV. Pengukuran SPF ekstrak etanol kunir putih …………………... 42 Tabel V. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas ……………………………… 46 Tabel VI. Daya sebar hasil percobaan dan perhitungan …………………. 47 Tabel VII. Viskositas hasil percobaan dan perhitungan ………………….. 49 Tabel VIII. Pergeseran viskositas hasil percobaan dan perhitungan ……….. 51 Tabel IX. Hasil uji F untuk daya sebar …………………………………... 52 Tabel X. Hasil uji F untuk viskositas …………………………………… 54 Tabel XI. Hasil uji F untuk pergeseran viskositas ……………………….. 55

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur Kurkuminoid ………………………………………… 9 Gambar 2. Struktur Monomer Asam Akrilat ……………………………... 12 Gambar 3. Struktur Gliserol ………………………………………………. 13 Gambar 4. Struktur Sorbitol ………………………………………………. 15 Gambar 5. Dimensi pencampuran 2 komponen yaitu berupa garis atau kurva …………………………………………………………...

  21 Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada kurkuminoid …………………………………………………...

  36 Gambar 7. Scanning panjang gelombang larutan kurkuminoid standar …... 37 Gambar 8. Kurva baku larutan kurkuminoid ……………………………… 39 Gambar 9. Hasil scanning ekstrak etanol rimpang kunir putih …………… 41 Gambar 10. Struktur carbomer saat relaksasi ……………………………… 44 Gambar 11. Gambar skematik molekul carbomer setelah penambahan TEA 44 Gambar 12. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk daya sebar ...

  48 Gambar 13. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex

  lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk viskositas

  awal ……………………………………………………………

  49 Gambar 14. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex

  lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk pergeseran

  viskositas ………………………………………………………

  51 Gambar 15. Profil dan kriteria optimum daya sebar ……………………...... 53

  Gambar 16. Profil range optimum untuk viskositas awal ………………….. 54 Gambar 17. Profil range optimum untuk pergeseran viskositas ………….... 57 Gambar 18. Superimposed contour plot …………………………………….. 57

DAFTAR LAMPIRAN

  Tabel I. Determinasi tanaman kunir putih dan poses ekstraksi ………… 66 Tabel II. Pembuatan kurva baku ………………………………………... 69 Tabel III. Penetapan kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih …………. 73 Tabel IV. Perhitungan SPF dengan metode Petro ……………………….. 75 Tabel V. Data Penimbangan Formula dan Notasi Simplex Lattice Design 76 Tabel VI. Foto gel, Hasil Uji sifat Fisik dan Stabilitas Gel ……………... 77 Tabel VII. Perhitungan Simplex Lattice Design ………………………….. 79 Tabel VIII. Analysis of Variance (ANOVA) ……………………………..

  82

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis dimana terdapat paparan sinar

  matahari dengan intensitas yang cukup tinggi. Salah satu radiasi matahari yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet (UV).

  Sinar UV bermanfaat bagi tubuh karena dapat menstimulasi sirkulasi darah, meningkatkan pembentukan hemoglobin, menurunkan tekanan darah dan mampu menginduksi produksi vitamin D di kulit. Sinar UV juga dapat digunakan untuk perawatan tuberkolosis dan penyakit kulit seperti psoriasis (Wilkinson dan Moore, 1982).

  Disamping efek yang menguntungkan tersebut, paparan sinar matahari yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi kulit, keriput, penebalan epidermis, squamous cell carcinoma dan katarak (Anonim, 2006b). Secara alami kulit memiliki perlindungan terhadap sengatan matahari dengan penebalan kulit dan meningkatkan produksi melanin (Wilkinson dan Moore, 1982). Namun kulit memiliki keterbatasan dalam melawan efek merugikan dari sengatan matahari, sehingga dibutuhkan perlindungan buatan, salah satunya dengan menggunakan sunscreen. Sunscreen adalah senyawa aktif yang digunakan secara topikal untuk meminimalkan paparan UV ke kulit, mekanisme kerjanya yaitu dengan menyerap (chemical sunscreen) atau memantulkan sinar UV (physical sunscreen). Tingkat perlindungan

  (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun

  Protection Factors ) (Bondi dkk, 1991). Bahan sunscreen yang banyak digunakan

  merupakan bahan sintetik. Beberapa bahan sunscreen sintetik seperti PABA (p-

  aminobenzoic acid ) dan avobenzon dapat menimbulkan reaksi alergi dan reaksi

  fotosensitifitas (Parfitt, 1999; Bondi, Jegasothy, dan Lazarus, 1991). Bahan alam dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan sunscreen karena bahan alam mengandung senyawa nabati yang dapat mengabsorbsi radiasi UV. Senyawa nabati tersebut digunakan oleh tanaman untuk mampu menjaga agar sel-selnya tidak rusak dan tidak terganggu metabolismenya (Fridd, 1996).

