ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL DAMPENG PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA

ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL DAMPENG PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA SKRIPSI SARJANA OL H NAMA: ANNA PURBA

NIM: 100707011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014

ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL DAMPENG PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA OLEH: NAMA: ANNA PURBA NIM: 100707011

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. NIP 196512211991031001

NIP 196605271994032001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomuskologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014

ii

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

iii

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001

iv

ABSTRAKSI

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis dampeng yang disajikan pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga dengan dua fokus, yakni struktur melodi dan teks. Dampeng merupakan nyanyian Suku Pesisir yang berarti nasehat-nasehat yang ditujukan kepada sepasang pengantin dalam suatu upacara adat perkawinan. Dalam suatu upacara adat, nyanyian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap mangarak marapule dan mampelok tampek basanding. Nyanyian ini disajikan tanpa iringan musik (a capella) dan digolongkan ke dalam gaya responsorial (call and reponse). Para penyajinya merupakan sekelompok laki-laki yang terdiri dari 7-12 orang dengan dua bagian kelompok penyanyi yaitu penyanyi solo dan perespon nyanyian.

Penelitian ini menggunakan dua teori utama yaitu teori semiotik untuk menganalisis teks dan teori weighted scale untuk menganalisis melodi dampeng.

Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat para informan dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.

Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh dua hasil penelitian. (1) Teks dampeng merupakan teks yang dinyanyikan oleh penyaji dampeng dalam bahasa Pesisir secara spontan. Teks disajikan dalam bentuk pantun yang terdiri dari isi dan sampiran. Secara umum, isi teks adalah nasehat-nasehat yang diambil dari pengalaman dan proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut disampaikan kepada kedua pengantin. (2) Struktur melodi dampeng berbentuk stropik yakni melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang baru dan berbeda. Dengan demikian, dampeng dikategorikan sebagai musik stropik logogenik. Tangga nada dampeng digolongkan ke dalam heptatonik. Ritme dampeng menggunakan meter 4.

Kata kunci: dampeng, teks, melodi, perkawinan, logogenik

ABSTRACT

In this thesis, dampeng has been analyzed in a traditional Pesisir marriage ceremony at Sibolga with two main points focused on melody and text structure.

It is a folk song and defines as advices given to a married couple in traditional Pesisir marriage ceremony. There are two parts of ceremony which dampeng is performed namely mangarak marapule and mampelok tampek basanding. While performing, it is delivered by singing without any musical instrument (a capella) and classifying as responsorial style or call-and-response. The performer is a group of men consists of 7-12 with two part of singer groups. They are solo leader and group chorus.

The research of dampeng used two theories: semiotic in order to analyze the text of dampeng, and weighted scale to analyze the melody of dampeng. This research used qualitative method. For accomplishing it, some work processes have been executed. There are literature study, observation, interview, recording or documentation activities, transcription, and laboratory analysis. This research is concentrated to the informants opinions in emic study context. Nevertheless, I also support it by interpreting based on scientific principle in etic study context.

According to the methods and techniques mentioned before, 2 research results are able to harvest. (1) Text of dampeng is singing by dampeng singers in Pesisir language spontaneously. It is reserved with pantun form consist of isi (content couplet) and sampiran (first two lines couplet). Generally, text contains advices given to a couple married. (2) Melody structure of dampeng is classified into strophic form that has the same melody or almost with new text or different text. Therefore, it is called as logogenic strophic. Its scale is classified into heptatonic (seven-tone) scale with 2 kinds of intervals. Its rhythm is classified into isometric with 4 equal units.

Keywords: dampeng, text, melody, marriage, logogenic

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasihNya yang begitu besar telah melimpahi kehidupan penulis. Setip detik dalam perjalanan hidup penulis disertai dan diberi sukacita penuh. Secara khusus dalam penyusunan skripsi ini, kekuatan dan penghiburan diberikanNya jauh melebihi permohonan penulis.

