ANYAMAN BENDA PAKAI SUKU KARO DITINJAU DARI BENTUK, TEKNIK DAN FUNGSINYA PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU KARO DI JAMBUR TAMSAKA MEDAN.

(1)

ANYAMAN BENDA PAKAI SUKU KARO DITINJAU DARI

BENTUK, TEKNIK DAN FUNGSINYA PADA UPACARA ADAT

PERKAWINAN SUKU KARO DI

JAMBUR TAMSAKA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SARTIKA

2103151028

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

SARTIKA : NIM 2103151028, “Anyaman Benda Pakai Suku Karo Ditinjau Dari Bentuk, Teknik dan Fungsinya Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Karo Di Jambur Tamsaka Medan, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan, 2015

Anyaman benda pakai Suku Karo banyak jenisnya, selain berfungsi sebagai benda pakai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya ada yang memiliki fungsi pada upacara adat perkawinan. Saat ini ada perbedaan pada jumlah anyaman benda pakai yang dipakai pada upacara adat perkawinan hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman.

Data kualitatif yang merupakan gambaran dari hasil penelitian di lapangan, kemudian dideskripsikan untuk memperoleh hasil penelitian. Dimana populasi dalam penelitian ini merupakan anyaman benda pakai Suku Karo sebanyak tujuh belas buah. Adapun sampel dalam penelitian ini hanyalah anyaman benda pakai yang dipakai di Jambur Tamsaka Medan sebanyak lima buah anyaman benda pakai.

Dari ke lima anyaman benda pakai yang dipakai di Jambur Tamsaka Medan lebih dominan berbentuk kubistis dan teknik anyam miring dengan fungsi masing-masing. Selain itu adanya pengurangan jumlah anyaman benda pakai yang dipakai pada setiap upacara adat perkawinan. Diharapkan dengan mengetahui dan mengapresiasikan anyaman benda-benda pakai maka masyarakat akan lebih mengenal, menghargai dan melestarikan anyaman benda-benda pakai.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Anyaman Benda Pakai Suku Karo Ditinjau Dari Bentuk, Teknik dan Fungsinya Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Karo Di Jambur Tamsaka Medan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

3. Drs. Zulkifli, M.Sn selaku wakil Dekan I Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

4. Drs. Basyaruddin, M.Pd selaku Wakil Dekan II Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

5. Dr. Daulat Saragi, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

6. Dr. Wahyu Tri Atmojo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

7. Drs. Mesra, M.Sn selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.


(8)

iii

9. Drs. Sofian Sagala selaku Dosen Pembimbing Akademik .

10. Drs. Misgiya, M.Hum dan Drs. Fuad Erdansyah, M.Sn selaku Dosen Penguji

11. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Seni Rupa serta administrasi dan perlengkapan di lingkungan FBS Universitas Negeri Medan.

12. Instansi Pemerintahan Kecamatan Medan Tuntungan yang telah ikut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

13. Secara khusus penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, ibunda tercinta Keliatina, S.Pd dan ayahanda Paksa Sembiring yang telah mendidik saya serta kasih sayangnya.

14. Teristimewa suami tercinta Ardi Surbakti dan Ananda tercinta Naila dan Kedua Mertua yang telah memberi motivasi serta kasih sayangnya. Kakak dan adik-adik serta keluarga yang telah memberikan dukungan serta doa. 15. Teman-teman di Jurusan seni Rupa 2010 serta kakak dan adik stambuk.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun Skripsi ini lebih baik lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Seni Rupa.

Medan Maret 2015

Penulis, Sartika


(9)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Penelitian Yang Relevan ... 7

H. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 10

A. Kerangka Teoritis ... 10

1. Pengertian Bentuk ... 10

2. Jenis-jenis Bentuk..……..………...15

3. Pengertian Fungsi ... 18

4. Budaya dan Adat Istiadat Karo ... 22

5. Pengertian Kerajinan Anyaman ... 37


(10)

v

7. Jenis Kerajinan Anyaman ... 47

8. Pengertian Teknik ... 50

9. Teknik Menganyam ... 51

10. Anyaman Benda Pakai Batak Karo ... 56

B. Kerangka Konseptual ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 64

A. Lokasi Penelitian ... 64

B. Populasi dan Sampel ... 65

C. Instrumen Penelitian ... 66

D. Teknik Pengumpulan Data ... 68

E. Teknik Analisis Data ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Hasil Penelitian ... 71

B. Deskripsi Data Penelitian ... 71

C. Pembahasan Penelitian ... 88

BAB V KESIMPULAN ... 93

A. KESIMPULAN ... 93

B. SARAN ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(11)

vi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Anyaman Benda Pakai Batak Karo ... 57 2. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 64