  Bahan alam juga mempunyai toleransi yang baik terhadap tubuh dan efek samping yang rendah (Katno dan Pramono, 2000). Penelitian bahan alam sebagai bahan sunscreen yang pernah dilakukan yaitu rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) (Fitriana, 2007; Santoso, 2007; dan Veasilia 2007).

  Ekstrak etanol tersebut memberikan serapan pada panjang gelombang UV A dan UV B (290 – 400 nm). Salah satu kandungan dalam rimpang kunir putih adalah kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Abas dkk., 2005). Dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan ekstrak etanol kunir putih menjadi sediaan

  sunscreen.

  Sediaan sunscreen yang banyak beredar di pasaran adalah bentuk krim dan lotion. Krim merupakan bentuk sediaan semi padat yang terdiri dari dua fase, yaitu fase minyak dan fase air. Kandungan minyak dalam krim dapat merangsang timbulnya jerawat terutama pada orang dengan produksi kelenjar sebasea berlebihan. Lotion mempunyai viskositas yang encer sehingga mudah hilang dari kulit ketika diaplikasikan. Hal ini akan mengurangi daya perlindungan dari

  

sunscreen tersebut. Dengan demikian perlu dikembangkan bentuk sediaan lain

yang dapat mengatasi kekurangan tersebut.

  Gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku dimana pergerakan medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi sehingga akan meningkatkan stabilitas sediaan yang dihasilkan (Zatz dan Kushla, 1996). Setelah diaplikasikan, gel akan mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus pandang dengan daya lekat tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994). Dengan demikian, bahan aktif sunscreen di dalam gel juga akan membentuk lapisan di kulit dan tidak terpenetrasi ke dalam.

  Tipe hidrogel dipilih sebagai basis sediaan sunscreen dalam penelitian ini karena kandungan bahan hidrofilik yang memiliki konsistensi lembut dan memberikan rasa dingin yang disebabkan oleh efek evaporasi air (Voigt, 1994). Hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan biologi dan merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi di sekitar sel dan jaringan (Zatz dan Kushla, 1996; Swarbrick dan Boylan, 1993).

  Setelah terpapar UV maka terjadi evaporasi air dalam sediaan, sehingga dibutuhkan bahan tertentu yang dapat menjaga kelembaban sediaan.

  

Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit (Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, Scott, 2002). Dalam penelitian ini menggunakan dua campuran humektant berupa sorbitol dan gliserol. Gliserol merupakan humectant yang kuat dan mempunyai kemampuan menyerap air hampir sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat air alami dalam kulit. Gliserol juga dapat mengembalikan kulit kering menjadi normal dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih lama dibanding humectant yang lain (Aprilia, 2007). Sorbitol bersifat ringan dan tidak lengket, serta tidak terlalu kuat dalam menarik kelembaban kulit sehingga sesuai untuk sediaan yang digunakan di kulit (Khotimah, 2006). Penggunaan gliserol dalam produk kosmetik cenderung menimbulkan rasa basah dan bersifat berat (heavy) yang dapat ditutupi dengan cara mengkombinasikan dengan

  

humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001). Pengujian kombinasi gliserol dan

  sorbitol dilakukan dengan Simplex Lattice Design untuk memperoleh gel

  

sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang nyaman dan stabil ditinjau dari

hasil uji daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas.

  B.

  

Perumusan Masalah

  a. Berapakah kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih terhitung sebagai kurkuminoid yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih 15 yang diukur secara in vitro dengan metode Petro?

  b. Bagaimana profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant gliserol dan sorbitol? c. Apakah ditemukan range campuran komposisi optimum formula gel dengan

  humectant berupa gliserol dan sorbitol, yang memenuhi kriteria sifat fisis dan

  stabilitas? C.

  

Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang optimasi formula sediaan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan gliserol dan sorbitol sebagai humectant belum pernah dilakukan.

