Pengaruh Penggunaan NaOCl Dalam Tahapan Pemucatan Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum) Terhadap Karakteristik Natrium Alginat.
PENGARUH PENGGUNAAN NaOCl DALAM TAHAPAN
PEMUCATAN EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum
duplicatum) TERHADAP KARAKTERISTIK NATRIUM ALGINAT
Herdito Wisnuaji dan Emma Rochima
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Jatinangor Km. 21, Sumedang 45363
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat konsentrasi NaOCl yang
terbaik dalam tahapan pemucatan natrium alginat dari Sargassum duplicatum. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Institut Teknologi Bandung, pada
bulan Juni sampai September 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan enam perlakuan dan tiga kali pengulangan yaitu
tingkat konsentrasi NaOCl 0%, 3%, 3.5%, 4%, 4.5% dan 5%. Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah rendemen, kadar abu, viskositas dan derajat putih natrium
alginat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam uji F,
apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
yang menghasilkan karakteristik natrium alginat terbaik adalah perlakuan 4%.
Karakteristik natrium alginat yaitu rendemen sebanyak 33,11%, kadar abu 26,33 %,
viskositas 10,85 cP, dan derajat putih 20,54% .
Kata kunci: NaOCl, Pemucatan, Rumput Laut Coklat
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki wilayah kepulauan dengan garis pantai yang sangat panjang.
Karakteristik wilayah kepulauan Indonesia diantaranya memiliki pantai landai dan
dilindungi oleh selat atau teluk, laguna dengan perairan yang dangkal, berair tenang,
1
bersuhu panas dan sedikit hujan. Faktor geografis ini membuat Indonesia menjadi
wilayah ideal untuk perkembangan pembudidayaan rumput laut.
Rumput laut yang terdapat di perairan Indonesia salah satunya adalah rumput
laut coklat. Rumput laut coklat merupakan tanaman perairan yang berwarna coklat,
mempunyai thalus bercabang seperti jari dan berukuran relatif besar, tumbuh dan
berkembang pada substrat dasar yang kuat (Atmadja dkk, 1996). Rumput laut coklat
yang banyak tumbuh di perairan tropis Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum
duplicatum, Sargassum polycystum, Sargassum crassifolium, Sargassum filipendula,
Sargassum binderi, Turbinaria conoides, Hormophysa triquetra dan lain-lain (Yunizal,
2004). Jenis yang banyak terdapat di perairan selatan Jawa Barat adalah Sargassum
duplicatum.
Sargassum duplicatum banyak tumbuh di wilayah perairan selatan Jawa Barat
terutama di daerah pantai selatan Pameungpeuk, Garut. Penduduk setempat mengenal
Sargassum duplicatum dengan nama sarib atau panyariban. Ciri-ciri utama dari
Sargassum duplicatum adalah batangnya yang panjang dan menjulur, serta berwarna
cokelat kekuningan. Rumput laut coklat ini tumbuh pada permukaan terumbu karang
yang terendam air di sekitar pantai. Sargassum duplicatum termasuk ke dalam
kelompok rumput laut penghasil alginat.
Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung ion (natrium, kalsium,
dan kalium) (Kadi dan Atmadja, 1988). Alginat dalam pasaran sebagian besar berupa
natrium alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air (Guiry, 2002 dalam
Yunizal, 2004). Natrium alginat banyak digunakan pada industri pangan, tekstil, dan
farmasi. Natrium alginat dalam industri pangan, dimanfaatkan sebagai penstabil,
pengental, pengemulsi pada saos tomat, sayuran, jelli, kuah daging dan susu. Natrium
alginat juga berfungsi sebagai penstabil pada es krim, alginat membentuk tekstur yang
lembut dan mencegah pembentukan kristal yang kasar (Chapman dan Chapman, 1980).
Natrium alginat dalam dunia perdagangan harus memiliki viskositas yang tinggi, karena
viskositas merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari alginat. Sifat ini pula
yang sering dijadikan sebagai ukuran kualitas natrium alginat yang ditawarkan dalam
dunia perdagangan, karena pada umumya natrium alginat digunakan sebagai bahan
pengental dan penstabil (Junaidi, 2006).
2
Alginat dibagi dalam 3 kategori yaitu food grade, pharmaceutical grade dan
industrial grade. Kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang,
kebutuhan natrium alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti
Perancis, Inggris, RRC dan Jepang dalam jumlah 599.000 kg dengan nilai US $
2.773.517 (http://dic-indonesia.page.tl/Peluang-Usaha.html). Berdasarkan informasi
yang diperoleh, kebutuhan pasar dunia akan produk natrium alginat pun terus meningkat
yang berarti
peluang yang menjanjikan baik untuk pasar domestik ataupun pasar
ekspor.
Pengolahan rumput laut menjadi natrium alginat diperoleh melalui proses
ekstraksi yang meliputi perendaman, ekstraksi, penyaringan, pemucatan, pengendapan
asam alginat, pencucian, penambahan larutan NaOH, dehidrasi, dan penyaringan.
Natrium alginat yang digunakan pada industri pangan atau food grade harus bebas dari
selulosa dan warnanya sudah dilunturkan (dipucatkan) sehingga berwarna terang atau
putih. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah reaksi oksidasi ikatan
rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna
lebih cerah atau tidak berwarna (Tensiska, 1992). Bahan pemucat yang biasa digunakan
dalam proses ekstraksi rumput laut adalah NaOCl, Ca(OCl)2 dan H2O2.
Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan pengoksidasi kuat yang akan
mengoksidasikan gugus pembawa warna yang terdapat dalam rumput laut coklat. Proses
pemucatan dengan menggunakan NaOCl memiliki keunggulan dari bahan pemucat
lainnya karena tidak menimbulkan busa dan berlangsung relatif cepat (Yani, 1988).
Namun penggunaan NaOCl dengan konsentrasi yang berlebih akan menyebabkan
alginat dapat teroksidasi dan terdegradasi oleh NaOCl. Alginat yang terdegradasi akan
mengalami penurunan viskositas sehingga mengurangi nilai mutu produk natrium
alginat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi
NaOCl terbaik untuk proses pemucatan natrium alginat.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam PAU ITB,
Bandung, pada bulan Juni sampai September 2010.