Skripsi ini berjudul “Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.” Skripsi ini diajukan dalam melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari banyak kekurangan dan tantangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. Hal-hal tersebut berasal dari dalam dan luar diri penulis. Kejenuhan dan kelelahan senantiasa mendekat ke dalam diri penulis. Namun, energi baru selalu hadir melalui orang-orang di sekitar penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, ayahanda Sanggam Purba dan ibunda Erika Betty Nainggolan. Terima kasih untuk segala cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Kesabaran, kebijaksanaan, dan kerendahan hati telah diajarkan kepada penulis sejak kecil. Sehingga, saat ini merupakan buah karya dan karsa yang telah dilakukan untuk penulis. Terlebih-lebih dalam penyusunan skripsi ini, suka dan duka terlampaui atas doa-doa yang telah dipanjatkan setiap hari. Motivasi dan

vii vii

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk ilmu pengetahuan, pengalaman, kebaikan dan nasehat-nasehat yang telah Bapak berikan kepada penulis selama berada di perkuliahan. Kiranya Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan sukacita kepada Bapak. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhomat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi, Dosen Pembimbing Akademik, dan Dosen Pembimbing II penulis yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skripsi

viii viii

Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah berkenan untuk membantu kelancaran administrasi kuliah dan mengingatkan semua urusan administratif penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih untuk kebaikan dan pertolongan yang telah diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis.

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; Bapak Syahriman Irawady Hutajulu, Bapak Khairil Siregar, Bapak Radjoki Nainggolan, Bapak Risman Sihombing, Bapak Syahbuni Gorat, Bapak Ahmad Aritonang, Bapak Maskur Hutagalung, Bapak Khairul Aman Hutagalung, Ibu Siti Zubaidah, dan informan- informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kesempatan dan

ix ix

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga besar Op. Agustina Purba dan Op. Gold Parotua Nainggolan. Doa dan harapan yang telah disampaikan kepada penulis menjadi penyemangat dan daya yang besar untuk penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada abang terkasih Jusuf M. Siburian, seluruh abang, kakak, dan teman-teman terkasih di PP (pemuda-pemudi) GKPI Padang Bulan Medan: Pebrina Siburian, Meskayani Tamba, Yolanda Simanjuntak, Triskin Simanungkalit, Eunike Agatha Pakpahan, Gabriela Pasaribu, Gohana Siagian, Wenny Sirait, Susan Sinaga, Olyver Hutagalung, Arswendo Sipahutar, Anry Hutagaol, Samuel Simanungkalit, Januardi Siregar, Benny Sihotang, dan Hebron Sitorus. Sukacita, dorongan dan perhatian telah diberikan kepada hari-hari penulis sejak memulai perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Betapa penulis bersyukur dapat berjumpa dan bersekutu bersama kalian. Atas anugerah Tuhan, kita telah menjalin kebersamaan dan kesatuan yang akan menjadi memori yang terindah dalam kehidupan penulis.

Kepada ayahanda penulis yang kedua Drs. K. Lumbantoruan, abang Hiras Lumbantoruan, kakak Clara Julieta Lumbantoruan, Adik Samuel Reynald Lumbantoruan, dan Rican Kardinal Lumbantoruan, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kebaikan yang penulis terima selama ini. Semoga Tuhan semakin melimpahkan berkatNya dalam keluarga besar Lumbantoruan.

Kepada senior penulis Pardon Simbolon, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Sehingga penulis Kepada senior penulis Pardon Simbolon, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Sehingga penulis

Kepada senior dan junior di Etnomusikologi stambuk 2006-2013, penulis mengucapkan terimakasih untuk hari-hari yang penuh tawa dan canda selama berada di Etnomusikologi. Penulis sangat kagum atas keharmonisan pluralisme yang tercipta.

Medan, Juli 2014

Anna Purba

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Sibolga Berdasarkan Kecamatan ...............

32 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin .......

32 Tabel 4.1 Contoh Kata yang Mempunyai Arti .........................................

85 Tabel 4.2 Contoh Silabel Tambahan ........................................................

85 Tabel 5.1 Jumlah Nada dalam Dampeng ..................................................

101 Tabel 5.2 Jumlah Interval Dampeng ........................................................

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Ayah marapule mendapat giliran pertama melakukan

54 penaburan beras dan pemercikan air kepada marapule ........ Gambar 3.2 Kerabat dekat anak daro mendapat giliran pertama

melakukan penaburan beras dan pemercikan air dengan daun pandan kepada anak daro ...........................................