  Adapun penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan rimpang kunir putih sebagai sunscreen antara lain: a. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

  mangga Val.) dengan Carbopol ®

  940 sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humectant (Veasilia, 2007)

  b. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

  mangga Val.) dengan Carbopol ®

  940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai Humectant (Fitriana, 2007) c. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

  mangga Val.) dengan Gelling Agent Carbopol ®

  dan Gliserol sebagai

  Humectant (Santoso, 2006)

  D.

  

Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis Menambah informasi bagi ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan

  

sunscreen yang berasal dari bahan alam dan aplikasi Simplex Lattice Design

pada poses pembuatan gel sunscreen.

  b. Manfaat Praktis Mengetahui nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak etanol rimpang kunir putih secara in vitro serta mengetahui formula optimum berdasarkan

  superimposed contour plot sifat fisik gel.

E. Tujuan Penelitian

  Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan formula gel

  

sunscreen ekstrak etanol kunir putih yang memenuhi persyaratan mutu yaitu

  manjur, aman dan dapat diterima masyarakat Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mengetahui kadar ekstrak etanol rimpang kunir terhitung sebagai kurkuminoid yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih 15 yang diukur secara in vitro dengan metode Petro.

  2. Mengetahui profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant gliserol dan sorbitol.

  3. Mendapatkan range campuran komposisi optimum formula gel dengan

  humectant berupa gliserol dan sorbitol yang memenuhi kriteria sifat fisis dan stabilitas.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kunir Putih

  1. Keterangan Botani

  Tanaman ini memiliki nama ilmiah Curcuma mangga Val. atau

  

Curcuma amada (Hutapea, 1993; Muhlisah, 1999). Kunir putih termasuk dalam

  suku Zingiberaceae dan marga Curcuma (Hutapea, 1993). Di Jawa, dikenal sebagai kunir putih, temu bayangan, temu putih atau temu poh. Di Sunda disebut koneng joho, koneng lalap, atau koneng pare. Di Madura disebut sebagai temu pao (Muhlisah, 1999).

  2. Pertelaan Tanaman

  Tanaman kunir putih berupa semak dengan tinggi 1-2 meter. Memiliki batang semu, tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang (Hutapea, 1993). Rimpang kunir putih berbentuk bulat, renyah dan mudah dipatahkan. Percabangan rimpangnya banyak dengan rimpang utamanya keras (Muhlisah, 1999). Bila rimpang dibelah tampak daging buah yang berwarna kekuningan di bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya (Muhlisah, 1999; Anonim, 2005). Mempunyai bau seperti buah mangga (Anonim, 1986).

  Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau (Hutapea, 1993). Panjang daun antara 30-45 cm dengan lebar 7,5-12,5 cm. Tangkai daunnya panjang, sama panjang dengan daunnya. Permukaan atas dan bawah daun licin, tidak berbulu (Muhlisah, 1999).

  3. Kandungan kimia

  Rimpang kunir putih mengandung saponin dan flavonoid (Hutapea, 1993) serta beberapa senyawa lain seperti labdane diterpene glucoside,

  , , , ,

  calcaratarin A zerumin B scopoletin demethoxycurcumin bisdemethoxycurcumin , 1,7-bis(4-hydroxyphenyl)-1,4,6-heptatrien-3-one ,

  kurkumin, dan asam p-hikdroksisinamat (Abas dkk, 2005). Selain itu rimpang kunir putih juga mengandung tanin, damar, gula dan amilum (Mulhisah, 1999), dimana kandungan pati (amilum) hanya sedikit (Heyne, 1987).

  4. Kegunaan

  Ekstrak rimpang temu mangga memiliki aktivitas antioksidan, antiradikal dan antiinflamasi (Alisyahbana, Ervira, Sugiarso, 2002). Rimpang kunir putih dapat mengobati memar, keseleo, demam, bronchitis, TBC, wasir, penawar racun akibat sengatan kalajengking atau ular, menghilangkan rasa mual di perut, dan untuk perawatan kecantikan wanita (Muhlisah, 1999).

  B.