3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini untuk ekstraksi alginat, antara lain:
Sargassum duplicatum dari perairan pantai Pameungpeuk., HCl, Na2CO3, isopropil
alkohol 95%. Adapun peralatan yang digunakan: Wadah plastik, pisau, keranjang,
waterbath , viscometer , chromometer , tanur, Desikator
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
enam perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu tingkat konsentrasi NaOCl 0%, 3%, 3.5%,
4%, 4.5% dan 5%.
Penelitian ini dilakukan dengan metode ekstraksi alginat dari rumput laut yang
dimodifikasi dengan proses pembuatan alginat meliputi tahapan sebagai berikut :
1. Rumput laut (Sargassum duplicatum) kering ditimbang dan dicuci dengan air bersih
kemudian direndam dengan larutan HCl 1% selama satu jam dengan perbandingan
rumput laut dan air 1 : 30 (berat/volume).
2. Ekstraksi
dilakukan
dengan
menggunakan
larutan
Na2CO3
2%
dengan
perbandingan 1 : 30 melalui dua tahap. Tahap pertama, yaitu ekstraksi rumput laut
selama 60 menit pada suhu 60oC sambil dimixer. Tahap kedua yaitu proses
ekstraksi rumput laut dilanjutkan lagi selama 60 menit pada suhu 60oC.
3. Proses ekstraksi selesai dan dilanjutkan dengan penyaringan dengan alat
penyaringan vakum. Larutan NaOCl berbagai konsentrasi ditambahkan ke dalam
filtrat, kemudian diaduk hingga warnanya berubah menjadi pucat.
4. Pembentukan asam alginat dilakukan dengan menambahkan larutan HCl 10% ke
dalam filtrat hingga mencapai pH 3 dan didiamkan. Asam alginat yang telah
terbentuk kemudian disaring dan dibilas dengan air.
5. Proses pengendapan asam alginat menggunakan NaOH 10% yang ditambahkan
pada gel asam alginat kemudian diaduk hingga homogen dan mencapai pH netral.
6. Larutan alginat dimasukkan ke dalam isopropil alkohol sambil diaduk hingga
terbentuk serat natrium alginat. Serat tersebut diambil lalu dikeringkan di dalam
alat pengering yang selanjutnya digerus hingga menjadi tepung natrium alginat.
4
Natrium alginat yang diperoleh diperiksa dengan analisis sifat fisika dan kimia
alginat yang meliputi rendemen, kadar abu, viskositas dan derajat putih.
Parameter yang diamati meliputi rendemen, kadar abu, viskositas, dan derajat putih.
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan analisis varian dengan uji F dan jika
perlakuan berpengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji
jarak berganda Duncan dengan taraf 5% (Gasperz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Natrium Alginat
Nilai rata-rata rendemen natrium alginat dengan pemucatan menggunakan NaOCl
yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 33,12% sampai 58,17%. Seperti yang
terlihat pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Rata-rata Rendemen Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl Rendemen (%) N o t a s i
0% (Kontrol)
58,17
c
3%
46,13
b
3,5%
45,75
b
4%
33,12
a
4,5%
43,2
a
5%
45,49
b
Keterangan : Nilai rata-rata rendemen yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan pemucat
NaOCl memberikan pengaruh nyata terhadap hasil rendemen (Tabel 1). Nilai rendemen
natrium alginat dari hasil ekstraksi Sargassum duplicatum dengan perlakuan tanpa
5
penggunaan bahan pemucat NaOCl atau kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan penggunaan bahan pemucat NaOCl. Hal ini dikarenakan adanya kromofor
atau zat pembawa warna dalam pigmen rumput laut cokelat yang terbawa dalam proses
pembentukan natrium alginat sehingga menyebabkan nilai rendemen tinggi, sedangkan
perlakuan dengan menggunakan bahan pemucat NaOCl, kromofor dari rumput laut telah
teroksidasi dan rusak sehingga tidak terbawa dalam proses pembentukan natrium
alginat.
Konsentrasi pemucatan pada NaOCl 3% sampai dengan konsentrasi NaOCl 4%,
terjadi penurunan rendemen. Hal ini diakibatkan oleh semakin tinggi konsentrasi bahan
pemucat NaOCl, kerusakan kromofor juga semakin besar yang mengakibatkan nilai
rendemen cenderung menurun, sehingga produk natrium alginat semakin murni dengan
penggunaan NaOCl sampai batas optimum konsentrasi NaOCl (4%).
Pemucatan dengan konsentrasi NaOCl 4,5% dan NaOCl 5% terjadi peningkatan
nilai rendemen. Hal ini disebabkan oleh penggunaan NaOCl yang berlebih sehingga
NaOCl yang seharusnya mengoksidasi kromofor bereaksi dengan HCl dan
menghasilkan endapan NaCl karena kromofor dalam natrium alginat sudah rusak dan
habis, maka rendemen semakin meningkat seiring endapan NaCl dalam produk natrium
alginat meningkat. Peningkatan endapan NaCl mengakibatkan kemurnian produk
natrium alginat berkurang.
Terjadinya degradasi alginat oleh bahan pemucat diperkuat oleh Percival (1970)
dalam Yunizal (2004) yang menyatakan bahwa proses pemucatan akan menyebabkan
pigmen yang terkandung dalam rumput laut akan teroksidasi dan terdegradasi. Semakin
tinggi konsentrasi NaOCl sampai batas tertentu (4%), kandungan pigmen dalam produk
semakin rendah, sehingga rendemen semakin rendah pula. Natrium alginat dapat
teroksidasi dan terdegradasi oleh NaOCl (Percival, 1970 dalam Yunizal, 2004),
sehingga peningkatan konsentrasi bahan pemucat NaOCl sampai batas tertentu (4%)
dapat mengakibatkan penurunan rendemen alginat murni. Ditambahkan Yani (1988),
alginat yang telah terdegradasi ini tidak akan mengendap lagi bila ditambahkan HCl.
Kadar Abu
6
Rata-rata kadar abu natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan adalah 24,83%.
Kadar abu natrium alginat hasil perlakuan dengan bahan pemucat NaOCl adalah 25,57% sampai
28,70% (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata Kadar Abu Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl
Kadar Abu (%)
0 % (kontrol)
24,83
3,0 %
25,57
3,5 %
25,79
4,0 %
26,43
4,5 %
28,09
5,0 %
28,70
Keterangan : Nilai rata-rata rendemen yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan
pemucat NaOCl memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap hasil kadar abu.