55 Gambar 3.3 Marapule sedang dipakaikan inai oleh induk inang

56 dalam upacara barinai ........................................................ Gambar 3.4 Anak daro sedang dipakaikan inai oleh induk inang di

56 Gambar 3.5 Kerabat dekat memercikkan air dengan daun pandan

pelaminannya ......................................................................

57 Gambar 3.6 Ayah anak daro memercikkan air dengan daun

kepada anak daro dalam upacara tepung tawar ...................

58 pandan kepada anak daro .................................................... Gambar 3.7 Ibu marapule memercikkan air dengan daun pandan

58 kepada marapule .................................................................

Gambar 3.8 Kerabat dekat memercikkan air dengan daun pandan kepada marapule .................................................................

59 Gambar 3.9 Proses upacara bakonde dibantu oleh dua induk inang .........

60 Gambar 3.10 Rambut bagian depan anak daro dipotong sedikit oleh ibu

60 kandung anak daro .............................................................. Gambar 3.11 Upacara mandi limo dilakukan oleh bapak kandung

61 anak daro ............................................................................

Gambar 3.12 Persiapan upacara mangarak marapule menuju rumah

62 anak daro ............................................................................ Gambar 3.13 Suasana pengarakan marapule bersama rombongan ............

62 Gambar 3.14 Pertunjukan galombang XII dilakukan antara pihak

63 marapule dan anak daro ......................................................

Gambar 3.15 Tari rande disajikan di hadapan marapule ...........................

64 Gambar 3.16 Suasana upacara akad nikah di rumah anak daro .................

64 Gambar 3.17 Anak daro dan ibu-ibu keluarga anak daro mengaraknya ....

65 Gambar 3.18 Malam basikambang dilaksanakan di rumah anak daro .......

66 Gambar 3.19 Dampeng mangarak dimulai saat marapule dan rombongan

xvii xvii

77 Gambar 3.21 Marapule melangkah menuju pelaminan anak daro

78 dengan diiringi dampeng basanding ....................................

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Pesisir

35 Bagan 2.2 Sistem Baso Suku Pesisir Kota Sibolga .....................

Kota Sibolga .............................................................

xix

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Suku .........................................

xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suku 1 Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku

ini mendiami sebagian besar daerah pinggiran pantai dan sebagian kecil daerah pegunungan yang terdapat dalam empat bagian wilayah kecamatan. Daerah pinggiran pantai terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota. Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari Kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Mereka berasal dari keturunan beberapa suku, seperti Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadatnya sebagai identitas baru (Takari 2008:124).

Setiap suku di seluruh Nusantara mempunyai adat-istiadat yang berbeda satu dengan lain. Hal ini juga berlaku pada Suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut berhubungan erat dengan norma-norma dalam agama Islam. Suku Pesisir Sibolga menyebutnya dengan istilah sumando.

1 Suku dalam tulisan ini adalah memiliki makna yang sama atau hampir sama dengan etnik, kelompok etnik, atau suku bangsa. Yang dimaksud suku adalah sekelompok manusia yang

dipandang memiliki hubungan genelaogis secara umum sama pada awalnya, kemudian mereka memiliki bahasa dan kebudayaan yang sama, yang dipandang sebagai sebuah kelompok etnik sendiri yang mandiri, baik oleh etnik di luar mereka atau oleh mereka sendiri. Untuk dapat memahami siapakah orang Pesisir, yang menjadi pendukung seni dampeng dalam skripsi ini, maka sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Naroll 1965:32).

Sumando memiliki beberapa pengertian dalam Suku Pesisir. Menurut Pasaribu, sumando adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan Suku Pesisir, meliputi adat-istiadat Pesisir, kesenian Pesisir, bahasa Pesisir, makanan Pesisir, dan lain-lain (dalam Sitompul 2013:3). Sumando juga dapat diartikan sebagai suatu pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lain diikat dengan pernikahan menurut agama Islam dan dikukuhkan dengan adat Pesisir (Radjoki 2012:29). Selain itu, sumando merupakan sebuah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu perkawinan yang

melaksanakannya sesuai dengan tata aturan yang berlaku. 2 Dengan demikian, sumando merupakan gabungan gagasan dan tindakan yang terwujud dalam

aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat sumando. Pelaksanaan upacara adat sumando merupakan “campuran” dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan Batak (Sitompul 2013:9). Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Upacara adat sumando meliputi siklus kehidupan suatu individu, antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun tanah (turun karai), sunat Rasul (khitanan), membangun atau menempati rumah baru, upa-upa sumangek, penyambutan tamu, dan kematian atau pengebumian.