(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Bentuk Kubistis ornamen pada ayo rumah adat Karo ... 16

Gambar 2.2: Bentuk segitiga pada ornamen ipen-ipen ... 16

Gambar 2.3: Bentuk Tumba ... 17

Gambar 2.4: Bentuk lingkaran pada Ornamen Indung-indung simata ... 18

Gambar 2.5: Pemberian Kampil ... 30

Gambar 2.6: Diskusi Keluarga ... 32

Gambar 2.7: Foto pasangan menari (Landek) ... 34

Gambar 2.8: Foto pada saat pemberian hadiah kain panjang... 35

Gambar 2.9:Foto saat memberi nasehat sambil membawa kado (hadiah) ... 36

Gambar 2.10: Diangram jenis-jenis bahan anyaman ... 40

Gambar 2.11: Jenis pisau ... 43

Gambar 2.12: Alat pembelah ... 44

Gambar 2.13: Alat penyerut ... 45

Gambar 2.14: Tanggem atau Baes ... 45

Gambar 2.15: Alat penipis ... 46

Gambar 2.16: Suakan ... 46

Gambar 2.17: Alat pembengkok ... 47

Gambar 2.18: Anyaman Pita ... 48

Gambar 2.19: Anyaman Tali ... 49

Gambar 2.20: Anyaman Kerangka ... 49


(13)

viii

Gambar 2.22: Cara membuat bakul anyam miring ... 52

Gambar 2.23: Beberapa bentuk dibuat dan penambahan dari berbagai arah ... 53

Gambar 2.24: Anyam pinggir ... 54

Gambar 2.25: Anyam tali 3 iratan berbentuk kepang ... 54

Gambar 2.26: Anyaman berlobang ... 55

Gambar 2.27: Anyaman lingkar bulat ... 56

Gambar 4.1 : Kampil Gampang Sawa tampak depan ... 72

Gambar 4.2 : Kampil Gampang Sawa tampak samping ... 72

Gambar 4.3 : Sumpit tampak depan ... 74

Gambar 4.4 : Sumpit tampak samping ... 74

Gambar 4.5 : Sumpit tampak bawah ... 75

Gambar 4.6 : Pernakan Kitik tampak depan ... 76

Gambar 4.7 : Pernakan Kitik tampak samping ... 76

Gambar 4.8 : Pernakan Kitik tampak bawah ... 77

Gambar 4.9 : Amak Cur (Amak Tayangen) tampak depan ... 78


(14)

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia disebut juga sebagai Negara kepulauan, karena terdiri dari ribuan pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang dihuni berbagai suku antara lain : Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Angkola Mandailing, Melayu, Nias dan suku lainnya.

Menurut Baginda Sirait dalam bukunya Laporan Penelitian Pengumpulan dan Dokumentasi Ornamen Tradisional si Sumatera Utara:

“Sebagai penduduk asli di Sumatera Utara terdapat tujuh suku bangsa

yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, Batak Angkola Mandailing, Melayu dan Nias. Pembagian ini dapat diterima kalau ditinjau dari sudut bahasa, adat istiadat dan keseniannya, termasuk jenis ornament yang dipergunakan pada rumah adat dan alat-alat pakai suku bangsa Batak sudah berbeda satu sama yang lainnya sekalipun banyak terdapat kesamaan”. (Sirait,1980:4).

Salah satu alasan Indonesia di kenal di dunia adalah karena keanekaragaman seni dan budayanya. Khususnya suku Karo banyak memiliki kesenian, tradisi dan adat istiadat yang merupakan hasil kebudayaan yang dianut secara tradisional dari generasi ke generasi. Ditinjau dari letak Geografis nya ,

wilayah masyarakat Batak Karo sebelumnya disebut “ Taneh Karo” atau Tanah

Karo. Nama Tanah Karo tersebut kemudian tidak digunakan lagi dalam sistem pemerintahan, dan berubah menjadi Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe,


(16)