Hasil perhitungan rata-rata menunjukan bahwa perlakuan penambahan pemucat NaOCl
memberikan pengaruh terhadap hasil kadar abu. Tingginya kadar abu pada hasil
penelitian ini diduga berasal dari penggunaan bahan pemucat (Sumber Na) yang
ditambahkan dalam proses pemucatan (Yohasti, 2005).
Terlihat dari Tabel 2 bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOCl akan
menyebabkan kadar abu natrium alginat yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi bahan pemucat yang digunakan akan menyebabkan meningkatnya
kandungan mineral seperti kadar Na yang berasal dari NaOCl, sehingga nilai kadar abu
meningkat. Nilai kadar abu terkecil didapat pada saat konsentrasi NaOCl 0% atau
kontrol yakni sebesar 24,83%.
Menurut standar Food Chemical Codex (1981), kadar abu natrium alginat yang
diperbolehkan berkisar antara 18% hingga 27%, sedangkan rata-rata kadar abu dari hasil
penelitian dengan menggunakan NaOCl sampai 4% sebagai bahan pemucat berkisar
antara 25,57% sampai 26,43%, sehingga memenuhi standar Food Chemical Codex
(1981), sedangkan rata-rata kadar abu dari hasil penelitian dengan menggunakan NaOCl
7
4,5% dan 5% tidak memenuhi standar Food Chemical Codex (1981) karena melebihi
kadar abu yang ditetapkan.
Viskositas
Nilai rata-rata viskositas natrium alginat dengan pemucatan menggunakan
NaOCl yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 7,58 cP sampai 10,85 cP.
Rata-rata nilai viskositas natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan yaitu sebesar
25,37 cP. Nilai rata-rata viskositas natrium alginat dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah
ini :
Tabel 3. Rata-rata Viskositas Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl V i s k o s i t a s ( c P ) N o t a s i
0% (Kontrol)
25,37
d
3%
8,59
b
3,5%
9,03
c
4%
10,85
c
4,5%
8,72
b
5%
7,58
a
Keterangan : Nilai rata-rata viskositas yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan pemucat NaOCl
memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas (Tabel 3). Tabel diatas terlihat bahwa
nilai viskositas pada perlakuan tanpa penggunaan bahan pemucat NaOCl atau kontrol
adalah lebih tinggi dibanding perlakuan penggunaaan bahan pemucat NaOCl. Hal ini
disebabkan oleh adanya klorofil a dan c dalam pigmen rumput laut coklat yang memiliki
nilai viskositas dan terbawa dalam pembentukan natrium alginat, sehingga nilai
8
viskositas tinggi. Selain itu pada penggunaan bahan pemucat NaOCl juga dapat
memotong rantai polimer sehingga bobot molekul natrium alginat semakin kecil.
Semakin kecil bobot molekul, maka nilai viskositas semakin rendah.
Pemucatan dengan menggunakan NaOCl 3% sampai dengan NaOCl 4% terjadi
peningkatan nilai viskositas. Hal ini diduga karena sebagian Na dalam NaOCl berikatan
dengan alginat yang belum terikat oleh Na dari Na2CO3 pada proses ekstraksi dan
membentuk Na-alginat, sehingga bobot molekul semakin besar dan menyebabkan nilai
viskositas meningkat.
Pemucatan dengan menggunakan NaOCl 4,5% sampai dengan NaOCl 5% terjadi
penurunan viskositas. Hal ini diakibatkan penggunaan NaOCl yang melebihi tingkat
konsentrasi optimum semakin banyak memotong rantai polimer, sehingga bobot
molekul semakin kecil dan mengakibatkan nilai viskositas menurun. Penurunan
viskositas juga diduga karena penggunaan bahan pemucat yang melebihi tingkat
konsentrasi optimum akan menyebabkan gugus hidroksil (OH¯ ) dan karboksil
melepaskan air dan tidak berikatan dengan baik, sehingga tidak dapat larut dan
mengakibatkan viskositas cenderung menurun.
Hasil ini diperkuat oleh Sekarasih (2000) yang menyatakan dengan adanya proses
pemucatan maka pigmen-pigmen akan teroksidasi dan terdegradasi. Banyaknya alginat
yang terdegradasi akan menyebabkan semakin banyak pula rantai polimer yang terputus
sehingga hanya akan menghasilkan natrium alginat dengan bobot molekul yang lebih
rendah. Natrium alginat dengan bobot molekul yang lebih rendah akan memberikan
nilai viskositas yang semakin rendah. Menurut McHugh (1987), semakin tinggi bobot
molekul dan konsentrasi alginat maka viskositas larutan alginat semakin tinggi,
begitupun sebaliknya.
Yani (1988) menambahkan bahwa dengan pemucatan maka pigmen-pigmen yang
akan teroksidasi dan terdegradasi. Semakin tinggi konsentrasi pemucat maka pigmen
dalam produk semakin rendah, sehingga produk semakin murni. Kandungan alginat
dalam produk ini juga akan semakin tinggi, sehingga dapat meningkatkan viskositas
produk tersebut sampai batas tertentu. Selanjutnya peningkatan bahan pemucat juga
akan mendegradasi alginat sehingga viskositas produk akhirnya menurun. Selain itu
dalam pigmen rumput laut coklat terdapat klorofil a dan c yang memiliki viskositas,
sehingga mempengaruhi nilai viskositas natrium alginat tanpa bahan pemucat. Nilai
9
viskositas yang terkandung dalam klorofil yaitu, antara 2,5-3,2 cP dan 16-22 cP,
mengindikasikan bahwa gugus phytol dalam molekul klorofil tidak memiliki struktur
yang kaku tetapi berfluktuasi diantara 2 bentuk klorofil yang bergantung pada kondisi
lingkungan (http://sciencedirect.com/science?_ob= ArticleURL&udi=B6).
Viskositas merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari alginat. Sifat ini
pula yang sering dijadikan sebagai ukuran kualitas alginat yang ditawarkan dalam dunia
perdagangan, karena pada umumnya alginat digunakan sebagai bahan pengental dan
penstabil. Standar viskositas menurut Winarno (1996) adalah 10-5000 cP (dalam 1%
larutan alginat, 25ºC), sehingga dari hasil penelitian ini yang memenuhi standar
perdagangan hanya natrium alginat yang dipucatkan dengan tingkat konsentrasi NaOCl
4% (10,85 cP).