Upacara adat perkawinan Suku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap minggunya. Umumnya, upacara adat perkawinan dan akad nikah dilaksanakan pada hari sabtu. Sedangkan resepsi perkawinan dilaksanakan pada hari Minggu. Penulis yang lahir di Kota Sibolga, sejak kecil telah melihat resepsi perkawinan Suku Pesisir secara jelas, tetapi

2 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Khairil Hasni. Beliau adalah seorang musisi Sikambang. Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2014 di Desa Jago-jago,

Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah.

penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas pemakaian suatu perkawinan Suku Pesisir dengan melaksanakan adat sumando.

Menurut adat sumando, upacara adat Perkawinan Suku Pesisir dibagi dalam dua jenis gala, yaitu gala IX dan gala XII. Gala merupakan gelar yang ditentukan dalam upacara adat perkawinan pengantin dan berkenaan dengan seluruh syarat perlengkapan upacara adat perkawinan. Gala lazimnya dibicarakan dan disepakati bersama oleh pihak pengantin laki-laki, pengantin perempuan, kepala desa, dan pemuka adat dalam upacara adat mengantar uang (mangata kepeng ). Gala IX dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 9 warna selendang dan menyembelih kambing. Sedangkan gala XII dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 12 warna selendang dan menyembelih lembu.

Selendang dan penyembelihan hewan memiliki makna dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Selendang bermakna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti, Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau yang dilambangkan oleh persatuan warna-warna yang terdapat dalam latar belakang suku-suku tersebut di atas. Sedangkan penyembelihan hewan bermakna menunjukkan status golongan dari masyarakat Suku Pesisir yang melangsungkan upacara adat perkawinan tersebut.

Pada tanggal 15 Maret 2014 lalu, penulis mendapat informasi tentang adanya pelaksanaan perkawinan Suku Pesisir dengan adat sumando melalui informan kunci. Penulis tertarik untuk mengenal dan mengetahui pelaksanaan sumando dengan gala IX atau gala XII yang dilaksanakan dalam perkawinan

Suku Pesisir. Hal itu disebabkan oleh pelaksanaan upacara adat Perkawinan sumando dengan gala IX atau XII turut melibatkan kesenian Pesisir.

Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah kesenian sikambang. Kesenian sikambang terdapat dalam tahap puncak pelaksanaan upacara adat perkawinan. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik vokal, dan tari. Musik instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu kapulo pinang , lagu dampeng, lagu kapri, lagu duo, dan lagu sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak. Kesenian ini dibawakan oleh para seniman-seniman yang berasal dari masyarakat Suku Pesisir. Secara umum, seniman kesenian sikambang berumur 40-50 tahun. Salah satu peranan kesenian sikambang tertuang dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir.

Pada suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang Kota Sibolga pada tanggal 15 Maret 2014 yang lalu juga, penulis melihat sekelompok laki-laki yang merupakan seniman kesenian sikambang. Fakta yang penulis dapat yaitu mereka berasal dari 3 domisili daerah dan grup yang berbeda, yaitu grup Nyiur Melambai dari kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, grup Kesenian Sikambang Sepakat Bersama (KSSB) dari Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah dan grup Rajo Janggi dari Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan mengetahui tentang seniman sikambang Pesisir dari 3 domisili daerah.

Menurut Ahmad Aritonang, seorang anggota grup Rajo Janggi, biasanya dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, grup seniman Menurut Ahmad Aritonang, seorang anggota grup Rajo Janggi, biasanya dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, grup seniman

Selain itu, menurut Bapak Syahriman Hutajulu, penyajian kesenian sikambang juga telah sering ditiadakan atau tidak dilaksanakan secara keseluruhan dalam suatu upacara adat perkawinan. Hal itu terjadi atas dasar permintaan dan kesepakatan bersama antara pihak keluarga pengantin laki-laki dan perempuan dengan pemuka adat dan kepala desa.