2

76 km dari Medan. Kabupaten Karo ditinjau dari kondisi topologi luasnya 212.725 ha terletak di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah + 140 di atas permukaan laut (Paya lah-lah Mardinding) dan yang tertinggi ialah + 2.451 meter di atas permukaan laut (Gunung Sinabung). (Fuad Erdayah. 2013. 11)

Suku Karo memiliki bentuk struktur sosial, budaya dan kesenian yang beranekaragam yang menjadi tanda pengenal daerah tersebut agar bisa dikenal oleh masyarakat luas. Terdapat peninggalan artefak seperti arsitektur rumah adat, benda-benda pakai, kain (uis), senjata, pakaian daerah, ornamen serta perhiasan pengantin masyarakat Karo. Salah satu seni kerajinan Suku Karo ialah kerajinan anyamannya, Anyaman merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya, Kita sebagai kaum muda, penerus bangsa, selayaknya memperhatikan masalah ini.

Seni kerajinan anyaman Suku Karo memiliki kegunaan serta bentuk yang bermacam-macam. Bahkan terkadang kita tidak sadar bahwa dengan diantara benda-benda tersebut ada yang proses pembuatannya dengan memanfaatkan kekayaan bahan-bahan alam berupa tumbuh-tumbuhan seperti : pandan (bengkuang), pelepah pisang, kayu, bambu, rotan, lontar, tali ijuk dan mendong. Bahan ini sangatlah mudah di dapat di sekitar kita.

Keterampilan menganyam sudah dimiliki masyarakat kita terutama kaum perempuan selama berabad-abad. Bila kita telusuri dalam sejarah, menganyam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia akan bahan sandang dan perlengkapan hidup sehari-hari sudah dimulai sejak zaman prasejarah. Sebab itu, dapat


(17)

3

dikatakan bahwa kerajinan menganyam merupakan keterampilan yang sudah dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada perlengkapan rumah tangga seperti bakul, keranjang, tempat sampah dan lain-lain.

Melihat pentingnya kerajianan anyaman dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Misalnya seperti alat-alat rumah tangga, pengembangan kegiatan selanjutnya ditujukan kepada hasil-hasil anyaman/ produk anyaman tersebut, bentuk anyaman, teknik pembuatan serta fungsinya pada upacara adat perkawinan Suku Karo.

Peneliti mengamati bahwa seni kerajinan tradisional Karo memiliki banyak jenis dan kegunaannya. Salah satunya yang pengerjaannya dengan cara dianyam serta memiliki fungsi pada upacara adat. Kerajinan tangan yang dibuat secara dianyam banyak ragamnya serta mempunyai motif khusus yang perlu dipertahankan sebab banyak barang anyaman menggunakan bahan kekayaan alam berupa tumbuh-tumbuhan. Namun, untuk pembuatan kerajinan anyaman, tidak mudah seperti yang kita kira. Dalam pembuatannya dibutuhkan ketelitian dan keuletan sehingga anyaman yang dihasilkan akan baik. Bahan dasar anyaman dapat kita peroleh dengan mudah. Bahkan, kita tidak perlu mengeluarkan dana yang besar untuk membuat seni anyaman.

Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan peneliti menemukan banyak jenis kerajinan anyaman benda pakai Batak Karo, selain berfungsi untuk benda pakai dalam kehidupan sehari-hari di antaranya ada yang memiliki fungsi pada


(18)

4

upacara adat upacara perkawinan. Misalnya benda-benda anyaman tersebut berupa Kampil Gampang Sawa, Sumpit, Amak Cur (Amak Tayangen), Pernakan Kitik, dan Raga-raga Dayang. Benda-benda tersebut memiliki bentuk yang bermacam-macam serta ukuran yang berbeda, bahkan ada yang memiliki motif-motif tertentu seperti Kampil Gampang sawa. Selain memiliki motif-motif-motif-motif tertentu Kampil Gampang sawa ini digunakan sebagai alat untuk memulai pembicaraan pada waktu pesta adat perkawinan. Namun fakta dilapangan sudah jarang ditemui anyaman benda pakai yang dipergunakan pada setiap upacara adat karena sudah banyak yang dibuat dengan bahan plastik namun tidak mengurangi teknik anyamannya walaupun diproduksi dengan mesin-mesin ataupun alat manual. Selain itu jumlah benda yang digunakan tidak seperti sebelumnya, hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Benda tersebut terlihat pada Amak Cur yang dipakai pada Upacara Adat Perkawinan. Yang dulunya penggunaan Amak Cur ini sebanyak 14 buah, tapi sekarang sudah dikurangi penggunaannya menjadi 8 buah. Selain jumlah yang digunakan anyaman benda pakai tersebut sudah jarang di miliki oleh masyarakat Karo. Hal ini dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat Karo untuk melestarikan anyaman benda pakai dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada upacara adat perkawinan. Benda pakai anyaman tersebut kini sudah jarang ditemukan pada upacara adat perkawinan suku Karo khususnya di kota Medan, tapi di Jambur Tamsaka Medan masih mempertahankan anyaman benda pakai tersebut. Seluruh benda pakai yang berhubungan dengan pesta perkawinan disediakan dan disewakan oleh pihak jambur. Melihat situasi ini tentu keberadaan anyaman benda pakai harus