  

Kurkuminoid

  Kurkuminoid terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Anonim, 2002a). Kurkuminoid dapat diisolasi dari rimpang kunir putih (Abas dkk., 2005). Penelitian terbaru mengenai degradasi alkali pada kurkuminoid menjelaskan bahwa bisdemetoksikurkumin sedikit lebih peka mengalami degradasi pada pH 10,2 dibandingkan kurkumin atau demetoksikurkumin. Gugus fenolik pada kurkumin menunjukkan sifat sebagai akseptor ikatan hidrogen, sedangkan pada bisdemetoksikurkumin berperan sebagai donor ikatan hydrogen (Majeed, Badmaev, Shivakumar, Rajendran, 2006).

  O O R 1 R 2 HO OH

  R

  1 = R 2 = OCH 3 = (curcumin)

  R

  1 = OCH3, R 2 = H (demethoxycurcumin)

  R

  1 = R 2 = H (bis-demethoxycurcumin)

Gambar 1. Struktur kurkuminoid (Aggarwal, Kumar, Aggarwal, Shishodia, 2005)

  Kurkumin (C

21 H

  20 O 6 ) merupakan serbuk kristal berwarna kuning o

  dengan bobot molekul 368,37 dan titik leleh 183

  C. Secara alami, kurkumin berasal dari hasil ekstraksi rimpang Curcuma longa L., Zingiberaceae dengan pelarut tertentu (Budavari, 1989).

  Gugus fenolik pada kurkumin bersifat sebagai pendonor ikatan hidrogen yang mempengaruhi kelarutannya pada pelarut alkohol (Anonim, 2000).

  Sifat kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air pada pH asam dan netral, namun dapat larut dalam alkohol, asam asetat glasial dan pelarut alkali (Stankovic, 2004; Budavari, 1989 ; Fridd, 1996). Kurkumin relatif stabil terhadap panas, tetapi memiliki kecenderungan memudar dengan adanya cahaya, terutama dalam bentuk larutan. Hal ini dapat diminimalkan dengan formulasi tertentu yang dapat meningkatkan stabilitasnya terhadap cahaya, misalnya kurkumin disuspensikan dalam sistem tertentu (Fridd, 1996; Stankovic 2004).

  Dalam larutan asam atau netral, kurkumin bertindak sebagai donor atom H yang bagus dan mempunyai peran penting dalam aktivitasnya sebagai antioksidan (Jovanovic, Steenken, Boone, Simic, 1999).

C. Maserasi

  Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.

  Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienaptuangkan (Anonim, 1995).

  Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sederhana dalam hal pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Proses maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang cocok. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, etanol-air atau pelarut lain (Anonim, 1986).

  Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986).

  Pada penyarian dengan metode maserasi, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan konsentrasi larutan di dalam dan di luar sel. Maserasi dengan mesin pengadukan dilakukan dengan suatu mesin yang berputar terus-menerus, sehingga proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Anonim, 1986).

D. Gel

  Menurut definisinya, gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorgaik kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku dimana pergerakan medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi (Allen, 2002). Pada umumnya memiliki sifat alir non-Newtonian yaitu pseudoplastik, dimana viskositas semakin menurun dengan adanya peningkatan pengadukan (Zatz dan Kushla, 1996).

  Gel organik adalah sistem fase tunggal dimana pembentuk gelnya berupa polimer (Allen, 2002). Bahan polimer yang mempunyai kemampuan mengembang dalam air tanpa terlarut dan dapat menyimpan air dalam strukturnya disebut sebagai hidrogel. Hidrogel merupakan sistem 2 komponen, yaitu komponen hidrofilik, tidak larut, polimer dengan struktur tiga dimensi dan komponen lain berupa air (Swarbrick dan Boylan, 1993).

  Hidrogel cocok digunakan untuk salep tidak berlemak dan diaplikasikan pada kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah diaplikasikan, gel akan mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus pandang dengan daya lekat tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994).

  Sistem hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan biologi dan merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi di sekitar sel dan jaringan (Zatz dan Kushla, 1996; Swarbrick dan Boylan, 1993).

  Polimer sintetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer (USP). Carbomer memiliki bobot molekul tinggi tersusun dari asam akrilat yang berikatan silang dengan allyl sucrose atau allyl ether pada pentaerythritol.

  Polimer carbomer dibentuk oleh asam akrilat yang berulang (Koleng dan McGinity, 2005). Struktur monomernya ditunjukkan pada gambar di bawah.