Kesenian sikambang baik nyanyian, musik iringan, tarian, maupun aspek sosial yang terdapat di dalam sumando menarik perhatian penulis. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan memahami lebih jauh lagi tentang dampeng . Dampeng merupakan bagian kesenian sikambang dan bagian adat perkawinan Suku Pesisir. Dampeng berperan penting dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Namun, pelaksanaan dampeng berintensitas rendah dalam setiap perhelatan upacara adat perkawinan.

Dampeng adalah nyanyian tanpa iringan instrumen (a capella). Menurut adat sumando, dampeng dinyanyikan oleh sekelompok laki-laki. Penyaji dampeng terdiri dari 7 sampai 12 orang. Penyaji tersebut merupakan seniman sikambang yang dipanggil secara khusus untuk menyajikan dampeng. Namun kini, penyaji dampeng dalam suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga tidak dibatasi jumlahnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan ekonomi dan kesepakatan keluarga kedua pengantin dalam melaksanakan upacara adatnya.

Mereka biasanya terbagi dalam dua bagian kelompok yakni pemimpin dampeng (solo leader) yang dilakukan secara bergantian dan yang lainnya menjadi perespon nyanyian (group chorus). Dalam penyajiannya, dampeng dibawakan dengan gaya responsorial (call and response). Selain itu, dampeng merupakan nyanyian dengan bentuk melodi yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang baru (strophic).

Teks dampeng berisikan nasihat-nasihat atau pengalaman-pengalaman yang diambil dari proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk pantun yang bersahut-sahutan. Isi teks dampeng disampaikan dan ditujukan kepada kedua pengantin, orang tua kedua pengantin, dan undangan yang hadir dalam upacara.

Dalam suatu upacara adat perkawinan, dampeng akan disajikan pada dua tahap, yaitu (1) tahap memberangkatkan pengantin laki-laki (marapule) dan pihak keluarga pengantin laki-laki untuk memulai acara mengarak pengantin laki-laki dari rumahnya menuju rumah pengantin perempuan (anak daro) dalam menjalani akad nikah (mangarak marapule) dan (2) mengantarkan pengantin laki-laki dari pelaminannya menuju pelaminan pengantin perempuan untuk menyandingkan kedua pengantin (mampelok tampek basanding).

Dalam tahap mangarak marapule, dampeng disajikan pada siang hari dan dibawakan pada dua bagian acara, yaitu (1) dampeng mangarak dinyanyikan pada saat pengantin laki-laki diberangkatkan menuju rumah pengantin perempuan, (2) dampeng barande dinyanyikan pada saat tari rande ditampilkan di depan pengantin laki-laki dan orangtua pengantin laki-laki sebelum menjalani acara akad nikah. Sedangkan dalam tahap mampelok tampek basanding, (3) dampeng basanding disajikan di dalam rumah pengantin perempuan pada malam hari Dalam tahap mangarak marapule, dampeng disajikan pada siang hari dan dibawakan pada dua bagian acara, yaitu (1) dampeng mangarak dinyanyikan pada saat pengantin laki-laki diberangkatkan menuju rumah pengantin perempuan, (2) dampeng barande dinyanyikan pada saat tari rande ditampilkan di depan pengantin laki-laki dan orangtua pengantin laki-laki sebelum menjalani acara akad nikah. Sedangkan dalam tahap mampelok tampek basanding, (3) dampeng basanding disajikan di dalam rumah pengantin perempuan pada malam hari

pengantin menentukan dan memilih adat gala IX atau gala XII. Berdasarkan penentuan gala, dampeng akan dibawakan sesuai dengan jumlah gala yang dimilikinya, yaitu gala IX atau gala XII. Apabila upacara adat perkawinan tersebut menggunakan gala IX, maka dampeng akan dibawakan sebanyak 9 kali dalam setiap tahap upacara. Demikian pula dengan gala XII, dampeng akan dinyanyikan sebanyak 12 kali dalam setiap tahap upacara, baik upacara mangarak marapule maupun upacara mampelok tampek basanding.