(19)

5

dilakukan sebelum anyaman benda pakai tersebut punah, karena anyaman benda pakai ini harus dijaga kelestariannya. “ Anyaman Benda Pakai Batak Karo ditinjau dari Bentuk, Teknik dan Fungsinya pada Upacara Adat Perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka di identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis-jenis benda pakai apa saja yang ada di daerah Suku Karo. 2. Budaya/ adat istiadat apa saja yang ada di daerah Suku Karo.

3. Bahan apa saja yang digunakan pada anyaman benda pakai Suku Karo. 4. Teknik/cara pembuatan anyaman benda pakai Suku Karo

5. Bentuk anyaman Suku Karo

6. Fungsi anyaman Suku Karo pada upacara adat

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka batasan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Benda anyaman yang digunakan pada pesta perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.

2. Bentuk anyaman benda pakai pada adat perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.


(20)

6

3. Teknik pembuatan dan bahan yang diigunakan pada benda pakai Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.

4. Fungsi anyaman benda pakai dalam upacara adat Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Benda anyaman apa saja yang digunakan pada pesta perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan?

2. Bentuk apa saja yang terdapat pada anyaman benda pakai yang digunakan pada adat perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan?

3. Teknik pembuatan yang digunakan dalam proses pembuatan anyaman benda pakai Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan?

4. Apa fungsi anyaman benda Suku Karo pada upacara adat perkawinan di Jambur Tamsaka Medan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui benda anyaman yang digunakan pada pesta perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk benda pakai Suku Karo yang dibuat dengan cara dianyam .


(21)

7

3. Untuk mengetahui bagaimanakah teknik pembuatan dan bahan yang digunakan pada anyaman benda pakai yang digunakan pada pesta perkawinan Suku Karo di Jambur Tamsaka Medan.

4. Untuk mengetahui fungsi anyaman benda pakai Suku Karo pada upacara adat perkawinan di Jambur Tamsaka Medan.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Sebagai bahan masukan bagi penikmat seni rupa khususnya seni rupa Suku Karo.

2. Sebagai bahan referensi bagi pemerintah setempat dalam sektor kesenian untuk meninjau pariwisata.

3. Sebagai bahan pengenalan bagi masyarakat umum tentang pentingnya pelestarian anyaman benda-benda pakai Suku Karo.

4. Sebagai bahan masukan bagi lembaga pendidikan setempat dan lembaga pendidikan Nasional.

5. Sebagai pelestarian budaya Suku Karo khususnya dalam merawat benda-benda tradisional.

G. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Medan yang berjudul Analisis Makna Simbolis Perhiasan Yang Dikenakan Pengantin Karo Dalam Upacara


(22)

8

Pesta Perkawinan yang ditulis oleh Sartika Sembiring. Dalam penelitian ini khususnya membahas upacara adat perkawinan yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai budaya pada masyarakat masyarakat Karo seperti nilai-nilai kekerabatan, nilai system sosial, nilai kesopanan, nilai berwibawa, nilai etika dalam bertatakrama kepada semua keluarga, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai gotong royong dan nilai-nilai yang sarat dengan kebenaran dan nilai kejujuran yang harus dijalankan oleh setiap pengantin.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Medan yang berjudul Identifikasi Ornamen Tradisional Karo pada Benda-benda Pakai yang ditulis oleh Minaria br Ginting. Dalam penelitian ini khususnya membahas mengenai fungsi ornament yang terdapat pada benda-benda pakai, dari fungsi sakral berubah menjadi fungsi profan.