  

H H

C C

H C O n

  OH

Gambar 2. Struktur Monomer Asam Akrilat (Koleng dan McGinity, 2005)

  Carbomer berupa serbuk putih yang berbulu halus (fluffy) dan sedikit berbau khas. Sifatnya yang higroskopis, disebabkan karena kemampuannya dalam mengabsorbsi dan menyimpan air. Polimer carbomer tidak larut air dan dalam kebanyakan pelarut umum. Ketika dinetralkan (pH 7) dengan alkali hidroksida atau amin akan larut dalam air, alkohol dan gliserol membentuk gel jernih yang stabil (Anonim, 2001). Electrostatic repulsion mempunyai peran kritis dalam pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel yang dipengaruhi oleh pH dan jumlah garam (Swarbrick dan Boylan, 1992).

  Carbomer 940 merupakan bahan pengental yang sempurna pada viskositas tinggi dan tingkat kejernihannya sangat bagus dibandingkan carbomer

  6

  resin lain (Allen, 2002). Berat molekul Carbomer 940 yaitu 4 x 10 Dalton dan memiliki pH optimum pada range 3 sampai 11 (Swarbrick dan Boylan, 1992; Anonim, 1997).

  E. Humectant Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang digunakan

  untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).

  

Humectant bekerja dengan menahan kandungan air pada stratum korneum yang

  secara alami dapat hilang dari tubuh. Humectant dapat menarik air dari lingkungan luar ke dalam kulit jika hanya dalam kondisi lembab yang tinggi (Rawlings dkk, 2002).

  Bahan-bahan yang digunakan sebagai humektant merupakan senyawa organik yang larut air, khususnya alkohol polihidrat (poliol) yang dapat menyerap air. Humectant yang banyak digunakan adalah gliserol, selain itu antara lain terdapat sorbitol, propylene glycerol, butylenes glycol, urea, dan sodium laktat.

  

Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan

  air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit (Rawlings dkk, 2002).

1. Gliserol

  Gliserol (BP) atau Gliserin (USP) memiliki rumus empirik C

  3 H

  8 O

  3

  dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya yaitu jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis (kira-kira 0,6 kali lebih manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).

  

HO OH OH

Gambar 3. Struktur Gliserol (Price, 2005) Fungsi dari gliserol yaitu sebagai antimikroba, emolien, humektan,

  

plasticizer , pelarut, bahan pemanis dan bahan pengisotonis. Pada sediaan topikal,

gliserol digunakan sebagai humektan dan emolien yang dapat melembabkan kulit. o

  Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005). Pada suhu 25 C dan RH 50%, gliserol memiliki nilai higroskopisitas sebesar 25 H

  2 O mg/100 mg dan kemampuan menyimpan air sebanyak 40 mg H O/100 mg (Rawlings dkk, 2002).

2 Gliserol murni tidak mudah teroksidasi dalam kondisi ruangan, namun

  dapat mengalami dekomposisi dengan adanya panas sehingga menghasilkan akrolein yang bersifat racun. Campuran gliserol, etanol (95%) dan propilen glikol bersifat stabil secara kimia (Price, 2005).

  Gliserol mempunyai kemampuan menyerap air hampir sama dengan

  

natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat air alami dalam

  kulit. Selain itu, gliserol dapat mengembalikan kulit kering menjadi normal dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih lama dibanding humectant lain (Aprilia, 2007). Gliserol merupakan humectant yang penting dalam produk kosmetik dimana bersifat berat (heavy) dan menimbulkan rasa basah, oleh karena itu untuk menutupi sifat tersebut dapat dikombinasi dengan humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001).

  Gliserol dapat menyebabkan plasticizing pada stratum korneum dengan memecah ikatan hidrogen antara gugus bersebelahan pada lipid lamellar sehingga menyebabkan lisisnya korneodesmosom di dalam matrik ekstraseluler. Hal ini menunjukkan bahwa gliserol merupakan bahan korneodesmolitik yang nyata dan dapat meningkatkan efektifitas deskuamasi untuk memperbaiki kulit kering dan bersisik (Rawlings dkk, 2002).

2. Sorbitol

  Sorbitol merupakan alkohol heksahidrat yang berupa serbuk kristal putih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Pada umumnya sorbitol tersedia sebagai 70% larutan berair yang jernih, tidak berwarna dan kental (Loden, 2001). Sorbitol memiliki rumus empiris C

6 H

  

14 O

6 dan berat molekul 182,17 (Owen, 2005).