Penyajian dampeng dalam tahap mangarak marapule memiliki satu aturan, yakni dampeng mangarak dan dampeng barande harus dibawakan dengan hitungan ganjil. Hal ini terlihat melalui penyajian dampeng mangarak dibawakan sebanyak 5 kali dan dampeng barande dibawakan sebanyak 7 kali. Selanjutnya, penyajian dampeng basanding dalam tahap mampelok tampek basanding dibawakan sebanyak 12 kali.

Namun sekarang ini telah dijumpai suatu upacara adat perkawinan gala

XII yang menyimpang dari syarat-syarat yang ditentukan. Misalnya, penyembelihan lembu digantikan dengan ayam dan pemasangan selendang berkurang jumlahnya dari 12 warna. Selain itu, penyajian dampeng telah dilaksanakan secara tidak menyeluruh dalam suatu upacara adat perkawinan. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara perkawinan dampeng hanya dibawakan dalam tahap mampelok tampek basanding atau tahap mangarak marapule .

3 Hasil wawancara penulis dengan Pak Khairil Hasni pada tanggal 14 Maret 2014 dan pengamatan penulis pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir pada tanggal 15 Maret 2014 di

Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga.

Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Makna-makna tersebut terpendam dalam masyarakatnya, adat-istiadatnya, senimannya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui pemahaman itu, penulis akan melakukan penelitian yang dapat menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang kebudayaan Suku Pesisir.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dampeng mencakup empat aspek yang menarik perhatian penulis, yakni (1) struktur melodi dampeng sebagai musik vokal Suku Pesisir; (2) makna teks dampeng yang disajikan untuk kedua pengantin pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir Kota Sibolga; (3) proses penyajian dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga; dan (4) proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

Keempat hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologis sebagai bidang keilmuan yang penulis geluti selama empat tahun terakhir ini. Apa yang dimaksud etnomusikologi itu adalah seperti berikut ini:

Ethnomusicology is the study of music in its cultural context. Ethnomusicologists approach music as a social process in order to understand not only what music is but why it is: what music means to its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed.

Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working field may have training in music, cultural, anthropology, folkore, performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities, and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods: (1) Taking a global approach to music (regardless of area of origin, style, or genre). (2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is shaped by its cultural context). (3) Engaging in ethnographic fieldwork (participating in and observing the music being studied, frequently gaining facility in another music tradition as

a performer or theorist), and historical research. Ethnomusicologists are active in a variety of spheres. As researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to all elements of social life. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural a performer or theorist), and historical research. Ethnomusicologists are active in a variety of spheres. As researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to all elements of social life. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural

Dari kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka dapat dipahami bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya. Etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik dan khalayak, dan bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut.

Etnomusikologi sangat interdisipliner. Para ilmuwan yang bekerja di lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, ilmuwan antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi gender, studi ras atau etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang ilmu- ilmu humaniora dan sosial. Namun, semua etnomusikolog berbagi landasan yang koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: 1) Mengambil pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). 2) Memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang dibentuk oleh konteks budaya). 3) Melakukan penelitian lapangan etnografi (berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian sejarah musik.

Etnomusikolog aktif dalam berbagai bidang. Sebagai peneliti, mereka belajar musik dari setiap bagian di dunia ini dan menyelidiki koneksi ke semua

elemen kehidupan sosial. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik, mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan metode). Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan, pemrograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog dapat bekerja pada museum, festival budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuan yang penulis lakukan adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti tersebut di atas.

Melalui empat hal yang telah penulis tentukan dalam seni dampeng ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang struktur melodi dan makna teks dampeng serta rangkaian upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa alasan yang menarik perhatian penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, sehingga mendapatkan dan memberikan makna yang terkandung dalam dampeng terhadap Suku Pesisir Kota Sibolga. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penulis memfokuskan penelitian pada dampeng dan menuliskannya dalam karya ilmiah dengan judul: Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.2 Pokok Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang di atas, penulis menentukan dua pokok masalah untuk membatasi wilayah pembahasan. Adapun pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur melodi dampeng yang disajikan dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga?