Selain itu penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Medan yang berjudul Analisis Penerapan Ragam Hias Melayu Pada Gedung Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Di Kabupaten Langkat yang ditulis oleh Mutia Awanis. Dalam penelitian ini khususnya membahas mengenai bentuk.

H. Keaslian Penelitian

Sepanjang penelusuran pusaka maupun internet yang penulis lakukan belum pernah penulis temukan penelitian yang sama dengan yang akan penulis lakukan. Walaupun demikian ada beberapa penelitian yang meneliti tentang


(23)

9

Analisis Makna Simbolis Perhiasan Yang Dikenakan Pengantin Karo Dalam Upacara Pesta Perkawinan yang ditulis oleh Sartika Sembiring, Identifikasi Ornamen Tradisional Karo pada Benda-benda Pakai yang ditulis oleh Minaria br Ginting, dan Analisis Penerapan Ragam Hias Melayu Pada Gedung Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Di Kabupaten Langkat yang ditulis oleh Mutia Awanis. Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Karena dalam penelitian di atas menjelaskan tentang Makna simbolis yang terdapat pada setiap bagian perhiasan dan setiap kain yang digunakan pada oleh pengantin dalam upacara adat perkawinan, membahas mengenai penerapan ornament Melayu pada Gedung MABMI berdasarkan jenis, bentuk ornament, bahan dan teknik pembuatan ornament, dan penempatan ornament. Dalam penelitian yang dibahas oleh Sartika br Sembiring Membahas mengenai Upacara Perkawinan Karo, Minaria br Ginting membahas mengenai Benda pakai tradisional Karo tapi yang dibahas mengenai penerapan ornamennya, sedangkan Mutia Awanis mebahas mengenai penerapan ornament Melayu berdasarkan bentuk ornament dan teknik pembuatan ornament, dan penempatan

ornament. Dengan demikian penelitian Skripsi dengan Judul “ Anyaman Benda

Pakai Batak Karo Ditinjau Dari Bentuk, Teknik dan Fungsinya pada Upacara Adat Perkawinan Suku Karo Di Jambur Tamsaka Medan” yang akan penulis lakukan ini adalah asli karena belum pernah dilakukan orang sebelumnya.


(24)

93 BAB V KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, analisis data dan observasi lapangan, maka dapat dibuat kesimpulan anyaman benda pakai suku Karo yang dipakai pada upacara adat perkawinan suku Karo ialah Kampil Gampang Sawa, Sumpit, Pernakan Kitik, Amak Cur (Amak Tayangen), dan Raga Dayang-dayang. Anyaman benda pakai Suku Karo sudah ada sejak berabad-abad silam. Kehadirannya merupakan simbol ekspresi kebudayaan masyarakat Suku Karo atas dorongan kebutuhan masyarakat Karo menjalankan fungsi-fungsi kebudayaan. Oleh karena itu kehadiran anyaman benda pakai Suku Karo tidak hanya dilihat dari bentuknya saja, tetapi juga dilihat dalam konteks kebudayaannya. Kemudian ditinjau berdasarkan fungsinya, maka benda-benda kerajinan ini merupakan benda pakai (apllied art) yang berhubungan dengan kepentingan fungsional, atau murni sebagai alat (tool). Namun diantaranya ada juga benda kerajinan tersebut yang berfungsi simbolik. Hal ini terlihat pada Kampil Gampang Sawa yang digunakan untuk tempat pemakan sirih serta memiliki fungsi pada upacara adat perkawinan sebagai alat memulai pembicaraan pada waktu pesta adat.

Kampil Gampang Sawa memiliki bentuk kubistis karena memiliki unsur-unsur persegi. Kampil ini tidak tidak memiliki alas karena penggunaannya dikepitkan di bawah ketiak. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik anyaman miring dengan cara penambahan sudut dan bagian atasnya menggunakan ayaman pinggir.


(25)

94

Yang berfungsi sebagai alat untuk memulai pembicaraan pada waktu pesta perkawinan yang disiapkan oleh sukut pengantin laki-laki sebanyak 6 kampil. Dan berfungsi sebagai Kampil Kehamaten (Kampil Kehormatan).

Sumpit yang bentuk alasnya kubistis, jika di lipatkan dan di isi maka dibagian bawah-nya akan membentuk segitiga. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik miring dengan penambahan sudut yang berfungsi sebagai tempat nasi pada waktu pesta, beras piher (beras putih) yang dilemparkan pada waktu memasuki lokasi pesta.