Derajat Putih
Rata-rata nilai derajat putih natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan
adalah 7,59. Pemucatan dengan NaOCl menghasilkan natrium alginat dengan nilai
derajat putih sebesar 20,07 (NaOCl 3%) sampai 21,82% (NaOCl 5%). Rata-rata nilai
derajat putih natrium alginat dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Rata-rata Derajat Putih Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl Derajat Putih (%) N o t a s i
0 % (Kontrol)
7,59
a
3%
20,07
b
3,5 %
20,22
b
4%
20,54
b
4,5 %
21,13
bc
5%
21,82
c
Keterangan : Nilai rata-rata derajat putih yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan
pemucat NaOCl memberikan pengaruh nyata terhadap nilai derajat putih (Tabel 4).
Nilai derajat putih dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa pada perlakuan tanpa penggunaan
10
bahan pemucat NaOCl atau kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan menggunakan
bahan pemucat NaOCl. Hal ini diakibatkan oleh masih terdapat kromofor dalam pigmen
rumput laut coklat pada natrium alginat yang menyebabkan alginat masih berwarna
kecoklatan sehingga nilai derajat putihnya rendah.
Pemucatan menggunakan NaOCl 3% sampai dengan NaOCl 4% terjadi
peningkatan derajat putih. Hal ini diduga karena semakin tinggi bahan pemucat akan
menyebabkan kerusakan kromofor, sehingga kromofor semakin rusak dan larut.
Menurut Junaidi (2006), penggunaan NaOCl sampai batas optimum (NaOCl 4%)
menyebabkan kromofor dalam ekstrak rumput laut cokelat semakin berkurang dan habis
sehingga tidak terbawa dalam pembentukan natrium alginat, maka derajat putih relatif
meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi bahan pemucat sampai batas
optimum.
Pemucatan menggunakan NaOCl 4,5% kromofor dalam ekstrak rumput laut
cokelat telah hilang dan habis, namun derajat putih tetap meningkat. Hal ini diduga
karena terbentuknya endapan NaCl yang berwarna putih hasil dari reaksi antara NaOCl
dengan HCl, sehingga nilai derajat putih yang terukur adalah nilai derajat putih
campuran dari natrium alginat dan NaCl.
Pemucatan menggunakan NaOCl 5%, nilai derajat putih semakin meningkat. Hal
ini diduga karena meningkatnya kadar NaCl yang dihasilkan seiring menurunnya kadar
alginat, sehingga nilai derajat putih yang terukur adalah derajat putih dari endapan NaCl
karena kadar alginat semakin sedikit.
Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus pembawa warna, antara lain
gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap, yang dapat berkonjugasi dan sangat labil
karena mudah teroksidasi (Moos dan Weedon 1976 dalam Yunizal 2004). Karotenoid
(karoten dan fukosantin) tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat dihilangkan pada
proses perendaman dan proses ekstraksi. NaOCl ataupun kaporit bersama-sama dengan
Na2CO3 merupakan pengoksidasi kuat yang akan mengoksidasi gugus kromofor
tersebut (Anonim 1976 dalam Yunizal 2004). Yani (1988) menambahkan gugus
kromofor yang telah teroksidasi akan kehilangan fungsi penyerapan cahaya, sehingga
tidak memberikan warna yang tampak atau kehilangan warnanya. Menurut Junaidi
(2006), semakin tinggi konsentrasi NaOCl maka kerusakan kromofor semakin besar,
sehingga derajat putih produk semakin baik sampai batas tertentu.
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tingkat konsentrasi bahan pemucat NaOCl yang terbaik dalam tahapan pemucatan
natrium alginat dari Sargassum duplicatum adalah konsentrasi 4% NaOCl dengan
karakteristik natrium alginat yaitu rendemen sebanyak 33,11%, kadar abu 26,33 %.
viskositas 10,85 cP, dan derajat putih 20,54% .
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disarankan yaitu
proses pembuatan natrium alginat dari Sargassum duplicatum sebaiknya menggunakan
larutan NaOCl 4% pada tahapan pemucatan dan penelitian lebih lanjut untuk
meningkatkan kadar viskositasnya dengan melakukan pengujian kadar selulosanya.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W. S. , Kadi, A., Sulistijo dan Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis
Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Chapman, V. J., Chapman, D. J. 1980. Seaweed and Their Uses. London : Chapman and
Hall.
Food Chemical Codex. 1981. Food Chemical Codex. Washington DC : National
Academy Press.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung : Tarsito.
Junaidi, R. 2006. Kajian Penggunaan Kaporit Pada Pemucatan Natrium Alginat dari
Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Junianto. 2006. Rendemen Dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp) dari
Pantai Selatan Daerah Cidaun Barat. Jurnal Bionatura. Vol. 28. No. 2.
12
Kadi, A., Atmadja, W. S. 1988. Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca
Panen. Seri Sumberdaya Alam 141. Jakarta : Puslitbang Oceanologi LIPI.
McHugh, D. J. 1987. Production, Propertiesand Uses of Alginates. Di dalam McHugh,
D. J., editor. Production and Utilization of Products from Commercial
Seaweeds. Rome : Food and Agriculture Organization of United Nation.
Sekarasih, Y. 2000. Pengaruh Konsentrasi bahan Pemucat dan Jenis Pengendap Pada
Proses Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum Filipendula C. Agarth) Terhadap
Rendemen dan Mutu Natrium Alginat. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tensiska. 1992. Pengaruh Pemucatan Terhadap Derajat Putih dan Kekuatan Gel
Agar-agar Glacilaria verrucosa. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Yani, M. 1988. Modifikasi dan Optimasi Proses Ekstraksi dalam Rancang Bangun
Proses Tepung Algin dari jenis Turbinaria ornata. Skripsi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Yohasti,
R.
2005.Pengaruh Bagian Thalusdan Lama Ekstraksi yang Berbeda
Terhadap Rendemen dan Viskositas Alginat Sargassum polycistum. Skripsi.
Purwokerto : Fakultas Biologi. Universitas Jendral Soedirman.
Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk
dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/index.php?alga=coklat&id=13 (diakses 8
Mei
2010).
http://rumputlaut.org/datalama/artikel/RumputLautuntuk Kosmetik.pdf (diakses 10 Mei
2010).