  HO H H OH OH HO HO H HO H

Gambar 4. Struktur Sorbitol (Owen, 2005)

  Sorbitol merupakan salah satu humectant yang banyak digunakan dalam industri kosmetik dan toilet yang tidak bersifat toksik dan berbahaya.

  Akhir-akhir ini sorbitol 70% telah menggantikan penggunaan gliserol baik keseluruhan maupun sebagian karena harganya yang relatif lebih murah (Wilkinson dan Moore, 1982).

  Sorbitol memiliki sifat higroskopisitas lebih rendah dibandingkan

  o

  gliserol (Loden, 2001). Pada suhu 25 C dan kelembaban relatif 50%, sorbitol memiliki nilai higroskopisitas sebesar 1 mg H

  2 O/100mg dan kapasitas

  menyimpan air sebanyak 21 mg H O/100 mg (Rawlings dkk, 2002). Sorbitol

  2

  bersifat ringan, tidak lengket dan tidak terlalu kuat dalam menarik lembab kelembaban kulit (Khotimah, 2006).

F. Radiasi Ultra Violet dan Sunscreen

  Sinar matahari memancarkan berbagai radiasi elektromagnetik seperti infra merah, visible dan ultraviolet yang memiliki karakteristik panjang gelombang, frekuensi dan energi berbeda-beda. Salah satu radiasi matahari yang paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet (UV) dibagi menjadi panjang gelombang sangat pendek UV C (< 290 nm), UV B (290 – 320 nm), dan UV A yang terbagi lagi menjadi UV A 2 (320 – 340 nm) dan UV 1 (340 – 400 nm). UV C diserap ozon stratosfer sehingga tidak mencapai permukaan bumi (Nole dan Johnson, 2004).

  Spektra aksi eritema pada kulit lebih disebabkan oleh UV B dibandingkan UV A. Sembilan puluh persen UV B yang sampai bumi terbatas pada lapisan epidermal kulit. Demikian juga UV A dapat terpenetrasi ke epidermis sampai kedalaman 0,2 mm dan aktivitasnya menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Panjang gelombang 306 – 310 nm mempunyai resiko pembakaran paling tinggi (Nole dan Johnson, 2004). Radiasi UV B mempunyai peranan yang besar sebagai penyebab sunburn, penuaan kulit dan kanker kutan (Bondi dkk, 1991).

  UV A mempunyai kecenderungan untuk merusak struktur protein di dermis (seperti kolagen dan elastin) sehingga menyebabkan penuaan dini. Akibat pemaparan UV yang nampak yaitu pembentukan melanin dan penebalan epidermis. Pemaparan radiasi matahari secara kronis juga berperan pada kulit kering dengan mengganggu diferensiasi lapisan granular, termasuk proses profilagrin sebagai prekursor natural moisturizing factor (NMF). (Nole dan Johnson, 2004). NMF merupakan campuran humectant yang secara alami terdapat dalam stratum corneum. NMF dibentuk dari protein filagrin dan diatur oleh kandungan lembab pada stratum corneum. Kekurangan NMF di kulit dapat mengurangi kemampuan stratum corneum untuk mengikat air dan menyebabkan kulit kering (Loden, 2000).

  Bahan sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003). bekerja dengan 2 cara:

  Sunscreen

  1. Memantulkan sinar (light scattering) atau physical sunscreen. Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis yang kusam/buram pada permukaan kulit.

  2. Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu senyawa atau chemical sunscreen (Bondi dkk, 1991).

  Bahan aktif sunscreen kimia pada umumnya berupa senyawa aromatik yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa ini akan mengabsorbsi intensitas sinar UV dan tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Energi yang hilang mengakibatkan konversi sisa ke dalam panjang gelombang dengan energi lebih rendah (kembali ke groundstate) (Levy, 2001).

  Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF (Sun Protection Factor) adalah perbandingan waktu yang dibutuhkan radiasi UV untuk menimbulkan eritema pada kulit yang terlindungi dengan kulit tidak terlindungi (Bondi dkk, 1991). Menurut regulasi yang dikeluarkan FDA, produk sunscreen harus memiliki nilai SPF minimal 2 (Levy, 2001). Nilai SPF tertinggi yang diperkenalkan oleh FDA adalah SPF 15, namun banyak orang atau instansi yang merekomendasikan

  

sunscreen dengan SPF 15 atau lebih tinggi untuk memperoleh perlindungan

maksimum (Bondi dkk, 1991).