Pernakan Kitik memiliki bentuk dan yang sama dengan sumpit hanya saja ukurannya yang berbeda serta fungsinya. Pernakan kitik berfungsi sebagai tempat nasi (Nakan Baluten) yang diberikan kepada kalimbubu, senina, anak beru, penghulu dan lain-lain. Anyaman pernakan kitik lebih padat dibandingkan dengan sumpit hal ini dilakukan supaya beras tidak tumpah.

Amak Cur (Amak Tayangen) memiliki bentuk kubistis karena terdapat unsur-unsur persegi panjang haya saja bentuknya dua dimensi. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik anyaman tegak yang dilakukan dengan penambahan iratan kiri dan kanan yang berfungsi sebagai tempat duduk yang dihormati seperti kalimbubu, dukun, sierjabaten (pemusik tradisional Karo), dan juga sebagai luah (berupa kado) untuk amak dabuhen.

Raga Dayang-dayang yang alasnya berbentuk empat persegi dengan membentuk membulat keatas dengan teknik yang dilakukan dengan teknik anyaman lingkar yang cara pembuatannya dengan melingkarkan tali anyaman dimulai dari pusat atau tengah melingkar keluar sampai batas yang diinginkan.


(26)

95

B. SARAN

1. Kepada Lembaga Pemerintahan Karo khusunya Dinas Kebudayaan agar dapat melestarikan anyaman benda pakai Suku Karo.

2. Kepada masyarakat Karo khusunya pemerhati budaya agar melestarikan anyaman benda pakai Karo yang merupakan peninggalan budaya Karo. 3. Kepada seluruh masyarakat Batak Karo agar mempelajari kembali budaya

atau tradisi Suku Karo agar kelestariannya tetap terjaga, mengingat sudah kurangnya minat dari generasi muda mengenal budaya Suku Karo.

4. Kepada generasi muda diharapkan agar selalu menjaga kelestarian budaya Suku Karo, dengan cara mempelajari ataupun membuat anyaman benda pakai Suku Karo.


(27)

(28)

96

Daftar Pustaka

Agus Cahyana, dan Komang Wahyu Sukayasa. 2009. Kajian Karakteristik Bahan Baku dan Proses Prosuksi Kria Tradisional Anyaman di Tasikmalaya Jawa Barat. Bandung : Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Bandung. Jurnal.

Alfian. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta. PT. Gramedia Bangun, Roberto. Mengenal Suku Karo. Jakarta : PT. Kesaint Blanc Indah. Buku

Perpustakaan Museum Pusaka Baru Berastagi

C.A Van Peursen. 1988. Strategi Kebudayaan Kanesius. Yogyakarta. PT. Gramedia

Chairani. 2003.Kerajinan Anyam. Medan: Bahan ajar Jurusan Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. UNIMED

Endmund Burke Feldman, terjemahan Bustami SP. 1990. Art As Image and Idea. Yogyakarta. Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia.

Fuad Erdanyah. 2013. Gerga Rumah Adat Batak Karo symbol dan Pemaknaannya. Medan. Unimed Press

Gandung Purwanto, dan Tentrem Raharjo.2002. Mengambar Teknik Dasar. Yogyakarta. Kanesius

Kendall, D.G. 1984. Shape Manifolds, Procrustean Matrics, and Complex Projective Spaces. Bulletin of the London Mathematical Society 16 (2): 81-121

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan membangun. Jakarta. PT. Gramedia

Gladiola Reynita Larasati. 2011. Teknik Anyam dan Motif Dayak Ngaju pada Material Kulit untuk Produk Tas. Bandung. Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Jurnal

Leo Joosten Ginting dan Kriswanto Ginting. 2014. Tanah Karo Selayang Pandang. Medan: Bina Media Perintis

M.Ngalim Purwanto. 2010. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mursidah Waty, dan Suleman Dangkua. 2012. Pemberdayaan Enceng Gondok Menjadi Produk Kerajinan Anyaman Sebagai Solusi Alternatif Mengatasi


(29)

97

Pendangkalan Danau Limboto. Gorontalo: Fakultas Teknik Uiversitas Negeri Gorontalo. Jurnal

Mustofa Djaelani. 2010. Metode penelitian bagi pendidik, Yogyakarta : PT. Multi Kreasi Satu Delapan.