13
14
PEMUCATAN EKSTRAKSI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum
duplicatum) TERHADAP KARAKTERISTIK NATRIUM ALGINAT
Herdito Wisnuaji dan Emma Rochima
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Jatinangor Km. 21, Sumedang 45363
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat konsentrasi NaOCl yang
terbaik dalam tahapan pemucatan natrium alginat dari Sargassum duplicatum. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Institut Teknologi Bandung, pada
bulan Juni sampai September 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan enam perlakuan dan tiga kali pengulangan yaitu
tingkat konsentrasi NaOCl 0%, 3%, 3.5%, 4%, 4.5% dan 5%. Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah rendemen, kadar abu, viskositas dan derajat putih natrium
alginat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam uji F,
apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
yang menghasilkan karakteristik natrium alginat terbaik adalah perlakuan 4%.
Karakteristik natrium alginat yaitu rendemen sebanyak 33,11%, kadar abu 26,33 %,
viskositas 10,85 cP, dan derajat putih 20,54% .
Kata kunci: NaOCl, Pemucatan, Rumput Laut Coklat
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki wilayah kepulauan dengan garis pantai yang sangat panjang.
Karakteristik wilayah kepulauan Indonesia diantaranya memiliki pantai landai dan
dilindungi oleh selat atau teluk, laguna dengan perairan yang dangkal, berair tenang,
1
bersuhu panas dan sedikit hujan. Faktor geografis ini membuat Indonesia menjadi
wilayah ideal untuk perkembangan pembudidayaan rumput laut.
Rumput laut yang terdapat di perairan Indonesia salah satunya adalah rumput
laut coklat. Rumput laut coklat merupakan tanaman perairan yang berwarna coklat,
mempunyai thalus bercabang seperti jari dan berukuran relatif besar, tumbuh dan
berkembang pada substrat dasar yang kuat (Atmadja dkk, 1996). Rumput laut coklat
yang banyak tumbuh di perairan tropis Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum
duplicatum, Sargassum polycystum, Sargassum crassifolium, Sargassum filipendula,
Sargassum binderi, Turbinaria conoides, Hormophysa triquetra dan lain-lain (Yunizal,
2004). Jenis yang banyak terdapat di perairan selatan Jawa Barat adalah Sargassum
duplicatum.
Sargassum duplicatum banyak tumbuh di wilayah perairan selatan Jawa Barat
terutama di daerah pantai selatan Pameungpeuk, Garut. Penduduk setempat mengenal
Sargassum duplicatum dengan nama sarib atau panyariban. Ciri-ciri utama dari
Sargassum duplicatum adalah batangnya yang panjang dan menjulur, serta berwarna
cokelat kekuningan. Rumput laut coklat ini tumbuh pada permukaan terumbu karang
yang terendam air di sekitar pantai. Sargassum duplicatum termasuk ke dalam
kelompok rumput laut penghasil alginat.
Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung ion (natrium, kalsium,
dan kalium) (Kadi dan Atmadja, 1988). Alginat dalam pasaran sebagian besar berupa
natrium alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air (Guiry, 2002 dalam
Yunizal, 2004). Natrium alginat banyak digunakan pada industri pangan, tekstil, dan
farmasi. Natrium alginat dalam industri pangan, dimanfaatkan sebagai penstabil,
pengental, pengemulsi pada saos tomat, sayuran, jelli, kuah daging dan susu. Natrium
alginat juga berfungsi sebagai penstabil pada es krim, alginat membentuk tekstur yang
lembut dan mencegah pembentukan kristal yang kasar (Chapman dan Chapman, 1980).
Natrium alginat dalam dunia perdagangan harus memiliki viskositas yang tinggi, karena
viskositas merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari alginat. Sifat ini pula
yang sering dijadikan sebagai ukuran kualitas natrium alginat yang ditawarkan dalam
dunia perdagangan, karena pada umumya natrium alginat digunakan sebagai bahan
pengental dan penstabil (Junaidi, 2006).
2
Alginat dibagi dalam 3 kategori yaitu food grade, pharmaceutical grade dan
industrial grade. Kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang,
kebutuhan natrium alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti
Perancis, Inggris, RRC dan Jepang dalam jumlah 599.000 kg dengan nilai US $
2.773.517 (http://dic-indonesia.page.tl/Peluang-Usaha.html). Berdasarkan informasi
yang diperoleh, kebutuhan pasar dunia akan produk natrium alginat pun terus meningkat
yang berarti
peluang yang menjanjikan baik untuk pasar domestik ataupun pasar
ekspor.
Pengolahan rumput laut menjadi natrium alginat diperoleh melalui proses
ekstraksi yang meliputi perendaman, ekstraksi, penyaringan, pemucatan, pengendapan
asam alginat, pencucian, penambahan larutan NaOH, dehidrasi, dan penyaringan.
Natrium alginat yang digunakan pada industri pangan atau food grade harus bebas dari
selulosa dan warnanya sudah dilunturkan (dipucatkan) sehingga berwarna terang atau
putih. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah reaksi oksidasi ikatan
rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna
lebih cerah atau tidak berwarna (Tensiska, 1992). Bahan pemucat yang biasa digunakan
dalam proses ekstraksi rumput laut adalah NaOCl, Ca(OCl)2 dan H2O2.
Natrium hipoklorit (NaOCl) merupakan pengoksidasi kuat yang akan
mengoksidasikan gugus pembawa warna yang terdapat dalam rumput laut coklat. Proses
pemucatan dengan menggunakan NaOCl memiliki keunggulan dari bahan pemucat
lainnya karena tidak menimbulkan busa dan berlangsung relatif cepat (Yani, 1988).
Namun penggunaan NaOCl dengan konsentrasi yang berlebih akan menyebabkan
alginat dapat teroksidasi dan terdegradasi oleh NaOCl. Alginat yang terdegradasi akan
mengalami penurunan viskositas sehingga mengurangi nilai mutu produk natrium
alginat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi
NaOCl terbaik untuk proses pemucatan natrium alginat.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam PAU ITB,
Bandung, pada bulan Juni sampai September 2010.
3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini untuk ekstraksi alginat, antara lain:
Sargassum duplicatum dari perairan pantai Pameungpeuk., HCl, Na2CO3, isopropil
alkohol 95%. Adapun peralatan yang digunakan: Wadah plastik, pisau, keranjang,
waterbath , viscometer , chromometer , tanur, Desikator
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan
enam perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu tingkat konsentrasi NaOCl 0%, 3%, 3.5%,
4%, 4.5% dan 5%.