2. Apakah makna teks dampeng yang disajikan dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan memperoleh manfaat penelitian. Berikut ini, penulis menguraikan tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui struktur melodi dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

2. Untuk mengetahui makna teks dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan membekali kemampuan selaku mahasiswi Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai dokumentasi kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga dan secara khusus dapat memotivasi generasi muda Suku Pesisir Kota Sibolga.

3. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sibolga.

4. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang kebudayaan Suku Pesisir di Perpustakaan Umum Kota Sibolga.

5. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang memiliki keterkaitan judul penelitian dengan dampeng.

1.4 Konsep dan Teori

Melalui konsep dan teori, penulis diarahkan dan difokuskan untuk memperoleh gambaran tentang objek penelitian dan memecahkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep dan teori juga berfungsi sebagai pedoman dan dasar untuk mencari dan melengkapi data-data yang dibutuhkan.

1.4.1 Konsep

Konsep menurut R. Merton (dalam buku Koetjaraningrat 1983:21) merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris. Sedangkan Koentjaraningrat (2009:85) mengatakan bahwa, konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas- Konsep menurut R. Merton (dalam buku Koetjaraningrat 1983:21) merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris. Sedangkan Koentjaraningrat (2009:85) mengatakan bahwa, konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berpedoman dengan definisi di atas, kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian dan penelaahan objek penelitian. Melodi dan teks dampeng yang diperoleh sebagai inti penelitian diuraikan dan ditelaah untuk mendapat pengertian dan pemahaman tentang dampeng secara keseluruhan.

Musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition (Merriam1964:27) didefinisikan sebagai berikut: That one of the fine arts which is concerned with the combination of sounds with a view to beauty of form and the expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah salah satu bagian seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-bunyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran atau perasaan.

Selain itu, musik diartikan American College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony, and color. Definisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna. Berdasarkan dua pengertian musik di atas, dapat disimpulkan bahwa musikal adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan di mana Selain itu, musik diartikan American College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony, and color. Definisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna. Berdasarkan dua pengertian musik di atas, dapat disimpulkan bahwa musikal adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan di mana

Dampeng pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga dapat penulis nyatakan sebagai objek kajian Etnomusikologi, karena terbentuk dari bunyi-bunyian, emosi, struktur, dan bentuk dan diklasifikasikan sebagai nyanyian. Selain itu, dampeng juga mengandung elemen melodi, ritme, harmoni, dan tekstur. Berdasarkan seluruh pemaparan di atas, tulisan ini membahas tentang struktur musik dampeng yang difokuskan pada melodi.

Melodi menurut Michael Pilhofer and Holly Day (2007:219) dalam buku Music Theory for Dummies , adalah sebagai berikut: The melody is the part of the song we can’t get out of our heads. The melody is the lead line of a song, the part that the harmony is built around, and the part of the song that gives as much glimpse into the emotion of a piece as the rhythm does. Artinya secara harfiah yaitu melodi adalah bagian dari lagu di mana kita tidak dapat melepaskannya dari kepala kita. Melodi adalah garis awal dan akhir dari sebuah lagu, bagian yang membangun harmoni, dan bagian dari lagu yang memberikan banyak pengenalan ke dalam suatu emosi sebagaimana ritme juga.

Kebudayaan musik dunia mengandung unsur-unsur musikal secara murni. Unsur-unsur musikal tersebut meliputi nada, ritme, harmoni, tekstur, dan bentuk. Namun, unsur-unsur musikal terbentuk bersama berbagai unsur lainnya. Berbagai unsur lainnya memiliki peranan dan tujuan yang sama. Mereka terlibat dan mendukung unsur-unsur musikal.

Bahasa merupakan salah satu unsur pendukung kebudayaan musik dunia. Bahasa dapat dikatakan sebagai jembatan yang mengantarkan proses penyampaian suatu kebudayaan musik, baik dalam seni pertunjukan maupun Bahasa merupakan salah satu unsur pendukung kebudayaan musik dunia. Bahasa dapat dikatakan sebagai jembatan yang mengantarkan proses penyampaian suatu kebudayaan musik, baik dalam seni pertunjukan maupun

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat 2008:1474). Dari definisi teks di atas, tekstual berarti hal yang berikatan dengan suatu teks. Teks mengacu pada syair-syair dampeng yang disajikan dalam bentuk pantun. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis makna teks yaitu berupa naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang dampeng.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:1595), ada

3 pengertian upacara, yaitu (1) tanda-tanda kebesaran; (2) peralatan (menurut adat-istiadat); tingkah laku atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama; dan (3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Berdasarkan 3 pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa upacara adalah perayaan yang diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dan sakral yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.