Norbertus kaleka, dan Edi Tri Hartono. 2013. Kerajinan enceng gondok. Surakarta: Arcita

Norbertus kaleka, dan Edi Tri Hartono. 2014. Aneka Kerajinan Mendong. Surakarta: Arcita

Sitepu, Sempa dkk. 1996. Pilar Budaya Karo. Medan : “BALI” Scan & Percetakan.

Sitepu, A.G.1980. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo Seri B. Medan: Buku Koleksi Museum GBKP Bandar Baru.

Sugionan. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & O). Bandung : CV. Alfabeta

Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya. Medan: Buku perpustakaan Museum Pusaka Baru Berastagi.

Van Nostrand Reinhold Company, Inc. terjemahan Sakti Adjat. 1986. 1972. Wucius Wong Principles of two-dimensional design. Bandung: ITB

http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik

http://kamusbahasaindonesia.org/teknik/mirip

http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/21/tahapan-pernikahan-secara-adat-karo Herisasrawan.blogspot.com/2013/09/pengertian-seni-rupa-terapan-artikel-html www.dilihatya.com/2650/pengertian-fungsi-menurut-para-ahli-adalah


(1)

93 A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, analisis data dan observasi lapangan, maka dapat dibuat kesimpulan anyaman benda pakai suku Karo yang dipakai pada upacara adat perkawinan suku Karo ialah Kampil Gampang Sawa, Sumpit, Pernakan Kitik, Amak Cur (Amak Tayangen), dan Raga Dayang-dayang. Anyaman benda pakai Suku Karo sudah ada sejak berabad-abad silam. Kehadirannya merupakan simbol ekspresi kebudayaan masyarakat Suku Karo atas dorongan kebutuhan masyarakat Karo menjalankan fungsi-fungsi kebudayaan. Oleh karena itu kehadiran anyaman benda pakai Suku Karo tidak hanya dilihat dari bentuknya saja, tetapi juga dilihat dalam konteks kebudayaannya. Kemudian ditinjau berdasarkan fungsinya, maka benda-benda kerajinan ini merupakan benda pakai (apllied art) yang berhubungan dengan kepentingan fungsional, atau murni sebagai alat (tool). Namun diantaranya ada juga benda kerajinan tersebut yang berfungsi simbolik. Hal ini terlihat pada Kampil Gampang Sawa yang digunakan untuk tempat pemakan sirih serta memiliki fungsi pada upacara adat perkawinan sebagai alat memulai pembicaraan pada waktu pesta adat.

Kampil Gampang Sawa memiliki bentuk kubistis karena memiliki unsur-unsur persegi. Kampil ini tidak tidak memiliki alas karena penggunaannya dikepitkan di bawah ketiak. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik anyaman miring dengan cara penambahan sudut dan bagian atasnya menggunakan ayaman pinggir.


(2)

94

Yang berfungsi sebagai alat untuk memulai pembicaraan pada waktu pesta perkawinan yang disiapkan oleh sukut pengantin laki-laki sebanyak 6 kampil. Dan berfungsi sebagai Kampil Kehamaten (Kampil Kehormatan).

Sumpit yang bentuk alasnya kubistis, jika di lipatkan dan di isi maka dibagian bawah-nya akan membentuk segitiga. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik miring dengan penambahan sudut yang berfungsi sebagai tempat nasi pada waktu pesta, beras piher (beras putih) yang dilemparkan pada waktu memasuki lokasi pesta.

Pernakan Kitik memiliki bentuk dan yang sama dengan sumpit hanya saja ukurannya yang berbeda serta fungsinya. Pernakan kitik berfungsi sebagai tempat nasi (Nakan Baluten) yang diberikan kepada kalimbubu, senina, anak beru, penghulu dan lain-lain. Anyaman pernakan kitik lebih padat dibandingkan dengan sumpit hal ini dilakukan supaya beras tidak tumpah.

Amak Cur (Amak Tayangen) memiliki bentuk kubistis karena terdapat unsur-unsur persegi panjang haya saja bentuknya dua dimensi. Teknik menganyam yang digunakan ialah teknik anyaman tegak yang dilakukan dengan penambahan iratan kiri dan kanan yang berfungsi sebagai tempat duduk yang dihormati seperti kalimbubu, dukun, sierjabaten (pemusik tradisional Karo), dan juga sebagai luah (berupa kado) untuk amak dabuhen.

Raga Dayang-dayang yang alasnya berbentuk empat persegi dengan membentuk membulat keatas dengan teknik yang dilakukan dengan teknik anyaman lingkar yang cara pembuatannya dengan melingkarkan tali anyaman dimulai dari pusat atau tengah melingkar keluar sampai batas yang diinginkan.


(3)

B. SARAN

1. Kepada Lembaga Pemerintahan Karo khusunya Dinas Kebudayaan agar dapat melestarikan anyaman benda pakai Suku Karo.

2. Kepada masyarakat Karo khusunya pemerhati budaya agar melestarikan anyaman benda pakai Karo yang merupakan peninggalan budaya Karo. 3. Kepada seluruh masyarakat Batak Karo agar mempelajari kembali budaya

atau tradisi Suku Karo agar kelestariannya tetap terjaga, mengingat sudah kurangnya minat dari generasi muda mengenal budaya Suku Karo.

4. Kepada generasi muda diharapkan agar selalu menjaga kelestarian budaya Suku Karo, dengan cara mempelajari ataupun membuat anyaman benda pakai Suku Karo.


(4)

(5)

96 Maranatha Bandung. Jurnal.

Alfian. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. Jakarta. PT. Gramedia Bangun, Roberto. Mengenal Suku Karo. Jakarta : PT. Kesaint Blanc Indah. Buku

Perpustakaan Museum Pusaka Baru Berastagi

C.A Van Peursen. 1988. Strategi Kebudayaan Kanesius. Yogyakarta. PT. Gramedia

Chairani. 2003.Kerajinan Anyam. Medan: Bahan ajar Jurusan Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. UNIMED

Endmund Burke Feldman, terjemahan Bustami SP. 1990. Art As Image and Idea. Yogyakarta. Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia.

Fuad Erdanyah. 2013. Gerga Rumah Adat Batak Karo symbol dan Pemaknaannya. Medan. Unimed Press

Gandung Purwanto, dan Tentrem Raharjo.2002. Mengambar Teknik Dasar. Yogyakarta. Kanesius

Kendall, D.G. 1984. Shape Manifolds, Procrustean Matrics, and Complex Projective Spaces. Bulletin of the London Mathematical Society 16 (2): 81-121

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan membangun. Jakarta. PT. Gramedia

Gladiola Reynita Larasati. 2011. Teknik Anyam dan Motif Dayak Ngaju pada Material Kulit untuk Produk Tas. Bandung. Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Jurnal

Leo Joosten Ginting dan Kriswanto Ginting. 2014. Tanah Karo Selayang Pandang. Medan: Bina Media Perintis

M.Ngalim Purwanto. 2010. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mursidah Waty, dan Suleman Dangkua. 2012. Pemberdayaan Enceng Gondok Menjadi Produk Kerajinan Anyaman Sebagai Solusi Alternatif Mengatasi


(6)

97

Pendangkalan Danau Limboto. Gorontalo: Fakultas Teknik Uiversitas Negeri Gorontalo. Jurnal

Mustofa Djaelani. 2010. Metode penelitian bagi pendidik, Yogyakarta : PT. Multi Kreasi Satu Delapan.

Norbertus kaleka, dan Edi Tri Hartono. 2013. Kerajinan enceng gondok. Surakarta: Arcita

Norbertus kaleka, dan Edi Tri Hartono. 2014. Aneka Kerajinan Mendong. Surakarta: Arcita

Sitepu, Sempa dkk. 1996. Pilar Budaya Karo. Medan : “BALI” Scan & Percetakan.

Sitepu, A.G.1980. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo Seri B. Medan: Buku Koleksi Museum GBKP Bandar Baru.

Sugionan. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & O). Bandung : CV. Alfabeta

Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya. Medan: Buku perpustakaan Museum Pusaka Baru Berastagi.

Van Nostrand Reinhold Company, Inc. terjemahan Sakti Adjat. 1986. 1972. Wucius Wong Principles of two-dimensional design. Bandung: ITB

http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik

http://kamusbahasaindonesia.org/teknik/mirip

http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/21/tahapan-pernikahan-secara-adat-karo Herisasrawan.blogspot.com/2013/09/pengertian-seni-rupa-terapan-artikel-html www.dilihatya.com/2650/pengertian-fungsi-menurut-para-ahli-adalah