Penelitian ini dilakukan dengan metode ekstraksi alginat dari rumput laut yang
dimodifikasi dengan proses pembuatan alginat meliputi tahapan sebagai berikut :
1. Rumput laut (Sargassum duplicatum) kering ditimbang dan dicuci dengan air bersih
kemudian direndam dengan larutan HCl 1% selama satu jam dengan perbandingan
rumput laut dan air 1 : 30 (berat/volume).
2. Ekstraksi
dilakukan
dengan
menggunakan
larutan
Na2CO3
2%
dengan
perbandingan 1 : 30 melalui dua tahap. Tahap pertama, yaitu ekstraksi rumput laut
selama 60 menit pada suhu 60oC sambil dimixer. Tahap kedua yaitu proses
ekstraksi rumput laut dilanjutkan lagi selama 60 menit pada suhu 60oC.
3. Proses ekstraksi selesai dan dilanjutkan dengan penyaringan dengan alat
penyaringan vakum. Larutan NaOCl berbagai konsentrasi ditambahkan ke dalam
filtrat, kemudian diaduk hingga warnanya berubah menjadi pucat.
4. Pembentukan asam alginat dilakukan dengan menambahkan larutan HCl 10% ke
dalam filtrat hingga mencapai pH 3 dan didiamkan. Asam alginat yang telah
terbentuk kemudian disaring dan dibilas dengan air.
5. Proses pengendapan asam alginat menggunakan NaOH 10% yang ditambahkan
pada gel asam alginat kemudian diaduk hingga homogen dan mencapai pH netral.
6. Larutan alginat dimasukkan ke dalam isopropil alkohol sambil diaduk hingga
terbentuk serat natrium alginat. Serat tersebut diambil lalu dikeringkan di dalam
alat pengering yang selanjutnya digerus hingga menjadi tepung natrium alginat.
4
Natrium alginat yang diperoleh diperiksa dengan analisis sifat fisika dan kimia
alginat yang meliputi rendemen, kadar abu, viskositas dan derajat putih.
Parameter yang diamati meliputi rendemen, kadar abu, viskositas, dan derajat putih.
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan analisis varian dengan uji F dan jika
perlakuan berpengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji
jarak berganda Duncan dengan taraf 5% (Gasperz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Natrium Alginat
Nilai rata-rata rendemen natrium alginat dengan pemucatan menggunakan NaOCl
yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 33,12% sampai 58,17%. Seperti yang
terlihat pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Rata-rata Rendemen Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl Rendemen (%) N o t a s i
0% (Kontrol)
58,17
c
3%
46,13
b
3,5%
45,75
b
4%
33,12
a
4,5%
43,2
a
5%
45,49
b
Keterangan : Nilai rata-rata rendemen yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan pemucat
NaOCl memberikan pengaruh nyata terhadap hasil rendemen (Tabel 1). Nilai rendemen
natrium alginat dari hasil ekstraksi Sargassum duplicatum dengan perlakuan tanpa
5
penggunaan bahan pemucat NaOCl atau kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan penggunaan bahan pemucat NaOCl. Hal ini dikarenakan adanya kromofor
atau zat pembawa warna dalam pigmen rumput laut cokelat yang terbawa dalam proses
pembentukan natrium alginat sehingga menyebabkan nilai rendemen tinggi, sedangkan
perlakuan dengan menggunakan bahan pemucat NaOCl, kromofor dari rumput laut telah
teroksidasi dan rusak sehingga tidak terbawa dalam proses pembentukan natrium
alginat.
Konsentrasi pemucatan pada NaOCl 3% sampai dengan konsentrasi NaOCl 4%,
terjadi penurunan rendemen. Hal ini diakibatkan oleh semakin tinggi konsentrasi bahan
pemucat NaOCl, kerusakan kromofor juga semakin besar yang mengakibatkan nilai
rendemen cenderung menurun, sehingga produk natrium alginat semakin murni dengan
penggunaan NaOCl sampai batas optimum konsentrasi NaOCl (4%).
Pemucatan dengan konsentrasi NaOCl 4,5% dan NaOCl 5% terjadi peningkatan
nilai rendemen. Hal ini disebabkan oleh penggunaan NaOCl yang berlebih sehingga
NaOCl yang seharusnya mengoksidasi kromofor bereaksi dengan HCl dan
menghasilkan endapan NaCl karena kromofor dalam natrium alginat sudah rusak dan
habis, maka rendemen semakin meningkat seiring endapan NaCl dalam produk natrium
alginat meningkat. Peningkatan endapan NaCl mengakibatkan kemurnian produk
natrium alginat berkurang.
Terjadinya degradasi alginat oleh bahan pemucat diperkuat oleh Percival (1970)
dalam Yunizal (2004) yang menyatakan bahwa proses pemucatan akan menyebabkan
pigmen yang terkandung dalam rumput laut akan teroksidasi dan terdegradasi. Semakin
tinggi konsentrasi NaOCl sampai batas tertentu (4%), kandungan pigmen dalam produk
semakin rendah, sehingga rendemen semakin rendah pula. Natrium alginat dapat
teroksidasi dan terdegradasi oleh NaOCl (Percival, 1970 dalam Yunizal, 2004),
sehingga peningkatan konsentrasi bahan pemucat NaOCl sampai batas tertentu (4%)
dapat mengakibatkan penurunan rendemen alginat murni. Ditambahkan Yani (1988),
alginat yang telah terdegradasi ini tidak akan mengendap lagi bila ditambahkan HCl.
Kadar Abu
6
Rata-rata kadar abu natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan adalah 24,83%.
Kadar abu natrium alginat hasil perlakuan dengan bahan pemucat NaOCl adalah 25,57% sampai
28,70% (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata Kadar Abu Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl
Kadar Abu (%)
0 % (kontrol)
24,83
3,0 %
25,57
3,5 %
25,79
4,0 %
26,43
4,5 %
28,09
5,0 %
28,70
Keterangan : Nilai rata-rata rendemen yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan
pemucat NaOCl memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap hasil kadar abu.
Hasil perhitungan rata-rata menunjukan bahwa perlakuan penambahan pemucat NaOCl
memberikan pengaruh terhadap hasil kadar abu. Tingginya kadar abu pada hasil
penelitian ini diduga berasal dari penggunaan bahan pemucat (Sumber Na) yang
ditambahkan dalam proses pemucatan (Yohasti, 2005).
Terlihat dari Tabel 2 bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOCl akan
menyebabkan kadar abu natrium alginat yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi bahan pemucat yang digunakan akan menyebabkan meningkatnya
kandungan mineral seperti kadar Na yang berasal dari NaOCl, sehingga nilai kadar abu
meningkat. Nilai kadar abu terkecil didapat pada saat konsentrasi NaOCl 0% atau
kontrol yakni sebesar 24,83%.
Menurut standar Food Chemical Codex (1981), kadar abu natrium alginat yang
diperbolehkan berkisar antara 18% hingga 27%, sedangkan rata-rata kadar abu dari hasil
penelitian dengan menggunakan NaOCl sampai 4% sebagai bahan pemucat berkisar
antara 25,57% sampai 26,43%, sehingga memenuhi standar Food Chemical Codex
(1981), sedangkan rata-rata kadar abu dari hasil penelitian dengan menggunakan NaOCl
7
4,5% dan 5% tidak memenuhi standar Food Chemical Codex (1981) karena melebihi
kadar abu yang ditetapkan.
Viskositas
Nilai rata-rata viskositas natrium alginat dengan pemucatan menggunakan
NaOCl yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 7,58 cP sampai 10,85 cP.
Rata-rata nilai viskositas natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan yaitu sebesar
25,37 cP. Nilai rata-rata viskositas natrium alginat dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah
ini :
Tabel 3. Rata-rata Viskositas Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl V i s k o s i t a s ( c P ) N o t a s i
0% (Kontrol)
25,37
d
3%
8,59
b
3,5%
9,03
c
4%
10,85
c
4,5%
8,72
b
5%
7,58
a
Keterangan : Nilai rata-rata viskositas yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan pemucat NaOCl
memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas (Tabel 3). Tabel diatas terlihat bahwa
nilai viskositas pada perlakuan tanpa penggunaan bahan pemucat NaOCl atau kontrol
adalah lebih tinggi dibanding perlakuan penggunaaan bahan pemucat NaOCl. Hal ini
disebabkan oleh adanya klorofil a dan c dalam pigmen rumput laut coklat yang memiliki
nilai viskositas dan terbawa dalam pembentukan natrium alginat, sehingga nilai
8
viskositas tinggi. Selain itu pada penggunaan bahan pemucat NaOCl juga dapat
memotong rantai polimer sehingga bobot molekul natrium alginat semakin kecil.
Semakin kecil bobot molekul, maka nilai viskositas semakin rendah.
Pemucatan dengan menggunakan NaOCl 3% sampai dengan NaOCl 4% terjadi
peningkatan nilai viskositas. Hal ini diduga karena sebagian Na dalam NaOCl berikatan
dengan alginat yang belum terikat oleh Na dari Na2CO3 pada proses ekstraksi dan
membentuk Na-alginat, sehingga bobot molekul semakin besar dan menyebabkan nilai
viskositas meningkat.
Pemucatan dengan menggunakan NaOCl 4,5% sampai dengan NaOCl 5% terjadi
penurunan viskositas. Hal ini diakibatkan penggunaan NaOCl yang melebihi tingkat
konsentrasi optimum semakin banyak memotong rantai polimer, sehingga bobot
molekul semakin kecil dan mengakibatkan nilai viskositas menurun. Penurunan
viskositas juga diduga karena penggunaan bahan pemucat yang melebihi tingkat
konsentrasi optimum akan menyebabkan gugus hidroksil (OH¯ ) dan karboksil
melepaskan air dan tidak berikatan dengan baik, sehingga tidak dapat larut dan
mengakibatkan viskositas cenderung menurun.
Hasil ini diperkuat oleh Sekarasih (2000) yang menyatakan dengan adanya proses
pemucatan maka pigmen-pigmen akan teroksidasi dan terdegradasi. Banyaknya alginat
yang terdegradasi akan menyebabkan semakin banyak pula rantai polimer yang terputus
sehingga hanya akan menghasilkan natrium alginat dengan bobot molekul yang lebih
rendah. Natrium alginat dengan bobot molekul yang lebih rendah akan memberikan
nilai viskositas yang semakin rendah. Menurut McHugh (1987), semakin tinggi bobot
molekul dan konsentrasi alginat maka viskositas larutan alginat semakin tinggi,
begitupun sebaliknya.
Yani (1988) menambahkan bahwa dengan pemucatan maka pigmen-pigmen yang
akan teroksidasi dan terdegradasi. Semakin tinggi konsentrasi pemucat maka pigmen
dalam produk semakin rendah, sehingga produk semakin murni. Kandungan alginat
dalam produk ini juga akan semakin tinggi, sehingga dapat meningkatkan viskositas
produk tersebut sampai batas tertentu. Selanjutnya peningkatan bahan pemucat juga
akan mendegradasi alginat sehingga viskositas produk akhirnya menurun. Selain itu
dalam pigmen rumput laut coklat terdapat klorofil a dan c yang memiliki viskositas,
sehingga mempengaruhi nilai viskositas natrium alginat tanpa bahan pemucat. Nilai
9
viskositas yang terkandung dalam klorofil yaitu, antara 2,5-3,2 cP dan 16-22 cP,
mengindikasikan bahwa gugus phytol dalam molekul klorofil tidak memiliki struktur
yang kaku tetapi berfluktuasi diantara 2 bentuk klorofil yang bergantung pada kondisi
lingkungan (http://sciencedirect.com/science?_ob= ArticleURL&udi=B6).
Viskositas merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari alginat. Sifat ini
pula yang sering dijadikan sebagai ukuran kualitas alginat yang ditawarkan dalam dunia
perdagangan, karena pada umumnya alginat digunakan sebagai bahan pengental dan
penstabil. Standar viskositas menurut Winarno (1996) adalah 10-5000 cP (dalam 1%
larutan alginat, 25ºC), sehingga dari hasil penelitian ini yang memenuhi standar
perdagangan hanya natrium alginat yang dipucatkan dengan tingkat konsentrasi NaOCl
4% (10,85 cP).
Derajat Putih
Rata-rata nilai derajat putih natrium alginat hasil perlakuan tanpa pemucatan
adalah 7,59. Pemucatan dengan NaOCl menghasilkan natrium alginat dengan nilai
derajat putih sebesar 20,07 (NaOCl 3%) sampai 21,82% (NaOCl 5%). Rata-rata nilai
derajat putih natrium alginat dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Rata-rata Derajat Putih Natrium Alginat
Konsentrasi NaOCl Derajat Putih (%) N o t a s i
0 % (Kontrol)
7,59
a
3%
20,07
b
3,5 %
20,22
b
4%
20,54
b
4,5 %
21,13
bc
5%
21,82
c
Keterangan : Nilai rata-rata derajat putih yang ditandai dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan dengan taraf 5%
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan penambahan bahan
pemucat NaOCl memberikan pengaruh nyata terhadap nilai derajat putih (Tabel 4).
Nilai derajat putih dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa pada perlakuan tanpa penggunaan
10
bahan pemucat NaOCl atau kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan menggunakan
bahan pemucat NaOCl. Hal ini diakibatkan oleh masih terdapat kromofor dalam pigmen
rumput laut coklat pada natrium alginat yang menyebabkan alginat masih berwarna
kecoklatan sehingga nilai derajat putihnya rendah.
Pemucatan menggunakan NaOCl 3% sampai dengan NaOCl 4% terjadi
peningkatan derajat putih. Hal ini diduga karena semakin tinggi bahan pemucat akan
menyebabkan kerusakan kromofor, sehingga kromofor semakin rusak dan larut.
Menurut Junaidi (2006), penggunaan NaOCl sampai batas optimum (NaOCl 4%)
menyebabkan kromofor dalam ekstrak rumput laut cokelat semakin berkurang dan habis
sehingga tidak terbawa dalam pembentukan natrium alginat, maka derajat putih relatif
meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi bahan pemucat sampai batas
optimum.
Pemucatan menggunakan NaOCl 4,5% kromofor dalam ekstrak rumput laut
cokelat telah hilang dan habis, namun derajat putih tetap meningkat. Hal ini diduga
karena terbentuknya endapan NaCl yang berwarna putih hasil dari reaksi antara NaOCl
dengan HCl, sehingga nilai derajat putih yang terukur adalah nilai derajat putih
campuran dari natrium alginat dan NaCl.
Pemucatan menggunakan NaOCl 5%, nilai derajat putih semakin meningkat. Hal
ini diduga karena meningkatnya kadar NaCl yang dihasilkan seiring menurunnya kadar
alginat, sehingga nilai derajat putih yang terukur adalah derajat putih dari endapan NaCl
karena kadar alginat semakin sedikit.
Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus pembawa warna, antara lain
gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap, yang dapat berkonjugasi dan sangat labil
karena mudah teroksidasi (Moos dan Weedon 1976 dalam Yunizal 2004). Karotenoid
(karoten dan fukosantin) tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat dihilangkan pada
proses perendaman dan proses ekstraksi. NaOCl ataupun kaporit bersama-sama dengan
Na2CO3 merupakan pengoksidasi kuat yang akan mengoksidasi gugus kromofor
tersebut (Anonim 1976 dalam Yunizal 2004). Yani (1988) menambahkan gugus
kromofor yang telah teroksidasi akan kehilangan fungsi penyerapan cahaya, sehingga
tidak memberikan warna yang tampak atau kehilangan warnanya. Menurut Junaidi
(2006), semakin tinggi konsentrasi NaOCl maka kerusakan kromofor semakin besar,
sehingga derajat putih produk semakin baik sampai batas tertentu.
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tingkat konsentrasi bahan pemucat NaOCl yang terbaik dalam tahapan pemucatan
natrium alginat dari Sargassum duplicatum adalah konsentrasi 4% NaOCl dengan
karakteristik natrium alginat yaitu rendemen sebanyak 33,11%, kadar abu 26,33 %.
viskositas 10,85 cP, dan derajat putih 20,54% .
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disarankan yaitu
proses pembuatan natrium alginat dari Sargassum duplicatum sebaiknya menggunakan
larutan NaOCl 4% pada tahapan pemucatan dan penelitian lebih lanjut untuk
meningkatkan kadar viskositasnya dengan melakukan pengujian kadar selulosanya.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W. S. , Kadi, A., Sulistijo dan Satari, R. 1996. Pengenalan Jenis-jenis
Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Chapman, V. J., Chapman, D. J. 1980. Seaweed and Their Uses. London : Chapman and
Hall.
Food Chemical Codex. 1981. Food Chemical Codex. Washington DC : National
Academy Press.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung : Tarsito.
Junaidi, R. 2006. Kajian Penggunaan Kaporit Pada Pemucatan Natrium Alginat dari
Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Junianto. 2006. Rendemen Dan Kualitas Algin Hasil Ekstraksi Alga (Sargassum sp) dari
Pantai Selatan Daerah Cidaun Barat. Jurnal Bionatura. Vol. 28. No. 2.
12
Kadi, A., Atmadja, W. S. 1988. Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca
Panen. Seri Sumberdaya Alam 141. Jakarta : Puslitbang Oceanologi LIPI.
McHugh, D. J. 1987. Production, Propertiesand Uses of Alginates. Di dalam McHugh,
D. J., editor. Production and Utilization of Products from Commercial
Seaweeds. Rome : Food and Agriculture Organization of United Nation.
Sekarasih, Y. 2000. Pengaruh Konsentrasi bahan Pemucat dan Jenis Pengendap Pada
Proses Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum Filipendula C. Agarth) Terhadap
Rendemen dan Mutu Natrium Alginat. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tensiska. 1992. Pengaruh Pemucatan Terhadap Derajat Putih dan Kekuatan Gel
Agar-agar Glacilaria verrucosa. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Yani, M. 1988. Modifikasi dan Optimasi Proses Ekstraksi dalam Rancang Bangun
Proses Tepung Algin dari jenis Turbinaria ornata. Skripsi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Yohasti,
R.
2005.Pengaruh Bagian Thalusdan Lama Ekstraksi yang Berbeda
Terhadap Rendemen dan Viskositas Alginat Sargassum polycistum. Skripsi.
Purwokerto : Fakultas Biologi. Universitas Jendral Soedirman.
Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk
dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/index.php?alga=coklat&id=13 (diakses 8
Mei
2010).
http://rumputlaut.org/datalama/artikel/RumputLautuntuk Kosmetik.pdf (diakses 10 Mei
2010).
13
14