Menurut Koentjaraningrat (2009:93), adat merupakan seluruh pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), ada 2 pengertian adat yakni: (1) aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; (2) kebiasaan; cara yang sudah menjadi kebiasaan. Berpedoman pada 2 pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adat Menurut Koentjaraningrat (2009:93), adat merupakan seluruh pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), ada 2 pengertian adat yakni: (1) aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; (2) kebiasaan; cara yang sudah menjadi kebiasaan. Berpedoman pada 2 pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa adat

Adat dalam Suku Pesisir disebut dengan istilah adat sumando. Adat sumando Pesisir memiliki beberapa konsep pengertian. Sumando dapat diartikan sebagai kebudayaan Pesisir meliputi keseluruhan aspeknya, baik adat istiadat, kesenian, bahasa, dan makanan. Sumando dapat mengacu pada panggilan untuk setiap pemuda yang menikah dengan pemudi Pesisir. Selain itu, sumando juga merupakan pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lain diikat dengan pernikahan menurut Agama Islam dan dikukuhkan dengan adat Pesisir. Dengan demikian, sumando adalah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu upacara yang melaksanakannya sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

Menurut Djojodigoeno (dalam Koentjaraningrat 2009:119), suku merupakan suatu masyarakat yang terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan. Sedangkan suku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58) adalah golongan orang-orang (keluarga) yg seturunan; suku sakat; golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar; golongan orang sebagian dari kaum yang seketurunan. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa, suku merupakan suatu masyarakat hidup berdampingan yang terdiri dari golongan kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta mempunyai rasa identitas yang sama.

Pesisir adalah suatu masyarakat yang hidup berdampingan dengan melaksanakan sistem, aktivitas adat tertentu sebagai gabungan golongan kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta rasa identitas yang sama. Menurut Takari dkk. (dalam Sitompul 2013:2) menyatakan bahwa Pesisir adalah suatu masyarakat yang hidup berdampingan dengan melaksanakan sistem, aktivitas adat tertentu sebagai gabungan golongan kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta rasa identitas yang sama. Menurut Takari dkk. (dalam Sitompul 2013:2) menyatakan bahwa

2) kesenian Pesisir; 3) bahasa Pesisir; dan 4) makanan Pesisir (Radjoki 2012:29).

Ada 6 tahap proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir, yaitu (1) risik- risik atau sirih tanyo; (2) marisik; (3) maminang; (4) manganta kepeng atau batunangan; (5) mato karajo; dan (6) balik ari atau tapanggi (dalam Sitompul 2013:62).

Koentjaraningrat (1989:92) menyatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu tahap dalam siklus hidup manusia. Tahap-tahap yang ada di sepanjang hidup manusia seperti masa bayi, masa anak-anak, masa remaja, masa pubertas, masa sesudah menikah, masa tua, dan sebagainya. Perkawinan juga merupakan media budaya dalam mengatur hubungan antar sesama manusia yang berlainan jenis kelamin. Perkawinan bertujuan untuk mencapai suatu tingkat kehidupan yang lebih dewasa dan pada beberapa kelompok masyarakat kesukuan perkawinan dianggap sebagai alat agar seorang mendapat status yang lebih diakui ditengah kelompoknya.

Berdasarkan pengertian di atas, pelaksanaan upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga merupakan media budaya agar masyarakat Suku Pesisir mendapat status yang lebih diakui ditengah kelompoknya. Hal tersebut tercermin dalam pelaksanaan sumando dalam setiap perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Selain itu, perkawinan juga menandakan bahwa sudah terlewatinya satu bagian dari siklus hidupnya.

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ilmiah. Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.

Artinya secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep, definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dari fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan fenomena tersebut. Dengan ini, penulis menggunakan teori untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan.